"Baiklah! Tetapi, aku harap Mbak Asma segera pulang untuk menemui keluarganya Mbak,” ucap Laila seraya menghela nafas.Khansa membiarkan Laila berbicara dengan Asma. Selama ini, Khansa maupun Arya sering membujuk Asma agar memberi kabar pada orang tuanya mengenai keberadaan dirinya, tetapi Asma selalu menolak. Mereka tidak mengetahui alasan Asma menolak bertemu dengan orang tuanya.“Iya, La. Aku berjanji akan menemui mereka jika sudah waktunya. Aku masih malu untuk bertemu dengan mereka karena sudah membuat mereka kecewa.” Asma masih bersikukuh dengan pemikirannya.Laila tidak bisa mengatakan apa pun lagi pada Asma. Asma memang termasuk orang yang selalu memegang teguh keinginannya walaupun terkadang kurang tepat. Laila teringat dengan bu dhenya yang bercerita tentang Asma yang keras kepala akan menikah dengan pacarnya yang terkenal playboy. Bu Dhenya bercerita sembari menangis di hadapan Ibunya. Semula dia ingin membujuk Asma yang memang jaraknya usianya tidak terlampau jauh, tetapi
"Ka-kamu duluan saja, Asma,” ucap Arya dengan gugup ketika terdengar suara Khansa yang memanggil mereka dari ruang tengah panti asuhan tersebut. Arya merasa canggung dengan peristiwa yang baru saja terjadi, begitu pula dengan Asma.Asma segera meninggalkan Arya tanpa mengucapkan sepatah kata. Jantungnya masih merasa berdebar dan pipinya terasa panas karena malu dan canggung. Tanpa menengok ke arah Arya, dia pun menuju ke ruang tengah, tempat semua orang sedang berkumpul.Sepeninggal Asma, Arya duduk di bangku yang ada di teras. Dia memegang dadanya yang masih berdebar karena peristiwa yang baru saja di alami dengan Asma.‘Ya Allah, mengapa debaran ini muncul lagi? Debaran yang pernah ada di dalam hatiku. Apakah cinta yang sudah sekian lama terkubur, kini kembali lagi,’ gumam Arya dalam hatinya. Bayangan kebersamaan dan kedekatan dengan Asma sebelum kehadiran Tanto dalam persahabatan mereka, terbayang di pelupuk matanya. Dia tersenyum mengingat kebersamaan mereka sewaktu di bangku SMA.
Laila segera mengambil ponselnya ketika sudah berada di luar rumah. Dia pun menekan nomor ponsel Asma.“Assalamualaikum, Mbak. Insya Allah, malam ini aku menginap di panti asuhan. Aku masih kangen dengan Mbak Asma, selain itu aku ingin menemani keponakanku.” Terdengar suara Laila yang sedang menelepon Asma. Suara Laila yang lirih masih terdengar oleh Uki yang berada di balik pintu rumahnya.“Asma? Apakah yang dimaksud Asma adikku?” gumam Uki yang mendengar obrolan Laila.Uki pun memutuskan untuk mengikuti Laila. Dia penasaran dengan tingkah laku Laila yang tidak seperti biasanya.Setelah menghubungi Asma untuk meminta izin menginap di panti asuhan, Laila segera meninggalkan rumah. Dia menuju ke arah gang rumahnya untuk mencari ojek yang masih mangkal di pos ojek.Laila pun segera naik ojek untuk menuju ke arah jalan raya yang dilewati bus yang menuju ke kota. Rumah tinggal orang tua Asma memang jauh dari jalan raya besar. Tanpa sepengetahuan Laila, Uki sudah mengikuti di belakangnya m
