Hari itu Safira pingsan saat menjalani terapi. Namun itu bukanlah musibah, melainkan sebuah anugrah.
Bagaiamana tidak? Ternyata itu adalah proses terakhir yang Safira lalui dalam terapi. Mulai sejak hari itu Safira sudah tidak takut lagi pada hujan. Memang ketakutan itu belum sepenuhnya hilang, tetapi itu sudah jauh lebih baik.
Jika dulu rasa takutnya sangat besar dan mendominasi, kini rasa percaya dirinya dan keberaniannya yang lebih mendominasi. Hanya tinggal secuil saja perasaan traumanya pada hujan. Dan semuanya berharap trauma itu akan segera hilang meski dokter bilang itu tidak mungkin.
Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah sudah berkehendak, bukan?
Hari ini Vano mengajak Safira pergi ke panti. Pantai yang sama dengan saat pertama kali mereka pergi berdua malam itu. Saat pertama kalinya Safira berbicara terbuka pada Vano dan bahkan sampai mengungkapkan perasaannya pada Vano entah ia menyadarinya atau tidak.
Senyum bungah tercetak jelas di b
"Ha? Beneran mau ke KUA?" tanya Safira terkejut."Haha ... enggak lah, Sayang," balas Vano untuk pertama kalinya menyebut Safira sayang.Safira tertunduk malu dengan pipi yang merona.Alfa dan Naura saling berpandangan lalu terkekeh bersama"Aku senang. Besok Eza dan Sherly sudah akan menikah, dan kalian juga akan secepatnya menikah. Memikirkannya saja aku bahagia," celetuk Naura."Doakan semoga semuanya lancar ya, Ibu peri," kata Vano."Iya, pasti dong. Aku selalu memdoakan yang terbaik untuk teman-temanku," balas Naura."Kebetulan sekali kita bertemu disini," ujar Safira."Iya, Naura tiba-tiba pengin ke pantai, jadi aku ajak kesini, yang jaraknya paling deket dengan rumah. Karena kalau kelamaan memenuhi keinginannya bisa-bisa dia berubah pikiran," ujar Alfa."Ha? Bisa begitu?" tanya Vano mengernyit."Iya, emosiaonalnya nggak setabil, dia gampang berubah-ubah dalam waktu dekat. Sekarang dia ingin telur bisa-bisa
Untung saja takoyaki itu dimakan hingga habis oleh Naura selama perjalanan pulang tadi. Setidaknya perut Naura sudah terisi.Setelah menghabiskan makanannya Naura tertidur di dalam mobil. Alfa melirik ke samping kemudian tertawa.Ya, Alfa tertawa geli membayangkan bagaimana menyebalkannya istrinya saat sedang minta ini itu. Apalagi tadi saat Naura meminta uang kembalian setelah membeli takoyaki. Padahal itu uang Vano tapi Naura memintanya seperti preman. Sangat menggelikan.Tapi itu memang lucu, meskipun perasaan kesal itu ada tapi Alfa lebih sering merasa gemas. Beruntung Alfa bisa menghadapinya dengan sabar. Yaa ... anggap saja itu sebagai ujian kesabaran untuk Alfa.Mereka akhirnya sampai di rumah. Alfa membaringkan istrinya si kamar dan tidak lupa menyelimutinya. Alfa mendekatkan bibirnya pada kening Naura dan mengecupnya hangat."Istirahatlah, Sayang. Kurang-kurangi menyebalkannya," bisik Alfa pada Naura yang tertidur. Alfa terkekeh pelan kemu
Hari ini adalah peata pernikahan Eza dan Sherly. Alfa, Naura, Safira dan Vano datang.Disana Naura banyak bertemu teman lama karena teman-teman Eza adalah teman-teman Naura juga di tempat kerjanya yang lama.Termasuk Adam yant waktu itu pernah dibahas oleh Eza dan Naura saat mereka masih bersama."Heyyooo ... sombing sekali sekarang kamu, Ra, nggak pernah mau main-main ke kantor," celetuk Adam."Adam, mana mungkin aku main-main ke kantor. Aku udah bukan apa-apa lagi disana. Kecuali kalau itu perusahaan nenek moyangku," balas Naura."Nenek moyang kita kan sama, Ra. Sama juga sama nenek moyangnya pak boss. Sama-sama seorang pelaut. Kan ada tuh lagunya, nenek moyangku seorang pelaut ...." ujar Adam diakhiri dengan nyanyian pendek.Alfa terkekeh pelan. Adam pun menoleh."Hei, Naura, suamimu tertawa," celetuk Adam. Naura jadi ikut tertawa."Hei, Bro, salam kenal, aku temannya Naura," sapa Adam menyapa Alfa."Ya, salam kenal.
