Miranda menatap Macbook-nya. Memeriksa salah satu naskah yang akan dikirimkan oleh penerbit. Sesaat Miranda memijat pelan tengkuk lehernya. Kali ini dia bekerja tanpa ada Audrey yang mengganggunya dan merengek manja padanya. Hingga detik ini Audrey masih tinggal di keluarga Athes.Sungguh Miranda tidak menyangka Audrey dengan mudahnya beradaptasi dengan keluarga Athes. Bahkan sekarang Audrey begitu dimanja oleh keluarga Athes. Segala apa pun yang Audrey inginkan, selalu dituruti. Meski sebenarnya Miranda takut Audrey tumbuh menjadi seorang wanita yang manja, namun Miranda bisa apa? Melarang pun akan sulit. Tentu saja Athes akan selalu memanjakan putri mereka.Lepas dari semua itu, Miranda sekarang sudah bisa bernapas lega dan tenang. Tidak ada lagi yang menghalangi hubungannya dengan Athes. Baik keluarganya dan keluarga Athes telah menyetujui hubungan mereka. Ketakutan yang biasanya hadir dalam diri Miranda, kini telah lenyap. Tergantikan dengan kebahagiaan yang hadir di tengah-tengah
Miranda menghela napas panjang. Dia mematut diri di cermin. Penampilannya hari ini sudah tampak begitu sempurna. Balutan dress berwarna kuning cerah bermotif bunga kecil. Dengan model bagian atas kemben. Rambut pirang yang tergerai indah. Ditambah dengan heels yang warnanya senada dengan dress yang dipakai Miranda membuat wanita itu layaknya seorang dewi.Warna kuning yang lembut sukses membuat Miranda tampak menjadi wanita lemah lembut. Hari ini Miranda dan Athes akan melakukan konferensi pers menyangkut berita di luaran. Jujur, Miranda gugup jika harus bertemu para media. Dalam hidup Miranda tidak menyukai banyaknya sorotan media. Namun, sekarang mau tidak mau dia harus menghadiri kenferensi pers demi menjawab opini di luaran yang tak benar.Kemarin, Audrey sudah dijemput oleh sopir. Putri kecilnya itu tampak begitu bahagia ketika pulang dari rumah keluarga Athes. Setiap kali Miranda menanyakan bagaimana hari Audrey selama di rumah Keluarga Athes maka putrinya itu akan selalu menjaw
Berita tentang pernikahan Athes dan Miranda telah tersebar luas. Persiapan pernikahan pun hampir mendekati sempurna. Sebenarnya Miranda tidak ingin pesta pernikahan yang terlalu megah. Entah karena Miranda merasa dirinya sudah menjadi seorang ibu dan hubungannya dan Athes pun sudah lama. Miranda hanya ingin yang sederhana saja.Namun sayangnya keinginan Miranda ditolak tegas bukan oleh Athes. Melainkan dengan seluruh keluarganya sendiri serta keluarga Athes. Tentu ini karena Athes adalah putra tunggal di Keluarga Russel. Mau tidak mau Miranda harus menerima jika pesta pernikahan akan diselenggarakan dengan megah.Beberapa hari terakhir banyak para media yang berusaha mewawancarai Miranda. Karena Miranda memang tidak menjawab pertanyaan para media. Sepenuhnya Miranda menyerahkan pada Athes. Sejak dulu Miranda tidak suka jika diwawancarai. Miranda membenci para media yang ingin tahu masalah kehidupan pribadinya. Namun, menikah dengan Athes Russel yang merupakan salah satu pengusaha yang
Saat pagi menyapa, Miranda sudah disibukkan berada di dapur membuat pasta untuk Athes dan Audrey. Pagi ini Miranda khusus membuatkan sarapan untuk Athes dan Audrey. Dia bangun lebih awal, demi membuat masakan. Menjelang pernikahan, Miranda tidak begitu disibukan dengan menulis. Karena sebelumnya Miranda sudah menyelesaikan beberapa pekerjaannya yang tertunda.Miranda lebih banyak mengurus Athes dan putri mereka serta memeriksa sejauh mana persiapan pernikahan mereka. Awalnya Miranda memang menginginkan yang sederhana saja, namun Miranda tidak memiliki pilihan selain menuruti keinginan keluarganya dan keluarga Athes yang menginginkan pesta yang meriah. Karena banyaknya permintaan pesta pernikahannya meriah, maka Miranda pun memastikan bahwa pesta pernikahannya haruslah sempurna.“Selesai,” Miranda berucap riang kala sudah selesai memasak Fettuccine Alfredo.Fettuccine Alfredo adalah salah satu menu pasta yang Audrey sukai. Masih banyak jenis pasta yang Audrey sukai, namun pagi ini Mira
