"Kamu tidak bisa seenak jidatmu sendiri Alka! Bisa-bisanya kau mengatakan kalau itu bukan urusanmu, karena alasan tidak bisa bayar kau bisa menggunakan tubuhnya untuk menjadi pelampiasan. Kalau memang dia terbukti tengah mengandung anakmu, kau harus tetap mempertanggungjawabkannya!"Riana sangat malu memiliki anak yang susah diatur. Dari dulu Alka memang sudah nakal, tapi dia selalu saja menutupinya dari sang suami. Dia selalu berkilah jika suaminya bertanya tentang keseharian Alka yang jarang masuk kantor. Padahal dia sudah memahami seperti apa kelakuan anaknya di luar."Varo! Ada apa di dalam rumah? Kok sepertinya Mamamu lagi marah-marah?"Alvaro menggelengkan kepalanya. Dia sendiri juga tidak tahu ada drama apa di dalam rumahnya."Mana kutahu Pa. Aku kan baru pulang sama Papa. Pasti Abang yang bikin masalah lagi," jawab Alvaro.Bayu yang baru pulang dari kantor bersama dengan Alvaro juga dibuat bingung oleh istrinya yang tengah berteriak-teriak. Mereka akhirnya memutuskan untuk men
"Sial! Dia itu benar-benar perempuan pembawa sial! Orang kayak gitu ditampung di rumah ini. Bisa-bisa ketularan virus yang dibawanya."Dengan memasuki kamarnya Alvaro menggerutu. Calista yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi, dia menautkan alisnya saat mendapati suaminya datang dengan omelan yang tidak tahu tertuju pada siapa."Kamu itu pulang-pulang ngapain udah ngomel-ngomel kayak gitu sih, yang?" tanya Calista dengan berjalan ke arah sofa, dan hanya mengenakan handuk sebatas dada. Sudah tidak malu lagi di depan suaminya, semua yang ada ditubuhnya sudah bukan barang asing lagi di mata suaminya.Dia menghenyakkan tubuhnya di sebelah suaminya yang menyandarkan kepalanya di sofa, wajahnya nampak lelah dan kusam."Itu si Papa. Perempuan pembawa sial itu ada di sini, lebih tepatnya lagi ada di rumah ini. Papa menyarankannya untuk tinggal di sini sampai bayinya lahir."Tatapan Calista tertaut pada suaminya. Wanita mana yang dimaksud oleh suaminya, dia tidak mengerti."Wanita mana m
Ratri membawa semua barang-barangnya ke rumah Alka karena sudah mendapatkan izin dari Bayu untuk tinggal di rumahnya dia semakin senang saja hingga semua barang-barang yang dimilikinya yang semula ada di rumahnya kini dipindahkan ke rumah keluarga Alka.Riana Alvaro dan juga Calista hanya menatapnya heran sedangkan Alka memutuskan untuk berdiam diri di dalam kamarnya tidak mau bertegur sapa dengan perempuan yang sudah menjebaknya dalam masalah."Serius, dia benar-benar mau pindahin ke sini ma?" tanya Calista menoleh pada mertuanya yang masih terbengong melihat Ratri menjinjing kopernya masuk ke dalam rumah.Sudah seperti rumahnya sendiri aja Ratri tidak ada sungkan-sungkannya. Bahkan ia tidak peduli kalaupun Riana memberikan tatapan tidak suka padanya."Sepertinya iya. Papa kamu sudah memberi dia izin untuk tinggal di sini sampai bayinya dilahirkan," jawab Riana. "Lihatlah. Dia seperti orang yang tidak tahu malu. Mama itu tidak benci sama dia, tapi Mama hanya ingin bukti yang benar-be
"Di mana perempuan itu ma?" tanya Alka menuju ruang tengah di mana Mamanya masih duduk bersama Calista. Mereka tidak berdaya dengan pikirannya berkecamuk, ingin mengusir tapi tidak memiliki wewenang karena di rumah itu hanya Bayu yang berkuasa.Riana dan juga Calista menoleh pada Alka. Nampak begitu marah wajah Alka yang memerah dengan sorot matanya tajam. Dia juga melihat kepalan tangan Alka yang siap untuk menonjok siapapun di saat sudah tersulit emosi."Dia ada di kamar tamu di lantai dua sebelah ujung," jawab Riana dengan raut wajahnya masam dan tatapannya tidak nyaman."Kamar kamu yang paling ujung? Kalau begitu aku akan datang ke sana."Alka langsung bergegas menuju lantai dua di kamar tamu untuk menemui Ratri yang kemungkinan sangat senang karena mendapatkan fasilitas yang sebelumnya tidak pernah dirasakan."Ratri Apakah kau ada di dalam tanya Alka dengan menggodor-gedor pintunya.Tidak punya sopan santun bagi Alka. Dia ada di rumahnya sendiri, dan dia hendak mengusir tamu yang
