Alexandra tersentak dari tidurnya, mimpi buruknya masih berlangsung bahkan ketika dia sudah pindah dari rumah Martha.
Namun perasaannya langsung lega ketika dia mendapati dirinya berada di apartemen William saat ini.Suara seorang wanita yang berkata-kata dengan manja mengejutkan Alexandra.Siapakah dia? Apakah kekasih om William?Alexandra menurunkan kakinya lalu berjalan ke arah pintu untuk mengintip siapa yang sebenarnya datang ke apartemen pamannya. Dia terkejut ketika melihat seorang wanita cantik dengan pakaian seksinya sedang mencium bibir om-nya seakan hal itu sudah biasa.“Pacar om William,” gumam Alexandra. Dia urung keluar karena tak mau menganggu kesenangan William pagi itu.“Tapi, om William kan lama di luar negeri, kenapa dia bisa punya pacar secepat ini?” gumam Alexandra lagi, tak mengerti bagaimana cara kerja mendapatkan kekasih meski baru datang dari luar negeri.“Alex! Sarapan sudah siap! Kamu mandi dulu setelah itu sarapan!” seru William. “Om langsung berangkat ke kantor!”Alexandra tidak menyahut tapi dia mengangguk.Dia pun mandi seperti apa yang diminta William kemudian sarapan sendirian di meja makan.Jika dilihat dari penampilan makanan yang ada di meja makan, ALexandra yakin jika makanan itu adalah masakan om-nya.“Lumayan enak,” katanya sambil tersenyum.“Hari ini aku ngapain ya?” Alexandra mengedarkan pandangannya. Tak ada yang bisa dia lakukan selain tiduran di sofa, menonton tv dan melihat pemandangan dari balkon apartemen.Alexandra begitu bosan. Sudah lama dia tidak memiliki teman bicara. Teman SMP-nya mungkin sudah melupakannya. Apalagi dia keluar dari sekolah tanpa pamit pada mereka.Ponsel miliknya pun entah di mana pada saat itu, karena setelah kembali dari study tour-nya. Dia dijemput oleh paman Oliver dan melihat rumah orangtuanya terbakar. Dia sama sekali tidak memedulikan ponselnya waktu itu.Jika dihitung-hitung, dia sudah tidak memegang ponsel selama dua bulan lebih. Karena di rumah bibi Martha terasa seperti penjara, dia tidak merasa kehilangan gadgetnya. Tapi setelah pindah dengan William, kini dia baru menyadarinya.Alexandra menguap. Dia mengantuk. Tapi dia akan merasa bersalah jika tidak melakukan apa-apa untuk William. Jadi dia membersihkan apartemen dengan penyedot debu, lalu mencuci piring dan perkakas memasak yang belum sempat dicuci oleh William. Lalu memberi makan ikan di akuarium.Setidaknya hal itu membuat Alexandra menjadi manusia yang sedikit berguna untuk William.**William membuka pintu, dan terkejut di dalam apartemennya begitu hening seperti sebelum Alexandra pindah ke sana.“Anak itu ke mana?” gumam William.“Alex!” panggil William.“Alex!” panggilnya sekali lagi tapi tak ada sahutan hingga membuat William panik.Ia pun mencari ke kamar Alexandra, ke kamarnya lalu ke ruang kerja dan ruang baca. Matanya kemudian tertuju ke arah balkon saat melihat bayangan perempuan kecil sedang berbaring di sana.