Ketika mau mandi malam itu, Alexandra merasa kehilangan celana dalam dan bra nya yang berwarna maroon. Dia ingat jika dulu membawanya ke asrama karena celana dalam dan bra itu adalah kado dari William.Dia sudah mencoba untuk mengubek-ubek isi lemarinya tapi tidak menemukannya di sana. Saat ini dia tidak memiliki pakaian yang dijemur jadi tak mungkin ketinggal di atap asrama untuk menjemur pakaian.Dada Alexandra seketika sesak saat teringat dengan kejadian bulan kemarin. Waktu bagaimana maling pakaian dalam menerobos masuk ke atap asrama.“Nggak mungkin mereka mencuri lagi, kan? Atap asrama sudah dipasang jebakan maling,” gumam Alexandra yang merasa merinding sendiri.Dia mencoba memastikan ke dalam keranjang cucian kotor, tapi di sana dia juga tak menemukan pakaian dalam yang dia cari.Lalu ke mana kah perginya pakaian dalam itu?Irene masuk tak lama kemudian. Tanpa menyapa seperti biasa dia duduk di meja belajar setelag menyalakan lampu belajar.Alexandra enggan bertanya pada Iren
Thea mengadukan masalah Evan yang sudah merundungnya tadi pagi di depan sekertaris baru pada William ketika mereka sedang makan siang di luar.“Evan benar benar keterlaluan, hanya karena dia dulu temanmu dia seenaknya saja seperti itu kepadaku. Mempermalukanku di depan sekertaris yang baru,” keluhnya.“Aku sudah lihat videonya,” sahut William.“Video? Video apa?” tanya Thea.“Mengenai kamu dirundung oleh Evan.”“Bagaimana kalau kita pecat saja dia. Kita cari asisten yang baru untukmu, Sayang. Yang jelas yang bisa menghormatiku.”William diam sebentar kemudian meneguk air putih di dalam gelas. Matanya kemudian menatap Thea lalu tersenyum.“Bagaimana bisa aku harus memecatnya? Padahal kamu lah yang memulai pertengkaran itu. Kamu tahu betapa jahatnya media sosial sekarang, bagaimana kalau sampai video itu tersebar di internet dan kamu dihujat oleh netizen di seluruh Indonesia?“Bukan hanya kamu, tapi aku juga ikut tersangkut dalam masalah ini. Dan itu akan merembet pada investor perusaha
Sebelum acara pertemuan antara keluarga, Alexandra dan neneknya bertemu untuk pertama kalinya setelah mereka berpisah dalam waktu yang cukup lama.Alexandra merasa canggung dan asing kepada neneknya sendiri.“Bagaimana kabarmu selama bersama dengan om kamu?” tanya nenek Alexandra sambil mengamati wajah cucunya yang kini sudah beranjak menjadi dewasa.“Baik, Nek. Om William memperlakukanku sangat baik,” jawabnya dengan kaku.Tujuh belas tahun bukan waktu yang sebentar. Dan Alexandra melihat neneknya untuk kali pertama. Tentu saja hal itu membuatnya gugup dan canggung. Apalagi jika dilihat neneknya memiliki watak yang keputusannya tak bisa dirubah.“Kamu kenal dengan calon om William?”Alexandra mengangguk pelan tapi tidak mengatakan apa apa. Karena bisa jadi neneknya tak akan percaya padanya jika William ternyata mendaparkan guna guna dari Thea.“Dia baik?”“Nenek nanti bisa menilainya sendiri,” jawab Alexandra.“Padahal nenek sudah menjodohkannya dengan wanita cantik selama ini, tapi
Meski nenek Alexandra merasa jika hubungan William dan Thea terasa aneh, tapi dia masih ingin melihat apakah William akan serius dengan Thea untuk menikah tahun depan.Dilihat bagaimana keluarga Thea, sejujurnya nenek William tidak setuju jika William akan menikahi Thea. Tapi sekali lagi, dia ingin melihat hubungan mereka. Jika sampai mereka ingin menikah, maka dia akan memberikan wanita untuk William yang jauh lebih baik dari Thea.Thea terlihat seperti penjilat di depan nenek William. Dia mencari muka, bahkan sikapnya pada Alexandra pun tidak sama seperti terakhir kalinya.“Setelah ini, temui aku di hotel tempat ibu menginap. Ibu ingin bicara denganmu, Will,” kata neneknya yang mengakhiri pertemuan itu.Dia pergi duluan setelah diantar oleh William dan yang lainnya sampai di lobi restoran.“Nanti William ke sana,” jawabnya.Alexandra langsung pergi ketika melihat neneknya sudah menghilang dari kejauhan. Tapi William masih ingin bicara dengan Alexandra.“Tunggu sebentar,” tahan Willi
