Kirana menjawab pertanyaan Bu intan, kepala sekolah sekaligus Bu RT di desa ini, bahwa Kirana merasa senang di hari pertama bekerja, ia seperti menemukan keluarga baru di tempat kerja, ia berjanji akan bekerja dengan lebih giat.
"Syukurlah jika ibu Karin langsung bisa beradaptasi, saya merasa senang, saya pamit pulang ya Bu, sampai jumpa besok pagi," Bu intan berpamitan pulang.
"Hati hati di jalan ya Bu," Kirana melambaikan tangan ke orang pertama yang menolongnya di desa ini.
Kirana masuk ke dalam rumah dan mengunci pintunya, dia merebahkan tubuhnya di atas ranjang rumah sederhana yang ia tinggali.
"Akhirnya aku bisa istirahat dengan tenang," gumam Kirana, tak lamapun ia terlelap tidur.
Kirana tertidur cukup lama, dari pulang kerja sampai sore hari barulah ia bangun, ia rasakan mual, kepala terasa pusing, badan meriang, ia mengira ini hanya masuk angin biasa, kelelahan bekerja dan beradaptasi dengan cuaca di desa.
"Aku tidak boleh sakit, aku harus tetap sehat, aku sudah tidak punya siapa siapa lagi di dunia ini, untuk menghidupi diriku sendiri aku harus tetap sehat," Kirana menyemangati dirinya sendiri.
Sehabis makan malam, Kirana langsung tidur pulas, hari sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi, saatnya Kirana pergi ke sekolah untuk mengajar, setiap hari rutinitas Kirana selalu sama, pergi mengajar di pagi hari, pulang dinsore hari.
Tidak ada rutinitas lain tak terasa Kirana sudah satu bulan tinggal di desa ini, hidup sederhana seorang diri, sesekali ia menghubungi lusi sahabatnya, untuk sekedar mengeluarkan keluh kesah tinggal sebatang kara.
Pagi ini saat akan berangkat mengajar, Kirana merasakan keanehan dalam tubuhnya, saat ia masuk dapur dan mencium aroma bawang, Kirana langsung mual tak terhindarkan, Kirana oleskan minyak kayu putih pada kening dan hidungnya, merasa agak enakan dia baru berangkat mengajar.
"Selamat pagi Bu Ningsih," Kirana menyapa Bu Ningsih yang sedang sarapan di sekolah.
"Pagi juga Bu Karin, mari sarapan," Bu Ningsih menyendok lagi sarapan paginyaa.
Bu Ningsih yang mengajari Kirana tentang menangani perilaku para siswa yang sulit untuk mengikuti pelajaran, susah menghafal huruf, dengan senang hati Bu Ningsih memberitahu Kirana secara jelas sehingaga dia paham dan mengerti.
Waktu menunjukkan pukul tujuh pagi, Kirana mengajar muridnya yang berjumlah 4 orang, dalam wkatu satu bulan di bimbing belajar oleh Kirana, mereka sudah menunjukkan bahwa mereka bisa mengikuti dan memahami materi apa yang di berikan Kirana, ia sangat bangga pada dirinya sendiri bisa mentransfer ilmu ke anak anak.
"Anak anak terimakasih sudah mengikuti kelas ibu Karin, semoga ilmu kalian terus berkembang, besok saat pembagian rapot, jika nilai kalian sungguh bagus, akan ibu berikan hadiah," Kirana menjanjikan hadiah kepada muridnya.
"Asik kita akan mendapat hadiah, terimakasih ibu Karin," salah satu murid Kirana mengucapkan terimakasih.
Seusai mengajar Kirama megobrol dengan guru lain di ruang guru, mereka bertanya masalah kuliahnya yang pindah di desa ini, alhamdulialh Kirana sudah mengerjakan skipsi sampai tahap akhir dan sebentar lagi sidang kelulusan, dia minta doa supaya di lancarkan urusannya kepada teman teman gurunya.
"Amin semoga Bu Karin cepat lulus, dan dapat menemukan suami yang tepat, kalau bisa sih yang sholeh," ucap Bu Rahma mendoakan Kirana.
