Seminggu setelah William bertemu dengan Alexandra.Malam itu William sedang tidur terlelap dalam mimpinya. Namun, tiba tiba sebuah dering telepon membuatnya sontak terbangun. Apalagi ketika melihat nama Emily di layar ponselnya.“Kenapa?” tanya William dengan suara seraknya.Dia memang mengatakan pada Emily sebelumnya jika dia bisa menghubunginya kapan saja jika menyangkut Alexandra. Apapun itu dan kapanpun, William akan siap.“Alexandra mau melahirkan Om!” ujar Emily dengan panik.“Mau melahirkan? Kalian ada di mana sekarang?”“Aku udah ada di rumah sakit. Tapi masalahnya ada masalah pada bayi Alexandra. Jadi harus sesar.”“Kamu urus saja, nanti biayanya aku yang tanggung. Apapun itu yang penting Alexandra selamat.”“Tapi om ke sini kan? Soalnya harus ada surat persetujuan wali.”William turun dari ranjang kemudian mengenakan sweaternya dengan buru buru.“Iya aku ke sana, kamu kirim saja alamat rumah sakitnya lewat pesan.”“Iya om.”William mengambil kunci mobilnya setelah dia cuci m
William duduk di samping Alexandra yang masih belum sadarkan diri. Dia pandangi wajah gadis itu hingga hampir membuat air matanya menetes. “Kamu harus segera sadar, anak kamu cantik, seperti kamu, Alexandra,” ucap William. Dia mengenggam tangan Alexandra yang tidak memberikan reaksi apa apa padanya.“Aku akan membahagiakanmu kalau kamu mau sadar Alexandra. Aku berjanji.”Sementara itu Nikita berada di belakang pintu. Dia melihat bayangan William melalui kaca di pintu. Wanita itu tahu jika William saat ini merasa sangat bersedih atas apa yang terjadi pada Alexandra. Namun, dia tak bisa berbuat apa apa.Tapi dia sudah mengatakan pada William, akan merawat anak Alexandra bersama mereka sampai gadis itu sadar dari komanya.“Kamu serius? Kamu serius, kan?” tanya William pada Nikita yang masih belum percaya dengan apa yang dia dengar.Nikita mengangguk. Ia tersenyum melihat William bisa tersenyum seperti itu.“Kamu nggak bisa menarik keputusanmu ini lagi ya.”“Aku bukan wanita seperti itu,
“Kamu yakin nggak apa apa cuma makan ini aja?” tanya William yang melihat Nikita hanya makan kentang goreng malam itu. “Kamu harus makan yang sehat juga, kan?”Nikita mengangguk sambil memasukkan kentang goreng ke dalam mulutnya. “Aku makan itu setiap hari, kalau malam aku mau makan yang aku mau nggak apa apa, kan?”“Asal jangan terlalu sering.“Lalu kapan ada jadwal kontrol kandungan lagi?”“Lusa. Kamu bisa kan antar aku.”“Iya.”Kemudian hening. William juga hanya makan kentang goreng seperti yang Nikita makan. Dia diam diam mengamati Nikita yang akhir akhir ini terlihat berbeda, entah karena kehamilannya atau ada yang lain. Tapi aura Nikita tidak sama seperti dulu.“Gimana keadaan Alexandra?” tanya Nikita memutus pikiran William.“Masih sama, aku nggak tau sampai kapan dia seperti itu.”“Kenapa? Kamu lelah?”“Bukan.”“Lalu?”“Aku takut Fiona nggak mengenali ibunya.”“Kita bisa ajak dia menemui ibunya, perkenalkan dia pada Alexandra.”“Kamu yakin dengan cara itu?”“Tentu saja. Kare
Tiga bulan telah berlalu, William masih setia menjenguk Alexandra yang masih belum sadarkan diri dari komanya. Gadis itu lebih memilih untuk menjadi putri tidur alih alih menjadi seorang ibu yang kini anaknya sudah berusia tiga bulan.Selama itu lah, Nikita dan William yang merawat Fiona.Hingga sore itu, perut Nikita merasakan kontraksi yang hebat. Dia pun menyuruh pembantunya untuk memanggil ambulans dan membawa semua kebutuhan selama persalinan yang sudah ia siapkan sebelumnya.Sambil menahan rasa sakitnya, Nikita menghubungi William.“Will, kamu kapan pulang?” tanya Nikita sambil menggigit bibirnya.“Sebentar lagi aku pulang, ada apa?”“Sepertinya… aku mau melahirkan.”“Sekarang?”“Hmm.”“Aku akan pulang sekarang kalau begitu.”“Aku sudah telepon ambulans, kamu langsung ke rumah sakit saja.”“Baiklah, aku akan ke sana.”Nikita meletakkan ponselnya ke dalam tas. Tak lama pembantunya memberitahunya jika ambulans sudah datang.Dibantu oleh pembantunya, Nikita dipapah hingga ambulans.
