Kehidupan rumah tangga mungkin tidak semudah yang mereka bayangkan, tapi juga tak semenyeramkan yang mereka kira.
Wajar, jika dalam beradaptasi pada kebiasaan baru pasangan pengantin baru sering berselisih paham. Wajar jika semua ingin menang sendiri. Tapi semakin dijalani semuanya semakin membaik dan mudah.
Tidak terasa usia pernikahan Naura dan Alfa sudah satu bulan. Perdebatan kecil seperti memperebutkan lampu untuk dinyalakan atau dimatikan saat tidur sering terjadi, namun mereka menyelesaiaknnya dengan begitu baik. Yaa ... meskipun seringkali Alfa yang mengalah, tetapi Alfa ikhlas melalukannya.
Pagi hari adalah waktu yang disukai banyak orang. Karena di pagi hari semangat-semangat baru bermunculan dan kondisi tubuh sedang fresh serta pikiran positif memenuhi kepala.
Hari ini Alfa berencana mengajak Naura pergi jalan-jalan. Namun entah mengapa setelah sarapan pagi Naura merasa mual. Ia buru-buru pergi ke kamar mandi. Ia sangat ingin muntah namun tidak
"Program kehamilan?" kaget Naura."Pogram kehamilan, Bu?" Alfa juga terkejut."Iya, program kehamilan, kenapa kalian sangat terkejut?" Nalin mengernyit.Alfa tertawa. Naura pun tertawa kecil."Kenapa kalian tertawa?" tanya Dahayu mengernyit."Ibu, Ayah, sebenarnya kami kesini karena kami ingin menyampaikan kabar gembira, pada kalian," ucap Alfa."Kabar gembira?""Apa itu?""Jadi pagi tadi kami pergi ke dokter karena Naura bilang dia nggak enak badan. Setelah Naura diperiksa, dokter mengatakan bahwa ... Naura hamil," jelas Alfa mewakili."Naura hamil?""Kamu nggak bercanda kan, Alfa?""Naura benar hamil? Alhamdulillah ...."Para ibu dan ayah berseru kaget sekaligus bersemangat mendengar kabar tersebut."Iya, Bu, serius, Alfa nggak bercanda," balas Alfa lagi."Alhamdulillah ya Allah. Syukurlah, Naura," kata Dahayu sambil memeluk Naura dari sisi kiri."Selamat ya, Anakku, kamu akan
"Aku akan menikahi Safira, Al, secepatnya."Alfa tercengang. Apakah Vano benar-benar sudah memikirkannya matang-matang?"Vano, menikah itu bukan untuk cepat-cepat. Semuany harus siap, termasuk siap hati dan siap mental. Tidak bisa diputuskan cepat-cepat apalagi dalam kondisi tergesa. Pikirkanlah dengan pikiran yang tenang," kata Alfa menasehati."Al, kamu nggak tahu bagaimana sakitnya aku waktu lihat dia ketakutan dan gemetar. Aku cuma memikirkan bagaimana kalau saat dia ketakutan dan saat itu nggak ada disampingnya. Yang ada di kepalaku adalah pikiran-pikiran buruk, Al, tolong mengertilah." Vano mengusap wajahnya dengan kasar.Alfa menggela napas. "Aku bisa mengerti perasaanmu, Van, aku tahu kamu juga ingin melindunginya. Aku sama sekali nggak mgelarang kamu menikahi Safira, itu justru malah bagus kalau kalian menikah. Kamu coba bicarakan dengan Safira dulu saja," ujar Alfa.Vano mengangguk. "Di luar hujan mulai turun. Aku akan mengantarnya pulang
Jadi apakah benar bahwa yang menjadi obat penenang Safira adalah kecupan hangat Vano di puncak kepalanya?Itu terdengar aneh dan sedikit tidak masuk akal, dan lebih terdengar modus, benar? Tapi nyatanya seperti itu.Tapi ... semua itu belum bisa dipastikan. Maka hari ini Vano membawa Safira menemui dokter Anita. Untung saja hari ini dokter Anita sudah bisa menerima pasien lagi setelah dua hari kemarin ada keperluan yang mengharuskan dirinya pergi ke luar kota.Tok tok tok!Vano sengaja mengetuk pintu ruang terapi saat Safira sedang menjalani terapinya di dalam sana."Safira, lanjutkan sendiri dulu ya, saya keluar sebentar," kata Anita pada Safira yang tengah dimintanya untuk mendengarkan suara hujan sekaligus video hujan. Agar bukan hanya telinganya tapi juga matanya yang ditetapi.Safira mengangguk samar dan sengan begitu Anita pergi meninggalkan Safira."Vano, ada yant bisa saya bantu?" tanya Anita begitu ia keluar."Dokter,
Hari itu Safira pingsan saat menjalani terapi. Namun itu bukanlah musibah, melainkan sebuah anugrah.Bagaiamana tidak? Ternyata itu adalah proses terakhir yang Safira lalui dalam terapi. Mulai sejak hari itu Safira sudah tidak takut lagi pada hujan. Memang ketakutan itu belum sepenuhnya hilang, tetapi itu sudah jauh lebih baik.Jika dulu rasa takutnya sangat besar dan mendominasi, kini rasa percaya dirinya dan keberaniannya yang lebih mendominasi. Hanya tinggal secuil saja perasaan traumanya pada hujan. Dan semuanya berharap trauma itu akan segera hilang meski dokter bilang itu tidak mungkin.Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah sudah berkehendak, bukan?Hari ini Vano mengajak Safira pergi ke panti. Pantai yang sama dengan saat pertama kali mereka pergi berdua malam itu. Saat pertama kalinya Safira berbicara terbuka pada Vano dan bahkan sampai mengungkapkan perasaannya pada Vano entah ia menyadarinya atau tidak.Senyum bungah tercetak jelas di b