“Kamu kenapa tidur di sini?” tanya William. Dia berjongkok dan melihat Alexandra masih tidur dengan pulas.Karena tak mau menganggu tidurnya, William langsung membopong Alexandra dan membawanya ke dalam kamar.Sesaat Alexandra sadar, dia membuka sedikit matanya. Tapi enggan terbangun, dia lebih memilih untuk pura-pura tidur karena akan sangat canggung jika dia tiba-tiba membuka matanya lebar-lebar.Dengan lengannya, William mendorong pintu kamar Alexandra. Kemudian membaringkan gadis itu di atas ranjang dan menyalakan AC di dalam kamar. William pikir Alexandra kepanasaran karena tidak menyalakan AC jadi memilih tidur di balkon yang sejuk karena udara dari luar.William kemudian duduk di bibir ranjang. Dia membuka ponselnya kemudian melihat-lihat aplikasi layanan pengantar makanan.“Anak kecil suka makan apa ya,” gumam William, Alexandra yang mendengarnya langsung cemberut.“Burger? Pizza?” William seperti biasa bertanya pada dirinya sendiri. “Tapi kalau dia makan fastfood nggak bisa tumbuh tinggi.”William menutup ponselnya, memasukkan ke dalam sakunya lalu berjalan ke arah pintu.“Aku akan ke swalayan sebentar, makan siang aku yang masak,” katanya lalu pintu ditutup.Alexandra langsung membuka matanya. Degub di jantungnya membuatnya salah tingkah. Kenapa dia seperti ini? Apa karena dia tinggal dengan lelaki asing makanya dia bertingkah seperti itu?**Dua jam kemudian, William pulang.Alexandra menyambutnya dengan senang, tapi senyum itu berubah ketika rupanya William pulang bersama dengan wanita yang tadi pagi berciuman dengannya.“Alex! Kamu udah bangun!” sapa William, dia membawa beberapa kantong belanjaan bersama dengan wanita yang memiliki pinggang seperti semut itu.“Perkenalkan dia Wilona, Wilona dia Alex keponakanku,” kata William.“Hai Alex, kamu lebih cantik dari yang aku bayangin,” puji Willona.“Terima kasih,” sahut Alexandra pelan.“Aku ajak Willona karena dia mau bantu aku masak,” kata William.“Kamu nggak ngenalin aku sebagai kekasih kamu, Will?” goda Willona.William tersenyum tanpa menatap kedua perempuan yang ada di sana, dia sibuk mengeluarkan barang belanjaannya.“Aku kekasihnya, kalau dia membawa wanita lain, kamu bisa lapor padaku, Alex,” kata Willona.Alexandra tersenyum canggung, sebenarnya dia tak mau dihadapkan pada hal seperti ini. Rumit.Sudah delapan jam Willona berada di apartemen William, dan perempuan itu tak juga segera pergi seolah dia tak memiliki pekerjaan apa-apa selain memeluk William seharian.Alexandra yang malam itu sedang mempersiapkan dirinya untuk sekolah besok mencuri pandang bayangan William dan Willona. Dia merasa asing jika Willona berada di sana. Dan dia tak memiliki waktu untuk mengobrol berdua dengan omnya itu.Setelah menyiapkan pakaian seragam yang sudah dibeli oleh William. Alexandra duduk dan melihat wajahnya di cermin. Dia merasa wajahnya sangat kurus, jauh berbeda sebelum dia ditinggal pergi oleh ayah dan ibunya.Tiba-tiba saja bayangan masa lalu tentang orangtuanya terlintas dan membuat Alexandra merasa kesepian.Air mata menetes tanpa dia sadari dan membasahi pipi. Suara sesenggukan itu tanpa ia tahu terdengar sampai ke ruang tamu. Hingga membuat William menoleh dan menghampiri Alexandra yang sedang menangis di depan kaca rias.“Kamu kenapa, Alex?” tanya William. Lelaki jangkung itu suda
