Ekhem."Wih, pengantin baru nih. Masih bau wangi-wangian bunga kayaknya."Seina meledek saat bertemu Calista di toko orang tuanya."Emangnya aku setan bau wangi bunga. Sembarangan aja kalau ngomong," seru Calista mendengus saat memasuki toko.Seina terkekeh ikut masuk ke dalam toko. "Ya, dia ngambek. Padahal kan aku cuma bercanda. Siapa juga yang ngatain setan? Situ sendiri yang bilang setan. Lagian kamu ini masih pengantin baru, kenapa harus masuk kerja? Apa nggak istirahat dulu? Emangnya nggak ngilu habis jebol gawang?""Sialan ini orang !" Calista melemparkan bantal yang dipajang di dalam toko. Dia geram dan malu diledek oleh sepupunya di saat banyak orang di dalam toko."Kau itu bawaannya sensian, Lista! Apa jangan-jangan udah ada isinya." Kembali Seina meledeknya.Calista mendelik tak tau apa yang tengah dibicarakan oleh sepupunya ia mendongak meminta penjelasan dari sepupunya."Isi apaan coba? Isi pepaya atau isi nangka?""Yang jelas isinya rambutan itu rambutannya Alvaro," jawa
Siang itu Alvaro datang ke toko dengan membawa beberapa kotak makanan. Dia mulai membiasakan diri untuk mendekatkan dirinya pada keluarga Calista. "Yang, ini aku bawain makanan buat makan siang," ucapnya langsung memasuki toko dan melihat keberadaan Calista duduk di kursi kasir.Calista menoleh dan mendapati suaminya yang nampak begitu tampan, walaupun penampilannya sudah tidak serapi waktu berangkat kerja."Ya ampun sayang, kamu bawaan apa? Aku pikir kita makan di luar aja, ternyata sekarang kamu bawa makanan ke sini," celetuk Calista menatap suaminya dengan tersenyum.Alvaro meletakkan kresek besar berisi makanan itu di atas meja kasir. Dia menarik kursi plastik dan duduk di depan istrinya. Memandanginya tanpa berkedip."Lain kali aja ya? Makan di luar. Ini aku juga lagi bawain makanan dari luar. Kan sama aja. Kalau kita makannya di sini, kita bisa makan sama keluarga, kalau di luar Kita cuman sendirian, sama orang-orang yang ada di restoran. Kalau makan ngumpul sama orang tua kan
Ratri memberanikan diri untuk datang ke kantor Alka. Bukan bertujuan untuk kembali bekerja dengan Alka, tapi ada hal yang membuatnya terdorong untuk menemui pria itu."Apakah Bapak Alka sudah datang?" tanya Ratri pada pegawai lain."Sudah. Tapi kenapa kau masih mendatangi pak Bos. Apa masih punya tanggungan hutang sama dia."Arya meledeknya. Dari awal dia memang agak sensi melihat Ratri. Wanita yang selalu menempel pada bosnya itu kini telah disingkirkan. Dia sangat bersyukur, masih banyak pegawai yang harus diawasi oleh bosnya, bukan hanya Ratri saja."Jangan sembarangan kalau ngomong. Aku datang ke sini bukan berarti aku punya tanggungan pada bos, tapi ada hal lain yang tidak perlu kalian tau," bantah Ratri sangat jengkel menatap Arya dan pegawai lainnya.Ratri tidak terima perlakuan Arya yang sok tau ingin tahu urusannya. Kalau bukan ada hal yang penting, dia juga tak sudi untuk datang kembali ke kantor itu."Ya bukan sembarangan, tapi pada kenyataannya kan kamu udah dipecat dari
