“Ingat, kan Nis, semua apa yang udah Bunda ajarkan sama kamu?” tanya Eneng kepada Nisa, memberikan wejangan kepada menantunya sebelum akhirnya pindah ke rumah barunya, rumah yang sudah disiapkan oleh kedua orang tua Reza.
“Iya, Bun, Nisa udah ingat semua kok.” Nisa menjawab seraya menganggukkan kepalanya saja pasrah dan patuh kepada ibu mertuanya, yang memang selama tiga bulan ini ia seperti sedang dalam masa training saja. “Jadi selama tiga bulan kamu tinggal di sini, Bunda sudah mengajarkan kamu bagaimana caranya menjadi istri yang baik di rumah dan juga bagaimana caranya melayani Reza, sebab kamu tahu sendiri kan kalau suamimu itu kalau gak dilayani, ya gak akan keurus.” Eneng kembali menegaskan. “Kamu harus perhatikan terus penampilannya, ya, bajunya yang rapi, pokoknya harus selalu disetrika, terus itu juga mukanya Reza kamu nanti yang bersihkan, ya. Sebab biasanya Bunda yang ngebersihin mukanya, tapi kan sekarang Reza sudah punya istri dan pindah rumah, jadi“Bunda sama Ayah bela-belain nguras tabungan 300 jutaan untuk rumah kalian berdua ini, jadi tolong, ya dijaga rumahnya,” ucap Eneng lagi kepada Nisa dan Reza ketika keduanya kini sedang berkemas di rumah baru.Yaa lebih tepatnya yang beres-beres adalah Nisa sendiri, dan dibantu oleh mertuanya sebentar, sementara Reza? Tentu saja ia hanya diam berdiri saja karena memang dilarang oleh Ibunya untuk membantu.“Iya, Bun, makasih, ya.” Reza ikut berkomentar kepada Bundanya, Nisa hanya tersenyum saja menimpali ucapan ibu mertuanya ini yang entah sudah keberapa kalinya diucapkan.“Iya, sayang, apa lagi sekarang mesjidnya di samping rumah banget tuh,” sahut Bunda lagi kepada anaknya.“Denger ucapan si Bunda, tuh Reza! Kamu harus rajin sekarang ke mesjidnya, tuh masjid samping rumah banget,” sahut Ayah kepada Reza, yang memang sulit sekali jika diajak sholat berjamaah ke masjid, ada saja alasannya.“Harus sering ngedoakan Bunda dan Ayah, supaya kami berdua punya
“Kita coba malam ini yuk,” ajak Nisa kepada suaminya. Ajakan yang seharusnya mereka lakukan sejak malam pengantin, akan tetapi sampai saat ini, di usia pernikahannya yang sudah ketiga bulan, masih belum berhasil juga dijebolkan keperawanannya. “Duh, sayang, nanti aja, ya. Aku capek, kan tadi kita abis bersih-bersih, memangnya kamu gak capek apa?” Reza membalikkan tanya kepada Nisa, seraya merebahkan dirinya di atas kasur, ya kasur sebagai tempat favoritenya untuk tidur. Padahal sejak tadi pun, ia sama sekali tidak melakukan apa pun, karena yang membereskan semuanya adalanya Nisa sendiri, dibantu oleh mertuanya sebentar. Sedangkan Reza, dibiarkan saja tidak melakukan apa pun. “Yah, gagal lagi, ditunda lagi dong,” seru Nisa dengan wajah masam, cemberut, padahal ia hanya ingin menunaikan tugasnya sebagai istri saja, tidak lebih, akan tetapi suaminya selalu saja menolaknya, entah karena apa. “Kan masih bisa besok-besok, ya. Gak usa
“Enak banget tahu jadi si Nisa itu, dapat mertua baik banget, sampai dikasih rumah juga tuh di kota,” ucap Bu Ineu, Adiknya Bu Wawat, yang memang doyan sekali ngerumpi, seperti biasa, wanita paruh baya itu berkata pada tetangganya di kampung, yang mana rumahnya tidak jauh dari rumah orang tua Nisa. Ya, sudah menjadi kebiasaan keluarga itu, yang memang suka sekali pamer harta kekayaan kepada tetangga, bahkan pamer kebaikan pula. “Wah, iya, ya benar, enak beruntung banget si Nisa bisa diambil mantu oleh Bu Eneng, siapa sih yang gak mau diambil mantu sama Bu Eneng yang banyak duitnya itu,” sahut ibu-ibu yang sedang memilih sayuran di tukang sayur keliling. “Iya, benar, Bu. Duh kapan ya saya bisa jadi kayak Bu Aiysah dan Pak Epi, jadi besan orang kaya,” timpal ibu yang lainnya juga seraya terkekeh dan ikut fokus memilih sayur, meskipun pada dasarnya sama sekali belum ada perubahan apa pun atas orang tua Nisa. “Ha ha ha. Makanya kalian itu harus punya anak yang p
