Meski nenek Alexandra merasa jika hubungan William dan Thea terasa aneh, tapi dia masih ingin melihat apakah William akan serius dengan Thea untuk menikah tahun depan.Dilihat bagaimana keluarga Thea, sejujurnya nenek William tidak setuju jika William akan menikahi Thea. Tapi sekali lagi, dia ingin melihat hubungan mereka. Jika sampai mereka ingin menikah, maka dia akan memberikan wanita untuk William yang jauh lebih baik dari Thea.Thea terlihat seperti penjilat di depan nenek William. Dia mencari muka, bahkan sikapnya pada Alexandra pun tidak sama seperti terakhir kalinya.“Setelah ini, temui aku di hotel tempat ibu menginap. Ibu ingin bicara denganmu, Will,” kata neneknya yang mengakhiri pertemuan itu.Dia pergi duluan setelah diantar oleh William dan yang lainnya sampai di lobi restoran.“Nanti William ke sana,” jawabnya.Alexandra langsung pergi ketika melihat neneknya sudah menghilang dari kejauhan. Tapi William masih ingin bicara dengan Alexandra.“Tunggu sebentar,” tahan Willi
Bukan hal tepat ketika Alexandra mendapatkan masalah seperti ini. Dia tak mungkin mengadu pada Evan, William atau bahkan Rafael dan mengatakan bahwa pakaian dalamnya sudah hilang sampai empat kali.Saat pertama kali hilang, dia memaklumi barangkali hilang tertiup angin saat dijemur atau mungkin terselip oleh cucian yang lain.Namun, ini sudah ke empat kalinya dan Alexandra heran mengapa hanya miliknya saja yang hilang sementara Irene diam saja seolah tidak kehilangan.“Ren,” panggil Alexandra. Irene menoleh sekilas.“Apa?”“Kamu juga kehilangan pakaian dalam nggak?”Irene menggeleng.“Punyaku hilang lagi.”“Kamu taroh di mana? Coba diingat lagi.”“Ya aku taroh lemari, memangnya di mana lagi. Kalau dicuci kan ya sama kayak kamu.”“Aku nggak tau, jangan tanya aku!”Karena kesal tidak pakaian dalamnya hilang akhirnya dia mengadu pada penjaga asrama yang saat itu kebetulan ibu Rafael. Dia melaporkan kehilangan pakaian dalamnya yang ke empat.“Lho kamu kehilangan sampai empat kali kenapa
“Pak tolong cepat pulang, nyonya ngamuk bantingin barang di rumah!” ujar pembantu Thea ketika menelpon William.Pikiran William yang masih teralihkan pada Alexandra dan Rafael yang masuk ke dalam asrama bersama membuatnya kalut.“Pak! Nyonya mau bunuh diri!”William pun gegas pulang pada saat itu juga.Setibanya di apartemen, dia melihat isi apartemen sangat berantakan. Seuumur umur dia tinggal di sana tak pernah sekalipun melihat pemandangan apartemennya seperti kapal pecah.Thea menghambur ke arahnya lalu memeluk William.“Ke mana saja kamu?” tanya Thea. Lalu dia menampar William dengan keras. “Pasti menemui gadis itu, kan! Aku sudah bilang padamu untuk tidak menemuinya lagi, William!”William menatap murka pada Thea. Entah mengapa ia tiba tiba menjadi muak dan jijik melihat wajah Thea saat ini.“Kamu nggak berhak melarangku, aku sudah pernah bilang kan?”“Tapi kamu tunanganku, aku adalah calon istrimu!”William mendengus.“Bereskan kekacauan ini, atau kamu angkat kaki dari apartem
William memijat kepalanya yang tidak pusing malam itu. Evan yang melihatnya pun langsung khawatir jika terjadi sesuatu pada William karena tahu jika penyebab pusingnya William selama ini adalah Thea.“Kenapa lagi? Apa ada masalah?” tanya Evan cemas, dia mengambil air putih di dalam lemari es dan mengulurkannya pada William.Apartemen William sepi setelah Alexandra pergi dan tinggal di asrama. Hanya dia sendiri dan rasanya sangat memuakkan karena dia sudah terbiasa dengan Alexandra sejak dirinya datang ke Indonesia.“Ya, ada masalah lain yang muncul.”“Apa?” Evan duduk di sofa di depan William.“Aku harus membawa Alexandra kembali ke asrama,” katanya frustrasi.Evan mengembuskan napasnya lalu menyenderkan punggungnya di sofa.“Dia sudah mulai terbiasa tinggal di sana, lagi pula sebentar lagi dia akan lulus, kenapa kamu tidak sabaran menunggu.”“Bukan masalah itu saja, kudengar dia berpacaran dengan dokter di asrama itu.”“Kamu cemburu?”“Nggak, aku nggak cemburu.”“Lalu?”“Aku hanya kh
