“Eh, ngapain pake obat tidur segala?” tanya Riri dengan nada tinggi kepada Nisa.“Supaya gak ngerasin sakit, he he he.” Nisa menjawab seraya terkekeh, asal kena saja.“Ihh, dasar! Aneh banget kamu ini, Nisa!” Riri seraya melempar gumpalan kertas yang diremas-remas oleh Riri, karena saking kesalnya dengan ucapan Nisa bahwa ia akan meminum obat tidur, agar tidak terasa sakit ketika hubungan badan.“Aww.” Nisa meringis ketika lembaran kertas itu mengenai dirinya.“Jangan ngada-ngada deh, Bu Nisa! Gak usah pake obat tidur segala, efeknya jelek! Lagi pula, ya gimana mau bisa merasakan sensasi nikmatnya bercinta kalau pake obat tidur segala, duh, astaga! Ada-ada aja, Bu Nisa ini!” Deden pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja tak habis pikir dengan Nisa.“Tahu, luh! Dasar, emang parah banget nih anak,” timpal Riri lagi.“Ha ha ha. Hanya sekadar saran aja, gak usah diambil pusing, kan baru rencana, belum dilakukan, gak usah berlebihan seperti itu
“Ayok, Yank, kita coba lagi!” ajak Reza kepada Nisa, tidak seperti biasanya, ya pada malam itu, Reza mengajak Nisa untuk mencoba menjebolkan keperawanannya lagi yang kemarin-kemarin selalu saja gagal. Nisa yang memang selalu siap sedia, tentu saja, ia pun dengan senang hati melayani suaminya. Bahkan ketika di rumah pun, ia hanya memakai tanktop dengan panjang sepaha saja tidak lagi memakai bra atau pun celana dalam. Dengan tujuan, tentu saja akan lebih mudah bagi suaminya itu menyetubuhinya lagi, terlebih karena memang di rumah lebih nyaman seperti itu. Nisa kini sudah merebahkan dirinya di atas ranjang, yang memang sudah tidak memakai busana, tubuhnya polos, begitu juga dengan tubuh Reza, yang kini sudah sama-sama polos, bahkan di bawah sana, sudah ada sesuatu yang keras, meski tidak terlalu panjang, akan tetapi ukurannya menjadi lebih besar dari biasanya. “Ini dulu, Yank, sini!” Nisa membimbing Reza untuk menyentuh lembut bag
“Yank, cepatan dong! Aku udah laper nih,” seru Reza kepada Nisa ketika Nisa masih sibuk dengan cucian bajunya.“Duh, nanti, ya, tanggung nih bentar lagi!” Nisa berteriak dari arah dapur kepada Reza yang berada di ruang tengah tanpa sofa, yang disekat oleh tembok dan sebuah pintu, sementara kini Reza sedang duduk santai di atas tikar lipat seraya menonton TV memanggil Nisa ingin dilayani untuk makan malamnya.Sementara Nisa, sudah sibuk ke sana ke mari mondar mandir melakukan pekerjaan rumah dengan seorang diri, dari mengangkat jemuran, menyapu, memasak, bahkan mencuci baju juga, dia lakukan di waktu yang sama.Reza diam saja, tak menjawab ketika mendengar jawaban Nisa, hanya bibirnya saja yang maju beberapa centi ke depan. Karena tidak langsung dilayani oleh Nisa.Nisa pun langsung bergegas segera menyiapkan makan malam untuk suaminya, padahal ia pun sama-sama baru datang ke rumah, karena memang Nisa mengambil jadwal kereta yang sama jamnya dengan jam pulang
“Duh, ini gimana sih, masih ada debunya, Reza! Gimana ini istri kamu ngebersihinnya? Kayak gak dibersihkan aja. Apa jangan-jangan gak dibersihkan sama sekali?” tanya Eneng kepada Reza seraya menyapu atas TV dengan jari telunjuknya, lalu dilihat dengan mata kepalanya sendiri, ditiupnya, masih ada debu atau tidak yang menempel, dan ternyata memang masih ada debu yang menempel pada jarinya, itu artinya Nisa tidak apik membersihkan rumah.“Gak tahu, Bun, dibersihkan atau gaknya kemarin, mungkin udah kena debu lagi aja, kan di sini dekat jalan banget, makanya cepat kotor,” jawab Reza kepada Bundanya dengan alasan lain, mencoba untuk melindungi istrinya, namun setengah hati.Sebab memang pada nyatanya, Nisa tidak membersihkan rumah selama dua minggu, selama ini ia hanya mengepel dan menyapu saja, karena memang ia pun sedang sibuk dengan proposal thesisnya.“Alah, kamu gak usah membela istrimu itu, Reza! Bunda tahu bagaimana perbedaannya yang baru saja dibersihkan dan ya