"Hei, Uki,” sapa teman Uki yang bernama Alan.Uki tidak menjawab sapaan Alan yang sudah berada di dekatnya. Dia masih memperhatikan mobil yang ditumpangi Laila yang sudah pergi.“Hhhh.” Terdengar embusan nafas Uki.“Ada apa?” tanya Alan seraya menengok ke arah pandang Uki.Uki memalingkan pandangannya ke arah Alan. Ada gurat kekecewaan yang terlihat di wajahnya.“Maaf, Lan. Tadi kamu menanyakan apa ya?” tanya Alan yang berada di samping Uki.“Apa kamu tadi mau mengikuti mobil yang baru saja pergi dari depan toserba itu?” tebak Alan.“Iya. Tadinya aku mengira adikku ikut mobil tersebut. Tapi, mungkin aku salah lihat. Eh, kamu dari mana mau ke mana, Lan?” tanya Uki.“Aku mau menjemput Ibu yang baru saja ikut majelis taklim di rumah temannya.”Uki dan Alan mengobrol sebentar tentang kegiatan mereka masing-masing. Mereka pernah bekerja di tempat yang sama, tetapi kini mereka sudah menekuni usaha masing-masing.Karena Uki sudah kehilangan jejak Laila, dia pun memutuskan untuk pulang ke des
“Apakah Mbak Asma masih ada keinginan untuk kembali dengan mantan suami?” Laila mengajukan pertanyaan kembali karena melihat Asma yang diam tidak memberikan jawaban apa pun.Arya mengurungkan diri untuk masuk ke dalam kamar Asma. Dia penasaran dengan jawaban Asma.“La, aku tidak akan menjadi orang bodoh lagi yang terperosok ke dalam lubang sama. Tetapi, aku tidak akan menghilangkan garis keturunan anakku. Karena walau bagaimanapun dia tetap ayah kandung anakku,” jawab Asma dengan suara tegas.“Maaf Mbak, kalau pertanyaanku membuka kembali luka Mbak Asma.”Asma tersenyum pada Laila. “Tidak apa-apa, La. Wajar kamu bertanya seperti itu karena ada anak diantara kami. Walaupun mantan suamiku tidak mengakui Randi sebagai darah dagingnya, tetapi aku tidak akan memutuskan hubungan itu.”'Mendengar jawaban Asma, mengapa hatiku senang. Apakah memang cinta lama yang sudah terkubur telah tumbuh lagi?’ gumam Arya di dalam hatinya seraya tersenyum tipis.“Kalau menikah lagi, Mbak Asma masih ada kei
"Maaf, Bu. Asma berencana mengajak Laila untuk mengontrak bersama. Dia juga ada rencana akan ngekos.” Asma mencoba menjelaskan rencananya kepada Ibu Intan.Asma menengok ke arah Laila yang duduk di kursi.“Yang dikatakan Mbak Asma benar, Bu. Kami memang berencana akan mencari kontrakan bersama.” Laila membenarkan ucapan Asma.Asma tersenyum mendapat jawaban Laila. Dia lega mendengarnya. Sejak tadi, Asma memang memikirkan apakah dia bisa hidup sendiri di kontrakan. Selama ini, dia memang belum pernah hidup sendiri.“Kalau seperti itu malah sangat bagus, Asma. Kita tidak akan khawatir dengan keadaanmu. Ibu sepakat seperti itu.”Asma tersenyum menatap Ibu Intan. Dia pun memeluk Ibu Intan dari samping. “Terima kasih, Bu. Ibu sudah sangat baik pada kami.”“Sama-sama. Kalau saja kamu bersedia menjadi istri Arya, Ibu sudah memboyongmu ke rumah bersama cucu ibu.”“Ih ibu kok membahas itu lagi,” ucap Asma dengan agak cemberut.Ibu Intan hanya tersenyum menanggapinya. Sejak dulu memang ibu Inta
"Maksudnya apa ya, Mbak?” tanya Laila berpura-pura tidak memahami maksud ucapan Khansa padanya.“Kamu tertarik pada Arya, kan?” tanya Khansa tanpa berbasa-basi seraya memandang ke arah Laila yang berada di sampingnya.Tatapan Laila bertemu dengan tatapan Khansa. Laila tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya dengan pertanyaan yang diajukan Khansa. Dia pun mengalihkan tatapannya.“Ti-tidak, Mbak. Aku tidak tertarik dengan Mas Arya,” elak Laila dengan suara tergagap.Khansa tersenyum seraya menepuk bahu Laila dengan lembut. “Sebenarnya jika kamu memang tertarik padanya, hal tersebut tidaklah salah. Tetapi, aku hanya ingin mengingatkanmu saja. Kendalikan perasaanmu. Jangan sampai masuk ke dalam hati yang paling dalam. Kamu akan patah hati.”“Apakah Mas Arya sudah mempunyai calon istri, Mbak?” tanya Laila yang masih penasaran.Khansa tersenyum seraya menggelengkan kepalanya. Raut muka Laila meminta penjelasan terkait peringatan Khansa. Khansa belum sempat menjelaskan maksud ucapannya, ib
