“Tumben ke sini.”“Kamu nggak tertarik ambil alih The Clouds?”Ksatria dan Yogas tertawa mendengar pertanyaan tersebut, yang jelas-jelas tidak nyambung dengan komentar Ksatria begitu Badai memasuki ruangan.Hari ini adalah hari Minggu, hari di mana anggota VIP Club tidak ada jadwal kumpul. Kalau yang sedang tak ada teman kencan seperti Ksatria dan Yogas, akhirnya memilih jaga kandang alias nongkrong tak jelas di The Clouds.Badai sendiri memilih ke sana karena setelah acara Sadira Group yang melelahkan kemarin, ia butuh sedikit distraksi.“Nggak deh. Mengurus sesuatu dengan komitmen itu bukan gayaku,” elak Yogas yang langsung menuai toyoran di kepalanya dari Ksatria.“Kamu selama ini nggak pernah dikasih sesuatu buat diurus juga sama kakekmu. Makanya kamu ngomong begitu,” ledek Ksatria. “Jadi kalau ada kesempatan begini, ambil ajalah!”Kali ini Badai yang tertawa. Selera humor mereka benar-benar kacau. Siapa pun tahu, di antara mereka semua, Nara, Ksatria, dan Yogas adalah yang masih
“ASAAA!”“ASA! OM IPANG DATENG NIH!”Badai langsung menghela napasnya mendengar keributan dari arah pintu masuk rumahnya tersebut. Ia menyesal tidak meminta lima excavator menghalangi pintu masuk rumahnya.Di sisi lain, Asa hanya tertawa melihat wajah murung ayahnya. Ia sudah hafal dengan berisiknya para om yang rutin mengunjunginya di rumah tersebut. Mereka masih berada di kamar Asa, dari pintu yang tak tertutup rapat, keduanya bisa mendengar bagaimana ributnya kelima om Asa yang sudah menjajah ruang tengah.Badai mendengar decitan sofa bertemu dengan lantai dari bawah sana. Pasti mereka menggeser sofa hingga ke ruangan lain supaya ada tempat bermain yang luas untuk om-om gila itu dan keponakannya, Asa.“Siap ketemu om-omnya Asa?” tanya Badai sambil menatap Asa yang tersenyum lebar.“Yap! Yap!”“Oke. Doain Papa semoga sabar ngehadapin mereka semua.”Badai tak tahu apakah Asa mengerti ucapannya atau tidak, tapi anak itu tertawa semakin riang dan segera berdiri. Badai pun ikut berdiri
“Badai ada di rumah?”Satpam itu tak langsung menjawab pertanyaan tersebut. Ketika perempuan di balik kemudi itu menatapnya tak sabaran, akhirnya satpam tersebut mengangguk samar. “Ada, Bu. Tapi ada temen-temen Bapak juga.”“Siapa?”“Pak Ksatria, Pak Yogas, Pak Ipang, Pak Kalu, dan Pak Nara,” terang satpam yang memang sudah hafal di luar kepala teman-teman Badai tersebut.Awalnya kelima lelaki itu hampir tak pernah menginjakkan kaki di kediaman Tanaka tersebut. Tapi sejak Asa lahir, mereka jadi rutin berkunjung, intensitasnya hampir sama dengan keluarga Tanaka yang lain.“Ya udah, buka pagarnya,” perintah Anastasya dengan pongah. Ia menaikkan kembali kaca mobilnya, pertanda tak ingin didebat lagi dan menunggu pagar kediaman Tanaka tersebut dibukakan untuknya.Tak punya pilihan lain, satpam itu memberi isyarat dengan tangannya pada rekannya yang lain yang berjaga di posnya. Pagar tersebut dibuka dan Anastasya langsung mengemudikan mobilnya begitu saja tanpa mengucapkan terima kasih.An
“Aku antar sampai lobi aja nggak apa-apa?”“Nggak apa-apa. Kalau kamu nganterin aku sampai di ruanganku, nanti banyak yang iri karena suamiku seganteng kamu.”Catra tertawa dan meraih tangan Padma untuk ia kecup punggung tangannya. Hari ini ia dan Padma memang makan siang bersama di Lotte Avenue sebelum kemudian Catra mengantar istrinya kembali ke kantor. “Nanti makan malam di rumah kan?” tanya Padma saat mobil yang dikendarai Catra memasuki area gedung perkantorannya.“Iya. Hari ini aku yang masak ya.”“Oke.” Padma mengangguk senang. Ia memang bisa memasak, tapi memakan masakan Catra juga jadi salah satu hobinya. “Aku mau garlic bread juga, please.”“Siap. Nanti aku bikinin.”Begitu mobil Catra tiba di lobi kantornya, Padma segera melepas seat belt dan mencium pipi Catra seperti biasanya.“See you, Yang.”Catra tersenyum lebar dan melambaikan tangannya sampai Padma tak terlihat lagi di lobi. Padma sendiri segera berlalu ke ruangannya dengan hati gembira seperti biasanya. Meskipun ia
