Miranda mematut diri di cermin. Kini tubuhnya telah terbalut oleh dress yang membuatnya tampak begitu cantik. Rambut pirangnya yang tergerai indah, ditambah dengan polesan makeup bold memberikan kesan begitu berkelas di wajah Miranda. Namun, meski sudah berpenampilan sangat cantik raut wajah Miranda sedikit muram.Hari ini Miranda harus bertemu dengan keluarganya. Entah apa yang akan dikatakan oleh ayahnya itu. Pasalnya, Miranda mengatakan hamil dari kekasihnya saat kuliah dulu. Dan sekarang Miranda harus membawa Athes, di mana dulu Athes adalah rekan bisnis ayahnya sendiri. Pikiran Miranda sungguh tidak bisa tenang. Bayangan amarah sang ayah begitu melekat dalam pikirannya.Sebenarnya bisa saja dulu Miranda mengatakan yang sejujurnya tentang siapa ayah kandung Audrey yang sebenarnya pada Ryhan. Namun, hal yang Miranda takutkan saat itu ayahnya akan memberi perhitungan pada Athes. Dan jika itu terjadi, maka persembunyiannya dulu akan sia-sia. Itu kenapa Miranda memilih berbohong pada
Ryhan mengembuskan napas kasar. Tampak dia berusaha untuk mengendalikan amarah yang telah memendung dirinya. “Jika kau benar-benar menginginkan putriku, maka kau harus memberikan bukti kesungguhanmu. Aku tidak menyukai pria yang hanya bisa omong kosong. Aku butuh bukti bukan sekadar hanya omong kosong!”Athes terdiam sejenak mendengar permintaan Ryhan. Jika Miranda terlihat gugup dan takut, berbeda dengan Athes yang terlihat begitu santai. Bahkan meski wajahnya penuh dengan luka saja, Athes seolah tidak merasakan apa pun. Pria itu hanya menghapus darah yang keluar dari sudut bibir dan pelipisnya meggunakan jemarinya.Athes hendak melangkah mendekat ke arah Ryhan. Namun langkah Athes harus terhenti kala Miranda menahan lengannya. Athes mengerti ketakutan begitu menelusup ke dalam diri Miranda. Bahkan mata Miranda sudah sejak tadi memerah dan berkaca-kaca menahan tangisnya akibat Athes menerima banyak luka pukulan di wajahnya.“Athes, don’t. Please. Aku tidak tahu terjadi sesuatu padamu
Miranda menatap Athes yang tengah tertidur pulas. Wajah pria itu masih banyak luka lebam. Sudah beberapa hari sejak Miranda membawa Athes ke rumah keluarganya, Miranda memutuskan untuk tidak langsung ke rumah keluarga Athes.Tentu saja Miranda tidak enak pada keluarga keluarga Athes jika datang dengan keadaan wajah Athes dipenuhi dengan luka lebam. Tidak hanya itu, Miranda pun ingin menyiapkan dirinya lebih dulu. Belakangan terlalu banyak paparazzi yang diam-diam mencari informasi tentang dirinya dan Athes.Hal yang Miranda hindari yaitu paparazzi yang mencari tahu tentang Audrey. Terpaksa, beberapa hari ini Audrey tidak langsung masuk sekolah. Athes memutuskan untuk memanggil guru ke rumah. Ini semua demi kebaikan Audrey. Karena Athes tahu, akan begitu banyak media yang ingin tahu tentang Audrey. Sebelum mereka menikah, Athes memilih untuk Audrey belajar di rumah. Meski sebenarnya Audrey pernah protes karena bosan di rumah, namun Athes dan Miranda terpaksa kali ini tidak bisa menurut