“Maafkan Uki, Bu. Uki belum menemukan Asma. Uki berjanji akan lebih berusaha lagi. Insya Allah Laila juga akan membantu Uki. Apalagi, Laila akan mengontrak di kota. Semoga memudahkan kita mencari keberadaan Asma dan kita bisa segera menemukannya,” ucap Uki menggenggam tangan sang ibu.“Ibu takut terjadi sesuatu pada adikmu. Hampir 4 bulan adikmu menghilang dalam keadaan hamil. Mengapa adikmu tidak mau pulang ke rumah ini lagi, Ki?” Terdengar isak tangis kerinduan dari mulut sangibu.Pak Saryo yang baru saja pulang dari masjid, mengurungkan diri memasuki ruang tengah. Ada perasaan bersalah pada dirinya.Ingatannya melayang pada saat sang putri meminta restu untuk menikah dengan pacarnya. Sebagai ayah akhirnya dia mengizinkan sang putri menikah dengan laki-laki pilihannya, tetapi dia mengucapkan perkataan yang menyakiti sang anak. Dia ingat bahwa saat itu mengatakan agar sang putri tidak usah meminta tolong jika terjadi masalah dalam rumah tangganya. Dia sudah malu dengan ujaran para te
“Mas Tanto!” panggil Asma dengan lirih.Tanto, suami yang sudah mengusir dan menalaknya di saat dia sedang hamil, sudah berdiri di depannya.“Apa kabar Asma?” tanya Tanto.“Baik,” jawab Asma dengan datar.Pandangan Tanto beralih ke arah perut Asma. Tanpa memedulikan Tanto, Asma segera mengangkat barang belanjaannya. Akan tetapi, karena banyaknya barang belanjaannya itu membuat Asma kesulitan.“Perlu aku bantu?” tawar Tanto yang mendekati Asma dan tanpa sengaja tangannya menyentuh tangan Asma dan membuat Asma berjengit kaget hingga meletakkan kembali barang belanjaannya itu.“Tidak usah, Mas. Aku akan menelepon seseorang yang datang bareng aku,” tolak Asma.“Kenapa tidak mau aku bantu? Walau bagaimanapun secara hukum negara, kamu itu masih istriku,” ucap Tanto tanpa merasa malu dan bersalah.Asma menatap Tanto. Ada perasaan benci pada laki-laki di hadapannya. Apalagi jika teringat anaknya yang baru berusia satu bulan lebih.Asma tersenyum getir mendengar ucapan Tanto. “Aku tidak salah
Ciiiit!Arya mengerem mobilnya secara mendadak ketika mendengar ucapan Asma. Untung saja Arya sedang melajukan mobilnya dalam keadaan pelan.“Maaf!” ucapnya dan menengok ke arah Asma yang sedikit terdorong ke depan. “Kamu dan Randi baik-baik saja?” tanyanya dengan rasa khawatir.Kebetulan Randi sedang tiduran di atas jok mobil yang beralaskan kasur kecil dan Asma sempat menahannya agar tidak terdorong ke depan.“Alhamdulillah, kami baik-baik saja,” jawab Asma yang sudah kembali ke posisinya. Randi juga masih terlelap di atas kasurnya. “Mbak Khansa bagaimana?”“Aku tidak apa-apa kok. Untung saja Arya mengendarai mobilnya tidak kencang,” ujar Khansa.“Maaf! Aku terkejut dengan ucapan Asma. Apa maksudmu Asma? Apa yang kamu ucapkan tadi menandakan bahwa kamu bersedia menjadi istriku?”Arya bertanya secara beruntun tentang ucapan Asma dan dibalas senyuman manis yang terukir di bibir Asma. Senyuman dan anggukan Asma sudah menjawab pertanyaannya.“Baiklah, nanti aku akan bicara langsung deng