"Ada apa kau kemari? Jangan bilang kau mau mengemis pekerjaan padaku. Aku tidak akan pernah memberimu pekerjaan, bahkan aku sudah melarangmu untuk datang ke kantorku, tapi untuk apa kau masih juga datang ke sini, apa masih kurang apa yang kuberikan selama ini padamu?"Aku beranjak dari tempat duduknya ketika Ratri sudah memasuki ruangannya. Ratri sudah nekat untuk tetap menemui Alka, bukan untuk mengemis mencari belas kasihan Alka, tapi dia akan menjelaskan sesuatu masalah yang tidak bisa dipecahkan sendiri."Maaf Pak saya sudah lancang datang kemari dan tidak menghubungi Bapak terlebih dulu. Tapi kedatangan saya kemarin tentunya ada maksud, saya akan memberikan kabar pada Bapak tentang kehamilan saya."Refleks Alka membelalakkan tatapannya pada Ratri Dia benar-benar sangat terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Ratri. Bahkan selama ini dia selalu memakai pengaman saat menggunakan Ratri sebagai pemuas hasratnya."Apa kau bilang? Kau lagi hamil? Itu tidak mungkin. Aku tidak percaya pa
Setibanya Alka di rumah, dia langsung mengamuk. Hampir semua orang penghuni rumahnya tidak ada yang tahu apa penyebabnya dia mengamuk."Alka! Apa yang terjadi padamu? Kenapa kamu marah-marah seperti ini?" tanya Riana yang sangat terkejut melihat Alka membanting kursi kayu di teras belakang rumahnya.Alka tidak menoleh saat ditegur oleh ibunya, ia menunjukkan wajah garangnya dengan tatapan ke arah kolam renang Riana sendiri juga takut dengan kemarahan anaknya yang secara tiba-tiba. Entah apa yang merasuki jiwa anaknya hingga membuatnya marah-marah seperti itu setelah pulang dari kantor. Dia sangat yakin kalau Anaknya tengah mengalami masalah besar yang sengaja disembunyikan oleh Alka, tapi ia berharap masalah itu segera berlalu, dan ia juga berharap masalah itu tidak datang dari Alvaro."Dia kenapa Ma?" tanya Alvaro yang baru pulang dari kantor dan menjemput Calista di tokonya.Riana menoleh pada anak bungsunya dengan menggelengkan kepalanya tatapannya sangat sedih ia sendiri juga tid
"Alka! Kamu Kenapa nak? Apa yang membuatmu marah-marah seperti ini?" tanya Riana berjalan mendekati Alka yang ada di halaman belakang ditemani oleh Alvaro.Alka hanya menoleh sekilas dengan tatapan kosong, tidak ada kemarahan untuk Mamanya, tapi sepertinya ada penyesalan yang terdalam di wajah pria itu."Bang, kalau ada masalah cerita sama kami, biar bagaimanapun juga kami adalah keluarga kamu. Aku memang rese, selalu berbuat ulah sama kamu, tapi biar bagaimanapun juga aku adikmu. Kamu tidak boleh memikirkan masalahmu sendirian, aku akan selalu mendukungmu. Maaf, aku sudah menyakiti hatimu, tapi aku lakukan semua ini karena aku memiliki alasan yang tidak perlu kau tahu."Alka memicingkan tatapannya ke arah Alvaro. Ia merasa Alvaro menyembunyikan sesuatu yang tidak harus diketahuinya dan itu membuatnya curiga apa yang disembunyikan oleh Adik laki-lakinya itu."Kau sendiri punya masalah, tapi nggak mau berbagi denganku. Lantas untuk apa aku harus berbagi masalahku denganmu? Kau sudah me
Setelah Alka sudah cukup sadar dan berkurang emosinya, dia memutuskan untuk duduk di pinggiran kolam, ditemani oleh Alvaro dan juga Riana. Riana tak meninggalkan kedua anaknya, dia khawatir kalau sampai mereka berdua berdebat dan berkelahi."Sekarang lebih baik kamu cerita aja Bang, apa yang tengah kamu pikirkan saat ini. Kenapa tiba-tiba saja kamu pulang dan marah-marah seperti itu. Padahal tadi pagi kamu masih baik-baik saja. Kenapa pas pulang kamu langsung marah-marah kayak gitu. Apa ada seseorang yang sudah mengganggumu dan membuatmu emosi seperti ini?"Alvaro sangat yakin, sesuatu telah terjadi pada Kakaknya. Biasanya Alka walaupun marah lebih cenderung diam dan mengurung dirinya di kamar. Atau sering kali dia memutuskan untuk keluar dan melampiaskannya pada perempuan-perempuan di atas ranjang."Iya, memang ada orang yang sudah membuatku seperti ini. Dia kurang ajar banget. Aku nggak pernah nyangka kalau dia bisa membalasku dengan kejam. Selama ini aku sudah dimanfaatkan sama dia