Bukan hal tepat ketika Alexandra mendapatkan masalah seperti ini. Dia tak mungkin mengadu pada Evan, William atau bahkan Rafael dan mengatakan bahwa pakaian dalamnya sudah hilang sampai empat kali.Saat pertama kali hilang, dia memaklumi barangkali hilang tertiup angin saat dijemur atau mungkin terselip oleh cucian yang lain.Namun, ini sudah ke empat kalinya dan Alexandra heran mengapa hanya miliknya saja yang hilang sementara Irene diam saja seolah tidak kehilangan.“Ren,” panggil Alexandra. Irene menoleh sekilas.“Apa?”“Kamu juga kehilangan pakaian dalam nggak?”Irene menggeleng.“Punyaku hilang lagi.”“Kamu taroh di mana? Coba diingat lagi.”“Ya aku taroh lemari, memangnya di mana lagi. Kalau dicuci kan ya sama kayak kamu.”“Aku nggak tau, jangan tanya aku!”Karena kesal tidak pakaian dalamnya hilang akhirnya dia mengadu pada penjaga asrama yang saat itu kebetulan ibu Rafael. Dia melaporkan kehilangan pakaian dalamnya yang ke empat.“Lho kamu kehilangan sampai empat kali kenapa
“Pak tolong cepat pulang, nyonya ngamuk bantingin barang di rumah!” ujar pembantu Thea ketika menelpon William.Pikiran William yang masih teralihkan pada Alexandra dan Rafael yang masuk ke dalam asrama bersama membuatnya kalut.“Pak! Nyonya mau bunuh diri!”William pun gegas pulang pada saat itu juga.Setibanya di apartemen, dia melihat isi apartemen sangat berantakan. Seuumur umur dia tinggal di sana tak pernah sekalipun melihat pemandangan apartemennya seperti kapal pecah.Thea menghambur ke arahnya lalu memeluk William.“Ke mana saja kamu?” tanya Thea. Lalu dia menampar William dengan keras. “Pasti menemui gadis itu, kan! Aku sudah bilang padamu untuk tidak menemuinya lagi, William!”William menatap murka pada Thea. Entah mengapa ia tiba tiba menjadi muak dan jijik melihat wajah Thea saat ini.“Kamu nggak berhak melarangku, aku sudah pernah bilang kan?”“Tapi kamu tunanganku, aku adalah calon istrimu!”William mendengus.“Bereskan kekacauan ini, atau kamu angkat kaki dari apartem
William memijat kepalanya yang tidak pusing malam itu. Evan yang melihatnya pun langsung khawatir jika terjadi sesuatu pada William karena tahu jika penyebab pusingnya William selama ini adalah Thea.“Kenapa lagi? Apa ada masalah?” tanya Evan cemas, dia mengambil air putih di dalam lemari es dan mengulurkannya pada William.Apartemen William sepi setelah Alexandra pergi dan tinggal di asrama. Hanya dia sendiri dan rasanya sangat memuakkan karena dia sudah terbiasa dengan Alexandra sejak dirinya datang ke Indonesia.“Ya, ada masalah lain yang muncul.”“Apa?” Evan duduk di sofa di depan William.“Aku harus membawa Alexandra kembali ke asrama,” katanya frustrasi.Evan mengembuskan napasnya lalu menyenderkan punggungnya di sofa.“Dia sudah mulai terbiasa tinggal di sana, lagi pula sebentar lagi dia akan lulus, kenapa kamu tidak sabaran menunggu.”“Bukan masalah itu saja, kudengar dia berpacaran dengan dokter di asrama itu.”“Kamu cemburu?”“Nggak, aku nggak cemburu.”“Lalu?”“Aku hanya kh
Sebelum ke perusahaan ibu William memintanya untuk menemaninya di restoran hotel tempatnya menginap. Mau tak mau William pun datang karena itu adalah permintaan ibunya. Apalagi tidak setiap hari dia dapat bertemu ibunya seperti sekarang.William memeluk ibunya sebelum duduk di kursi sebelah ibunya. Ia tahu jika ibunya menagih janji William yang katanya akan bersedia bertunangan perempuan yang akan dikenalkan ibunya.“Lihat ini, dia cantik kan?” tanya ibunya sambil menunjukkan sebuah foto di ponselnya.“Cantik, dia kan wanita. Ibu juga cantik.”“William… ““Iya ibu aku tahu.”“Jadi kapan kalian mau bertemu? Seminggu lagi ibu harus kembali.”“Ibu saja yang atur.”“Kalau begitu besok malam. Di restoran ini, ibu akan pesankan tempatnya. Ibu akan awasi kamu dari kejauhan, kalau sampai kamu pergi dari restoran sebelum satu jam. Ibu akan muncul dan menyeretmu.”William menatap ngeri ibunya.“Bu …”“Aku mau melihat kamu menikah.”“Bisakah kalau aku saja yang memilih? Maksudku, bagaimana biark