“Kau tahu, Dad? Tujuanku ke sini hanya sekadar memberi tahu. Kau suka atau tidak suka aku akan tetap menikah dengan Miranda. Aku rasa seorang hewan masih memiliki rasa kasihan pada anaknya sendiri jika tidak hidup bahagia. Dan kau jelas tahu kebahagianku adalah Miranda. Dia adalah ibu dari anakku. Jika kau tidak mengizinkannya sekali pun, aku tidak akan pernah peduli.” Athes berucap dengan penuh ketegasan dan tatapan tajam pada ayahnya sendiri.“Kau—” Aaron menggeram. Kilat kemarahan di wajahnya begitu terlihat jelas. “Kapan kau berhenti untuk melawanku, Athes!”“Aku tidak pernah memiliki maksud untuk melawanmu. Aku menghormatimu karena bagaimana pun kau tetap ayahku. Tapi jika kau masih terus memaksaku menuruti perintahmu maka aku tidak akan mengikutinya. Sebagai seorang ayah kau ingin yang terbaik untuk anakmu, bukan? Sama halnya denganku. Aku menginginkan yang terbaik untuk anakku. Putriku sudah lebih dari lima tahun tanpa diriku. Sekarang aku tidak mungkin membiarkannya tumbuh tan
Miranda menatap Macbook-nya. Memeriksa salah satu naskah yang akan dikirimkan oleh penerbit. Sesaat Miranda memijat pelan tengkuk lehernya. Kali ini dia bekerja tanpa ada Audrey yang mengganggunya dan merengek manja padanya. Hingga detik ini Audrey masih tinggal di keluarga Athes.Sungguh Miranda tidak menyangka Audrey dengan mudahnya beradaptasi dengan keluarga Athes. Bahkan sekarang Audrey begitu dimanja oleh keluarga Athes. Segala apa pun yang Audrey inginkan, selalu dituruti. Meski sebenarnya Miranda takut Audrey tumbuh menjadi seorang wanita yang manja, namun Miranda bisa apa? Melarang pun akan sulit. Tentu saja Athes akan selalu memanjakan putri mereka.Lepas dari semua itu, Miranda sekarang sudah bisa bernapas lega dan tenang. Tidak ada lagi yang menghalangi hubungannya dengan Athes. Baik keluarganya dan keluarga Athes telah menyetujui hubungan mereka. Ketakutan yang biasanya hadir dalam diri Miranda, kini telah lenyap. Tergantikan dengan kebahagiaan yang hadir di tengah-tengah
Miranda menghela napas panjang. Dia mematut diri di cermin. Penampilannya hari ini sudah tampak begitu sempurna. Balutan dress berwarna kuning cerah bermotif bunga kecil. Dengan model bagian atas kemben. Rambut pirang yang tergerai indah. Ditambah dengan heels yang warnanya senada dengan dress yang dipakai Miranda membuat wanita itu layaknya seorang dewi.Warna kuning yang lembut sukses membuat Miranda tampak menjadi wanita lemah lembut. Hari ini Miranda dan Athes akan melakukan konferensi pers menyangkut berita di luaran. Jujur, Miranda gugup jika harus bertemu para media. Dalam hidup Miranda tidak menyukai banyaknya sorotan media. Namun, sekarang mau tidak mau dia harus menghadiri kenferensi pers demi menjawab opini di luaran yang tak benar.Kemarin, Audrey sudah dijemput oleh sopir. Putri kecilnya itu tampak begitu bahagia ketika pulang dari rumah keluarga Athes. Setiap kali Miranda menanyakan bagaimana hari Audrey selama di rumah Keluarga Athes maka putrinya itu akan selalu menjaw
Berita tentang pernikahan Athes dan Miranda telah tersebar luas. Persiapan pernikahan pun hampir mendekati sempurna. Sebenarnya Miranda tidak ingin pesta pernikahan yang terlalu megah. Entah karena Miranda merasa dirinya sudah menjadi seorang ibu dan hubungannya dan Athes pun sudah lama. Miranda hanya ingin yang sederhana saja.Namun sayangnya keinginan Miranda ditolak tegas bukan oleh Athes. Melainkan dengan seluruh keluarganya sendiri serta keluarga Athes. Tentu ini karena Athes adalah putra tunggal di Keluarga Russel. Mau tidak mau Miranda harus menerima jika pesta pernikahan akan diselenggarakan dengan megah.Beberapa hari terakhir banyak para media yang berusaha mewawancarai Miranda. Karena Miranda memang tidak menjawab pertanyaan para media. Sepenuhnya Miranda menyerahkan pada Athes. Sejak dulu Miranda tidak suka jika diwawancarai. Miranda membenci para media yang ingin tahu masalah kehidupan pribadinya. Namun, menikah dengan Athes Russel yang merupakan salah satu pengusaha yang