“Udah kamu puasin aja dulu makannya di sini, daripada di rumah sana makan hanya dikasih tahu dan tempe aja sama Nisa.” Eneng masih saja terbawa emosi kepada menantunya itu perihal kebersihan rumah dan makanan untuk anaknya.“Iya, Bun, masakan Bunda emang selalu buat kangen aku, dan enak banget, gak ada tandingannya,” jawab Reza seraya terus mengunyah makanan di mulutnya, soto ayam dengan kuah bening, menjadi menu andalan orang tuanya.Meski demikian, masakan Eneng memang enak dan lezat, Nisa pun mengakui hal demikian, dan sering memuji masakan ibu mertuanya.“Ya jelaslah masakan Bunda enak, apalagi kalau dibandingkan dengan masakan Nisa yang memang gak pernah masak. Bunda lihat di kulkas pun tadi sama sekali gak ada bumbu-bumbu, hanya ada bawang merah dan putih aja, apa memang istrimu itu gak suka masak, Reza?” Eneng kembali punya celah untuk mengomentari Nisa.“Gak tahu, Bun, kan aku gak pernah lihat isi kulkas juga, kalau masak, ya paling masak telur, temp
“Mobil, Bu? Dikasih mobil sama si Bunda gitu?” tanya Nisa lagi meyakinkan pertanyaan ibunya mengenai mobil.Nisa hanya mengernyitkan dahinya saja tak percaya dengan apa yang didengar olehnya. Kenapa Bu Wawat bisa sampai seperti itu melebih-lebihkan.‘Apa jangan-jangan juga udah banyak gossip lain lagi yang lebih parah, duh,’ ucap Nisa dalam hatinya merasa ngeri karena sudah salah masuk ke dalam sebuah keluarga, akan tetapi bagaimana pun, tetap saja itu adalah keluarga suaminya.Lelaki yang ia inginkan untuk menjadi suami pertama dan terakhirnya di dunia ini, layaknya seorang wanita pada umumnya, pastinya hanya ingin pernikahan terjadi sekali saja dalam seumur hidupnya.“Emang benar kalau kamu dikasih mobil sama mertuamu itu?” tanya Bu Aisyah lagi kepada Nisa.“Kalau kami dikasih mobil, tentunya itu buat anaknya, Bu, bukan buat Nisa, tapi kan kemarin Nisa hujan-hujanan berangkat dari rumah ke stasiun juga pakai motor.” Nisa menjawab seadanya, ia tak ing
“Kamu harus banyak olah raga, yank, supaya bisa kuat, dan kurangi juga makan nasinya. Kan kamu kerjanya hanya duduk aja, kalori yang masuk gak sepadan dengan aktivitas kamu,” tutur Nisa kepada suaminya itu ketika ia menemani Reza yang sedang menyantap makan malamnya.Raut wajahnya kini mulai berubah lagi, seolah tidak suka dengan apa yang dikatakan oleh Nisa mengenai hal dirinya untuk olah raga dan mengurangi makannya.‘Apaan sih bawa-bawa olah raga dan mengurangi makan juga,’ gerutu Reza dalam hati.“Kalau aku kurang makan, nanti kata si Bunda akan sakit, Nis,” sahut Reza sekenanya saja, dan selalu membawa nama Bundanya di setiap pembahasan mereka. Terlebih karena memang ia sendiri tidak rela jika harus mengurangi porsi makannya.“Sakit apanya? Kamu itu kebanyakan makan nasi, lihat deh perutmu itu buncit kayak orang hamil aja! Katanya itu salah satu tanda kenapa kamu gak tahan lama juga, EDI (Ejakulasi Dini) gimana mau ngejebolin kalau kamunya aja gak tahan
“Hiks hiks hiks.” Tiba-tiba saja, keluar buliran bening dari matanya Nisa yang sejak tadi ia tahan, akan tetapi tetap saja ia tidak bisa membendungnya lebih lama lagi, wanita muda itu kini lari menuju ke kamarnya, meninggalkan Reza yang masih ada di ruang tengah itu dengan penuh tanda tanya.“Loh, sayang, kamu kenapa?” tanya Reza setengah berteriak, akan tetapi tidak ada jawaban dari Nisa, ia tetap lari menuju kamar dengan keadaan hati yang terluka.‘Kenapa sih Nisa? Kok dikit-dikit nangis, dikit-dikit nangis, bingung aku harus gimana sama kamu,’ ucap Reza dalam hatinya, ia pun kini mulai bangkit dari duduknya, menuju dapur untuk meletakkan piring kotor.Sementara itu Nisa di kamar sudah tersedu sedan, lidahnya kelu, tak bersuara lagi, selain suara isak tangis padanya, entahlah mulutnya itu yang tadi banyak mengeluarkan kalimat kepada suaminya, seolah terkunci begitu saja.“Sayang, kamu kenapa sih? Kok jadi nangis gitu?” tanya Reza lembut kepada Nisa yang ki