Tania menggelengkan kepalanya, ia sama sekali tidak tahu tuan Harjono berkompromi dengan siapa, pasalanya hari itu dia sedang menghilangkan rasa penatnya menuju pinggiran desa fengan sawah yang menghijau.
"Aku kurang tahu waktu itu sedang menuju pinggiran desa, aku menghilangkan penat tiba-tiba ada seseorang membawaku dalam mobil menuju sebuah hotel yang ada di desa," Jawab Tania sambil mengingat hari itu.
"Apakah hotel itu dengan penjagaan ketat?" Tanya sabian sekali lagi.
Tania mengingat sekali lagi, sepertinya hotel itu tidak ada penjagaan yang ketat, karena hari itu tuan Harjono seperti seorang turis lokal yang mengunjungi desa untuk berwisata tidak ada hal yang mencurigakan.
"Tidak ada Sabian, dia datang seperti turir lokal biasa," jawab Tania singkat.
"Terima kasih informasi darimu tania, aku masih curiga dia menempatkan mata-mata di desa itu," ucap Sabian masih menduga.
Kirana tersenyum sangat bahagia sepanjang hidupnya tidak pernah melihat Tania sampai ketakutan seperti ini, apalagi meminta maaf sampai tubuhnya bergetar dan wajahnya pucat, mungkin dia sudah menyesali perbuatannya atau hanya berakting/ Kirana masih waspada menghadapi perubahan tidak wajar pada diri Tania bisa saja ini hanya sebuah jebakan yang sudha tersusun rapi."Aku sudah memaafkanmu, tapi kau harus memenuhi permintaanku," Jawan Kirana seraya menatap tajam Tania."Benarkan Kirana, apa permintaanmu Kirana aku akan memenuhinya jika aku mampu," ucap Tania dengan wajah berseri.Kirana mengatakan selain dia harus memperbaiki diri dia harus kembali kepada Han sebagai seorang istri yang baik, jika perlu bekerja agar ada kegiatan jadi tidak gampang terpengaruh orang lain dia juga bisa membantu perekonomian suami, Sejatinya pasangan suami istri itu adalah saling melengkapi satu sama lain, menerima kekuarangan dan kelebihan pa
Bima berlari ke arah Tania dan memeluknya sesuai dengan kata hati dan intruksi dari Kirana, Tania begitu erat memeluknya tak terasa air mata membasahi pipinya, ia berandai-andai jika sudah mempunyai buah hati mungkin sudah sebesar Bima. pernikahannya yang sudah berjalan hampir lima tahun bersama Han belum juga di karuniai momongan itu karena Han mengkonsumsi obat pencegah kehamilan kala itu."Bibi kenapa kau menangis memelukku?" Tanya Bima."Tidak apa sayang, bibi hanya berangan-angan jika memiliki momongan mungkin sudah sebesar kamu, tapi tuhan berkata lain, aku belum juga di karuniai momongan," jawab Tania dengan lembut."Bertaubatlah bi, mungkin jika bibi mendekatkan diri pada Tuhan dan menjadi istri yang baik, Tuhan akan memberimu bayi mungil yang lucu," ucap Bima dengan wajah yang menggemaskan.Tania senang sekali dengan tingkah Bima yang lucu, bocah seusia Bima pemikirannya sungguh dewasa, ia b
Sabian merangku istrinya menggoda apakah sudah siap merawat satu lagi bayi setelah Bima, Kirana tersenyum belum sempat menjawab, tetapi Bima sudah memberikan tatapan yang sangat mengertikan untuknya."Ayah jangan sampai punya anak baru dan membuangku kapan saja, aku tidak mau punya adik," ucap Bima dengan tegas."Sayangnya mama, apa kau lupa ayahmu saja masih belum puas menikmati masa indah bersamamu, mungkin saat kamu sudah masuk sekolah dasar barulah ayah dan mama merencanakan mempunyai adik untukmu, jangan ngambek lagi." Kirana gantian memeluk putra sulungnya itu.Kirana masih ingat betul bagaimana frustasinya dia saat mengetahui dia hamil, sudah terbuang dari keluarga, hamil juga dengan cinta satu malam membuatnya kehilangan arah dan tujuan, beruntung dia bertemu dengan kakak dari yang menghamilinya ia bersusah payah menghidupi bayi yang ada di perut kirana waktu itu, ia menciumi kening Bima dengan rasa sayang yang t