Saat pagi menyapa, Miranda sudah disibukkan berada di dapur membuat pasta untuk Athes dan Audrey. Pagi ini Miranda khusus membuatkan sarapan untuk Athes dan Audrey. Dia bangun lebih awal, demi membuat masakan. Menjelang pernikahan, Miranda tidak begitu disibukan dengan menulis. Karena sebelumnya Miranda sudah menyelesaikan beberapa pekerjaannya yang tertunda.Miranda lebih banyak mengurus Athes dan putri mereka serta memeriksa sejauh mana persiapan pernikahan mereka. Awalnya Miranda memang menginginkan yang sederhana saja, namun Miranda tidak memiliki pilihan selain menuruti keinginan keluarganya dan keluarga Athes yang menginginkan pesta yang meriah. Karena banyaknya permintaan pesta pernikahannya meriah, maka Miranda pun memastikan bahwa pesta pernikahannya haruslah sempurna.“Selesai,” Miranda berucap riang kala sudah selesai memasak Fettuccine Alfredo.Fettuccine Alfredo adalah salah satu menu pasta yang Audrey sukai. Masih banyak jenis pasta yang Audrey sukai, namun pagi ini Mira
Para pelayan tengah sibuk mondar-mandir mengantarkan makanan dan minuman. Tak hanya pelayan saja yang sibuk, tapi juga tiga wanita cantik tengah sibuk menyiapkan tempat untuk suami dan anak-anak mereka agar nyaman.Kini Miranda, Angela, dan Helen tengah menyiapkan tempat, membantu para pelayan. Hari ini adalah hari di mana mereka berkumpul bersama. Tentu mereka sudah menunggu moment ini. Kebersamaan adalah hal manis yang menjadi memori indah untuk mereka.“Miranda, ke mana Athes, Marco, dan Darren? Kenapa mereka dan anak-anak belum juga muncul?” tanya Angela seraya mengedarkan pandangan ke sekitar taman belakang, melihat taman belakang megah itu masih kosong. Belum ada suami dan anak-anak mereka.Miranda mendesah panjang. “Kalau Athes, Marco, dan Kak Darren sudah berkumpul pasti mereka tengah membahas pekerjaan. Aku yakin mereka semua ada di ruang kerja Athes.”Miranda sudah tak lagi terkejut akan hal ini. Pasti kalau ada moment berkumpul, maka Athes bersama dengan Marco dan Darren ak
Athes dan Miranda melambaikan tangan mereka ke arah mobil yang membawa Audrey dan Zack. Pun bersamaan dengan Rainer yang ada di gendongan Athes turut melabaikan tangan mungilnya. Seperti biasa Audrey dan Zack berangkat ke sekolah mereka diantar dengan sopir. Sedangkan Rainer—si bungsu masih baru berusia 2 tahun. Itu kenapa Athes masih belum memasukkan Rainer ke sekolah. Namun meski belum masuk ke dalam sekolah, tapi Athes sudah mendatangkan guru terbaik ke rumah untuk mengajarkan Rainer.“Athes, kau benar akan bekerja di rumah?” tanya Miranda pada Athes. Sebelumnya, Athes mengatakan padanya kalau akan bekerja di rumah. Well, seperti sedang hujan di padang gurun. Belakangan ini Athes sangat jarang bekerja di rumah. Bahkan terbilang suaminya itu sangat sibuk. Tapi kenapa malah sekarang suaminya memilih bekerja di rumah?“Ya, aku akan bekerja di rumah. Nanti sebentar lagi Marco juga akan datang,” jawab Athes yang sontak membuat Miranda terkejut.“Marco akan datang? Apa dia datang bersama