"Terima kasih doa serta bimbingan ibu ibu selama saya mengajar disini, tanpa kalian apalah saya ini," Kirana berdiri dan membungkukkan badan sebagai tanda kehormatan.
Bu Ningsih memperhatikan perubahan tubuh Kirana, sebelumnya ia melihat Kirana dari ujung kepala sampai kaki dan bagian tubuh tertentu, beliau mengatakan badan Kirana menjadi melar dan gemuk.
"Iya bu sepertinya timbangan saya bertambah, apakah itu artinya saya betah disini?" Kirana menjawab tanpa tahu apa yang di pikirkan Bu Ningsih.
"Ibu Ningsih ke ruangan saya sebentar, terus nanti Bu Rahma, terakhir ibu Karin ya," Bu Intan memanggil kami para guru bergantian.
Bu Rahma membisikkan bahwa kami akan menerima gaji setiap tanggal satu, beliau memberikan ucapan selamat atas gaji pertama Kirana mengajar di paud ini, beliau mengisahkan bahwa tidak ada guru muda yang betah mengajar di desa ini, mereka memilih merantau ke kota Jakarta karena gaji disana lebih besar.
"Bu Karin, saya harap Bu Karin betah mengajar, agar kami mempunyai generasi penerus tenaga pendidik," Bu Rahma menaruh harapan besar kepada Kirana.
"Doakan saya betah di tempat ini ya bu," Kirana merasa bahagia menemukan keluarga baru yang terus memberi support, semanjak ibunya meninggal, tak pernah ia dapatkan kasih sayang tulus seperti ini.
Kini gilaran Bu Rahma yang masuk ke ruang kepala sekolah, untuk menerima gaji bulanan, Bu Rahma agak lama berada di dalam ruangan Kepsek, mungkin ada salah satu muridnya yang bermasalah, atau masalah lain yang Kirana tidak tahu.
"Bu karin, kamu di panggil bu kepala sekolah ya, saya pamit untuk pulang duluan ya," Bu Rahma berpamitan dengan Kirana.
"Baik bu hati hati dalam perjalanan pulang," Kirana berdiri berjalan menuju ruang kepala sekolah.
Di ruangan Kepsek, Bu intan sudah tersenyum lebar saat Kirana masuk ke ruangannya, beliau menyiapkan amplop coklat untuk berisi gaji pertama Kirana mengajar.
"Ini gaji pertama Bu Karin, saya harap Bu Karin betah mengajar di paud ini," Bu Intan memberikan amplop coklat kepada Kirana.
"Anu bu, ini jumlahnya kebesaran, tidak seperti yang di surat kontrak, apakah ibu ada salah hitung?" Kirana langsung membuka amplop itu dan menghitungnya.
Bu Intan mengatakan tidak salah hitung, ada tips dari wali murid yang puas dengan kinerja Kirana, anak anak mereka menjadi pandai membaca, menulis, berhitung, karena Kirana mengajari mereka dengan baik, berbeda saat dibimbing oleh guru sebelumnya, Kirana berteimakasih kepada Bu Intan, ia berpamitan setelan urusannya selesai, Kirana langsung menuju toko sepeda untuk keperluan bekerja.
Sampai rumah Kirana merasakan perutnya sakit karena mengayuh sepeda dari toko ke rumah, perutnya seperti kram, dan ada bercak darah di celana dalamnya, ia hanya berpikir akan datang bulan, tetapi sakit itu terasa sangat menyiksa, Kirana memutuskan untuk datang ke pukesmas desa.
"Selamat ya bu, ibu sedang mengandung usia kehamilan empat minggu, ini resep obat yang harus di tebus di apotik," Dokter yang memeriksa Kirana memberikan resep obat sekaligus memberi selamat.
"Te-terimakasih Bu Dokter," dengan tangan bergetar, Kirana mengambil resep obat dari tangan Dokter.
Dokter merasa ada yang tidak beres dengan ekspresi Kirana, ia pun bertanya apakah ada yang salah dengan kabar gembira ini, tentu saja dengan gugup Kirana menceritakan kisah palsunya, karena tidak mungkin ia mengatakan hamil karena cinta satu malam.
