Usai rangkaian acara pernikahan selesai, Kaivan membawa Kaira ke mansion miliknya. Tempat itu sengaja di beli untuk tempat tinggal mereka setelah menikah. Kaira disuguhkan oleh kemegahan dari bangunan yang di desain khusus dengan arsitek kelas internasional. Begitu elegan dan berkesan mewah.Kaivan membimbing Kaira mengelilingi tempat yang nantinya akan mereka tempati bersama. Kaira tertegun dengan keindahan yang ia saksikan di hadapannya kini. Meski pun Kaira sudah terbiasa dengan kemewahan selama tinggal di rumah keluarga Harun. Namun, mansion itu lebih mewah dan megah."Ini kamar kita, Sayang. Bagaimana? Apa kau suka?" ucap Kaivan saat tiba di kamar utama. Cukup luas untuk mereka berdua dengan fasilitas lengkap di dalamnya. Ada sebuah ranjang berukuran king size, satu set sofa, televisi layar datar berukuran besar dengan home teater, lemari pendingin berukuran sedang, lemari pakaian berukuran besar empat pintu, kamar mandi dengan bathtub, shower, dan kloset duduk, lengkap dengan p
Satu minggu setelah pernikahan Kaira dan Kaivan, wanita itu mulai kembali bekerja seperti biasa. Kaivan juga mulai di sibukkan dengan segudang pekerjaan yang tidak bisa di tinggalkan. Hari pertama Kaira setelah libur pun sibuk. Banyak pasien IGD yang masuk karena terjadi bencana longsor di desa Sekar Sari. Jarak dari tempat itu menuju rumah sakit Kusuma Pratama Hospital cukup jauh. Sekitar tiga sampai empat jam.Rumah sakit tersebut merupakan tempat terdekat yang bisa mereka jangkau. Begitu banyak korban hingga kamar IGD begitu penuh dan hampir tidak dapat menampung pasien yang terus berdatangan."Dokter, bagaimana ini? Kapasitas ruang IGD hampir penuh dan pasien terus berdatangan. Apa kita masih bisa menampung mereka?" ucap perawat Rifki yang merupakan kepala perawat IGD.Kaira menghela napas kasar bersamaan dengan Harun yang juga turun tangan menangani pasien korban tanah longsor tersebut."Kita buat tenda darurat di depan ruang IGD. Pisahkan pasien yang terluka dari luka ringan hin
Kaivan dan Ferdinan terus menyusuri hutan. Melewati jalan terjal dan pohon-pohon yang tumbang akibat terpaan angin dan longsor. Tidak perduli berapa pun beratnya rintangan yang harus mereka hadapi. Meski pun itu membahayakan nyawanya. Bagi Kaivan, menemukan Kaira dalam keadaan hidup adalah tujuan utamanya.Saat di perjalanan, Kaivan bertemu dengan Harun dan tim SAR yang masih berupaya mencari keberadaan Kaira. Kaivan langsung menghampiri mereka."Harun, bagaimana? Apa sudah menemui tanda-tanda keberadaan Kaira?" tanya Kaivan dengan tidak sabar"Kaivan ....""Iya, ini aku. Aku sudah dengar semuanya," jelas Kaivan sambil mendekati Harun."Kami sudah berusaha mencari. Namun, belum bisa menemukannya. Aku sama beberapa tim SAR juga sudah turun ke bawah mencari. Akan tetapi, belum bisa menemukannya," jelas Harun dengan wajah datar."Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Kaira bisa jatuh ke jurang?" tanya Kaivan dengan penasaran."Kami sedang menyelamatkan korban longsor di sini. Namun, saat K
Kaivan menunggu dengan cemas di luar ruang operasi bersama Ferdinan. Semetara, Harun dan tim sedang melakukan operasi pada Kaira. Wanita itu akan melakukan beberapa rangakaian pembedahan. Yaitu, pengangkatan gumpalan di kepala dan ortopedi tangan kiri yang patah."Dok, kondisi Dokter Kaira memburuk. Jantungnya berhenti," ucap salah seorang dokter yang bertugas memperhatikan monitor untuk memantau kondisi Kaira selama operasi."Kita lakukan CPR," ucap Dokter Harun sambil mendekati ke arah dada Kaira dan menekannya pelan. Kemudian, mulai memompa jantung Kaira. Setelah lima belas menit melakukan CPR, Harun mulai melakukan deflibrillator. Salah seorang perawat menyiapkan peralatannya. Setelah siap. Harun mengambil jel dan mengolesi alat kejut jantung yang ia pegang, kemudian menggosok-gosokan sebentar dan mulai mengejutkan jantung Kaira."Deflibrillator 200 joule!" seru Harun kepada salah seorang perawat di samping monitor."Siap!" seru perawat itu sambil memutar volume sesuai instruksi