William menatap bayangan Alexandra yang masih terbaring lemah di depannya. Gadis itu masih bertahan dengan kondisi seperti itu hingga membuat William dilema.“Aku mencintamu, William.”Entah mengapa kata kata itu terus terngiang di kepala William hingga saat ini. Kalimat yang sebelumnya tidak pernah dia sangka akan keluar dari bibir Nikita. Sebab dia berpikir jika wanita itu tidak akan pernah memiliki perasaan untuknya.“Dia bercanda, kan?”Lelaki itu mulai bimbang, terlebih dia merasa bahwa Nikita adalah wanita yang sudah menyelamatkan dirinya dari keterpurukan. Nikita yang selalu bersamanya hingga dia bisa berdiri seperti sekarang.Nikita tak pernah cemburu berlebihan. Malahan, wanita itu selalu memaklumi perasaan yang masih tersisa di hatinya untuk Alexandra.“Lekaslah sadar Alexandra, jangan buat aku bimbang,” ucap William.Ia takut jika perasaan di dalam hatinya terus berkembang untuk Nikita yang sudah melahirkan anak dari darah dagingnya.Usai melihat Alexandra. William pergi un
Tidak seperti yang diharapkan oleh Nikita, William tidak datang sore itu. Apa lelaki itu lupa? Apa mengubah jawabannya? Tetapi William bukan lelaki seperti itu. Dia akan menepati janjinya seperti yang sudah sudah.Namun, yang membuat Nikita cemas adalah William tidak ada kabar sampai malam itu. Hingga membuatnya ketiduran. Padahal William berjanji akan membawanya pulang ke rumah.Hingga keesokan harinya, William datang. Nikita terlihat agak kecewa, dia tak bisa menyembunyikan rauat wajahnya yang sedikit kesal pada William.“Maaf, tadi malam aku ada urusan,” kata William.“Ya, aku juga udah berpiikir begitu,” sahut Nikita tidak menatap wajah William.“Alexandra… tadi malam… “ William tidak melanjutkan ucapannya.“Dia udah sadar?”William menggeleng pelan. “Aku ditelpon oleh dokter, tiba tiba Alexandra mengalami kejang. Jadi aku ke sana sampai malam.”Tak mungkin jika Nikita tidak kecewa, dia merasakan kekecewaan itu. Namun, dia tak bisa memaksakan perasaan William bukan? Bahwa satu sat
Satu minggu kemudian Nikita dan William sudah pindah ke rumah baru mereka. Mereka memutuskan untuk tidak pindah ke rumah Nikita, melainkan membeli rumah baru dekat dengan kantor mereka.Kamar Abraham dan Fiona terpisah, itu sudah keputusan Nikita dan William karena amar di rumah itu ada cukup banyak untuk bisa ditempati.Ada dua babysitter untuk mengasuh Fiona dan Abraham. Dua pembantu untuk memasak dan tiga pembantu untuk mengurus rumah mereka.Satu tukang kebun dan satu supir William.Nikita sengaja mempekerjakan banyak pembantu di rumahnya agar rumah besar itu tidak terlalu sepi. Apalagi sebentar lagi dia akan bekerja lagi. Orangtua Nikita sama sekali belum mengunjunginya setelah melahirkan. Dia sendiri tidak terkejut karena ayah dan ibunya sudah tidak peduli dengan hidupnya. Setelah dia memutuskan untuk menikah dengan lelaki pilihannya sendiri.Namun, hari itu Nikita kedatangan tamu yang membuatnya tak pernah dia duga.“Bu, ada tamu. Wanita dan pria paruh baya, sekarang masih ada
Enam tahun kemudian …William dan Nikita masih hidup bersama karena kesepatakan yang mereka buat enam tahun yang lalu.Fiona terbiasa memanggil mama, dan Nikita pun tidak menolak dengan panggilan itu. Fiona memanggil mama karena Abraham memanggilnya mama.Dan William dipanggil oleh mereka berdua dengan panggilan papa. Keduanya tumbuh tanpa dibeda-bedakan. Meski pada awalnya orangtua Nikita tidak setuju dengan keputusannya merawat anak dari keponakan William. Tapi lambat laun karena Fiona yang lucu dan menggemaskan membuat mereka luluh juga.“Fiona! Abraham! Bus jemputan kalian mau datang! Lekaslah turun!”Keduanya turun didampingi oleh pengasuh mereka berdua. Fiona dengan rambut dikuncir dua sementara Abraham mengenakan seragam sekolahnya di hari pertama.William tersenyum ketika mendapati anak anaknya sudah tumbuh secepat ini.“Pa, katanya mau ke kebun binatang? Kapan Pa? Jangan bohong lagi lho,” rengek Abraham.“Iya, akhir minggu ini ya.”“Papa bohong terus,” sahut Fiona.“Nggak, pa