“Terus kamu jawab apa?”“Nggak kujawab apa-apa.”“Astaga, Padma Hardjaja!” Suara Shua naik dua oktaf. Perempuan itu ganti menatap Mili dengan frustasi. “Katanya temenmu ini pinter!”“Lho, dia emang secara akademis pinter.” Mili tentu memberi penjelasan tambahan setelah dituding begitu oleh Shua. “Tapi soal relationship dia tuh oon, makanya gagal terus kan dia dari dulu.”Padma memutar kedua bola matanya karena dibicarakan oleh dua sahabatnya di hadapannya langsung. Sejak mereka bertiga jadi akrab, Padma sudah membiasakan diri jadi bahan pembicaraan utama antara Mili dan Shua.Siapa sangka dua orang itu akan begitu cocok?“Tapi serius.” Mili memegang lengan Padma dan membuat Padma tak bisa menatap ke arah lain kecuali ke mata Mili. “Itu kan dia ngelamar secara nggak langsung lho, Padma. Kenapa nggak kamu jawab apa kek gitu buat mancing pembicaraan ke arah yang lebih serius?”Padma berdecak kesal. Kejadian kemarin masih begitu membekas di ingatannya hingga akhirnya siang ini ia mengumpu
“Nggak usah ngeliatin aku kayak aku mau maling uang negara deh. Kerjain kerjaan kamu yang bener sana.”“Iya, Bu Bos.”Sebisa mungkin, Badai menuruti kata-kata Padma yang memintanya agar fokus pada pekerjaannya, dibanding memperhatikan Padma yang asyik duduk di sofa sambil menggulir layar iPad-nya.Salahkan mataku aja, pikir Badai ketika entah untuk kesekian kalinya, lagi-lagi ia memilih untuk mengalihkan tatapannya dari dokumennya ke arah Padma.Padma sendiri sudah kehabisan akal bagaimana caranya untuk meminta Badai tidak menatapnya dengan terlalu intens. Pada akhirnya, ia memilih untuk mengabaikan Badai sejenak dan kembali membaca laporan keuangan katering ibunya.Rupanya jurus itu berhasil. Kali ini karena Padma tidak menegurnya, Badai menatap sang kekasih sampai matanya lelah dan akhirnya ia kembali mengerjakan sisa pekerjaannya.Waktu berjalan begitu cepat, tapi keheningan yang ada di antara mereka membuat keduanya nyaman meskipun tidak ada hal yang dibicarakan bersama.“Yuk.”Aj
“Om Refaldy.”“Ya?” Refaldy menyahut tanpa menoleh ke arah Badai yang memanggilnya. Lelaki itu masih menyusun buku di rak barunya yang ia letakkan di ruang tengah, hanya beberapa langkah dari televisi.“Saya udah melamar Padma.”“Oh….” Refaldy mengangguk beberapa kali, tidak terlihat kaget dengan ucapan Badai.Sementara itu, Badai sendiri mengernyitkan keningnya begitu mendengar respons Refaldy yang terdengar biasa-biasa saja. Ia memang tidak berharap Refaldy akan heboh dan bertingkah norak, tapi respons ‘Oh’ juga bukan sesuatu yang ia duga.“Kenapa kamu?” Kali ini Refaldy baru benar-benar berbalik menghadap Badai, sepertinya ia sudah selesai menata rak buku barunya.“Nggak apa-apa, Om.” Buru-buru, Badai menggeleng. “Saya direstuin kan, Om?”“Saya restuin asal semua aset kamu dibalik nama jadi nama Padma, Asa, sama Ilana.”Jawaban asal itu tentu saja memancing tawa kedua lelaki beda generasi tersebut. Badai mengikuti pergerakan Refaldy yang pindah ke sofa, sepertinya lelaki paruh baya
Kalau ditanya tempat manakah yang tidak ingin Badai datangi, maka rumah inilah jawabannya.Rasanya seperti dipaksa kembali mengulang memorinya semasa Anastasya masih hidup dan menjadi istrinya. Rumah ini adalah saksi bisu kedua selain rumahnya sendiri, di mana ia dan Anastasya sering kali bertengkar dan perang dingin.“B.” Sentuhan lembut di tangannya menyadarkan Badai kalau kini ia kembali ke rumah orangtua Anastasya tidak sendirian. Ia menoleh dan Padma tengah tersenyum lembut kepadanya. “Mau masuk sekarang?”Hal ini memang tidak mudah untuk Badai, tapi selagi Padma ada bersamanya, Badai percaya kalau semua akan baik-baik saja.“Boleh.” Badai meraih tangan Padma untuk ia genggam dan bersama-sama, mereka beranjak menjauhi mobilnya yang sudah terparkir rapi di halaman rumah orangtua Anastasya.Hari ini mereka memutuskan untuk datang ke rumah orangtua Anastasya, setelah sebelumnya bicara dengan Kresna mengenai keinginan mereka untuk datang ke sana beberapa hari sebelumnya.Kresna tentu
