“Kamu baik-baik aja, Sya? Kayaknya wajahmu agak pucat.”
Anastasya tersenyum simpul, mencoba menyembunyikan keterkejutannya karena Padma menanyakan kondisinya saat ini. Dari sekian banyak orang di ballroom ini, ia tidak menyangka kalau Padma-lah yang bertanya padanya.
“I’m fine,” dusta Anastasya.
“Hm… oke. Mungkin kamu harus cari makanan yang agak berat selain dessert.”
Anastasya hanya mengangguk. Ia tak berselera makan dan juga ingin menjaga berat badannya supaya tetap terlihat cantik.
Setelah hampir satu bulan pisah rumah dengan Badai dan Asa, Anastasya jadi lebih banyak berpikir mengenai perceraiannya dengan Badai.
Dan juga pergi ke klub, satu-satunya
“Baba?”“Ya?”“Mam.”Badai tertawa mendengar kata-kata yang diucapkan Asa saat ini. Ia pun mengangguk. “Iya, habis ini kita pulang, terus makan.”“Yay!”Dengan gemas, Badai mencium pipi gembil Asa hingga anak itu tertawa karena kecapannya yang nyaring. Ia memastikan pakaian Asa sudah rapi kembali dan setelahnya, ia pun menurunkan Asa dari ranjang.Usai sesi foto keluarga tadi, Asa tak sengaja menumpahkan minuman yang dipegang Anastasya ke pakaiannya. Orangtua Padma mengizinkannya memakai kamar yang digunakan oleh Arsa untuk bersiap tadi pagi supaya ia bisa menggantikan pakaian Asa.Badai menggantikan pakaian Asa dengan pakaian cadan
“Apa selama ini kamu pernah berperan sebagai istri?”“Pernah kok.”“Kapan?”“Mama kok jadi menyudutkan aku sih?”“Mama nggak menyudutkan, tapi Mama mau membuka mata kamu, Sya.”Anastasya mengibaskan tangannya di udara dengan kesal. “Terserah Mama deh.”Tanpa memedulikan ibunya, ia meninggalkan ruang makan setelah mengambil tasnya dengan kasar. Ia berencana untuk ke kantor Badai, bicara mengenai perceraian mereka dan kembali membujuk lelaki itu untuk membatalkannya.Anastasya yakin, masih ada harapan untuk mereka asalkan Badai membiarkannya membuktikan hal tersebut. Ia sudah sering mengunjungi Asa sejak mereka pisah rumah.Badai memang tidak menghalanginya bertemu dengan Asa, tapi Anastasya diharuskan melapor pada Badai setiap kali perempuan itu ingin menjenguk anaknya.“Badai, Badai…. Kenapa dari dulu kamu nggak pernah bisa jadi milikku?” gumam Anastasya selagi ia mengemudikan mobilnya. “Kali ini aku yang akan berusaha untuk membuat kamu jatuh cinta padaku.”Perempuan itu menatap waja
Padma menatap suaminya, lalu bergerak mendekat untuk merapikan simpul dasi yang dikenakan Catra.“Ganteng banget suamiku.”“Istriku juga.”“Ganteng?”Catra tertawa. “Cantik. Apa kita nggak usah dateng aja ya? Kita pesta berdua aja di rumah, gimana?”Padma ikut tertawa saat Catra memeluk pinggangnya dan menggerakkan tubuh mereka seperti dua orang yang tengah berdansa. Mereka masih di kamar, Padma baru selesai merias wajahnya dan Catra pun sudah rapi dengan setelan jasnya.“Sayang gaunnya kalau dipakai cuma buat pesta di rumah begini,” canda Padma.“Nggak apa-apa, yang penting dipakai kan.”“Iya sih….” Padma melingkarkan kedua lengannya di leher Catra. “Tapi kan nanti dilepas lagi.”“Pasti.” Catra mengangguk dengan serius dan hal itu membuat Padma geli karenanya. “Nanti aku yang lepas.”“Nggak sabar jadinya.” Perempuan itu mengerling jahil, lalu melepaskan diri dari Catra. “Ayo, Sayang. Nanti dimarahin Papa sama Mama kalau kita telat.”Catra tertawa dan segera menyusul istrinya keluar d
“Sampai detik ini, statusku masih istri Badai.”Alih-alih meluapkan kemarahannya, Anastasya mencoba sebisa mungkin untuk meredam amarahnya.Yang kini duduk di sampingnya adalah Shua Tanaka. Serigala berbulu domba yang bisa menjatuhkan orang lain dan menjadikan orang tersebut alas kakinya, masih dengan senyum cantik di wajahnya.Anastasya dari awal sudah mencoba untuk akrab dengan Shua. Tapi di pertemuan pertama mereka, perempuan itu dengan terang-terangan mengatakan, kalau perempuan seperti Anastasya tidak pantas jadi istri Badai.Bahwa kehadirannya serupa parasit di kehidupan anak tunggal Alkadri Tanaka tersebut dan seharusnya, kalau Anastasya tidak menginginkan pernikahan itu, ia bisa saja pergi di hari pernikahannya.Tapi Anastasya tidak melakukan hal tersebut dan membuat Shua menilainya sebagai perempuan tak tahu malu—bersikap seakan-akan ia adalah korban, menuntut banyak pada Badai, tapi berkontribusi dalam kebahagiaan Badai setitik pun tidak.“Calon mantan istri,” koreksi Shua d
“Babe, kamu di sini.”Badai menoleh dan mendapati Anastasya dengan gaun yang melekat erat dan memiliki potongan yang cukup seksi tersebut, berjalan ke arahnya dengan tenang.Lelaki itu berusaha bersikap senatural mungkin saat Anastasya tiba di sampingnya. “Iya, udah puas ngobrol sama Tante?”“Udah dong. Kami janjian masak bareng minggu depan.”Jawaban Anastasya yang sangat lancar dalam melanjutkan kebohongan yang diucapkan Badai, membuat lelaki itu semakin muak.Namun ia tak menunjukkannya sama sekali dan sepertinya berhasil, karena kolega yang tadinya sedang bicara dengannya, kini memuji keharmonisan Badai dan Anastasya.Badai tersenyum simpul saat menerima pujian tersebut. Mereka masih mengobrol dan sesekali Anastasya masuk ke percakapan tersebut, sampai kemudian MC meminta para tamu yang hadir untuk duduk di kursi yang telah disediakan.“Ngapain kamu di sini?” bisik Badai selagi mereka berjalan menuju kursi yang harusnya ditempati Badai.“Nemenin kamu.”“Aku nggak minta ditemenin.”