“Eh, ngapain pake obat tidur segala?” tanya Riri dengan nada tinggi kepada Nisa.“Supaya gak ngerasin sakit, he he he.” Nisa menjawab seraya terkekeh, asal kena saja.“Ihh, dasar! Aneh banget kamu ini, Nisa!” Riri seraya melempar gumpalan kertas yang diremas-remas oleh Riri, karena saking kesalnya dengan ucapan Nisa bahwa ia akan meminum obat tidur, agar tidak terasa sakit ketika hubungan badan.“Aww.” Nisa meringis ketika lembaran kertas itu mengenai dirinya.“Jangan ngada-ngada deh, Bu Nisa! Gak usah pake obat tidur segala, efeknya jelek! Lagi pula, ya gimana mau bisa merasakan sensasi nikmatnya bercinta kalau pake obat tidur segala, duh, astaga! Ada-ada aja, Bu Nisa ini!” Deden pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja tak habis pikir dengan Nisa.“Tahu, luh! Dasar, emang parah banget nih anak,” timpal Riri lagi.“Ha ha ha. Hanya sekadar saran aja, gak usah diambil pusing, kan baru rencana, belum dilakukan, gak usah berlebihan seperti itu
“Ayok, Yank, kita coba lagi!” ajak Reza kepada Nisa, tidak seperti biasanya, ya pada malam itu, Reza mengajak Nisa untuk mencoba menjebolkan keperawanannya lagi yang kemarin-kemarin selalu saja gagal. Nisa yang memang selalu siap sedia, tentu saja, ia pun dengan senang hati melayani suaminya. Bahkan ketika di rumah pun, ia hanya memakai tanktop dengan panjang sepaha saja tidak lagi memakai bra atau pun celana dalam. Dengan tujuan, tentu saja akan lebih mudah bagi suaminya itu menyetubuhinya lagi, terlebih karena memang di rumah lebih nyaman seperti itu. Nisa kini sudah merebahkan dirinya di atas ranjang, yang memang sudah tidak memakai busana, tubuhnya polos, begitu juga dengan tubuh Reza, yang kini sudah sama-sama polos, bahkan di bawah sana, sudah ada sesuatu yang keras, meski tidak terlalu panjang, akan tetapi ukurannya menjadi lebih besar dari biasanya. “Ini dulu, Yank, sini!” Nisa membimbing Reza untuk menyentuh lembut bag
“Yank, cepatan dong! Aku udah laper nih,” seru Reza kepada Nisa ketika Nisa masih sibuk dengan cucian bajunya.“Duh, nanti, ya, tanggung nih bentar lagi!” Nisa berteriak dari arah dapur kepada Reza yang berada di ruang tengah tanpa sofa, yang disekat oleh tembok dan sebuah pintu, sementara kini Reza sedang duduk santai di atas tikar lipat seraya menonton TV memanggil Nisa ingin dilayani untuk makan malamnya.Sementara Nisa, sudah sibuk ke sana ke mari mondar mandir melakukan pekerjaan rumah dengan seorang diri, dari mengangkat jemuran, menyapu, memasak, bahkan mencuci baju juga, dia lakukan di waktu yang sama.Reza diam saja, tak menjawab ketika mendengar jawaban Nisa, hanya bibirnya saja yang maju beberapa centi ke depan. Karena tidak langsung dilayani oleh Nisa.Nisa pun langsung bergegas segera menyiapkan makan malam untuk suaminya, padahal ia pun sama-sama baru datang ke rumah, karena memang Nisa mengambil jadwal kereta yang sama jamnya dengan jam pulang
“Duh, ini gimana sih, masih ada debunya, Reza! Gimana ini istri kamu ngebersihinnya? Kayak gak dibersihkan aja. Apa jangan-jangan gak dibersihkan sama sekali?” tanya Eneng kepada Reza seraya menyapu atas TV dengan jari telunjuknya, lalu dilihat dengan mata kepalanya sendiri, ditiupnya, masih ada debu atau tidak yang menempel, dan ternyata memang masih ada debu yang menempel pada jarinya, itu artinya Nisa tidak apik membersihkan rumah.“Gak tahu, Bun, dibersihkan atau gaknya kemarin, mungkin udah kena debu lagi aja, kan di sini dekat jalan banget, makanya cepat kotor,” jawab Reza kepada Bundanya dengan alasan lain, mencoba untuk melindungi istrinya, namun setengah hati.Sebab memang pada nyatanya, Nisa tidak membersihkan rumah selama dua minggu, selama ini ia hanya mengepel dan menyapu saja, karena memang ia pun sedang sibuk dengan proposal thesisnya.“Alah, kamu gak usah membela istrimu itu, Reza! Bunda tahu bagaimana perbedaannya yang baru saja dibersihkan dan ya
“Udah kamu puasin aja dulu makannya di sini, daripada di rumah sana makan hanya dikasih tahu dan tempe aja sama Nisa.” Eneng masih saja terbawa emosi kepada menantunya itu perihal kebersihan rumah dan makanan untuk anaknya.“Iya, Bun, masakan Bunda emang selalu buat kangen aku, dan enak banget, gak ada tandingannya,” jawab Reza seraya terus mengunyah makanan di mulutnya, soto ayam dengan kuah bening, menjadi menu andalan orang tuanya.Meski demikian, masakan Eneng memang enak dan lezat, Nisa pun mengakui hal demikian, dan sering memuji masakan ibu mertuanya.“Ya jelaslah masakan Bunda enak, apalagi kalau dibandingkan dengan masakan Nisa yang memang gak pernah masak. Bunda lihat di kulkas pun tadi sama sekali gak ada bumbu-bumbu, hanya ada bawang merah dan putih aja, apa memang istrimu itu gak suka masak, Reza?” Eneng kembali punya celah untuk mengomentari Nisa.“Gak tahu, Bun, kan aku gak pernah lihat isi kulkas juga, kalau masak, ya paling masak telur, temp