“Hon, kamu maunya kita kapan nikahnya?”“Bulan depan, gimana?”“Oke. Bulan depan.”Dari percakapan iseng di suatu sore pada hari Jumat, pernikahan itu akhirnya benar-benar terealisasi satu bulan setelah obrolan tersebut.“Kamu belum tidur?”Padma menoleh dan menggeleng sebagai jawaban untuk pertanyaan ibunya. Hari ini sampai seminggu ke depan, orangtuanya menginap di rumah yang ia tempati ini.“Duduk, Ma,” kata Padma dengan tangan yang menepuk pelan pinggir ranjangnya.Dua perempuan beda generasi itu duduk berdampingan. Padma menyandarkan kepalanya di bahu sang ibu seraya mengamati walk in closet-nya yang mulai lengang.“Udah beres semua yang mau dibawa?”“Sebagian besar sih udah di sana semua. Palingan tinggal baju-baju yang beberapa hari ini aku sama Ilana pakai aja.”Perempuan paruh baya itu menepuk pelan tangan Padma. “Padahal ini bukan kali pertama Mama ngelepas kamu untuk menikah, tapi kenapa rasanya tetep berat ya, Sayang?”Padma terkekeh mendengar ucapan sang ibu. “Mama nih, a
Rasanya hari ini ia seperti melanjutkan bagian dari masa lalunya yang dulu harus dibatalkan.Atau mungkin lebih tepat disebut dengan tertunda.Seruan, “Sah!”, yang menandakan kalau kini Badai Tanaka dan Padma Hardjaja telah resmi sebagai suami-istri membuat Padma menoleh ke sampingnya, untuk melihat Badai yang juga tengah menatapnya dengan emosi yang bercampur aduk.“Hai, Nyonya Tanaka.”Padma tak bisa menahan senyuman lebarnya begitu mendengar sapaan pertama dari lelaki yang resmi menjadi suaminya. Tanpa terasa, hari berjalan dengan sangat cepat dan di sinilah ia berada.Resmi menyandang status sebagai istri dari seorang Badai Tanaka.Lelaki yang dulu Padma tak pernah berpikir akan benar-benar menikah dengannya setelah semua yang terjadi. Lelaki yang di awal pertemuan mereka, sempat ia pandang rendah karena bagaimana antinya Padma dulu terhadap lelaki buaya darat seperti Badai.“Hai, suamiku.”Badai bersumpah hari itu adalah hari terbaiknya, ketika ia mendengar Padma menyebut dirinya
Badai dan Padma tak berhenti tertawa melihat bagaimana Ksatria, Yogas, Ipang, Nara, dan Kalu masih sibuk menyanyi seperti grup vokal sebagai kado mereka untuk Badai dan Padma.“Udah deh, mending udahan! Udahan!” seru Badai pada teman-temannya yang baru akan menyanyikan lagu kelima.“Enak aja!” tukas Yogas. “Ini belum satu album!”“Astaga….” Padma hanya bisa berdecak pelan ketika mereka mulai menyanyikan lagu kelima tersebut.Resepsi pernikahan berkonsep garden party berjalan dengan lancar dan benar-benar ramai. Sejak tadi kelima lelaki yang Badai sudah tak sudi anggap sebagai teman, menyumbang beberapa lagu untuk Badai dan Padma.Belum lagi video buatan Yogas yang menggambarkan bagaimana Badai dan Padma selama ini. Ia merekam diam-diam selama beberapa bulan terakhir dan membuat Padma malu karena beberapa kali ia dan Badai berduaan di kala mereka semua berkumpul, keduanya selalu tertangkap kamera Yogas.“Temen-temen kamu nggak minat jadi vocal group beneran?” Padma bertanya sembari men
Badai mengusap tengkuknya beberapa kali, lalu menatap pantulan dirinya di hadapan cermin yang ada di kamar hotel tersebut.Samar-samar Badai bisa mendengar suara shower dari dalam kamar mandi di mana Padma sedang membersihkan dirinya sekarang.Pandangan lelaki itu menelusuri kamar yang malam ini mereka tempati sampai besok sebelum kemudian pergi ke Lombok untuk bulan madu.Daripada bingung harus apa selagi menunggu Padma mandi, Badai memilih untuk mengambil ponselnya. Namun, hal itu jadi keputusan yang salah ketika ia mendapati ratusan notifikasi dari grup berisikan dirinya dan kelima sahabatnya.Pangeran B. Ailendra: Obat kuat udah ditaro di kamar hotelnya Badai belum? Dia kelamaan puasa, takutnya performa menurun drastis.Kalu R. Parvaiz: Tenang aja, udah ditaruh semua di nakas deket TV. Dibungkus jadi kayak parsel buah.Ksatria A. Abimayu: Mantep, besok buka usaha jual sex toys, kondom, sama sejenisnya aja, Kal. Terus terima jasa hias dan bungkus sesuai kemauan klien. Dijamin bakal