Bayi kecil dalam perut Kirana ini tidak bersalah, Ia berencana tidak akan menggugurkannya, ia sudah bertekad untuk melahirkan bayi tak berdosa ini, walau benih dalam kandungannya ini adalah hasil dari cinta satu malam bersama sabian alexander.
kring..kring...
Kirana melihat telepon genggamnya yang berdering, dan segera mengangkat panggilan telepon dari Lusi.
"Kirana, akhirnya kamu mengangkat teleponku, aku sangat khawatir tentang keadaanmu," lusi senang bisa mendengar suara Kirana lagi.
"Lusi aku harus berkata jujur padamu, tentang keadaanku saat ini," Kirana terisak, dadanya terasa sesak mengetahui bahwa kini ia hamil.
Lusi panik mendengar suara isak tangis Kirana, dia sudah berpikir macam macam, mulai dari ada yang menindas Kirana sampai orang suruhan Tania sudah menemukannya untuk menyulitkan hidup Kirana di tempat persembunyian.
"Tebakanmu salah semua Lusi, aku ha-hamil," Kirana harus mengaku ke lusi.
"Apa hamil, siapa yang menghamili mu, aku harus membuat perhitunagn dengannya?" Lusi berteriak dengan kencang, sehingga kakak lusi yang baru saja pulang ke rumah usai bekerja penasaran.
Krieettt, suara pintu kamar Lusi terbuka.
"Siapa yang hamil, apakah ada yang berani menghamili adikku?" kakak Lusi yang tiba tiba berdiri didepan pintu kamar Lusi, mengangetkannya.
Lusi sangat kaget dengan kedatangan Jay, dia mematikan telepon dan menjawab pertanyaan sang kakak."Bukan aku, tapi temanku aku juga tidak tahu siapa ayah dari anak yang di kandungnya, aku sangat kaget mendengar berita ni," Lusi menggelengkan kepalanya."Berarti dia gadis yang buruk, aku tidak mau adikku berteman dengan gadis yang tidak jelas pergaulannya," Jay mengemukakan pendapatnya. Lusi membantah apa yang dikatakan kakaknya, Kirana bukan orang yang seperti itu pasti dia di jebak oleh seseorang sampai dia hamil, terjadi adu debat antara Lusi dan Jay, tentu saja Lusi membela Kirana. “Gadis yang hamil di luar nikah tentu saja gadis yang gampangan, kamu tidak boleh lagi berhubungan dengan temanmu itu, atau aku akan mengirimmu belajar di luar negeri,” Jay membentak Lusi. “Sahabatku tidak seperti yang kakak bayangkan, aku ingin menemuinya, pasti dia sedang bersedih sekarang,” Lusi berharap kakaknya memberi izin. Jay semakin marah dia tida
Wajah Kirana memang terlihat pucat seperti apa yang dilihat oleh ibu Ningsih, mungkin tubuhnya sekarang menjadi agak lemah karena sedang megandung, dia duduk di sofa ruang guru, meneguk segelas air minum, barulah menjawab pertanyaan Bu Ningsih. “Bu ningsih, aku harus bagaimana, lama kelamaan perutku akan membesar, tetapi suamiku tidak dapat di hubungi, apakah dia benar benar tidak punya hati?” Kirana menangis di depan ibu Ningsih belum tahu harus melakukan apa. “Yang sabar Bu Karin, saya mengerti perasaan ibu saat ini, sudahlah jangan banyak pikiran, kasihan calon bayi yang ada di dalam perut ibu Karin,” Bu Ningsih mencoba menenangkan hati Kirana. Bu Rahma dan Bu Intan yang baru saja datang penasaran kenapa Kirana menangis, Bu Ningsih yang menjelaskan semuanya, Kirana sudah tak sanggup lagi berkata kata hanya bisa menangis, tapi Kirana harus kuat, jika dia menjadi orang yang lemah, bagaimana bisa dia membesarkan an