Alexandra menutup mulutnya rapat-rapat. Dia berjalan menjauhi pintu karna terkejut.Tak jadi mengambil air untuk minum, Alexandra pun masuk kembali ke kamarnya.Dengan wajah yang memerah dan jantung yang berdegub Alexandra terus teringat dengan adegan itu.“Aku harus lupain!” gumam Alexandra sambil menggelengkan kepalanya.Akan tetapi, kejadian itu ternyata terus berputar di kepalanya sampai pagi tiba. Matanya menghitam karena tidak cukup tidur pada malam itu.Keluar dari kamarnya, Alexandra sudah menemukan William sedang memasakkan sarapan untuk dirinya. Sementara Willona sudah tidak ada di dalam kamar omnya maupun di mana-mana.“Tante Wilona ke mana, Om?” tanya Alexandra ragu.“Sudah pulang, barusan, kenapa?” tanya William.“Nggak apa-apa,” jawabnya gugup.William yang merasa jika nada bicara Alexandra terdengar aneh pun menoleh. Dia melihat keponakannya itu sedang menekuri kedua tangannya yang ada di atas meja.“Kamu mikir sekolah hari ini ya?” tanya William.Alexandra mendongak, m
Seluruh murid terutama murid perempuan menoleh ke arah mobil William yang berhenti di sekolah mereka. Alexandra bukannya bangga tapi dia malu karena sudah menjadi pusat perhatian di hari pertama dia pindah sekolah.Lain halnya dengan William, sepertinya dia menyukai tatapan para murid apalagi guru muda yang tak berkedip melihatnya.“Om.” Alexandra meraih ujung jas William dengan jari-jarinya yang mungil.William berhenti kemudian menoleh ke arah Alexandra.“Kenapa?”“Besok… aku dianter sama om Evan aja, ya.”William terkejut mendengar permintaan dari Alexandra.“Kenapa? Kamu malu?”Alexandra tidak dapat menjawabnya. Dia hanya diam, kemudian mengikuti langkah William menuju ruang guru.Di hari pertama dia masuk sekolah. Semua murid memperhatikan Alexandra dari atas sampai bawah. Ada murid lelaki yang berbisik dan memuji ALexandra yang cantik.Namun, Alexandra tidak pernah menyangka jika dia akan ditanya oleh teman barunya, Emily yang duduk di sebelahnya.“Tadi papa kamu?” tanya Emily.
Setelah kejadian tadi, keadaan di dalam mobil menjadi canggung. William menarik tangannya dan meremas stir karena tahu bahwa apa yang dilakukannya adalah kurang wajar.Akan tetapi, sungguh dia tidak menyangka jika akan terjadi seperti tadi.William takut jika sudah membuat Alexandra tidak nyaman.Di sisi lain, Alexandra langsung membuang mukanya ke arah jendela. Tiba-tiba bayangan yang sudah berhasil dia hempaskan seharian ini datang kembali dan berkelebat dengan jelas di kepalanya.Dia malu, dia merasa ada yang aneh. Tapi dia tidak bisa marah karena tahu William tidak sengaja.Tetapi, suasana sudah terlanjur canggung karena William juga tak berkata apapun setelahnya.“Ehmm, aku ketemu teman di restoran steak, kamu gak ada alergi sama daging sapi, kan?” tanya William yang sebenarnya sama sekali tidak penting.“Aku ngga ada alergi sama makanan apapun om,” jawabnya.Lalu hening. Lagipula Alexandra juga tak tahu harus berkata apa pada William.“Maaf,” kata William dengan jelas.Alexandra
William tidak turun dari mobilnya ketika sudah sampai di parkir apartemen. Membuat Alexandra menatap omnya itu cukup lama.Seakan tahu apa yang dipikirkan oleh Alexandra, William pun berkata, “kamu masuklah duluan. Kalau urusanku selesai aku pulang,” katanya kemudian melajukan mobilnya seperti kesetanan.Alexandra memandang kepergian mobil William dengan perasaan bercampuraduk, takut jika William marah padanya karena sudah melanggar privasinya atau muak karena sifatnya yang ingin tahu.Perasaan sedih itu pun melanda Alexandra, karena pengalaman pahitnya dengan bibi Martha ia berpikir jika William bisa saja mengusirnya karena sudah menganggu kesenangannya dengan Wilona.**William ke apartemen Wilona setelah tahu jika perempuan itu sedang ada di sana.Willona langsung memeluk William begitu melihat lelaki tinggi itu berdiri di depan pintu apartemennya.“Kenapa? Kamu sudah kangen sama aku ya?” Wilona memeluk William dari belakang. Tapi oleh lelaki itu, Wilona langsung dihempaskan.“Kita
