Seminggu sudah berlalu. Ratri memberanikan diri untuk datang ke kediaman keluarga Alka. Perempuan itu benar-benar nekat ingin mengejar Alka sampai pria itu mau bertanggung jawab atas kehamilannya.Alka yang baru pulang dari kerja, sangat terkejut ketika dia melihat kedatangan Ratri yang secara tiba-tiba tanpa ada yang memberitahu ataupun menghubunginya. Alka sendiri juga sudah tidak memiliki nomor Ratri karena sudah menghapusnya."Dia. Ngapain dia ada di sini? Siapa yang sudah mengundangnya?"Alka masih ada di dalam mobil, sedangkan Ratri sudah ada di halaman rumahnya. Dengan cepat Alka bergegas keluar dari dalam mobil dan melangkahkan kakinya lebar mendekatinya."Ngapain kamu datang ke sini? Mau cari sensasi? Mau mencariku agar aku mau bertanggung jawab atas kehamilanmu itu? Perempuan munafik!"Alka tersenyum smirk menatap perut rata Ratri dengan tatapan penuh kebencian."Tidak akan. Aku tidak akan mau bertanggung jawab atas apa yang tidak aku lakukan. Walaupun aku sudah berkali-kali
"Jelaskan padaku dari awal pertemuan kalian, hingga membuat kalian dekat dan berakhir seperti ini. Aku sebagai orang tuanya Alka, sangat kecewa mendengar berita buruk yang menimpa anakku. Sebagai orang tua aku merasa telah gagal mendidik anakku dengan benar. Tidak disangka-sangka kalau anakku bisa melakukan hal serendah itu terhadap perempuan, tapi di sini tidak ada yang aku bela. Aku hanya ingin penjelasan yang sebenar-benarnya."Ini memang kesempatan yang ditunggu-tunggu oleh Riana, berharap Ratri datang ke rumahnya dan menjelaskan tentang kejadian yang sebenarnya. Bahkan Alka sendiri tidak mau menghubunginya dengan alasan nomornya sudah dihapus."Kalau kamu memang benar-benar pernah melakukan itu dengan anakku, dan tidak pernah melakukan dengan laki-laki lain, mungkin aku masih bisa mentorerirnya, tapi jika terbukti kamu pernah tidur dengan laki-laki lain, jangan pernah meminta anakku bertanggung jawab atas janin yang kau kandung itu."Ucapan Riana agak kasar, tapi memang seperti i
"Kamu tidak bisa seenak jidatmu sendiri Alka! Bisa-bisanya kau mengatakan kalau itu bukan urusanmu, karena alasan tidak bisa bayar kau bisa menggunakan tubuhnya untuk menjadi pelampiasan. Kalau memang dia terbukti tengah mengandung anakmu, kau harus tetap mempertanggungjawabkannya!"Riana sangat malu memiliki anak yang susah diatur. Dari dulu Alka memang sudah nakal, tapi dia selalu saja menutupinya dari sang suami. Dia selalu berkilah jika suaminya bertanya tentang keseharian Alka yang jarang masuk kantor. Padahal dia sudah memahami seperti apa kelakuan anaknya di luar."Varo! Ada apa di dalam rumah? Kok sepertinya Mamamu lagi marah-marah?"Alvaro menggelengkan kepalanya. Dia sendiri juga tidak tahu ada drama apa di dalam rumahnya."Mana kutahu Pa. Aku kan baru pulang sama Papa. Pasti Abang yang bikin masalah lagi," jawab Alvaro.Bayu yang baru pulang dari kantor bersama dengan Alvaro juga dibuat bingung oleh istrinya yang tengah berteriak-teriak. Mereka akhirnya memutuskan untuk men
"Sial! Dia itu benar-benar perempuan pembawa sial! Orang kayak gitu ditampung di rumah ini. Bisa-bisa ketularan virus yang dibawanya."Dengan memasuki kamarnya Alvaro menggerutu. Calista yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi, dia menautkan alisnya saat mendapati suaminya datang dengan omelan yang tidak tahu tertuju pada siapa."Kamu itu pulang-pulang ngapain udah ngomel-ngomel kayak gitu sih, yang?" tanya Calista dengan berjalan ke arah sofa, dan hanya mengenakan handuk sebatas dada. Sudah tidak malu lagi di depan suaminya, semua yang ada ditubuhnya sudah bukan barang asing lagi di mata suaminya.Dia menghenyakkan tubuhnya di sebelah suaminya yang menyandarkan kepalanya di sofa, wajahnya nampak lelah dan kusam."Itu si Papa. Perempuan pembawa sial itu ada di sini, lebih tepatnya lagi ada di rumah ini. Papa menyarankannya untuk tinggal di sini sampai bayinya lahir."Tatapan Calista tertaut pada suaminya. Wanita mana yang dimaksud oleh suaminya, dia tidak mengerti."Wanita mana m