“Mengapa kamu tidak menghubungi sendiri?” tanya Khansa heran.Bukan bermaksud dia menolak permintaan tolong dari Asma, dia hanya merasa heran dengan permintaan itu. “Ehm, aku merasa tidak enak padanya, Mbak. Kemarin aku sudah menolak untuk mengantarku,” jawab Asma dengan ragu.Khansa tersenyum melihat wajah Asma yang terlihat malu.“Loh, kenapa sekarang berubah pikiran?” tanya Khansa semakin penasaran.“Tidak apa-apa, Mbak. Aku merasa tidak enak mengecewakan Arya. Padahal, dia sudah terlalu banyak membantuku,” jawab Asma.“Jadi, kamu hanya ingin membalas budi padanya?”Asma menggeleng-gelengkan kepalanya. “Bukan, bukan seperti itu, Mbak. Maksudku, barangkali dia ingin bertemu orang tuaku dan ada yang ingin dikatakan pada mereka. Selain itu, keluarganya juga ada yang di sana.”“Apa kamu ingin Arya bertemu dengan orang tuamu untuk menunjukkan keseriusannya?” tanya Khansa dengan nada menggoda Asma.“Eh.” Asma terkejut dengan ucapan Khansa walaupun memang seperti itu adanya yang ada di b
“Hah! Bagaimana maksudnya, Mbak?” tanya Milla yang bingung dengan pertanyaan Asma.“Apa kamu menyukai Arya sehingga kamu kecewa jika dia sudah mempunyai calon istri?” tanya Asma sekali lagi.Milla terkekeh mendengar pertanyaan Asma. Walaupun Milla belum pernah merasakan jatuh cinta kepada laki-laki, tetapi dia adalah wanita yang beranjak dewasa yang tentu mengetahui bagaimana seseorang yang cemburu.“Kamu kok malah terkekeh?” tanya Asma.“Mbak Asma cemburu ya?” godanya sambil mengerlingkan mata menatap Asma.“Kenapa aku harus cemburu?” tanya Asma.“Mbak, aku memang menyukai Mas Arya. Tetapi, dia sudah kami anggap sebagai pengganti orang tua kami. Kami sudah menganggapnya sebagai kakak,” ucap Milla.Asma menghela nafas lega mendengar ucapan Milla. Dan tanpa disadari hal tersebut terdengar oleh Milla.“Merasa lega ya, Mbak? Kalau Mbak Asma dan Mas Arya sudah saling mencintai, kenapa sih Mbak Asma tidak segera menikah dengan Mas Arya saja. Setahu aku, masa iddah perempuan yang bercerai s
“Calon istri?” tanya Arya dengan mengernyitkan dahi.Sebelum berbicara dengan Asma, Arya meminta wanita yang bersamanya untuk mengambil barang yang dibutuhkannya.Milla sedang memilih barang yang sudah dicatat Asma di sebuah kertas. Sedangkan, Asma mencari pernik-pernik pelengkap hiasan kue yang juga tersedia di toko itu.Asma menjadi serba salah dengan pertanyaannya. Apalagi menanyakannya tepat di depan wanita yang dia kira calon istri Arya. Padahal, dia tidak bermaksud bertanya hal tersebut.“Tidak jadi,” sahut Asma sesegera mungkin sebelum Arya mengajukan pertanyaan lanjutan.“Maksudmu dia?” tanya Arya seraya menunjuk wanita yang bersamanya tadi. “Kenapa kamu menebaknya sebagai calon istriku? Padahal kamu tahu bahwa kamulah wanita yang aku harapkan sebagai istriku.”Tanpa disadari, pipi Asma bersemu mendengar ucapan Arya. Walaupun dia sering mendengar pernyataan Arya, tetapi selalu saja membuat jantungnya berdetak lebih cepat dan pipinya terasa memanas.“Tidak usah dipikirkan, Arya
"Perkenalkan, saya Arif, pengacara yang diminta mendampingi proses perceraian Mbak Asma,” ujar Arif mengenalkan diri dan menjabat tangan Uki.“Uki, kakak dari Asma,” balas Uki.Mereka pun duduk berhadapan di ruang tamu.“Terima kasih Pak Arif mau membantu mengurus perceraian adik saya,” ujar Uki membuka obrolan mereka.“Sama-sama. Tapi sebelumnya, panggil saja Arif, Mas. Saya masih terlalu muda untuk dipanggil pak,” ucap Arif dengan tersenyum lebar.“Mas Arif kali ya. Mungkin saya yang sudah terlihat tua ya, Mas,” seloroh Uki sambil tersenyum.“Mas Uki belum terlalu tua untuk ukuran laki-laki yang sudah mempunyai anak satu,” balas Arif.Mendengar ucapan Arif, Uki bengong sesaat.“Anak? Bagaimana saya bisa punya anak, Mas. Nikah saja belum,” ujar Uki sambil terkekeh.Kini giliran Arif yang bengong. “Loh, tadi bukan anak dan istri Mas Uki?” tanyanya memastikan.“Bukan Mas Arif. Perempuan tadi adik sepupu saya, sedangkan bayi tadi ponakan saya, anaknya Asma,” jawab Uki.“Syukurlah!” ucap
