Sampai di rumah William menunjukkan wajahnya yang mencemaskan Alexandra. Nikita yang melihat raut wajah William yang tak biasa pun bertanya kepada lelaki itu. Namun, William yang sedang kalut tidak mendengar apa yang dikatakan oleh istrinya.“Will.” Nikita menyentuh bahu William, memijatnya membuat lelaki itu lebih sedikit rileks.“Ya? Kamu bilang apa tadi, maaf aku nggak denger.”“Kamu lagi ada masalah?”William mengenggam tangan Nikita, menarik tubuh wanita itu hingga berdiri di depannya.“Alexandra sudah sadar,” kata William.Nikita terkejut. Wajahnya seketika menegang.“La… lu?”William menggelengkan kepalanya.Nikita lalu memeluk William. Memeluknya sangat erat seolah tak mau kehilangan lelaki itu.Perjanjian tetaplah perjanjian, dan semuanya akan berakhir begitu Alexandra sadar. Nikita tak bisa mengubahnya sewaktu-waktu atau mengingkarinya.“Kalau kamu mau memberikan Fiona pada Alexandra, kamu harus kenalkan dia dulu. Biarkan Fiona dekat dengan Alexandra,” kata Nikita pelan.“Ma
“Kita pertahankan bayi itu.” Ucapan dari William membuat Nikita tidak dapat berkonsentrasi saat ini.Kalimat yang keluar dari mulut William membuatnya terus memikirkannya.“Lalu aku harus bagaimana? Jika aku lahirkan anak ini sementara kamu akan pergi?” gumam Nikita.“Bu?” Sekertaris Nikita memutus pikiran Nikita. “Meeting akan segera dimulai,” ucapnya.“Oh ya, aku akan segera ke sana.”Nikita pun membereskan mejanya. Buru buru ke ruang rapat meninggalkan pikirannya tentang William sebentar.Sementara itu, siang itu ketika istirahat makan siang. William memutuskan untuk pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan Alexandra.Begitu masuk ke ruangan yang baru Alexandra, keponakannya itu sedang makan disuapi oleh pengasuh yang disiapkan oleh William tadi pagi.Karena Nikita belum bisa mengerjakan apapun sendiri, jadi William akan memberikan pengasuh pada Alexandra sampai gadis itu bisa mandiri.“Om!” serunya dengan senang. Wajahnya sudah lebih ceria dan cerah. Meski tubuhnya masih kurus.
“Will! Kamu nggak sarapan!” tanya Nikita ketika melihat William pergi begitu saja pagi itu.“Nanti saja, ada masalah di rumah sakit!” jawab William, dia berjalan dengan tergesa-gesa sambil mengenakan jasnya.Pagi itu dia dikejutkan dengan telpon dari pengasuh Alexandra.“Pak, nona Alexandra tidak ada di kamarnya,” katanya tadi sesaat William mengangkat teleponnya.“Nona Alexandra sepertinya kabur saat saya menyiapkan sarapan untuknya.”Sontak setelah mendengar hal itu William langsung bergegas menuju ke rumah sakit.“Aku akan ke sana sekarang.”William tahu apa yang ada di dalam pikiran Alexandra saat ini. Gadis itu pasti merasa terbuang setelah tahu jika William masih mempertahankan pernikahannya dengan Nikita. Padahal sudah hampir enam tahun berlalu.William juga tau jika Alexandra akan pergi lagi jika dia tidak dapat mencegahnya. Dan kemungkinan untuk Alexandra mau kembali padanya sangatlah tidak mungkin.Sesampainya di rumah sakit kamar Alexandra terlihat kosong. Pengasuh Alexand
“Turunlah,” bujuk William.“Om pergi saja. Aku udah nggak mau liat Om Will lagi.”“Alex… aku tau kamu mendengar semuanya, kan? Pembicaraanku dengan Evan beberapa hari yang lalu?”Alexandra tidak menjawab. Kakinya bergerak mundur membuat William ketakutan.“Alexa, jangan melakukan hal bodoh lagi!”“Aku udah nggak peduli lagi …”Kaki Alexandra kehabisan pijakan. Tubuh gadis itu limbung ke belakang, membuat William sontak maju ke depan untuk menangkap tangan Alexandra. Akan tetapi, dia tidak dapat meraih tangan ibu dari Fiona itu.“Alexa!” teriak William.Orang orang di belakangnya pun ikut berteriak karena terkejut. William melihat keadaan di bawah, tapi dia bisa bernapas lega karena pihak rumah sakit sudah memberikan alas pelindung sebelum Alexandra melompat ke bawah.Tanpa menunggu lama, William pun menuruni tangga lagi untuk melihat keadaan Alexandra.Alexandra yang pingsan langsung dibawa ke UGD. Meski tidak cidera tapi William tetap saja khawatir dengan kondisi keponakannya itu sa