Sabian menuju ruang tamu perusahaan menemui orang yang sudah menunggunya, dengan tatapan dingin dan rasa tidak suka, Sabian duduk berhadapan dengan orang yang tidak di sukainya di dampingi Mike asisten pribadinya."Selamat siang tuan Harjono, datang ke perusahaanku secara tiba-tiba membuatku sangat merasa terhormat," ucap Sabian kepada tuan Harjono."Haha anak muda selera humormu cukup menarik, aku tahu kau saat ini sedang membenciku," jawab Tuan Harjono sambil tertawa.Tuan Harjono datang ke perusahaan Alexander tentu saja dengan tujuan jahat, ia sengaja memprovokasi Sabian agar membuatnya marah ia sudah menyiapkan kamera tersembunyi di badannya dan beberapa wartawan yang bersembunyi di bawah di dekat gedung perusahaan Alex Farm corp. beliau berbicara tanpa arah yang jelas membuat Sabian tidak tahan ingin memakinya, tatapi Mike mengkode agar tidak llarut dalam jebakan rubah tua ini."Katakan apa tuj
Tuan Alexander memasuki ruangan, ia duduk tepat dihadapan tuan Harjono yang tangannya terikat, ia memandangi wajah tua itu tak ada yang berubah hanya keriput di wajahnya yang menandakan bahwa mereka memang sudah menjadi tua."Kau untuk apa kesini apa kau bersekongkol dengan putramu untuk mencelakaiku?" Tanya tuan Harjono."Bertaubatlah Harjono inilah yang membuat kau tidak bisa mengembangkan perusahaanmu, selalu berpikir negatif dan iri kepada temanmu," Jawab Tuan Alexander karena memang ia tidak bersekongkol melawannya.Tuan Alexander mengingatkan mereka sudah lama menjadi teman perjuangan dalam bisnis, walau tuan Alexander sempat bangkrut bisnisnya tapi, bisnis itu bisa dilanjutkan sampai sekarang oleh Sabian putranya, seharusnya dalam waktu yang tidak singkat ini tuan Harjono bisa belajar bagaimana bisa menaikkan kualitas produk atau cara pemasaran yang bagus agar produk disukai masyarakat luas."
Tuan Alexander menghela nafasnya, sejenak ia menatap putra keduanya yang duduk diam memperhatikan obrolan kedua orang tua yang sudah lama saling kenal itu, Beliau lalu menatap ke arah Tuan Harjono yang merupakan teman lamanya."Kau tahu Harjono, perilaku anak itu mencontoh orang tuanya, keberhasilan mereka merupakan hasil didikan dari orang tuanya, jadi jangan salahkan keturunanmu yang tidak berhasil karena semua itu adalah hasil dari apa yang kau tanam sewaktu muda," Jawab tuan Alexander sambil tersenyum."Hahaha, Alexander apa kau mengejekku, kau berkata seolah aku ini orang yang buruk dalam mendidik anak-anakku?' Tanya tuan Harjono sembari tertawa.Tuan Alexander menggelengkan kepalanya, sama sekali di dalam pikirannya untuk meledek tuan Harjono yang anak-anaknya tidak memiliki prestasi atau pencapaian di usia yang sudah tidak muda lagi, mereka hanya menjadi boneka orang tuanya semata, beliau hanya ingin Tuan Harjono
Sabian tersenyum kecut melihat orang tua yang ada di hadapannya ini seakan tidak percaya dengan kehidupan yang dia alami waktu itu, setidaknya semua itu untuk pengalaman yang akan dia ajarkan untuk anak cucunya kelak."Tuan Harjono kami berdua bertahan hidup dengan menjadi pelayan di restoran kala itu kami tidak punya uang sepeserpun kami mengamen di jalanan, hingga mendapatkan uang untuk makan," Jawab Sabian sambil mengenang masa lalunya yang suram."Kau dengar Harjono kemewahan dan kekuasaan yang di dapat kedua putraku adalah hasil kerja keras mereka sendiri, aku hanya punya ilmu yang bisa di transfer ke mereka," ucap Tuan Alexander.Tuan Harjono masih tidak percaya, bagaimana bisa seperti itu, dia selalu berpikir ketenaran, kekuasaan, kemewahan yang di dapat di usia muda itu adalah karena bantuan dari para orang tua yang sudah mempunyai banyak uang, mereka para tuan muda dimanjakan dengan harta orang tua sehingga apap
Sabian melihat ke arah putranya memperlihatkan tatapan mematikan agar Bima tidak sembaranagn bicara kepada orang tua, dia harus sopan kepada orang yang lebih tua walaupnn tidak menyukai sikapnya yang keji."Bima apa yang kamu lakukan di sini, bukankah tadi ayah bilang kamu tunggu ayah di ruang presdir?" Tanya Sabian kepada putra sulungnya."Aku rindu ayah, lagian kenapa lama sekali berada di ruangan ini hanya karena ada kakek tua gila ini?" Bima membalikkan pertanyaan.Sabian menghela nafas, mempunyai anak yang kelewat cerdas seperti ini membuatnya kalang kabut dan kadang harus menahan segala emosi yang membelengggu di dalam jiwa, ia mendekati Bima dan menggendongnya."Namanya kakek Harjono, beri hormat kepadanya," Sabian memerintahkan Bima untuk memberikan salam hormat pada tuan Harjono."Selamat siang kakek Harjono, perkenalkan nama saya Bima Alexander aku anaknya ayah Sabian,