Dokter memberikan penjelasan bahwa untuk wanita yang sedang hamil muda, biasanya mengalami perubahan hormon, ada yang hamil sampai lemas ada yang tidak merasa apa apa, itu hal yang wajar. Dokter memberikan selamat kepada Sandara atas kehamilan Kekasihnya, sebentar lagi Sandra akan menjadi seorang ayah untuk bayi mungil yang lucu. "Emm, terimakasih Dokter, tapi bagaimana cara merawat seorang ibu muda yang sedang hamil?" Sandra menjabat tangan Dokter pribadi keluarganya. "Mudah saja, ibu hamil muda, tidak boleh kecapekan dan banyak pikiran, aku akan meresepkan obat untuk di minum setiap hari, jangan lupa kontrol setiap bulannya, untuk mengecek apakah janin berkembang dengan baik atau tidak," Dokter menulis resep obat untuk di tebus di apotik. Selesai menyerahkan resep obat kepada Sandra, Dokter yang memeriksa Kirana pamit pulang, Sandra mengutus asisten Doni untuk menebus obat hamil untuk Kirana. &nbs
Sandra tertawa melihat wajah Doni yang tampak kebingungan, sepertinya dia tahu apa yang sedang di pikirkan oleh Doni, tidak mungkin ia menyukai calon adik ipar yang sedang mengandung keponakannya. "Doni, lebih baik kamu mengerjakan tugas yang aku berikan, selidiki ada hubungan apa Han dan Karin?" Sandra meneguk wine di tangannya. "Baiklah tuan muda," Doni keluar ruangan kerja tuan mudanya. Doni mondar mandir di taman, dia tak paham dengan apa yang di pikirkan oleh tuan mudanya, dia sempat berpikir apakah harus mengadu kepada tuan besar, bahwa Sandra menyembunyikan seorang wanita hamil. Doni menelpon Mike, asisten pribadi Sabian Alexander, dia bertanya apakah bisa membantu nya untuk mendapatkan informasi mengenai Han Subroto dan Tania wijaya. "Untuk apa kamu meminta informasi tentang mereka?" Jawab Mike pada sambungan telepon. "Tuan muda pertama ya
Sabian menjawab pertanyaan Sandra, dia meyakini bahwa Kirana pantas untuk bersanding dengannya karena dia berani kabur darinya, tidak seperti wanita lain yang sengaja menjebak Sabian untuk mendapatkan hidup yang mewah. "Adikku, apakah kamu sudah yakin, apa kamu tidak mau mencoba rasa wanita lain, siapa tahu memang penyakit alergi mu terhadap perempuan, memang sudah hilang," Sandra membujuk sabian. "Tidak, aku hanya ingin dia, wanita pertama yang aku cicipi," Sabian bangkit dari duduknya. Saat Sandra bertanya akan pergi kemana kah sang adik, Sabian hanya diam tak menjawab pertanyaan Sandra, ia terus melangkah menuju tempat penyimpanan wine milik Sandra, ia mengambil satu botol dan langsung menenggaknya hingga ia mabuk. "Wine kesayanganku ini sangat memabukkan, apakah kamu akan menghabiskan semuanya?" Sandra mengambil botol wine yang di pegang oleh adiknya. "Jangan pelit,