“Tumben ke sini.”“Kamu nggak tertarik ambil alih The Clouds?”Ksatria dan Yogas tertawa mendengar pertanyaan tersebut, yang jelas-jelas tidak nyambung dengan komentar Ksatria begitu Badai memasuki ruangan.Hari ini adalah hari Minggu, hari di mana anggota VIP Club tidak ada jadwal kumpul. Kalau yang sedang tak ada teman kencan seperti Ksatria dan Yogas, akhirnya memilih jaga kandang alias nongkrong tak jelas di The Clouds.Badai sendiri memilih ke sana karena setelah acara Sadira Group yang melelahkan kemarin, ia butuh sedikit distraksi.“Nggak deh. Mengurus sesuatu dengan komitmen itu bukan gayaku,” elak Yogas yang langsung menuai toyoran di kepalanya dari Ksatria.“Kamu selama ini nggak pernah dikasih sesuatu buat diurus juga sama kakekmu. Makanya kamu ngomong begitu,” ledek Ksatria. “Jadi kalau ada kesempatan begini, ambil ajalah!”Kali ini Badai yang tertawa. Selera humor mereka benar-benar kacau. Siapa pun tahu, di antara mereka semua, Nara, Ksatria, dan Yogas adalah yang masih
“ASAAA!”“ASA! OM IPANG DATENG NIH!”Badai langsung menghela napasnya mendengar keributan dari arah pintu masuk rumahnya tersebut. Ia menyesal tidak meminta lima excavator menghalangi pintu masuk rumahnya.Di sisi lain, Asa hanya tertawa melihat wajah murung ayahnya. Ia sudah hafal dengan berisiknya para om yang rutin mengunjunginya di rumah tersebut. Mereka masih berada di kamar Asa, dari pintu yang tak tertutup rapat, keduanya bisa mendengar bagaimana ributnya kelima om Asa yang sudah menjajah ruang tengah.Badai mendengar decitan sofa bertemu dengan lantai dari bawah sana. Pasti mereka menggeser sofa hingga ke ruangan lain supaya ada tempat bermain yang luas untuk om-om gila itu dan keponakannya, Asa.“Siap ketemu om-omnya Asa?” tanya Badai sambil menatap Asa yang tersenyum lebar.“Yap! Yap!”“Oke. Doain Papa semoga sabar ngehadapin mereka semua.”Badai tak tahu apakah Asa mengerti ucapannya atau tidak, tapi anak itu tertawa semakin riang dan segera berdiri. Badai pun ikut berdiri
“Badai ada di rumah?”Satpam itu tak langsung menjawab pertanyaan tersebut. Ketika perempuan di balik kemudi itu menatapnya tak sabaran, akhirnya satpam tersebut mengangguk samar. “Ada, Bu. Tapi ada temen-temen Bapak juga.”“Siapa?”“Pak Ksatria, Pak Yogas, Pak Ipang, Pak Kalu, dan Pak Nara,” terang satpam yang memang sudah hafal di luar kepala teman-teman Badai tersebut.Awalnya kelima lelaki itu hampir tak pernah menginjakkan kaki di kediaman Tanaka tersebut. Tapi sejak Asa lahir, mereka jadi rutin berkunjung, intensitasnya hampir sama dengan keluarga Tanaka yang lain.“Ya udah, buka pagarnya,” perintah Anastasya dengan pongah. Ia menaikkan kembali kaca mobilnya, pertanda tak ingin didebat lagi dan menunggu pagar kediaman Tanaka tersebut dibukakan untuknya.Tak punya pilihan lain, satpam itu memberi isyarat dengan tangannya pada rekannya yang lain yang berjaga di posnya. Pagar tersebut dibuka dan Anastasya langsung mengemudikan mobilnya begitu saja tanpa mengucapkan terima kasih.An