"Alka! Kamu Kenapa nak? Apa yang membuatmu marah-marah seperti ini?" tanya Riana berjalan mendekati Alka yang ada di halaman belakang ditemani oleh Alvaro.Alka hanya menoleh sekilas dengan tatapan kosong, tidak ada kemarahan untuk Mamanya, tapi sepertinya ada penyesalan yang terdalam di wajah pria itu."Bang, kalau ada masalah cerita sama kami, biar bagaimanapun juga kami adalah keluarga kamu. Aku memang rese, selalu berbuat ulah sama kamu, tapi biar bagaimanapun juga aku adikmu. Kamu tidak boleh memikirkan masalahmu sendirian, aku akan selalu mendukungmu. Maaf, aku sudah menyakiti hatimu, tapi aku lakukan semua ini karena aku memiliki alasan yang tidak perlu kau tahu."Alka memicingkan tatapannya ke arah Alvaro. Ia merasa Alvaro menyembunyikan sesuatu yang tidak harus diketahuinya dan itu membuatnya curiga apa yang disembunyikan oleh Adik laki-lakinya itu."Kau sendiri punya masalah, tapi nggak mau berbagi denganku. Lantas untuk apa aku harus berbagi masalahku denganmu? Kau sudah me
Setelah Alka sudah cukup sadar dan berkurang emosinya, dia memutuskan untuk duduk di pinggiran kolam, ditemani oleh Alvaro dan juga Riana. Riana tak meninggalkan kedua anaknya, dia khawatir kalau sampai mereka berdua berdebat dan berkelahi."Sekarang lebih baik kamu cerita aja Bang, apa yang tengah kamu pikirkan saat ini. Kenapa tiba-tiba saja kamu pulang dan marah-marah seperti itu. Padahal tadi pagi kamu masih baik-baik saja. Kenapa pas pulang kamu langsung marah-marah kayak gitu. Apa ada seseorang yang sudah mengganggumu dan membuatmu emosi seperti ini?"Alvaro sangat yakin, sesuatu telah terjadi pada Kakaknya. Biasanya Alka walaupun marah lebih cenderung diam dan mengurung dirinya di kamar. Atau sering kali dia memutuskan untuk keluar dan melampiaskannya pada perempuan-perempuan di atas ranjang."Iya, memang ada orang yang sudah membuatku seperti ini. Dia kurang ajar banget. Aku nggak pernah nyangka kalau dia bisa membalasku dengan kejam. Selama ini aku sudah dimanfaatkan sama dia
"Sudah-sudah! Jangan memperpanjang masalah kalian. Ini udah usai, Alvaro sudah menikahi Calista, biarkan mereka bahagia dengan hidupnya. Sekarang pikirkanlah dirimu sendiri. Masalahmu jauh lebih besar dibandingkan mereka.Riana memisahkan kedua anaknya dengan tubuhnya gemetaran. Dia hanya khawatir kalau mereka sama-sama emosi dan berakhir dengan baku hantam."Tapi mereka sudah membohongiku, Ma. Sakit Ma, dibohongi kayak gini," jawab Alka."Terus ..., apa kau pikir Calista tidak sakit hati karena kau bohongi? Kalian sama-sama salah, tidak seharusnya kalian saling menyudutkan," cecar Riana.Semakin meluap-luap saja emosinya. Dia sudah bisa menerima jika Calista dan Alvaro pernah membuatnya kecewa, tapi Alka, jauh lebih membuatnya kecewa, karena sudah mempermalukan keluarga."Lebih baik kamu telepon perempuan itu, dan suruh dia datang ke sini. Mama ingin bicara sama dia. Apakah benar, kalau anak yang dikandungnya itu benar-benar darah dagingmu? Kalau ternyata bukan anakmu, Mama juga t
Acara makan malam begitu hening. Semua orang sama-sama diam. Bayu nampak geram dengan keluarganya. Setiap pulang ada saja kelakuan keluarganya yang membuatnya tak nyaman berada di dalam rumah."Rumah ini udah mati kayaknya, nggak layak huni. Apa sebaiknya kita jual saja ya?"Tiba-tiba kalimat terlontar membuat penghuninya langsung menoleh padanya."Apa maksudnya Pa? Kita jual rumah ini?" tanya Riana. "Apa Papa punya hutang di Bank, atau orang lain?" Kembali wanita yang tidak lagi muda itu bertanya.Bayu meliriknya sekilas, ia mendadak tak berselera makan."Kalau untuk pebisnis itu pasti punya hutang, Ma. Nggak ada yang murni tanpa berhutang. Aku tak mempermasalahkan soal hutangku. Aku bekerja untuk keluarga dan juga membayar hutang-hutangku. Kamu tenang saja, masalah hutang, aku tidak akan melibatkanmu," tegas Bayu.Selama menikah dengan Riana, dia memang sudah pandai berbisnis, tapi tak sekalipun dia mengeluh dan meminta bantuan pada istrinya. Apapun yang terjadi, Riana selalu diutam
