“Padma?”
Padma tersenyum canggung karena setelah sekian lama sering datang ke makam Alkadri Tanaka dan istrinya, baru kali ini ia bertemu dengan Badai.
“Hai,” sapa Padma. Kemudian tatapannya terpaku pada sosok Asa yang duduk tenang di pangkuan Badai. “Halo, Asa. Kita ketemu lagi nih.”
Badai bergeser untuk memberi ruang pada Padma. Perempuan itu pun duduk di sebelahnya dan mulai berdoa untuk kedua orangtua Badai.
Badai memperhatikan bagaimana Padma memejamkan matanya dan berdoa selama beberapa saat. Ia bisa merasakan bagaimana perempuan itu khusyuk berdoa, tak peduli siapa yang ada di sampingnya.
Tanpa sadar ia terus memperhatikan Padma hingga Padma membuka matanya dan tatapan mereka bertemu.
“Serius mau biarin Mbak Padma sama Badai?”“Seriuslah.” Catra beranjak dari sofa ruang tengah dan pergi ke dapur untuk mengambil sebotol besar Coca Cola yang tadi dibawakan Arsa. “Mereka cuma mau ke mall kok.”Adik iparnya ini memang tidak modal. Datang hanya membawa Coca Cola berukuran 1.5 liter untuk kemudian memakan hampir semua camilan yang ada di rumah ini.Catra hanya berharap mood Padma nanti saat pulang akan baik-baik saja, supaya istrinya tersebut tak berpikir untuk mengubur adiknya hidup-hidup di samping septic tank rumah mereka.“Nanti CLBK lho mereka.” Arsa kembali berkata dengan serius sekembalinya Catra ke ruang tengah.Catra mengerutkan keningnya men
“Ibu ke mana?”“Pergi dari siang, Pak.”Badai mengernyit tak suka mendengar jawaban Lita, babysitter Asa. Ke mana lagi istrinya sekarang?“Dari jam berapa?” tanyanya lagi.“Jam… sebelas, Pak.”“Kamu bisa istirahat. Biar Asa sama saya.”Setelah Lita pamit, Badai ikut duduk di karpet tebal yang melapisi lantai kamar anaknya. Hari ini ia pulang lebih cepat, pukul setengah tujuh sudah di rumah. Tapi siapa sangka ia malah tak menemukan Anastasya di rumahnya.Namun harus Badai akui, harusnya ia tidak terkejut. Hal ini bukan pertama kalinya dan rasanya Badai sudah bicara dengannya sampai m
“Cantik banget Nyonya Hardjaja.”“Oh my, dadaku mau meledak rasanya, Padma!”Padma tertawa mendengar keluhan Mili. “Karena korset atau karena hari ini nikah?”“Dua-duanya.”Padma membantu merapikan gaun yang dipakai Mili selagi perempuan itu berdiri gugup di samping jendela kamar hotel yang jadi tempatnya dirias sejak pagi. Pagi tadi Mili sudah resmi menyandang status sebagai istri dari Arsa Hardjaja.Selain Mili, Padma juga ikut menangis haru karena akhirnya ia bisa melihat sahabatnya menikah. Batal sudah rencana mereka untuk menjadi perempuan lajang sampai tua.“Bulu mataku berat banget.”