"Sudah-sudah! Jangan memperpanjang masalah kalian. Ini udah usai, Alvaro sudah menikahi Calista, biarkan mereka bahagia dengan hidupnya. Sekarang pikirkanlah dirimu sendiri. Masalahmu jauh lebih besar dibandingkan mereka.Riana memisahkan kedua anaknya dengan tubuhnya gemetaran. Dia hanya khawatir kalau mereka sama-sama emosi dan berakhir dengan baku hantam."Tapi mereka sudah membohongiku, Ma. Sakit Ma, dibohongi kayak gini," jawab Alka."Terus ..., apa kau pikir Calista tidak sakit hati karena kau bohongi? Kalian sama-sama salah, tidak seharusnya kalian saling menyudutkan," cecar Riana.Semakin meluap-luap saja emosinya. Dia sudah bisa menerima jika Calista dan Alvaro pernah membuatnya kecewa, tapi Alka, jauh lebih membuatnya kecewa, karena sudah mempermalukan keluarga."Lebih baik kamu telepon perempuan itu, dan suruh dia datang ke sini. Mama ingin bicara sama dia. Apakah benar, kalau anak yang dikandungnya itu benar-benar darah dagingmu? Kalau ternyata bukan anakmu, Mama juga t
Acara makan malam bersama keluarga besar membuat keluarga Bayu sangat bahagia. Kedua besannya diundang datang ke rumah untuk menikmati hidangan yang sudah mereka sajikan dalam acara ulang tahun kedua bocah kembar anak dari Calista dan juga Alvaro beserta anak dari Alka dan juga Natasha yang memiliki tanggal kelahiran sama Namun beda bulan. Mereka sengaja ingin merayakan ulang tahun anak-anaknya di hari yang sama."Wah, meriah sekali ya malam ini. Baru kali ini kita bisa merayakan ulang tahun anak-anak bersama seperti ini. Biasanya kita nggak ada waktu luang untuk berkumpul bersama seperti ini."Malam itu Riana begitu bersemangat karena tidak lagi sendiri tapi ditemani oleh kedua besannya yang masih keterkaitan keluarga."Iya dong, Ma, kapan lagi kita bisa berkumpul bersama seperti ini. Aku sangat bersyukur sekali karena pada hari ini kita bisa berkumpul dalam keadaan sehat walafiat dan bisa menemani bocil yang sedang berulang tahun. Nggak nyangka, anakku kini sudah tumbuh besar."Tak
"Kalian ini dari mana saja? Kalian lagi jalan-jalan di luar ya?" tanya Calista saat suami dan anak-anaknya datang ke toko tempatnya bekerja.Di saat weekend, Calista diminta untuk membantu orang tuanya di toko, karena ada banyak barang yang harus dikirim ke luar kota. Dia meminta sang suami untuk menemani anak-anaknya."Enggak kok, kita dari toko terus beliin makanan buat kalian di sini," jawab Alvaro dengan menurunkan Ivy dari gendongannya."Aku tadi niatnya mau istirahat, tiduran sama mereka, nggak tahunya mereka malah bangun minta jajan. Sebenarnya di rumah juga masih banyak jajan, tapi mereka nggak mau, maunya beli di luar, terus mau beli makanan juga buat kamu. Ya udah, kita lanjut beli makanan dan mampir ke sini. Jujur aku sebenarnya capek banget pengen tidur sama mereka."Alvaro merenggangkan otot-otot pinggangnya yang berasa kaku."Ternyata masih enakan kerja daripada momong bocah. Kalau anaknya nggak terlalu aktif mungkin masih bisa dikendalikan, kalau anaknya macam mereka, di