Sebelum ke perusahaan ibu William memintanya untuk menemaninya di restoran hotel tempatnya menginap. Mau tak mau William pun datang karena itu adalah permintaan ibunya. Apalagi tidak setiap hari dia dapat bertemu ibunya seperti sekarang.William memeluk ibunya sebelum duduk di kursi sebelah ibunya. Ia tahu jika ibunya menagih janji William yang katanya akan bersedia bertunangan perempuan yang akan dikenalkan ibunya.“Lihat ini, dia cantik kan?” tanya ibunya sambil menunjukkan sebuah foto di ponselnya.“Cantik, dia kan wanita. Ibu juga cantik.”“William… ““Iya ibu aku tahu.”“Jadi kapan kalian mau bertemu? Seminggu lagi ibu harus kembali.”“Ibu saja yang atur.”“Kalau begitu besok malam. Di restoran ini, ibu akan pesankan tempatnya. Ibu akan awasi kamu dari kejauhan, kalau sampai kamu pergi dari restoran sebelum satu jam. Ibu akan muncul dan menyeretmu.”William menatap ngeri ibunya.“Bu …”“Aku mau melihat kamu menikah.”“Bisakah kalau aku saja yang memilih? Maksudku, bagaimana biark
Jujur saja, Alexandra tidak begitu senang bertemu dengan neneknya. Maksudnya, dia lebih baik tidak bertemu dengan neneknya daripada tanpa sengaja melakukan kesalahan dan membuatnya menjadi buruk di mata neneknya itu.Selain karena masalah neneknya yang tidak menyukai ibunya bahkan sejak ayah dan ibunya belum menikah. Membuat Alexandra tidak nyaman untuk mengingatnya.Neneknya saat itu sedang menunggu Alexandra pulang sekolah. Karena dia ada jam tambahan pada hari itu.Alhasil neneknya harus menunggu cucunya itu satu jam duduk di ruang tamu.Alexandra tak ke kamarnya, dia langsung menemui neneknya di ruang tamu.“Nenek mau minum apa?” tanya Alexandra. Dia akan berlari ke kantin untuk mendapatkan minum untuk neneknya.“Nggak perlu, nenek nggak akan lama kok.”Alexandra duduk di sofa dengan canggung. Dia tidak akan memulai pembicaraannya karena tahu jika neneknya ingin menemuinya karena ada alasan tertentu.“Besok om mu William akan makan malam dengan calonnya,” kata neneknya dengan tena
Besok malamnya William benar benar menuruti apa yang diinginkan oleh ibunya untuk menemui wanita yang akan dijodohkan dengannya.Karena ada ibunya di restoran tersebut mau tak mau William bertahan selama satu jam dan tidak meninggalkan perempuan tersebut dalam waktu sepuluh menit seperti yang sudah sudah.Tiap kali William menoleh ke arah kejauhan, dia akan melihat ibunya yang seakan sedang memonitor pergerakan dirinya.“Tante Anna sudah memberitahuku,” kata wanita tiba tiba. “Beritahu apa?”“Masalah batalnya pernikahanmu dengan mantanmu kemarin,” jawabnya.“Oh itu …”“Aku nggak masalah, orangtuaku juga nggak mempermasalahkannya karena tante Anna nggak setuju pasti karena ada alasan tersentu.”William meneguk air putih untuk membasahi tenggorokannya yang kering. Dia benar benar tidak fokus dengan apa yang dikatakan oleh Lisa, wanita yang usianya masih dua puluh lima tahun itu.Lisa cantik, dia menarik dan tubuhnya seksi. Sebenarnya semua tipe yang William inginkan ada pada Lisa. Akan
“Nanti malam jangan sampai nggak datang,” kata Anna pada William yang siang itu mengajak makan siang anaknya.“Kan kemarin udah makan malam sama Lisa, Bu?”“Malam ini makan malam keluarga. Orangtua Lisa mau melihatmu langsung. Mumpung ibu ada di sini, jadi jangan lepasin kesempatan ini, mengerti.”“Tapi …”“Kamu ada acara?”William tercenung, dia kepikiran dengan telepon Emily tadi pagi di mana dia mencari Alexandra padanya. Padahal seharusnya gadis itu sedang di sekolah tapi mengapa Emily bertanya padanya?Karena menganggu pikirannya akhirnya William mengirimkan pesan pada Emily dan bertanya ada apa dengan ALexandra.Namun balasan dari Emily membuatnya langsung kalang kabut.Dia sontak berdiri karena terkejut.“Kenapa William?” tanya Anna.“Bu… “ William memandang ibunya. “Aku pergi dulu, nanti malam … Will nggak janji bisa datang.”“Kamu mau ke mana?”“Ada urusan mendesak.”“Kalau kamu nggak datang, aku bawa Alexandra bersama ibu. Suka nggak suka, ibu bawa dia.”William menghela na