Langit yang awalnya cerah oleh gemerlap bintang, kini berubah mendung hitam tanpa adanya sinar rembulan. Malam itu Calista tak henti-hentinya keluar masuk kamar mandi karena perutnya merasakan mual yang berlebihan. Kepalanya berdenyut sakit hingga membuatnya mengeluh. Bahkan Alvaro juga tidak bisa tidur, dia siaga membantu memijat tengkuk yang katanya terasa sangat berat, bahkan tubuhnya saja sampai gemetaran tidak bertenaga."Kamu itu kenapa sih, yang? Kayaknya kamu lagi masuk angin nih. Aku beliin tolak angin dulu ya? Biar lekas membaik. Aku lupa tidak menyediakan obat-obatan, biasanya kotak p3k di rumah isinya penuh obat, sekarang udah nggak bersisa."Alvaro benar-benar gelisah melihat istrinya yang sedang sakit. Dia bahkan tidak tega untuk meninggalkannya ke toko untuk membeli obat. "Yang! Aku panggilin Mama dulu ya, untuk menemani kamu di sini, biar aku pergi dulu ke apotik untuk membeli obat buat kamu."Dengan cepat Calista menggeleng dengan meraih lengan suaminya."Tidak p
Semalaman Alvaro tidak bisa tidur, selain menjaga istrinya yang sakit, dia juga masih teringat oleh ucapan Ratri yang tengah merayunya.Benar-benar gila itu perempuan berani merayunya."Varo! Gimana kondisi Calista? Apa dia sudah membaik?" tanya Riana datang ke kamar Alvaro.Riana tidak tahu kalau menantunya semalaman tengah sakit, bahkan Alvaro sendiri tidak memberitahunya, pembantu rumah tangganya pagi-pagi sekali pas dia bangun langsung memberitahunya."Belum ma, tapi dia sekarang bisa tidur. Rencananya aku bawa ke rumah sakit, tapi dianya nggak mau. Pusing juga aku kalau dia yang sakit. Kurasa dia masuk angin, kecapean. Aku udah peringati nggak usah kerja, aku kan usah tambahin pegawai di tokonya, tapi tetep aja dia nggak mau dengerin, kalau sakit gini kan ngerepotin.""Hus! Omonganmu itu nggak baik. Jangan gitu. Kamu Menikahinya hanya untuk kau ambil enaknya doang? Enak saja. Jangan ngomong kek gitu, suami yang baik itu setia buat jagain, bukan malah ngeluh gitu."Raina mengayunk
"Bagaimana dengan kondisi istri saya Dok? Apakah dia perlu dirawat di rumah sakit, atau bisa rawat jalan?"Alvaro mengikuti dokter Dita yang menaruh tas dinas berisi peralatan medis di atas meja."Apakah ada penyakit yang membahayakannya?" tanya Alvaro begitu khawatir. Dia ingin segera mengetahui secara detail dari hasil pemeriksaan dokter.Dokter Dita mengulas senyumnya, terlalu perhatian Alvaro pada istrinya, dan itu membuatnya salut. Tidak semua laki-laki selalu berpikir sama, bahkan kebanyakan dari mereka mengabaikan kesehatan pasangannya."Tunggulah sebentar Mas Varo. Kan sekarang masih di tes urine, bersabarlah sebentar lagi akan diketahui hasilnya. Nanti kalau memang harus dirawat di rumah sakit, yang nggak papa, lebih enak mendapatkan infus dan juga mendapatkan penanganan yang tepat dari dokter , tapi kalau nggak terlalu serius, cukup obat jalan saja, tapi perlu diingat, pola makannya harus teratur dan juga bergizi, ditambah lagi dengan istirahat yang cukup biar lekas membaik.
"Apa?! Jadi istriku sudah hamil dua bulan dok? Dokter serius dengan ucapan dokter. Dokter tidak lagi berbohong kan?"Alvaro dibuat terkejut setelah mendapatkan penjelasan dari dokter Dita. Dia bahkan tidak menyadari kalau istrinya tenang hamil muda."Tentu saja benar apa yang saya katakan mas Varo. Kalau mas Varo masih tidak percaya, Mas Varo bisa tes ke laboratorium, di rumah sakit."Alvaro menoleh pada Calista yang masih terbangun juga di atas ranjang."Yang! Jelaskan padaku. Siapa yang sudah menghamilimu? Kenapa kehamilan kamu sudah berumur dua bulan. Padahal pernikahan kita masih berumur satu bulan."Refleks Calista mendelik dan melemparkan bantal ke muka suaminya."Kurang ajar sekali kamu, ya! Bisa-bisanya kau menuduhku telah berselingkuh dengan orang lain. Sekarang aku tanya sama kamu. Waktu kamu menikmati tubuhku, apakah aku sudah tidak perawan lagi?"Alvaro melepas tawanya dan menghambur memeluk istrinya. Dikecupnya berkali-kali tanpa malu dilihat oleh dokter Dita."Sorry yang