“Assalamualaikum,” salam Laila sambil membuka pintu yang sudah tidak terkunci.Laila meletakkan barang bawaannya yang berupa kardus dan juga plastik besar di meja ruang tamu.“Waalaikumsalam,” jawab Asma dan Uki yang masih berada di dapur.Uki sedang membantu menata kue-kue ke tempatnya sebelum di bawa ke toko yang berada di bagian depan rumah.Laila sudah muncul di depan Asma dan Uki sebelum mereka menghampiri Laila ke ruang tamu.“Loh, La! Kamu kok sudah balik ke sini? Katanya liburnya sampai besok pagi?” tanya Asma ketika melihat Laila yang datang.Laila menyalami kedua kakak sepupunya.“Bakda Zuhur nanti, aku harus mengisi kajian remaja putri di salah satu masjid,” jawab Laila sambil menggeser kursi yang ada di ruang makan untuk didudukinya.“Jam segini sudah sampai di kota, memangnya kamu dari desa jam berapa, La?” tanya Uki yang melihat jam dinding di dapur masih menunjukkan pukul 5.30.“Bakda Subuh langsung berangkat. Bus berangkat paling pagi kan bakda subuh,” jawab Laila samb
"Mas, apa yang harus aku lakukan?” tanya Asma pada Uki setelah mengakhiri panggilan videonya dengan ibunya.“Tenang, Asma. Apa kamu ingin memenuhi panggilan itu? Setahu aku, proses perceraian akan cepat jika yang bersangkutan tidak hadir. Apalagi Tanto belum mengetahui keberadaanmu,” ucap Uki yang melihat kesedihan di wajah Asma.Asma tidak menjawab pertanyaan Uki. Dia sendiri masih bingung dengan dirinya. Jika diantara mereka tidak ada Randi, mungkin dia akan langsung menyetujui perceraian ini.“Asma, apakah di dalam benakmu ada keinginan untuk bersatu kembali dengan Tanto?” tanya Uki dengan memperhatikan Asma yang tertunduk.Melihat gelagat Asma, Uki sudah bisa menyimpulkannya. “Astagfirullah, Asma! Kamu itu sudah diselingkuhi. Bahkan perselingkuhannya dilakukan secara terang-terangan. Jika masih ada bersitan untuk kembali dengannya, akal sehatmu mana?” tanya Uki dengan geram.“Mas, aku sudah kecewa dengannya. Hatiku mungkin sudah mati untuknya. Tetapi, nasib Randi bagaimana? Dia ju
Kabar Dari Desa“Mas, apa yang harus aku lakukan dengan harapan Ibu Intan? Dia memang tidak memaksaku untuk menerima Arya, tetapi secara tersirat dia berharap aku bisa menjadi menantunya,” ujar Asma pada Uki saat Ibu Intan dan Arya sudah pergi meninggalkan rumahnya.Setelah melaksanakan shalat Zuhur, Arya dan ibu Intan berpamitan pada Asma dan Uki. Mereka akan berkunjung ke panti asuhan terlebih dahulu.Asma dan Uki sedang duduk di atas kasur yang ada di ruang tengah sambil menjaga Randi yang sedang bermain.“Ibu Intan dan Arya adalah orang yang baik. Mereka sudah mengenalmu dengan baik juga. Kamu juga sudah dekat dengan mereka sejak dulu. Kami akan merasa tenang jika kamu bersama dengan orang yang tepat dan salah satunya Arya. Tetapi, kami tidak akan memaksamu untuk mengambil keputusan dalam waktu dekat. Kami hanya minta untukmu agar jangan sampai kegagalanmu dalam rumah tangga, membuatmu trauma untuk menikah kembali. Bagaimanapun Randi tetap butuh sosok ayah yang menemaninya sehari-