Badai masuk ke ruang meeting sambil membaca dokumen yang akan dibahas hari ini. Ia mendongak saat duduk di kursinya dan menyapa sebagian peserta yang sudah hadir, termasuk Padma di antaranya.Padma kenapa? pikir Badai saat melihat perempuan itu hanya mengangguk samar dan melengos begitu saja setelahnya.Setelah Badai dan Padma batal menikah, memang ada saat-saat di mana mereka seperti orang asing sungguhan. Yang membedakan adalah mereka merupakan dua orang asing yang sudah saling mengenal.Bukan orang asing yang hanya ditemui sekali karena pernah berpapasan dijalan.Namun seiring berjalannya waktu, hubungan mereka membaik. Memang tidak seperti sepasang sahabat, tapi setidaknya mereka bisa bersikap ramah meski ada jarak.“Sudah hadir semua ya,” ucap Badai setelah kursi terakhir di ruangan itu terisi.Mereka tengah menyiapkan produk baru untuk kategori jamu yang nantinya akan didistribusikan oleh perusahaan Padma sebagai distributor utama. Produk ini juga jadi salah satu proyek terbesar
“Padma, kamu nggak perlu minta maaf.”“Jangan bilang begitu, Dai. Kita semua tahu, semua ini juga ada andil aku di dalamnya.” Padma melepaskan tangannya dari pergelangan tangan Badai. “Kamu emang harus bertanggung jawab, tapi setelah kita jalani semuanya dan aku berpikir untuk waktu yang cukup lama….“Kamu juga semakin nggak bahagia karena pernikahan ini adalah pernikahan yang aku paksakan ke kamu. Anastasya juga pasti tertekan karena aku paksa dia menikah bukan atas kemauannya.”“Padma,” sergah Badai langsung. “Kamu nggak harus berpikir begitu. Ini semua salahku sejak awal—““Nggak, Badai. Kamu jangan sebuta itu sama aku sampai-sampai kamu mau menganulir kesalahanku.”Tanpa menyisakan kesempatan untuk Badai bicara, Padma segera berlalu dari hadapannya. Bada membiarkan Padma turun sendiri. Ia masih berdiri di tempatnya lama setelah Padma menutup pintu besi yang ia buka dengan susah payah.Kalau ia memaksa untuk turun bersama dengan Padma, maka mereka hanya akan berdiam diri dalam keca
“Dia masih di dalam?”“Masih, Pak.”Badai menggulung lengan kemejanya hingga ke siku. “Jangan ada yang masuk kalau saya nggak perintahkan, oke?”Kedua satpam itu langsung mengangguk dengan cepat. Mereka sudah kenal Badai sejak kecil karena sudah bekerja di kediaman Tanaka dari lama. Jadi mereka percaya, kalau Badai tidak akan menggunakan kekerasan pada Anastasya di dalam sana.Tapi setelah tahu apa yang dilakukan Anastasya, mereka jadi agak sedikit ragu mengenai hal tersebut. Mereka tahu bagaimana sayangnya Badai pada Asa, sehingga ada kemungkinan kalau Badai akan melawan prinsipnya sendiri kalau ia mau.&ld
“Papa?”“Iya, Asa?”“Mo mam etim.”“Mau makan es krim?” Badai mengulang ucapan Asa dengan jelas. Sebisa mungkin ia memastikan kalau Asa melihat gerak bibirnya supaya anaknya bisa mengikutinya.“Mm-hm.”“Oke.” Badai mengangguk setuju. “Ayo, kita siap-siap.”Asa tersenyum dan Badai segera menggantikan pakaian Asa. Sudah seminggu Badai cuti mendadak dari kantornya dan hanya menemani Asa di rumah sakit.Setelah hari di mana jiwa Badai hampir hilang karena kegilaan Anastasya, akhirnya