"Yang! Jangan tidur dulu. Aku mau bicara sama kamu."Mendapati suaminya yang sudah merebahkan diri dengan menutup mata, Calista langsung mengguncang-guncangkan lengan Alvaro. Dia sangat penasaran dengan apa yang dikatakan oleh Alka di meja makan hingga membuat orang tuanya marah besar."Mau bicara apa lagi sayangku? Ini sudah malam, ayo kita tidur. Malam ini aku nggak menyentuhmu, kasihan kan, tadi malam udah berapa kali kita melakukannya, malam ini kita tidur biasa aja ya? aku peluk sini. Masa kamu udah minta jatah lagi."Calista langsung melemparkan batal ke arah muka Alvaro. Sangat gemas dengan ucapan suaminya. Padahal dia menghalangi Alvaro untuk tidak tidur, karena ingin tahu cerita yang sesungguhnya. Bukan meminta jatahnya sebagai istri."Kau itu keterlaluan! Siapa juga yang minta jatah. Aku walaupun nggak dikasih sebulan atau setahun nggak bakalan minta! Palingan besok pagi kamu bangunkan aku hanya untuk minta jatah, dengan merengek-rengek seperti anak kecil," bantah Calista.A
Pagi-pagi sekali Ratri datang menemui Calista di tokonya. Dia mencari tahu toko di mana Calista bekerja, karena penuh perjuangan, akhirnya dia bisa menemukannya. Calista sendiri sangat terkejut dengan kedatangan Ratri yang secara tiba-tiba. Padahal hubungan mereka tidaklah baik-baik saja. Semenjak kejadian di mana Calista memergokinya tengah bersatu dengan Alka, dia mendadak ilfeel pada wanita itu.Dengan berbasa-basi, akhirnya Calista bertegur sapa dengannya. "Ratri! Ngapain kamu datang ke sini?" tanya Calista dengan tatapan sinis. Sakit hati yang ditorehkan Alka dengan Ratri belum bisa membuatnya memaafkan mereka berdua, walaupun terkadang dia merasa bersalah pada Alka."Aku sengaja datang kemari karena ingin bertemu denganmu. Ada sesuatu hal yang ingin aku sampaikan padamu," jawab Ratri dengan tatapan yang berbeda, sepertinya perempuan itu sedang terpuruk dan malu menghadapinya. Ratri mengabaikan rasa malunya untuk keukeh menemui Calista, walaupun ia tahu Calista tak mudah mene
"Apa? Kau memintaku untuk merawat anakmu? Mana bisa begitu. Kau itu ibunya, kau harus merawatnya sendiri. Dasar orang gila!"Calista mendadak geram dengan Ratri. Ucapannya begitu buruk, bisa-bisanya wanita itu ingin menyerahkan anaknya jika sudah lahir tanpa mau merawatnya sendiri, hanya wanita gila saja yang tidak mau merawat anak kandungnya sendiri."Tapi aku melakukan semua ini karena terpaksa. Kalau saja Alka tidak mau merawat anaknya, buat apa aku merawat anakku sendirian. Jika aku memberikan anakku pada mbak Calista, setidaknya keluarga Pak Alka tau bahwa ini adalah keturunannya, biar bayi ini mendapatkan nama, biar dia tidak menderita hidupnya. Aku akan mencari jalan hidupku sendiri. Aku tidak akan lagi berurusan sama kalian. Sekarang Aku menyerahkan anak ini pada kalian."Kamila yang tahu anaknya tengah bersitegang dengan seorang perempuan di dalam tokonya, dia langsung menghampirinya. Dia takut Calista kenapa-napa karena ulah perempuan tersebut."Ada apa ini? Siapa dia ini C
"Calista!"Terdengar panggilan tertuju pada Calista di dalam tokonya, membuat si pemilik nama langsung menoleh. Calista melebarkan tatapannya pada dua gadis yang baru saja menginjakkan kaki di tokonya, dia tak lain adalah Natasha, dan Seina, Kakak sepupunya."Kak Natasha."Wanita yang memiliki kemiripan dengan Calista telah tiba di Indonesia, setelah tujuh tahun berada di luar negeri. Calista langsung menghambur memeluk sepupunya itu."Kak Tasha apa kabar? Kapan kakak tiba di sini?" tanya Calista memberikan sambutan hangat untuk sepupunya."Kemarin. Tapi masih belum sempat datang ke rumahmu," jawabnya dengan mengulas senyuman manis.Dulu Natasha memiliki kulit sawo matang, tidak seperti saudara lainnya yang kebanyakan memiliki kulit putih pucat, membuat saudaranya yang lain meledeknya, tapi sekarang saat sudah pulang, Natasha memiliki kulit putih bersih juga langsung mendapatkan ejekan dari Calista."Ini kakak habis oplas ya?"Melihat perbedaan kulit putih sepupunya, membuat Calista