Mike menjawab tuan muda pertama tidak wajib menjawab pertanyaan yang ia berikan, Mike hanya penasaran, di desa ini tidak ada tempat hiburan, kenapa kakak bos nya ini, sangat betah di tempat ini, jauh dari keramaian. "Karena aku menemukan hal menarik di sini," Sandra tersenyum, membuat siapa saja yang melihatnya bisa menimbulkan banyak tanya. "Maksud tuan muda pertama, apakah tuan menemukan cinta di desa ini?" Mike masih betanya. Sandra berkata tidak hanya cinta yang dia temukan, tetapi ketenangan hidup, yang tidak pernah dia temukan di kota Jakarta, desa ini damai masyarakat saling tolong menolong membuat Sandra semakin betah hidup di desa ini. "Apakah tuan muda pertama, tidak rindu dengan tuan besar?" "Mike, kamu terlalu banyak bertanya, istirahat lah, besok aku akan mengajak kalian berkeliling," Sandra melambai tangan ke arah Mike. Mike merasa tidak berg
Kirana hanya tersenyum tidak tahu harus berkata apa, saat para ibu guru temannya bekerja, menggoda untuk menikah dengan tuan muda Sandra. "Siapa yang mau menikah dengan bekas orang seperti saya ini bu?" Kirana menjawab dengan suara lirih. "Kalau jodoh ya nggak kemana Bu, bener nggak Bu Intan?" Bu Ningsih melemparkan pertanyaan. Bu intan mengiyakan apa yang di katakan oleh Bu Ningsih, Kirana dan Sandra terlihat cocok di mata mereka, banyak kok jaman sekarang seorang perjaka menikahi janda beranak satu, itu menurut pengamatan Bu Intan, Bu Ningsih, dan Bu Rahma, sepertinya mereka terbiasa melihat berita gosip selebriti. "Bu, Karin Saya doakan berjodoh dengan tuan muda Sandra," bisik Bu Ningsih ke telinga Kirana. "Memang tuan muda Sandra mau sama saya, seorang tuan muda seperti Sandra pasti banyak wanita cantik di sampingnya," Kirana menjawab bisikan bu Ningsih. &nb
Kirana merasa ada yang menyentuh tubuhnya, ia terbangun, menyalakan lampu, matanya mengarah ke sosok pria berwajah tampah bertubuh tinggi di samping ranjangnya, dia terlihat gelagapan saat Kirana terjaga dari tidurnya. "Anda sedang apa tuan?" Kirana mengucek mata berusaha bangun dari tidurnya. "Sudah aku bilang panggil saja aku kakak, aku hanya memastikan kamu istirahat dengan benar, oh iya apakah benar bulan ini perkiraan lahir keponakanku?" Sandra sudah seperti keluarga sendiri bagi Kirana, ia senang mendapat seorang kakak yang perhatian padanyaz tidak ada perasaan lebih di dalam hati Kirana selain menganggap Sandra sebagai seorang Keluarga. "Terima kasih, telah bersusah payah merawatku di sini, sampai detik ini," Kirana tersenyum lebar ke arah Sandra. "Kamu sudah aku anggap seperti adikku sendiri," wajah Sandra memerah menatap Kirana. San
Bima menginginkan Terus bisa bersama Clarisa selamanya, ia tak mempedulikan apa yang dikatakan Clarisa dan terus malanjutkan napsunya melucuti semua pakaian Clarisa dan bercinta dengannya sampai puas.Bima sangat menyukai apa yang ia lakukan terlebih di dalam hatinya tak ingin kehilangan Clarisa."Bima kau membuatku sakit," ucap Clarisa lirih."Maafkan aku Clarisa, aku melakukan ini karena aku cemburu dengan siapa saja yang pernah bersamamu, saat ini dan selamanya kau adalah milikku," balas Bima.Mereka melakukan lagi kegiatan yang menyenangkan dimalam itu. Hingga menjelang pagi dan juga di hari-hari berikutnya mereka sering bertemu dan melakukan itu sepanjang hari. ENtah apa yang ada di pikiran keduanya hingga kejadian yang tak terduga pun terjadi."Clarisa kau sudah beberapa hari tidak masuk kerja kenapa?" tanya Kirana lewat sambungan telepon."Saya sedang sakit nyonya, tidak tahu ini kenapa badanku rasanya lemas sekali," jawab Clarisa.
