“Reza, Bunda mau agar kamu menceraikan Nisa,” ucap Eneng memutuskan kepada Reza, lantas lelaki itu langsung saja tersentak, dan tidak suka dengan keputusan Bundanya saat ini.“Lho kok gitu, Bun? aku gak mau kalau disuruh cerai sama Nisa, aku cinta sama dia, Bun. aku hanya ingin menikah hanya satu kali saja seumur hidup aku gak mau menikah dengan wanita lain lagi,” tolak Reza lagi kepada Bundanya, ya ini pertama kalinya Reza menolak atas permintaan Bundanya, padahal biasanya ia selalu taat dan patuh.Eneng hanya menghela nafasnya saja berat, ketika mendapati penolakan dari anaknya itu untuk menceraikan istrinya, yang sudah sangat jelas membuat hatinya sakit.“Tapi istri kamu itu selalu buat Bunda jantugan, Reza! Si Nisa ngelunjak sama orang tua, selalu aja membantah kalau dikasih tahu! Dan Bunda gak mau punya mantu seperti itu!” Eneng menjawab lagi dan menjelaskan bahwa ia tidak suka dengan Nisa.Toni yang mendapati anak dan istrinya itu berbeda pendapat pun
“Eh, Bu Ri. Bu Nisa baik-baik aja, kan?” tanya Deden tiba-tiba saja kepada Riri mengenai Nisa. Seketika Riri yang ditanya pun langsung mendongak, dengan kening sedikit berkerut, tidak mengerti maksud Deden sebenarnya.“Baik-baik gimana maksudnya, Pak Den?” tanya Riri mengeluarkan rasa tidak mengertinya kepada lelaki yang berusia 32 tahun tersebut.“Ya, itu maksud saya, Bu Nisa semakin kurus aja sekarang, dan kayaknya wajahnya itu layu banget, kayak yang lelah gitu, apa dia baik-baik aja?” Deden menjelaskan maksud dan tujuannya kepada Riri, yang dianggap sebagai sahabat dekat Nisa, yang menurut Deden sudah pasti tahu akan keadaan Nisa apa pun itu.Riri diam sejenak, mencoba mencerna ucapan rekan kerjanya itu, wanita itu kini hanya menghela nafasnya saja pelan, sebelum akhirnya mengeluarkan suara.“Saya juga gak tahu jelas bagaimana keadaan Nisa saat ini, Pak Den. Saya gak enak kalau tanya masalah pribadinya, kecuali dia yang berceritta sendiri seperti masalah
Bukan hanya Nisa saja yang tersentak, bahkan Deden pun kini ikut tersentak mendengar ucapan Riri demikian, karena tentu saja Deden yang tinggal berbeda kecamatan dengan Nisa tidak akan tahu dengan permasalahan dan sifat angkuh keluarga mertunya Nisa.Sedangkan Riri? Tentu saja, ia pasti sudah mendengar rumor yang tersebar di kampungnya itu mengenai Nisa dan mertuanya. Sudah banyak sekali desas desus bahwa Nisa diatur oleh mertuanya sehingga menjadikan Nisa membathin, kurus badannya.‘Ah, pasti Riri sudah tahu dengan gossip yang tersebar juga di kampung, duh emang, ya mulut tetangga di kampung itu lebih pedas dari pada cabe setan!’ seru Nisa di dalam hatinya.“Maaf, ya, Nis! Aku hanya ingin memastikan saja dengan gossip yang beredar di kampung kita, apa benar kamu banyak diatur oleh mertuamu itu?” tanya Riri, kali ini lebih menegaskan dan lebih detail pertanyaannya.Bahkan kini Deden menyimak saja, ia tidak mengeluarkan suara terlebih dulu karena memang tidak
“Ngelunjak? Gimana tadinya, Bu Nisa dibilang ngelunjak?” Deden bertanya lagi, semakin seru dan panas saja dengan pembahasan Nisa kali ini mengenai rumah tangganya, padahal masalah kebutuhan bathinnya saja belum terpenuhi, kini nafkah lahirnya pun tidak dapat.“Kok jadi semakin aneh aja, ya mertua kamu itu, Nis!” Riri ikut berkomentar, Nisa sebenarnya masih bisa menahan jika hubungan keadaan hatinya sedang baik, akan tetapi setelah hal yang terjadi kepada Nisa beberapa hari lalu, membuat dirinya jadi blak-blakan.“Iya, aku dianggap ngelunjak karena selalu menjawab kalau dinasihati, padahal aku hanya membela diri saja dan menjelaskan kenapa bisa terjadi seperti itu,” jawab Nisa masih ambigu, sehingga membuat Riri dan Deden masih menampakan wajah bingungnya.“Contohnya, Nis?” tanya Riri lagi yang kini meminta contoh.“Kayak beberapa hari lalu, hari minggu tepatnya, aku kan ajak Reza undangan ke rumahnya Melda, kamu tahu kan, Ri? Di mana rumahnya?” Riri h