"Dad! Uang!"Dua bocah kembar terbangun dari tidurnya langsung memeluk daddy-nya dan meminta uang. Padahal matanya saja masih belum terbuka dengan sempurna."Kalian ini. Baru bangun tidur langsung minta uang. Buat apaan minta uang? Daddy masih belum punya uang, masih belum waktunya gajian," jawab Alvaro.Seketika bola mata Ivy membola. "Loh katanya Daddy itu bos. Kenapa Bos nggak punya uang? Bukannya Bos itu gudangnya uang?" Dengan selorohnya, gadis kecil itu tidak mempercayai, Ayahnya tidak memiliki uang."Siapa bilang Daddy itu Bos? Daddy tuh cuman karyawan biasa. Kalau belum waktunya gajian, ya nggak dapat uang. Itu artinya, kalian gak boleh jajan banyak-banyak."Dengan cepat Kenzo membalasnya. "Bohong! Daddy itu bohong dek. Daddy itu uangnya banyak. Kemarin aku tahu kok, Daddy taruh uang di dompet. Buruan dikasih dad, memangnya kalau nggak dikasih anaknya mau dikasih siapa? Mau dikasih cewek yang waktu itu?"Kenzo masih kesal mendapati keberadaan ayahnya bersama wanita lain, tanpa
"Ngapain kamu pulang pakai manyun gitu? Kalau marah nggak usah dibawa pulang, emangnya orang rumah jadi bahan pelampiasan orang marahan? Di rumah ada anak-anak, jangan lampiaskan kemarahanmu sama mereka. Mereka nggak tau permasalahanmu."Mendapati suaminya yang baru pulang kerja dengan muka tertekuk, Calista langsung mengomelinya. Dia sangat malas dijadikan pelampiasan kemarahan suaminya terus, padahal kemarahannya dia bawa dari kantor, dan pulang-pulang dilampiaskan pada setiap orang yang ditemuinya di rumah, sungguh menjengkelkan bukan?"Aku tuh capek, di kantor banyak masalah, ditambah lagi dibodohi sama orang," bantah Alvaro. Dia frustasi, hampir setiap hari dia mendapatkan masalah dari orang-orang yang berniat untuk mengajak kerjasama, tapi nyatanya dia hanya diberikan harapan palsu. Mereka tidak serius untuk bekerja sama dengannya."Andai saja aku punya pilihan lain, aku tinggalkan bisnisku. Aku sudah malas berbisnis kalau dipermainkan orang terus. Aku kok malah ingin menjadi pe
"Vera! Ngapain kamu ada di sini?" Alvaro dikejutkan oleh keberadaan Vera yang tiba-tiba saja ada di cafe tempatnya bertemu dengan seorang klien yang dia sendiri belum pernah bertemu sebelumnya. Dia mendapatkan pesan dari sekertarisnya, kalau dirinya diminta untuk datang ke sebuah cafe untuk menemui seseorang yang katanya dari salah satu perusahaan yang tengah bekerja sama dengan perusahaannya. Tidak pernah terlintas di pikirannya kalau dirinya ternyata dikibuli oleh seorang wanita yang sebelumnya diancam oleh Calista."Iya, memang aku yang datang kemari. Aku datang ke sini karena diutus oleh Pak Prayogo untuk mewakili meneruskan kerjasama antar perusahaan kita. Jadi di sini intinya aku datang kemari untuk alasan yang pertama, ingin melanjutkan kerjasama dengan kamu, dan yang kedua Aku ingin bertemu dengan kamu secara pribadi."Tanpa merasa malu, Vera langsung menyatakan bahwa dirinya ingin menemui Alvaro secara pribadi dan itu membuat Alvaro tersenyum iris."Hah! Apa kau bilang? Kamu
"Puas kamu! Itulah kalau kamu ceroboh suka deketin cewek. Lagian, kamu itu udah tua masih juga kegenitan, mau jadi apa kamu! Belum puas juga sama satu wanita? Nggak malu kamu sama anak kamu? Awas aja kalau sampai aku tahu kamu main-main, jangan panggil aku Calista lagi, aku tidak sudi lagi bareng sama kamu, dan aku, akan meninggalkanmu."Karena geramnya, Calista memberikan ancaman pada suaminya. Selama hampir tiga tahun menemani dalam biduk rumah tangga, kini ada duri duri yang bermunculan di rumah tangga mereka. Calista akan membuang dan membakar duri-duri itu agar tidak menyakitinya. Dia tidak ingin rumah tangganya hancur karena kebodohan saja."Siapa juga yang main-main sama cewek sih, yang! Aku itu nggak pernah main-main sama cewek lain, cuman sama kamu doang waktu itu. Kalau kamu nggak nganterin diri kamu ke aku, aku juga nggak bakalan ngelakuin itu sama kamu. Kamu mabuk, dianterin pulang juga nggak tahu rumahnya, kan waktu itu." Alvaro mengingatkan Calista kembali pada kejadian
