Miranda meletakkan foto-foto masa kecil Audrey di meja ruang kerja Athes. Tidak hanya foto kecil Audrey, namun foto dirinya pun berada di sana. Tadi pagi Athes meminta foro-foto Audrey agar diletakkan di ruang kerjanya. Sebenarnya Miranda bisa saja meminta pelayan untuk menata foto-foto dirinya dan putrinya itu.Namun, Miranda tidak ingin. Khusus permintaan Athes ini, Miranda sendiri yang melakukannya. Lagi pula Miranda sekaligus ingin mengenang foto masa kecil Audrey. Sungguh Miranda tidak menyangka Audrey sekarang sudah bersekolah.Padahal dulu Miranda mengingat pertama kali Audrey merangkak dan pertama kali putri kecilnya itu bisa memanggilnya dengan sebutan ‘Mama’. Dalam hidup menjadi seorang ibu adalah hal yang paling membahagiakan di dunia ini. Selalu mengawasi tumbuh kembang putrinya dari tahun ke tahun membuat Miranda sangat bahagia.“Jadi kau di sini?” Athes berdiri di ambang pintu ruang kerja yang berada di apartemennya, dia menatap Miranda yang sejak tadi melihat foto Audre
“Nyonya,” sapa seorang perlayan melangkah menghampiri Miranda yang tengah menatap list barang-barang yang harus dia bawa ke Roma.“Ya?” Miranda mengalihkan pandangannya, menatap pelayan yang berdiri di hadapannya.“Nyonya, apa barang-barang di rumah Anda akan di bawa semuanya ke Roma? Atau sebagian ditinggal?” tanya sang pelayan dengan sopan.“Aku sudah menyiapkan list barang-barang yang harus dibawa. Tidak perlu semuanya. Di list yang aku buat barang-barang yang aku ingin bawa semua ada di walk-in closet-ku. Begitu pun dengan barang-barang milik Audrey. Sisanya ditinggal saja di sini. Sewaktu-waktu kami berlibur ke Tokyo jadi tidak perlu lagi membawa banyak barang-barang.” Miranda berucap seraya memberikan list yang sebelumnya telah dia buat agar mempermudah sang pelayan mengemas barang-barang miliknya dan Audrey.“Baik, Nyonya,” jawab sang pelayan patuh.“Ah, satu lagi. Hari ini Audrey akan pulang sedikit terlambat karena hari ini jadwal putriku khursus bahasa mandarin. Tapi meski p
Miranda menatap koper-koper milik Athes, dirinya dan juga Audrey. Hari ini adalah hari terakhir Miranda berada di Tokyo. Setelah lima tahun tinggal di Tokyo akhirnya Miranda akan kembali ke negeranya. Tidak pernah Miranda terpikir akan kembali ke Roma. Dulu saat Miranda memutuskan pergi, Miranda memilih berdamai pada masa lalunya dan tidak lagi melihat apa yan ada di belakang.Namun, kenyataannya semesta kembali mempertemukanya pada Athes. Mungkin ini yang dinamakan takdir. Sekeras apa pun Miranda menghindar jika Athes adalah takdirnya maka mereka akan kembali bersatu. Dan jika saat itu Athes bukanlah takdirnya, maka mereka tidak akan pernah kembali.Dulu Miranda berpikir akan memebesarkan Audrey seorang diri. Setiap kali Audrey meminta ke Roma adalah hal yang paling Miranda hindari. Biasanya Ryhan dan Rose, akan datang ke Tokyo setiap dua atau tiga kali dalam satu tahun.Mengingat Ryhan disibukkan dengan mengurus pekerjaan. Dan Rose yang juga memiliki anak yang usianya tidak beda jau
Bandara Udara Internasional Leonardo da Vinci, Roma, Italia. Pesawat yang membawa Athes dan Miranda telah mendarat di Bandara Udara Internasional Leonardo da Vinci. Setelah menempuh perjalanan yang panjang, akhirnya Athes dan Miranda telah tiba di Bandara.Kini Athes membawa Miranda turun dari pesawat dan Audrey yang tengah tertidur pulas dalam gendongannya. Athes sengaja tidak membangunkan putrinya. Dia tidak tega membangunkan putri kecilnya.Saat di bandara, Athes sudah melihat sopir menjemput dirinya dan Miranda. Sebelumnya Athes memang sudah meminta sopir menjemputnya. Namun, ketika Athes hendak masuk ke dalam mobil, beberapa wartawan mengerubung dirinya dan hendak mengajukan pertanyaan.Dengan cepat Athes menggerakkan kepalanya meminta anak buahnya mencegah wartawan yang mengrubung ke arahnya itu. Athes merengkuh bahu Miranda dengan tangan kanannya dan tangan kiri yang menggendong Audrey. Mereka masuk ke dalam mobil. Tak berselang lama, sang sopir melajukan mobilnya meninggalkan