“Sayang, kau sudah pulang?” Angela sedikit terkejut melihat Marco sudah pulang. Padahal terakhir suaminya itu mengatakan kalau akan pulang terlambat.“Iya, tadi rekan bisnisku berhalangan hadir. Anaknya kecelakaan.” Marco melangkah mendekat pada Angela, dan memberikan pelukan serta ciuman lembut di bibir istrinya itu. Pun Angela membalas pelukan serta ciuman Marco. “Tadi Athes menghubungiku, dia bilang Audrey datang. Apa Audrey sudah pulang?” tanyanya seraya membelai pipi Angela.“Sudah, Audrey sudah pulang. Xander yang mengantar Audrey pulang menggunakan motor,” jawab Angela yang sontak membuat Marco terkejut.“Xander mengantar Audrey menggunakan motor? Kau tidak salah?” Alis Marco bertautan. Pasalnya Marco sangat tahu Audrey belum pernah satu kalipun naik motor. Angela menghela napas dalam. “Aku juga tadinya tidak setuju. Tapi Audrey memaksa meminta diantar menggunakan motor. Tenanglah, Sayang. Audrey pasti baik-baik saja. Putra kita sudah biasa mengendarai motor.”Alasan kuat Ange
“Xander, terima kasih sudah mengantarku pulang ke rumah. Kau mau masuk atau tidak?” tanya Audrey dengan suara yang riang kala Xander menurunkan tubuhnya dari motor. Gadis kecil itu tampak begitu senang dan bahagia.Bisa dikatakan setiap moment yang Audrey lewati bersama dengan Xander selalu saja membuat gadis kecil itu senang. Walaupun Xander selalu bersikap dingin dan seakan mengabaikannya tetap saja Audrey tak pernah mau ambil pusing. Lihat saja jutaan kali Xander menolak, maka jutaan kali juga Audrey mengabaikan penolakan Xander. Skyla Audrey Russel memang gadis kecil yang tak pernah mengenal kata menyerah.“Tidak usah. Aku langsung pulang saja. Kau masuklah. Sampaikan salamku pada kedua orang tuamu,” jawab Xander dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi. Xander jengah berlama-lama dengan Audrey. Pemuda itu ingin segera pulang dan menyelesaikan hal-hal yang jauh lebih penting ketimbang masih bersama dengan gadis kecil yang kerap membuatnya sakit kepala.“Kau benar tidak mau masuk, X
“Xander tunggu aku!” Audrey berlari mengejar Xander yang berjalan cepat masuk ke dalam rumah. Gadis kecil itu tampak kehabisan energy mengerjar Xander. Pasalnya langkah kaki Xander tak mampu Audrey imbangi. Jelas saja Audrey pasti akan kalah dan tertinggal. Tetapi tampaknya gadis kecil itu tak mudah menyerah.Saat Audrey mengejar Xander, tiba-tiba langkah Audrey terhenti kala berpapasan dengan Angela—ibu Xander yang baru saja keluar dari salah satu ruangan yang ada di sudut kiri. Tampak raut wajah Angela sedikit terkejut melihat Audrey ada di hadapannya.“Audrey? Kau di sini, Sayang?” Angela melangkahkan kakinya mendekat pada Audrey.Audrey tersenyum manis. “Iya, Bibi. Aku ingin bertemu dengan Xander.”“Apa Xander sudah pulang?” Angela mengedarkan pandangannya, wanita itu tadi sibuk menata pajangan di ruangan kosong sampai tak tahu putranya sudah pulang atau belum.Audrey menganggukkan kepalanya. “Sudah, Bibi. Xander sudah pulang. Tadi aku bertemu dengan Xander di depan. Tapi sekarang
“Athes, apa kau masih sibuk?” Miranda duduk di ranjang tepat di samping Athes yang sejak tadi sibuk pada iPad yang ada di tangannya. Entah pekerjaan apa yang sedang diurus sang suami. Belakangan ini memang kesibukan suaminya itu berkali-kali lipat.“Tinggal sedikit lagi. Kau tidurlah duluan, Sayang. Nanti aku akan menyusul,” jawab Athes tanpa mengalihkan pandangannya dari iPad-nya itu.Miranda mendesah pelan. “Ini sudah malam, Athes. Kau mau tidur jam berapa? Belakangan ini kenapa kau selalu saja bergadang. Kau bisa belanjutkan pekerjaanmu lagi besok.”Mendengar keluhan Miranda membuat Athes langsung meletakkan iPad-nya itu ke atas nakas. Athes tak ingin membuat istrinya itu marah padanya. Detik selanjutnya, Athes menarik tangan sang istri, berbaring di ranjang dalam posisi Athes memeluk Miranda.“Maaf. Ada beberapa project baru yang tidak bisa ditunda. Itu kenapa belakangan ini aku sangat sibuk.” Athes mengecupi pipi Miranda. Memeluk erat dan hangat istrinya itu. “Ya sudah, lebih bai