"Ha? Beneran mau ke KUA?" tanya Safira terkejut."Haha ... enggak lah, Sayang," balas Vano untuk pertama kalinya menyebut Safira sayang.Safira tertunduk malu dengan pipi yang merona.Alfa dan Naura saling berpandangan lalu terkekeh bersama"Aku senang. Besok Eza dan Sherly sudah akan menikah, dan kalian juga akan secepatnya menikah. Memikirkannya saja aku bahagia," celetuk Naura."Doakan semoga semuanya lancar ya, Ibu peri," kata Vano."Iya, pasti dong. Aku selalu memdoakan yang terbaik untuk teman-temanku," balas Naura."Kebetulan sekali kita bertemu disini," ujar Safira."Iya, Naura tiba-tiba pengin ke pantai, jadi aku ajak kesini, yang jaraknya paling deket dengan rumah. Karena kalau kelamaan memenuhi keinginannya bisa-bisa dia berubah pikiran," ujar Alfa."Ha? Bisa begitu?" tanya Vano mengernyit."Iya, emosiaonalnya nggak setabil, dia gampang berubah-ubah dalam waktu dekat. Sekarang dia ingin telur bisa-bisa
Untung saja takoyaki itu dimakan hingga habis oleh Naura selama perjalanan pulang tadi. Setidaknya perut Naura sudah terisi.Setelah menghabiskan makanannya Naura tertidur di dalam mobil. Alfa melirik ke samping kemudian tertawa.Ya, Alfa tertawa geli membayangkan bagaimana menyebalkannya istrinya saat sedang minta ini itu. Apalagi tadi saat Naura meminta uang kembalian setelah membeli takoyaki. Padahal itu uang Vano tapi Naura memintanya seperti preman. Sangat menggelikan.Tapi itu memang lucu, meskipun perasaan kesal itu ada tapi Alfa lebih sering merasa gemas. Beruntung Alfa bisa menghadapinya dengan sabar. Yaa ... anggap saja itu sebagai ujian kesabaran untuk Alfa.Mereka akhirnya sampai di rumah. Alfa membaringkan istrinya si kamar dan tidak lupa menyelimutinya. Alfa mendekatkan bibirnya pada kening Naura dan mengecupnya hangat."Istirahatlah, Sayang. Kurang-kurangi menyebalkannya," bisik Alfa pada Naura yang tertidur. Alfa terkekeh pelan kemu
Hari ini adalah peata pernikahan Eza dan Sherly. Alfa, Naura, Safira dan Vano datang.Disana Naura banyak bertemu teman lama karena teman-teman Eza adalah teman-teman Naura juga di tempat kerjanya yang lama.Termasuk Adam yant waktu itu pernah dibahas oleh Eza dan Naura saat mereka masih bersama."Heyyooo ... sombing sekali sekarang kamu, Ra, nggak pernah mau main-main ke kantor," celetuk Adam."Adam, mana mungkin aku main-main ke kantor. Aku udah bukan apa-apa lagi disana. Kecuali kalau itu perusahaan nenek moyangku," balas Naura."Nenek moyang kita kan sama, Ra. Sama juga sama nenek moyangnya pak boss. Sama-sama seorang pelaut. Kan ada tuh lagunya, nenek moyangku seorang pelaut ...." ujar Adam diakhiri dengan nyanyian pendek.Alfa terkekeh pelan. Adam pun menoleh."Hei, Naura, suamimu tertawa," celetuk Adam. Naura jadi ikut tertawa."Hei, Bro, salam kenal, aku temannya Naura," sapa Adam menyapa Alfa."Ya, salam kenal.
Meskipun merasa lega karena bapak botak itu nerbaik hati mengizinkan Alfa menyentuh kepalanya dan juga tidak mengecewakan Naura, tetapi tetap saja Alfa menanggung malu.Bahkan Alfa cepat-cepat pergi ke kasir sebelum menyelesaikan belanjanya.Bayangkan, seorang CEO Dynamite yang terkenal arogan kini melakukan hal memalukan seperti itu. Alfa beberapa kali menghela napas kasar dan juga merapalkan mantra semoga Naura tidak akan lagi memintanya melakukan hal aneh-aneh lagi.Alfa mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia ingin segera sampai di rumah dan dia ingin menghukum istrinya.Sampai di rumah Alfa menggendong Naura masuk ke dalam rumahnya tanpa mempedulikan belanjaan yang baru saja mereka beli."Alfa, apa yang kamu lakukan? Turunkan aku dan ambil belanjaannya. Aku mau masak, Alfa," kata Naura merajuk."Diamlah. Aku sedang marah sekarang," kata Alfa dengan ekspresi datar."Ma-marah?" lirih Naura terbata."Ya, aku marah. K