Bima memasang raut wajah yang berbeda dari tadi. Sebenarnya ada apa ya kenapa sampai seperti itu. "Kau tanya padaku, seharusnya kau tidak usah tahu apa yang aku rasakan," jawab Bima. "Kau kenapa sayang, padahal tadi kau sangat tampan," ucap Clarisa. Bima semakin jengkel mendengar ucapan Clarisa berati tadi dia sangat jelek dimatanya. Mungkin pria yang permah ia ajak kesini lebih tampan darinya. Bima sangat kesal sekali. Perasaannya campur aduk. "Apakah aku lebih jelek dari para pria yang pernah kau ajak kesini, aku tidak mau makan di sini," ucap Bima merajuk. "Kau lapar dari tadi, kalau kamu sakit aku akan sedih, kau marah karena mendengar pemilik warung tenda ini ya?" tanya Clarisa. Clarisa mengatakan pria yang pernah datang ke sini bersamanya lebih sering adalah ayahnya saat belum terpengaruh oleh ibu tirinya. Selebihnya hanya Antoni yang sekarang berkhianat. Tiba-tiba ia teringat lelaki yang pernah ia ajak ke sini semuanya berkhiana
Bima melirik Stevan yang ada di sofa ujung sebelum menjawab pertanyaan kakeknya. Ia mengedipkan mata memberikan sebuah kode."Ah itu aku serahkan kepada Stevan saja. Biar dia mengajari adiknya bagaimana rasanya belajar ilmu bela diri, juga menjadi lelaki yang kuat," jawab Bima."Maksudmu apa Bima?!" gertak tuan Alexander marah.Bima menjabarkan maksudnya. Sean ini belum mengerti mana musuh mana kawan. Stevan sudah terlatih dan bisa di andalkan untuk mengajari adiknya sendiri."Kakek tenanglah, kita serahkan pada Stevan bagaimana dia akan mengajari adiknya," jawab Bima."Aku tak yakin kalau ia tega menghukum adiknya sendiri!" seru tuan Alexander.Bima menegaskan kalau Bima akan menemani Stevan untuk melatih Sean yang masih polos dan selalu bertindak gegabah."Tuan Alexander tenang saja orang yang salah memang harus di hukum bukan. Aku harus bertanggung jawab atas masalah ini!" tegas Stevan."Aku pegang janjimu anak muda," ucap t
Belinda mencibit punggung kakaknya yang ternyata meremehkannya. Belinda menagtakan akan mengikat tangan dan kaki Sean di bangku mungkin ia akan mengguyurnya menggunakan air hingga basah sebelum mengelurkan kata-kata kasar karena berani menyakiti kakaknya."Aku bisa saja mengguyurnya dengan air atau menimpuknya dengan beberapa penghapus papan tulis ke kepalanya agar dia tidak seenaknya bertindak," balas Belinda."Kau benar-benar adikku kalau begitu," sahut Bima.Bima memarkir motornya di garasi rumah mereka. Belinda memberi salam pada kakeknya yang berada di ruang keluarga dan menceritakan bahwa kakaknya habis di keroyok oleh geng motor saat pulang mengantarnya sekolah."Apa katamu, lalu kakakmu sekarang dimana?" tanya tuan Alexander panik dan kaget."Aku ada disini kakek, jangan dengarkan Belinda berbicara karena aku tidak apa-apa," jawab Bima.Tuan Alexander beridiri dari kursinya dan memutari tubuh Bima mengecek apakah ada yang lecet di tu
Bima melahap makananya lebih dulu sebelum menjawab pertanyaan dari Clarisa. Sepertinya gadis itu penasaran dengan apa yang terjadi."Aku tadi di hadang geng bermotor," jawab Bima singkat."Apa yang terjadi, apa kau bertemu musuh?" tanya Clarisa panik.Bima menarik Clarisa sampai ke pangkuannya ia mencecap bibirnya agar tidak terlalu banyak bicara. Saat sudah tenang ia baru menceritakan apa yang terjadi."Jadi seperti itu, lucu sekali anak SMA itu, bukannya sungkem dengan kakak calon pacar malah menghadangnya," ucap Clarisa terkekeh."Untung aku tidak menghajarnya tadi marena dia adiknya Stevan," balas Bima.Stevan adalah sahabat Bima tapi Clarisa belum begitu dekat dengan orang itu. Biarlah yang penting Clarisa akan mempertahankan Bima apapun yang terjadi."Masakan hari ini enak sekali," ucap Bima."Apa kau menyukainya. Kalau begitu aku akan lebih sering memasak untukmu," balas Clarisa.Bima menatap raut bahagia gadis it