Kaivan masih setia menjaga Kaira. Meski ia lega sebab Kaira sudah sadarkan diri. Namun, hatinya masih sedih melihat kondisi sang istri yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Apa yang dulu pernah di alami Kaivan, kini terjadi pada Kaira.Pria itu masih memandangi wajah Kaira. Masih terlihat pucat dan tampak lemah. Sesekali, ia membelai rambut hitam Kaira yang terurai dengan perban yang membalut mengitari kepala sang istri."Cepatlah sembuh, Sayang," ucap Kaivan lirih.Suara pintu berderit saat di buka dan nada suara lembut ketika mengucap salam, membuyarkan lamunan Kaivan. Tampak Harun dan perawat Jenar memasuki ruangan ICU, tempat Kaira dan Kaivan berada. Pemuda berparas manis dengan kumis tipis dan kacamata yang membingkai kedua matanya itu mendekat ke arah sepasang suami-istri di dekatnya."Dokter Harun," ucap Kaivan sambil menoleh ke arah pemuda itu.Dokter Harun tersenyum. "Aku mau periksa kondisi Kaira dulu," ucapnya sambil mengambil stetoskop dari saku jasnya. Kaivan mengang
Tasya menoleh ke arah sumber suara. Kaira mendongak sambil menahan sakit di sekujur tubuhnya. Orang itu mendekat, kedua tangan mengepal. Wajahnya memerah menahan amarah. Dengan napas bergemuruh ia mendekati dua wanita tersebut."Apa yang kau lakukan pada Kaira, Tasya?" tanya orang itu dengan tatapan tajam ke arah Tasya."A--aku. Aku baru saja datang dan me--melihat Kaira terjatuh. A--aku hanya berusaha menolongnya," ucap Tasya dengan gugup sambil berpura-pura membantu Kaira."Jangan berani bohongi aku!" ucap orang itu kembali semakin kesal."A--aku tidak bohong. Kaira, kenapa kau tidak berhati-hati? Kenapa sampai terjatuh seperti ini." Tasya kembali berbohong dan berpura-pura, ia takut jika orang itu murka."Jangan sentuh dia!" Orang itu menepis kasar tangan Tasya saat hendak memegang tangan kanan Kaira.Dengan segera, orang itu menggendong tubuh Kaira dan membaringkan di ranjang perlahan. "Kau tidak papa, Sayang?" ucap orang itu yang ternyata Kaivan. Kaira mengangguk lemah sambil me
Kaivan duduk di samping ranjang. Menatap lamat-lamat wajah Kaira. Kemudian, menggenggam tangan kanan yang kembali terbalut infus. Mencium mesra punggung tangannya dan mengusap-usap dengan lembut. Sesayang itu Kaivan pada Kaira.Begitu lelahnya Kaivan hingga ia tertidur di tepi ranjang. Tidak lama kemudian, jari-jemari Kaira bergerak, kedua matanya terbuka perlahan. Menandakan wanita itu sudah mulai sadar.Sentuhan lembut di rasakan ketika jemari Kiara menyentuh bibir Kaivan. Membuat pria itu terkejut dan membuka kedua matanya. Kaivan mendongak dan mendapati sang istri sudah sadarkan diri."Sa--Sayang. Kau sudah sadar?" tanya pria itu sambil kembali duduk dan menatap sang istri.Kaira mengerenyitkan kedua matanya. Menatap ke arah sekitar, kemudian beralih ke Kaivan. Menghela napas lemah dan sedikit meringis merasakan sakit pada tubuh saat berusaha bergerak."Aww!" Kaira berseru sambil meringis kesakitan."Jangan banyak bergerak dulu," ucap Kaivan sambil beralih ke pundak Kaira dan men
Dua bulan berlalu pasca kecelakaan yang menimpa Kaira. Wanita itu sudah semakin membaik kondisinya. Dokter terbaik di datangkan dari luar negeri untuk membantu penyembuhan Kaira. Sebab, Kaira tidak mau di bawa ke Singapura seperti Kaivan dulu.Luka yang di alami pun tidak separah Kaivan. Jadi, ia berpikir tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk berobat ke luar negeri jika di dalam negeri saja Kaira bisa mendapatkan pengobatan terbaik. Namun, tidak Kaivan yang merasa bersalah dengan Kaira. Pria itu tetap mendatangkan dokter terbaik dari Singapura untuk membantu Kaira meski sang istri tidak mau.Harun di bantu dengan Dokter Jhon memberikan perawatan terbaik untuk Kaira. Berkat semangat dan kerja keras mereka juga Kaira. Akhirnya, Kaira bisa melewati masa tersulitnya dan kini tinggal menunggu pemulihan saja."Good, you've made a lot of progress. There's just a little more time left for you to recover," ucap Dokter Jhon sambil melihat hasil ronsen tangan dan kaki kiri Kaira."Thank you