Ratri membawa semua barang-barangnya ke rumah Alka karena sudah mendapatkan izin dari Bayu untuk tinggal di rumahnya dia semakin senang saja hingga semua barang-barang yang dimilikinya yang semula ada di rumahnya kini dipindahkan ke rumah keluarga Alka.Riana Alvaro dan juga Calista hanya menatapnya heran sedangkan Alka memutuskan untuk berdiam diri di dalam kamarnya tidak mau bertegur sapa dengan perempuan yang sudah menjebaknya dalam masalah."Serius, dia benar-benar mau pindahin ke sini ma?" tanya Calista menoleh pada mertuanya yang masih terbengong melihat Ratri menjinjing kopernya masuk ke dalam rumah.Sudah seperti rumahnya sendiri aja Ratri tidak ada sungkan-sungkannya. Bahkan ia tidak peduli kalaupun Riana memberikan tatapan tidak suka padanya."Sepertinya iya. Papa kamu sudah memberi dia izin untuk tinggal di sini sampai bayinya dilahirkan," jawab Riana. "Lihatlah. Dia seperti orang yang tidak tahu malu. Mama itu tidak benci sama dia, tapi Mama hanya ingin bukti yang benar-be
"Di mana perempuan itu ma?" tanya Alka menuju ruang tengah di mana Mamanya masih duduk bersama Calista. Mereka tidak berdaya dengan pikirannya berkecamuk, ingin mengusir tapi tidak memiliki wewenang karena di rumah itu hanya Bayu yang berkuasa.Riana dan juga Calista menoleh pada Alka. Nampak begitu marah wajah Alka yang memerah dengan sorot matanya tajam. Dia juga melihat kepalan tangan Alka yang siap untuk menonjok siapapun di saat sudah tersulit emosi."Dia ada di kamar tamu di lantai dua sebelah ujung," jawab Riana dengan raut wajahnya masam dan tatapannya tidak nyaman."Kamar kamu yang paling ujung? Kalau begitu aku akan datang ke sana."Alka langsung bergegas menuju lantai dua di kamar tamu untuk menemui Ratri yang kemungkinan sangat senang karena mendapatkan fasilitas yang sebelumnya tidak pernah dirasakan."Ratri Apakah kau ada di dalam tanya Alka dengan menggodor-gedor pintunya.Tidak punya sopan santun bagi Alka. Dia ada di rumahnya sendiri, dan dia hendak mengusir tamu yang
Langit yang awalnya cerah oleh gemerlap bintang, kini berubah mendung hitam tanpa adanya sinar rembulan. Malam itu Calista tak henti-hentinya keluar masuk kamar mandi karena perutnya merasakan mual yang berlebihan. Kepalanya berdenyut sakit hingga membuatnya mengeluh. Bahkan Alvaro juga tidak bisa tidur, dia siaga membantu memijat tengkuk yang katanya terasa sangat berat, bahkan tubuhnya saja sampai gemetaran tidak bertenaga."Kamu itu kenapa sih, yang? Kayaknya kamu lagi masuk angin nih. Aku beliin tolak angin dulu ya? Biar lekas membaik. Aku lupa tidak menyediakan obat-obatan, biasanya kotak p3k di rumah isinya penuh obat, sekarang udah nggak bersisa."Alvaro benar-benar gelisah melihat istrinya yang sedang sakit. Dia bahkan tidak tega untuk meninggalkannya ke toko untuk membeli obat. "Yang! Aku panggilin Mama dulu ya, untuk menemani kamu di sini, biar aku pergi dulu ke apotik untuk membeli obat buat kamu."Dengan cepat Calista menggeleng dengan meraih lengan suaminya."Tidak p
Semalaman Alvaro tidak bisa tidur, selain menjaga istrinya yang sakit, dia juga masih teringat oleh ucapan Ratri yang tengah merayunya.Benar-benar gila itu perempuan berani merayunya."Varo! Gimana kondisi Calista? Apa dia sudah membaik?" tanya Riana datang ke kamar Alvaro.Riana tidak tahu kalau menantunya semalaman tengah sakit, bahkan Alvaro sendiri tidak memberitahunya, pembantu rumah tangganya pagi-pagi sekali pas dia bangun langsung memberitahunya."Belum ma, tapi dia sekarang bisa tidur. Rencananya aku bawa ke rumah sakit, tapi dianya nggak mau. Pusing juga aku kalau dia yang sakit. Kurasa dia masuk angin, kecapean. Aku udah peringati nggak usah kerja, aku kan usah tambahin pegawai di tokonya, tapi tetep aja dia nggak mau dengerin, kalau sakit gini kan ngerepotin.""Hus! Omonganmu itu nggak baik. Jangan gitu. Kamu Menikahinya hanya untuk kau ambil enaknya doang? Enak saja. Jangan ngomong kek gitu, suami yang baik itu setia buat jagain, bukan malah ngeluh gitu."Raina mengayunk