Hari demi hari berlalu, dan kini Alexandra sudah berumur delapan belas tahun. Dia sudah duduk di kelas tiga SMA.Tubuhnya sudah mulai terbentuk, membentuk lekuk tubuh yang seksi. Wajahnya yang mulai memasuki masa masa gadis muda, membuatnya terlihat semakin cantik dan menarik.“Alex! Sarapanmu sudah siap!”Alexandra yang kini sudah semakin dekat dengan William sudah tidak secanggung seperti dulu. Bahkan dia sangat dekat dengan William layaknya seperti kakaknya sendiri.“Alex! Rokmu terlalu pendek! Masuk dan ganti atau om akan membelikanmu celana panjang untuk sekolah!” ujar William ketika baru saja melihat Alexandra keluar dari kamarnya dengan rok setinggi atas lutut.“Tapi om, ini udah panjang. Lagipula aku udah 18 tahun, lho!”“Om nggak akan antar kamu ke sekolah, selama kamu masih pakai rok itu.” William duduk dan mulai membelah telur ceplok yang ia buat barusan.Alexandra mau tak mau menuruti apa kata William. Karena dia tak mau naik angkutan umum seperti beberapa waktu yang lal
Dengan berbisik William kemudian membisikkan ke telinga Alexandra dan berkata. “Rahasia.”Alexandra membuka matanya, dia kecewa karena tak seperti yang dia bayangkan.“Nggak usah dijawab kalau cuma rahasia!” ujar Alexandra William tersenyum. “Kenapa kamu tadi merem?”“Merem? Siapa yang merem!” jawab Alexandra dengan gelagapan.“Terus kenapa?”“Ada debu tadi.”“Dua duanya kemasukan debu matanya?”Alexandra meninggalkan William sendirian dan masuk ke kamar untuk mengambil tasnya. Tak berapa lama dia keluar lagi dengan wajah yang kusam.“Jangan mikir yang aneh aneh,” kata William.“Aneh apanya? Yang mana?”William sedang mengenakan kemejanya di dalam kamarnya. Alexandra yang berdiri di ambang pintu sambil memandangi William dari atas sampai bawah, tapi pandangan itu kembali ke wajah om nya yang sampai saat ini masih sama seperti tahun tahun yang lalu.“Om, dasinya kenapa nggak rapi sih?” keluh Alexandra.Mau tak mau dia menurunkan tasnya, berjalan ke arah William kemudian mencoba untuk
Karena lelah menunggu William yang katanya akan pulang malam, Alexandra pun sudah dulu tidur di dalam kamarnya. Dia terbangun karena ingin memastikan bahwa William sudah pulang belum.Dia pun keluar dari kamar. Kemudian berjalan ke kamar William yang ada di sebelahnya.Kamar William yang dibuka sedikit, membuat Alexandra dapat melihat jika omnya itu sudah tidur. “Udah pulang ternyata,” bisik Alexandra. Tapi ketika dia hendak menutup pintu kamarnya. Dia mendengar suara William yang memanggil ibunya.Alexandra menoleh, dan tahu jika William sedang mengigau.Dia mendekati William dan melihat lelaki itu mengeluarkan banyak keringat dingin.Dengan berhati-hati Alexandra menempelkan telapak tangannya ke kening William dan menyadari jika omnya itu sedang tidak enak badan.Tanpa menunggu lama Alexandraa mengambil handuk dan air hangat untuk mengompres William.“Padahal tadi pagi masih bisa berantem,” gumam Alexandra sambil mengelap wajah William. Dengan perlahan Alexandra mengelap lengan Wil