Miranda mematut diri di cermin. Kini tubuhnya telah terbalut oleh dress yang membuatnya tampak begitu cantik. Rambut pirangnya yang tergerai indah, ditambah dengan polesan makeup bold memberikan kesan begitu berkelas di wajah Miranda. Namun, meski sudah berpenampilan sangat cantik raut wajah Miranda sedikit muram.Hari ini Miranda harus bertemu dengan keluarganya. Entah apa yang akan dikatakan oleh ayahnya itu. Pasalnya, Miranda mengatakan hamil dari kekasihnya saat kuliah dulu. Dan sekarang Miranda harus membawa Athes, di mana dulu Athes adalah rekan bisnis ayahnya sendiri. Pikiran Miranda sungguh tidak bisa tenang. Bayangan amarah sang ayah begitu melekat dalam pikirannya.Sebenarnya bisa saja dulu Miranda mengatakan yang sejujurnya tentang siapa ayah kandung Audrey yang sebenarnya pada Ryhan. Namun, hal yang Miranda takutkan saat itu ayahnya akan memberi perhitungan pada Athes. Dan jika itu terjadi, maka persembunyiannya dulu akan sia-sia. Itu kenapa Miranda memilih berbohong pada
Ryhan mengembuskan napas kasar. Tampak dia berusaha untuk mengendalikan amarah yang telah memendung dirinya. “Jika kau benar-benar menginginkan putriku, maka kau harus memberikan bukti kesungguhanmu. Aku tidak menyukai pria yang hanya bisa omong kosong. Aku butuh bukti bukan sekadar hanya omong kosong!”Athes terdiam sejenak mendengar permintaan Ryhan. Jika Miranda terlihat gugup dan takut, berbeda dengan Athes yang terlihat begitu santai. Bahkan meski wajahnya penuh dengan luka saja, Athes seolah tidak merasakan apa pun. Pria itu hanya menghapus darah yang keluar dari sudut bibir dan pelipisnya meggunakan jemarinya.Athes hendak melangkah mendekat ke arah Ryhan. Namun langkah Athes harus terhenti kala Miranda menahan lengannya. Athes mengerti ketakutan begitu menelusup ke dalam diri Miranda. Bahkan mata Miranda sudah sejak tadi memerah dan berkaca-kaca menahan tangisnya akibat Athes menerima banyak luka pukulan di wajahnya.“Athes, don’t. Please. Aku tidak tahu terjadi sesuatu padamu
Miranda menatap Athes yang tengah tertidur pulas. Wajah pria itu masih banyak luka lebam. Sudah beberapa hari sejak Miranda membawa Athes ke rumah keluarganya, Miranda memutuskan untuk tidak langsung ke rumah keluarga Athes.Tentu saja Miranda tidak enak pada keluarga keluarga Athes jika datang dengan keadaan wajah Athes dipenuhi dengan luka lebam. Tidak hanya itu, Miranda pun ingin menyiapkan dirinya lebih dulu. Belakangan terlalu banyak paparazzi yang diam-diam mencari informasi tentang dirinya dan Athes.Hal yang Miranda hindari yaitu paparazzi yang mencari tahu tentang Audrey. Terpaksa, beberapa hari ini Audrey tidak langsung masuk sekolah. Athes memutuskan untuk memanggil guru ke rumah. Ini semua demi kebaikan Audrey. Karena Athes tahu, akan begitu banyak media yang ingin tahu tentang Audrey. Sebelum mereka menikah, Athes memilih untuk Audrey belajar di rumah. Meski sebenarnya Audrey pernah protes karena bosan di rumah, namun Athes dan Miranda terpaksa kali ini tidak bisa menurut
“Kau tahu, Dad? Tujuanku ke sini hanya sekadar memberi tahu. Kau suka atau tidak suka aku akan tetap menikah dengan Miranda. Aku rasa seorang hewan masih memiliki rasa kasihan pada anaknya sendiri jika tidak hidup bahagia. Dan kau jelas tahu kebahagianku adalah Miranda. Dia adalah ibu dari anakku. Jika kau tidak mengizinkannya sekali pun, aku tidak akan pernah peduli.” Athes berucap dengan penuh ketegasan dan tatapan tajam pada ayahnya sendiri.“Kau—” Aaron menggeram. Kilat kemarahan di wajahnya begitu terlihat jelas. “Kapan kau berhenti untuk melawanku, Athes!”“Aku tidak pernah memiliki maksud untuk melawanmu. Aku menghormatimu karena bagaimana pun kau tetap ayahku. Tapi jika kau masih terus memaksaku menuruti perintahmu maka aku tidak akan mengikutinya. Sebagai seorang ayah kau ingin yang terbaik untuk anakmu, bukan? Sama halnya denganku. Aku menginginkan yang terbaik untuk anakku. Putriku sudah lebih dari lima tahun tanpa diriku. Sekarang aku tidak mungkin membiarkannya tumbuh tan