“Ah,” Miranda meringis perih kala telunjuknya terkena pisau. Kini dirinya tengah memasak. Mengingat Audrey sangat lahap jika dirinya yang membuatkan makanan. Namun, karena tidak hati-hati pisau terkena di telunjuknya.“Sayang? Kau kenapa?” Athes berdiri di ambang pintu dapur, menatap Miranda yang tengah meniup telunjuk. Tepat di saat mata Athes menangkap darah mengalir di telunjuk Miranda, dengan cepat Athes menghampiri Miranda. Mengambil tangan Miranda. Lalu membawanya ke wastafel. “Kenapa kau tidak hati-hati,” lanjutnya seraya membuka keran wastafel.“Ah.” Miranda menahan perih ketika air menyentuh telunjuknya. Saat darah yang mengalir dari telunjuk Miranda telah berhenti, Athes langsung meminta pelayan mengambilkan kotak obat. Kini Athes membalut telunjuk Miranda dengan plester.“Masih perih?” tanya Athes sembari memberikan kecupan di telunjuk Miranda.Senyum di bibir Miranda terlukis melihat Athes yang begitu perhatian padanya. “Aku tidak apa-apa, Athes. Nanti perihnya juga hilang
Athes turun dari mobil, dia melangkah dengan wajah dingin dan sorot mata tajam memendung kemarahannya. Tampak para pengawal Athes yang melihat Athes datang langsung menundukkan kepala mereka tak berani menatap Athes.“Di mana putriku? Kenapa kalian menjaga satu anak kecil saja tidak bisa!” seru Athes dengan geraman tertahan. Tatapannya kian menajam pada para pengawalnya.“T-Tuan, kami sedang melacak keberadaan mobil yang membawa Nona Audrey,” jawab salah satu pengawal dengan raut wajah yang tampak ketakutan.“Berikan aku hasil rekaman CCTV mobil yang membawa putriku sekarang!” seru Athes tegas.Sang pengawal langsung memberikan laptop, dan memutarkan rekaman CCTV tepat di halaman belakang sekolah. Tepat di saat rekaman CCTV sudah terputar, pengawal itu langsung mengarahkannya pada Athes.Sesaat Athes menajamnya penglihatannya ke layar laptop yang telah terputar hasil rekaman CCTV. Athes masih diam meski raut wajahnya begitu menunjukkan kemarahannya. Di rekaman CCTV itu terlihat jelas
Athes melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Mengabaikan lampu mereka. Pria itu tidak peduli dengan aturan lalu lintas. Saat ini yang Athes pikirkan adalah bagaimana keadaan Miranda dan Audrey.Sepanjang jalan Athes tidak henti mengumpat kasar kala Miranda tidak menjawab telepon darinya. Beruntung Athes masih bisa melacak GPS di ponsel dan mobil yang dipakai oleh Miranda. Jika tidak, maka amarahnya akan semakin meledak. Ditambah Miranda pergi tanpa menghubungi dirinya.Suara dering ponsel terdengar. Athes segera melihat ke layar tertera nama Henrik di sana. Tanpa menunggu Athes langsung menjawab.“Kau sudah menemukan keberadaan Miranda dan putriku?” seru Athes dingin kala panggilan terhubung.“Tuan, titik GPS mengarah ke sebuah tebing yang jauh dari pusat kota. Anda segera ambil jalur kiri. Tidak akan lama lagi Anda sampai,” jawab Henrik dari seberang sana. Tanpa menjawab, Athes langsung menutup panggilan itu. Seketika rahang Athes mengetat mendengar titik GPS keberadaan Miranda
Athes mondar mandir gelisah di depan ruang UGD dengan raut wajah begitu panik. Tampak Athes yang ketakutan. Bayangan hal buruk yang terjadi pada Miranda dan Audrey tak henti muncul dalam benaknya. Berkali-kali Athes mengumpati kebodohannya. Andai dia tahu Valerie seperti ini maka hal ini tidak akan pernah terjadi. Kesalahannya di masa lalu mengakibatkan Miranda dan Audrey dalam bahaya. Athes tidak menyangka Valerie akan berbuat hal yang seperti ini.Athes menyugar rambutnya kasar. Dia tidak bisa tenang. Pandangannya terus melihat ke pintu ke arah pintu UGD. Ketakutan menelusup ke dalam dirinya. Hal yang membuat Athes cemas ketika dia merasakan detak jantung Miranda melemah. Athes memejamkan mata sesaat, menepis semua hal buruk yang muncul dalam pikirannya. Dia yakin bahwa Miranda dan Audrey pasti akan selamat. Tidak akan terjadi sesuatu pada mereka.Ceklek!Suara pintu terbuka ruang UGD terbuka, sontak Athes langsung berlari ketika melihat sang dokter berdiri di ambang ruang UGD.“Ba