Siangnya… Alexandra yang sedang duduk dan menatap pemandangan kolam ikan di depannya mendengar suara langkah mendekat.Ketika dia menoleh dia melihat Nikita sedang berjalan ke arahnya dan pengasuh pamit untuk pergi sebentar.Alexandra membuang wajahnya. Tak mau memandang Nikita.“Aku tau kamu marah padaku, kan?” tanya Nikita.Alexandra diam.“Kamu sudah tidak muda seperti dulu lagi, ALexa.”“Apa Om William yang menyuruhmu ke sini?”Nikita tertawa kecil. “Bukan. Aku datang karena ingin melihatmu.”“Kamu sudah melihatku, jadi sebaiknya kamu pergi,” katanya dengan dingin.“Kalau kamu masih seperti ini, William akan terus melamun di rumah. Aku nggak mungkin membiarkannya, kan?”“Tck!” Alexandra mendecakkan lidahnya. “Sekarang kamu sangat peduli padanya ya.”“Karena meski bagaimanapun aku istrinya, dan dia adalah ayah dari anakku, Abraham.”“Kamu mau pamer kalau kamu sudah punya anak dari om Will? Aku udah tau.”“Lalu bagaimana dengan anakmu? Apa kamu sudah tau? Atau kamu pura pura tidak t
Untuk pertama kalinya sejak Nikita menikah dengan William, baru kali ini dia memandang anaknya penuh dengan tanda tanya besar.Nikita adalah anak perempuannya yang cerdas dan jarang membuat kesalahan besar. Namun, mengapa kali ini dia membuat keputusan seperti ini?“Kamu yakin ingin bercerai dengan William?” tanya ayahnya ketika Nikita datang menemui ayahnya. “Lalu bagaimana dengan Abraham? Kamu tidak kasihan dengan anak itu?”“Tentu saja aku kasihan padanya, tapi sepertinya aku harus berpisah dengannya.”“Apa ada masalah? Dia berselingkuh? Atau dia menginginkan hal lain darimu?”“Bukan, bukan seperti itu. Aku lah yang sudah bosan dengannya. Jadi aku yang memutuskan untuk bercerai.”Ayah Nikita berdiri dengan gusar lalu memandang anaknya tak mengerti.“Dulu aku menentang hubunganmu dengannya, tapi kamu nekat ingin menikahinya.“Lalu saat kalian sudah bersama sampai bertahun-tahun dan aku mulai menyukai William. Kamu malah ingin berpisah dengannya? Ada apa denganmu Nikita?”Nikita tak
“Kenapa kamu harus begitu, Alexa?” tanya William. “Kalau kamu ingin kita kembali, setidaknya kamu harus bersikap baik pada Fiona. Dia adalah anak kandungmu.”Alexandra membuang wajahnya.“Dia membutuhkanmu.”Alexandra tiba tiba meneteskan air matanya lalu mengusapnya dengan kasar.“Aku teringat masa laluku yang buruk ketika melihat anak itu. Aku hamil dengan sepupuku. Lalu aku dibuang oleh mertuaku. Aku ditinggalkan oleh suamiku. Dan aku juga ditinggalkan oleh pria yang aku cintai sejak dulu karena aku hamil anak itu.”William berjalan mendekat ke arah Alexandra. Dokter mengatakan jika mental Alexandra belum stabil. Dan harus berhati-hati di dekat Alexandra agar gadis itu tidak melakukan hal aneh lagi.“Baiklah, maafkan aku, maafkan aku.” William memeluk Alexandra dan menenggelamkan wajah Alexandra dalam dadanya.Alexandra memeluk erat pinggang William. Dia merasakan masa lalu yang menenangkan dan membahagiakan dia rasakan kembali. Dia semakin memeluk erat William yang mampu membuatny
William menatap gundukan tanah merah yang sudah dipenuhi oleh bunga. Dia menatapnya begitu lama, sampai tak sadar jika tangan seseorang menepuknya dari belakang.“Pulang ke tempatku dulu, Abraham menangis dan mencari ibunya,” kata ayah mertuanya waktu itu.William menoleh lalu mengangguk.Fiona masih berada di rumah sakit dan dijaga oleh pengasuhnya. Sementara itu Abraham dibawa ke rumah kakek dan neneknya karena tadi malam dia belum mengetahui jika ibunya sudah pergi untuk selamanya.Dan tadi pagi, ketika dia diberitahu oleh neneknya. Abraham menangis kemudian pingsan. Hingga kemudian tak sempat melihat ibunya untuk terakhir kalinya.Hati William beku. Dia masih berdiri di sana dalam waktu yang cukup lama.Panas terik dia abaikan bahkan ketika mengenai tepat di atas kepalanya.Hingga sebuah payung menghalau panas untuknya. Ketika William melihat ke belakang, dia melihat Alexandra berdiri memegang payung untuknya.Alexandra mengenakan gaun hitam dan kacamata hitam. Dia juga memakai ma