“Kamu baik-baik aja, Sya? Kayaknya wajahmu agak pucat.”Anastasya tersenyum simpul, mencoba menyembunyikan keterkejutannya karena Padma menanyakan kondisinya saat ini. Dari sekian banyak orang di ballroom ini, ia tidak menyangka kalau Padma-lah yang bertanya padanya.“I’m fine,” dusta Anastasya.“Hm… oke. Mungkin kamu harus cari makanan yang agak berat selain dessert.”Anastasya hanya mengangguk. Ia tak berselera makan dan juga ingin menjaga berat badannya supaya tetap terlihat cantik.Setelah hampir satu bulan pisah rumah dengan Badai dan Asa, Anastasya jadi lebih banyak berpikir mengenai perceraiannya dengan Badai.Dan juga pergi ke klub, satu-satunya
“Baba?”“Ya?”“Mam.”Badai tertawa mendengar kata-kata yang diucapkan Asa saat ini. Ia pun mengangguk. “Iya, habis ini kita pulang, terus makan.”“Yay!”Dengan gemas, Badai mencium pipi gembil Asa hingga anak itu tertawa karena kecapannya yang nyaring. Ia memastikan pakaian Asa sudah rapi kembali dan setelahnya, ia pun menurunkan Asa dari ranjang.Usai sesi foto keluarga tadi, Asa tak sengaja menumpahkan minuman yang dipegang Anastasya ke pakaiannya. Orangtua Padma mengizinkannya memakai kamar yang digunakan oleh Arsa untuk bersiap tadi pagi supaya ia bisa menggantikan pakaian Asa.Badai menggantikan pakaian Asa dengan pakaian cadan
“Apa selama ini kamu pernah berperan sebagai istri?”“Pernah kok.”“Kapan?”“Mama kok jadi menyudutkan aku sih?”“Mama nggak menyudutkan, tapi Mama mau membuka mata kamu, Sya.”Anastasya mengibaskan tangannya di udara dengan kesal. “Terserah Mama deh.”Tanpa memedulikan ibunya, ia meninggalkan ruang makan setelah mengambil tasnya dengan kasar. Ia berencana untuk ke kantor Badai, bicara mengenai perceraian mereka dan kembali membujuk lelaki itu untuk membatalkannya.Anastasya yakin, masih ada harapan untuk mereka asalkan Badai membiarkannya membuktikan hal tersebut. Ia sudah sering mengunjungi Asa sejak mereka pisah rumah.Badai memang tidak menghalanginya bertemu dengan Asa, tapi Anastasya diharuskan melapor pada Badai setiap kali perempuan itu ingin menjenguk anaknya.“Badai, Badai…. Kenapa dari dulu kamu nggak pernah bisa jadi milikku?” gumam Anastasya selagi ia mengemudikan mobilnya. “Kali ini aku yang akan berusaha untuk membuat kamu jatuh cinta padaku.”Perempuan itu menatap waja
Padma menatap suaminya, lalu bergerak mendekat untuk merapikan simpul dasi yang dikenakan Catra.“Ganteng banget suamiku.”“Istriku juga.”“Ganteng?”Catra tertawa. “Cantik. Apa kita nggak usah dateng aja ya? Kita pesta berdua aja di rumah, gimana?”Padma ikut tertawa saat Catra memeluk pinggangnya dan menggerakkan tubuh mereka seperti dua orang yang tengah berdansa. Mereka masih di kamar, Padma baru selesai merias wajahnya dan Catra pun sudah rapi dengan setelan jasnya.“Sayang gaunnya kalau dipakai cuma buat pesta di rumah begini,” canda Padma.“Nggak apa-apa, yang penting dipakai kan.”“Iya sih….” Padma melingkarkan kedua lengannya di leher Catra. “Tapi kan nanti dilepas lagi.”“Pasti.” Catra mengangguk dengan serius dan hal itu membuat Padma geli karenanya. “Nanti aku yang lepas.”“Nggak sabar jadinya.” Perempuan itu mengerling jahil, lalu melepaskan diri dari Catra. “Ayo, Sayang. Nanti dimarahin Papa sama Mama kalau kita telat.”Catra tertawa dan segera menyusul istrinya keluar d
“Sampai detik ini, statusku masih istri Badai.”Alih-alih meluapkan kemarahannya, Anastasya mencoba sebisa mungkin untuk meredam amarahnya.Yang kini duduk di sampingnya adalah Shua Tanaka. Serigala berbulu domba yang bisa menjatuhkan orang lain dan menjadikan orang tersebut alas kakinya, masih dengan senyum cantik di wajahnya.Anastasya dari awal sudah mencoba untuk akrab dengan Shua. Tapi di pertemuan pertama mereka, perempuan itu dengan terang-terangan mengatakan, kalau perempuan seperti Anastasya tidak pantas jadi istri Badai.Bahwa kehadirannya serupa parasit di kehidupan anak tunggal Alkadri Tanaka tersebut dan seharusnya, kalau Anastasya tidak menginginkan pernikahan itu, ia bisa saja pergi di hari pernikahannya.Tapi Anastasya tidak melakukan hal tersebut dan membuat Shua menilainya sebagai perempuan tak tahu malu—bersikap seakan-akan ia adalah korban, menuntut banyak pada Badai, tapi berkontribusi dalam kebahagiaan Badai setitik pun tidak.“Calon mantan istri,” koreksi Shua d