Bima menghentikan motor dan belum membuka helmnya. Ia terkekeh melihat tingkah geng motor anak SMA didepannya."Yang mana bosmu, suruh maju ke depan!" seru Bima."Bedebah, sudah memakai motor butut kau berani membonceng gadis pujaan bos kami, kau pikir kamu pantas berhadapan dengan bos kami?" hardik salah satu anggota geng motor lainnya.Bima semakin terkekeh dengan anak muda yang mengedepankan emosi dari pada pikiran mereka. Motor butut ini jika dipakai untuk membeli keangkuhan mereka juga bisa."Anak muda jaman sekarang tidak mengerti motor antik ya?!" ledek Bima."Lepas helm kamu jika punya nyali!" hardik salah satu anggota geng motor itu.Bima menggelengkan kepalanya. Ia tak punya masalah dengan mereka untuk apa melepas Helm. Meladeni bocah sungguh membuat Bima merasa rendah ia menyalakan motornya dan menggeber gas dengan kencang membuat mereka tersulut emosi dan salah satu menyerangnya."Kurang ajar sekali apa kau tak mengerti si
Bima hanya berjanji untuk mengajaknya jalan-jalan. Mungkin hari minggu nanti Bima akan meminjam mobil untuk mengajak jalan-jalan adiknya."Dia ingin mempunyai kakak perempuan. Sepertinya dia sudah jatuh hati pada seseorang dan ingin jalan-jalan dengannya!" seru Bima."Jadi dia meminta ijinmu untuk mengajak Clarisa jalan-jalan?" tanya Kirana.Bima mengangguk tapi dia juga mengutarakan kekhawatirannya jika mereka hanya pergi berdua saja. Jadi hari minggu nanti dia akan mengawasi dua wanita itu jalan-jalan."Bagus kalau begitu ayah juga akan meminta orang untuk mengawasi mereka berdua," balas Sabian."Sekarang tidurlah, besik masih hari sabtu Belinda juga masih harus sekolah," pinta Kirana.Belinda senang mendengar jawaban kedua orang tuanya serta kakaknya. Ia segera lari ke kamarnya setelah mebgucapkan terima kasih ke ayah dan mamanya."Ayah terima kasih sudah percaya padaku!" seru Bima."Sudah seharusnya ayah percaya padamu Bima
Bima menatap ayahnya yang sedang fokus menyetir itu. Kemudian ia tertawa kecil sambil menepuk pundak Sabian ia berkata, "Seharusnya ayah tidak bilang cari istri yang bisa masak,"Sabian menggelengkan kepalanya kenapa bisa salah bicara apa maksud Bima yang sebenarnya. Perasaannya sudah benar karena memakan masakan yang di buat istri itu menyenangkan."Lalu apa yang kau ingin ayah katakan tentang memilih istri?" tanya Sabian."Cukup katakan cariah istri yang sefrekuesi, meneremi segala keadaan susah, senang, sedih, kaya atau miskin," jawab Bima.Bima menuturkan mungkin dahulunya sang mama juga tidak bisa memasak. Karena keadaan menuntutnya untuk bisa mengenyangkan perutnya sendiri maka ia harus bisa mengolah bahan makanan menjadi makanan yang lezat. perjalanan untuk bisa memasak juga tak muda karena jaman sekarang tidak seperti jaman dahulu kala."Ayah jangan telalu kolot wanita sekarang tidak seperti wanita jaman dulu, banyak media untuk berlatih me
Bima mengambil ponselnya dan melihat telepon masuk dari mana. Ternyata dari sang kekasih hati Clarisa Manggala. Bima yang awalnya kesal menjadi lunak hatinya karena mendapatkan telepon dari sang kekasih hati."Haloo kesayangan, apa kau merindukanku?" tanya Bima sambil tertawa."Jangan kegeeran siapa juga yang merindukanmu, tadi adikmu menelponku!" jawab Clarisa.Bima menanyakan ada apa gerangan sehingga Belinda menelpon kekasih hatinya. Baru saja Bima merencanakan jalan-jalan dengan mereka bertiga kenapa bisa Belinda membuat ulah seperti ini. Pikiran Bima sudah menari kemana-mana."Apa adikku membuat ulah padamu?" tanya Bima yang panik."Tidak ada, dia hanya mengabari kalau hari minggu ingin mengajakku jalan-jalan," balas Clarisa.Bima tersenyum kecut, ternyata anak kecil itu sudah tak sabaran mengajak calon kakak iparnya untuk jalan-jalan sendirian. Bima merasa cemburu karena adik kesayangannya ingin memiliki kakak perempuan daripada mempun