“Nisa?” “Mas Dani?” Keduanya sama-sama takjub, matanya bersinar ketika tidak sengaja dipertemukan lagi pada acara jalan santai, dalam memperingati hari ulang tahun PGRI. Sontak kedua insan yang saat ini sudah sama-sama memiliki pasangan pun saling melempar senyum. Nampak pada wajah keduanya dan juga sinar matanya, bahwa keduanya sangat-sangat bahagia dengan situasi kali ini, situasi yang sama sekali tidak disangka olehnya. “Kita ke pinggir sebentar yuk! Kita minum di sana sambil makan bakso!” ajak Dani seraya menunjukkan tangannya ke ujung barat sana. Ia mengajak Nisa untuk menepi sejenak ke sebuah warung bakso yang seharusnya berkumpul di lapangan karena sedang mengumumkan kupon undian. Nisa menoleh ke arah Riri, yang memang saat itu tidak jauh darinya, sahabatnya itu hanya mengangkat bahunya saja, setelah saling menatap cukup lama, seolah mata mereka sedang berkata, berdiskusi, Nisa meminta izin kepada Riri. “Eh, iya, Mas. Ayok!” pada akhirnya Nisa pun menerima tawaran da
“Nihil, Mas. Sudah berulang kali aku menjelaskannya, bahkan sudah memberikan dengan contoh Rasul, dan kamu yang selalu membantu istrinya, akan tetapi dia lebih percaya kepada ibunya saja yang mengatakan bahwa tugas rumah itu sepenuhnya adalah tugas istri…“Jika suami membantu, itu artinya dia adalah banci,” tutur Nisa lagi menjelaskan, dan Dani membulatkan matanya ketika mendengar kalimat akhir yang dikatakan oleh Nisa.“Sampai seperti itu? mengatakan banci?” tanya Dani lagi memastikan bahwa Nisa tidak berlebihan.“Untuk apa lagi aku berbohong, Mas? Reza lebih percaya apa pun dengan orang tuanya, segala apa pun keputusan yang ada di dalam rumah tangga kami, selalu berdasar apa kata Bunda, apa kata Ayah, atau nanti bilang si Bunda dulu, bilang si ayah dulu.” Nisa kini memperagakan apa yang baisa diucapkan oleh Reza.“Itu artinya ibu mertuamu menyetir rumah tangga kalian berdua.” Dani menyimpulkan dengan cerita Nisa yang baru setengah diungkapkan.“Iya, benar. Bahkan dari se
“Kenapa bisa? Bagaimana mungkin kamu menikah sudah hampir satu tahun tapi masih virgin? Gak usah bercanda, Nisa!” Dani saking tidak percayanya dengan pernyataan Nisa, ia menganggap bahwa Nisa hanya bergurau saja, tidak lebih.Nisa mengerutkan dahinya sedikit, meskipun memang sudah tidak asing lagi baginya mendapatkan respon demikian ketika ada yang tahu bahwa ia masih virgin, dan hanya sebagian orang saja tentunya yang tahu mengenai masalah ranjangnya Nisa.“Aku serius, untuk apa juga aku berbohong?” Nisa balik bertanya kepada Dani, sebab memang tak ada manfaatnya juga berbohong kepadanya.“Tapi kenapa? Apa ada hubungannya dengan traumamu itu?” Dani menebak, ya ia masih ingat betul bahwa Nisa memiliki trauma terhadap hubungan badan, karena melihat berita pembunuhan seorang wanita muda karena dimasuki gagang pacul dari alat vitalnya.Akan tetapi Dani sendiri tidah pernah menduga bahwa rasa trauma itu menjadikan Nisa tetap bertahan dengan keperawanannya, dan i
Nisa membulatkan matanya, terkejut ketika yang ada di hadapannya itu adalah guru comel, yang selalu saja ikut campur dengan masalah orang lain. Begitu juga dengan Dani, kini lelaki itu sudah menatap Siti dengan tatapan tajam. “Bukanya ikut kegiatan, tapi malah asyik berduaan di sini” seru Siti lagi kepada Nisa dan Dani, yang saat ini ketangkap basah berduaan, ya meskipun di tukang bakso, sehingga menjadikan beberapa pengunjung yang ada di sana pun ikut memperhatikan mereka. “Sama sekali bukan urusan Bu Siti. Lagi pula mana buktinya juga kalau kami hanya berdua? Apa Bu Siti buta? Tidak bisa melihat pengunjung lain yang ada di sini? mereka dianggap apa?” kini Dani membalikkan pertanyaan kepada Siti, seraya menyapu pandang ke arah pengunjung lain. “Iya, benar, mereka berdua hanya ngobrol biasa aja, kami di sini saksinya banyak. Memangnya ibu ini siapa? Kayaknya cemburu banget? Apa memang istrinya?” celetuk salah seorang pengunjung laki-laki yang sepertinya sudah faham dengan apa yang