"Ada yang bisa dibantu mbak?" tanya Calista dengan berjalan mendekati seorang wanita yang duduk di ruang tunggu.Wanita itu menoleh dengan kedua alisnya tertaut. "Anda siapa ya mbak? Di mana atasan anda? Saya ingin bertemu dengan atasan anda.""Saya sendiri atasannya, memangnya anda perlu apa dengan saya? Sepertinya saya belum pernah bertemu dengan anda sebelumnya, kenapa anda tiba-tiba saja datang kemari?" tanya Calista membuat wanita yang bernama Vera itu seketika seperti orang cengo'"Apakah mbak serius? Pemilik perusahaan ini? Bukannya ini perusahaan Pak Alvaro?"Agak kecewa saat datang bukan Alvaro yang menyambutnya, tapi perempuan lain."Pak Alvaro itu kan suami saya, jadi intinya saya juga atasan di sini. Ada perlu apa anda mencari suami saya? Apakah suami saya sudah membuat janji dengan anda?" Kembali Calista bertanya dengan tatapan dingin. Dia sangat yakin kalau perempuan itu, memiliki rencana tidak baik untuk keluarganya.Tidak mendapatkan jawaban dari Vera, Calista pun lan
"Permisi Pak," ucap seorang perempuan mengetuk pintu ruangan Alvaro.Alvaro menoleh sekilas ke arah pintu, dan beralih menoleh pada istrinya yang duduk di sofa sembari menatap laptopnya yang menyala."Ya, silakan masuk," jawab Alvaro dengan tegas.Seorang wanita muda masuk ke ruangan itu berjalan dengan sopan, dan berakhir berdiri di depan meja kerja Alvaro."Maaf Pak, di luar ada tamu yang ingin bertemu dengan Bapak," ucap wanita itu."Siapa?" tanya Alvaro dengan menautkan kedua alisnya."Kalau itu saya kurang tahu Pak, dia hanya mengatakan kalau sudah mengenali Bapak, dan sedang menjalin kerja sama dengan Bapak. Dia tidak pernah datang kemari Pak, tapi sudah bertemu dengan Bapak sebelumnya," ucap Angeline, sekretaris Alvaro.Alvaro bahkan tidak sedang berjanjian dengan siapapun untuk bertemu. Sedangkan rekan kerjanya tidak hanya satu orang, tapi banyak orang, bahkan dari luar daerah."Baiklah, saya akan temui dia. Suruh tunggu sebentar. Jangan biarkan dia masuk ke sini. Saya tidak
"Wah! Ternyata kantor Daddy bagus juga ya? Kirain kantornya Daddy kecil kayak rumahnya keong." Kenzo mulai mengoceh saat tiba di lobby kantor.Baru pertama kalinya Alvaro mengajak anak-anaknya datang ke kantor, dan kini mereka menjadi pusat perhatian para pegawainya."Apa kau bilang tadi? Kantornya Daddy mirip rumahnya keong? Kamu itu keongnya. Kecil-kecil cabe rawit," seru Alvaro dengan menyentil hidung anak laki-lakinya.Mereka berempat memasuki lobby dan mendapatkan sambutan hangat dari para karyawan yang ada di dalam kantor itu."Selamat pagi Pak, Bu," ucap beberapa karyawan yang ada di lobby kantor."Pagi," jawab Alvaro dan juga Calista dengan mengulas senyuman tipis."Selamat pagi semuanya, tampan cantik," jawab kenzo dengan selorohnya.Semua karyawan tersenyum dengan menatap gemas anak kecil itu."Astaga, anakmu ini ya? Kenapa bisa jadi seperti ini bibitku," gerutunya. "Sebenarnya unggul nggak sih?" Alvaro bergumam dengan berjalan pelan menatap Kenzo yang melambai-lambaikan ta