“Mommy, aku ingin barbie baru. Yang kemarin aku sudah bosan, Mommy.” Suara gadis kecil berambut cokelat tebal panjang nan indah memprotes bosan pada koleksi barbie-barbie miliknya. Tampaknya gadis kecil itu tak mau lagi bermain dengan koleksi berbie-barbie miliknya. Padahal total barbie yang dimiliki gadis kecil itu sangat banyak.“Sayang, barbie milikmu kan sudah keluaran terbaru. Kenapa kau sudah bosan? Baru saja kemarin barbie-mu diantar. Tidak mungkin Mommy membelikan yang baru lagi, sedangkan koleksimu sangat banyak dan sangat bagus, Sayang,” ujar Angela dengan suara lembut pada putrinya.“No, Mommy. Aku sudah bosan dengan barbie lamaku. Aku ingin barbie baruku, Mommy,” ucap gadis kecil itu dengan bibir yang mencebik kesal. Nada bicaranya terdengar manja dan keras kepala. Seolah tersirat apa yang diinginkan adalah hal yang wajib dituruti.Angela menghela napas dalam meredakan rasa kesal yang terbendung dalam dirinya. Xena Marco Foster adalah putri bungsu Angela dan Marco. Usia Xe
“Mom, I’m home!” Dakota—gadis kecil cantik melangkah masuk ke dalam rumah masih lengkap dengan seragam sekolahnya. Di belakang gadis itu ada dua pengasuh yang selalu menemaninya. Lantas Dakota melangkah menuju ruang makan. Gadis itu memiliki feeling kalau ibunya pasti ada di ruang makan. Karena di jam-jam seperti ini pasti ibunya selalu menyiapkan makanan.“Mom, aku sudah pulang.” Dakota kembali bersuara karena tadi ibunya tak mendengarnya. Dan benar saja, ketika Dakota tiba di ruang makan, ibunya itu tengah sibuk menata makanan. Jarak depan rumah ke ruang makan memang sangat jauh. Tak heran jika ibunya tak mendengar dirinya.“Oh, Sayang? Kau sudah pulang?” Helen langsung memeluk Dakota hangat dan memberikan kecupan lembut di kening putrinya itu.“Sudah, Mom. Aku sudah pulang. Mommy masak apa? Aku lapar sekali,” ujar Dakota seraya mengurai pelukannya.Helen tersenyum. “Mommy membuat pasta, salmon, steak, dan masih banyak lainnya. Ayo duduk. Sebentar lagi pasti Daddy dan adikmu turun.
Brakkk!Suara benda yang dibanting keras sontak membuat Miranda yang baru saja melangkah keluar kamar langsung terkejut. Refleks, Miranda berjalan cepat menghampiri sumber suara itu berasal. Dan seketika kala Miranda tiba di ruang tamu—dia terkejut melihat Audrey—putri sulungnya menbanting tumpukan buku hingga berserakan ke lantai.“Astaga, Sayang, kau kenapa membanting buku-bukumu seperti ini?” Suara Miranda berseru menatap tegas putri sulungnya yang tampak tengah marah.“Mama! Aku ingin menikah sekarang saja dengan Xander! Ayo bilang Papa, segera nikahkan aku dengan Xander!” Audrey melipat tangan di depan dada. Bibirnya tertekuk manja seperti biasanya. Wajah gadis cantik itu memancarkan kemarahannya.Kening Miranda mengerut, menatap bingung Audrey. Lantas wanita itu melangkah mendekat pada putrinya itu. “Ada apa, Sayang? Kenapa kau tiba-tiba pulang malah meminta menikah dengan Xander? Kau dan Xander memang dijodohkan, tapi kalian berdua belum cukup umur untuk menikah, Nak.” Miranda