Meskipun merasa lega karena bapak botak itu nerbaik hati mengizinkan Alfa menyentuh kepalanya dan juga tidak mengecewakan Naura, tetapi tetap saja Alfa menanggung malu.Bahkan Alfa cepat-cepat pergi ke kasir sebelum menyelesaikan belanjanya.Bayangkan, seorang CEO Dynamite yang terkenal arogan kini melakukan hal memalukan seperti itu. Alfa beberapa kali menghela napas kasar dan juga merapalkan mantra semoga Naura tidak akan lagi memintanya melakukan hal aneh-aneh lagi.Alfa mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia ingin segera sampai di rumah dan dia ingin menghukum istrinya.Sampai di rumah Alfa menggendong Naura masuk ke dalam rumahnya tanpa mempedulikan belanjaan yang baru saja mereka beli."Alfa, apa yang kamu lakukan? Turunkan aku dan ambil belanjaannya. Aku mau masak, Alfa," kata Naura merajuk."Diamlah. Aku sedang marah sekarang," kata Alfa dengan ekspresi datar."Ma-marah?" lirih Naura terbata."Ya, aku marah. K
Tidak terasa, waktu begitu cepat berlalu. Usia kehamilan Naura sudah empat bulan. Keluarganya baru saja mengadakan upacara empat bulanan kehamilan Naura.Oh ya, Vano dan Safira juga sudah menikah. Mereka tinggal di rumah Vano bersama orang tua Vano—Danti dan Yoga.Perut Naura sudah mulai nampak menonjol. Karena usia kandungannya yang sudah ssmakin bertambah, kekonyolan Naura juga semakin berkurang. Maksudnya, kini Naura sudah jarang meminta hal-hal yang aneh-aneh. Yaaa ... tidak bisa hilang sepenuhnya, hanya kadang-kadang saja tapi Alfa sudah cukup bernapas lega karena dia bisa lebih fokus mengurus pekerjaannya sekarang."Sayang, pada usia empat bulan kandungan, Allah menurunkan nyawa pada janin di dalam perut. Sekarang anak ini telah bernyawa," ujar Nalin sambil mengusap lembut perut Naura."Kalian ajaklah dia berkomunikasi. Dia ada di dalam perut tapi dia bisa mendengar apa yang orang tuanya bicarakan. Lakukan hal-hal baik dan ajaklah dia mendenga
"Ambil nasi goreng itu dan kasih gue uang satu juta," kata gadis itu dengan tersenyum miring.Alfa mendelik tajam. "Kamu memeras saya?""Nggak. Itu sih terserah lo aja. Kalau nggak mau ya udah sini balikin masi goreng gue. Lo lebih sayang uang satu juta lo atau istri lo?" kata gadis itu enteng dan terdengar meremehkan.Alfa ingin sekali meneriaki gadis itu, tapi dia teringat nasehat ibunya. 'Jaga sikapmu di luar sana. Ingatlah istrimu tengah mengandung.' Mengingat itu Alfa langsung mengurungkan niatnya.Alfa berpikir, apa sebaiknya dia membayar uang satu juta untuk nasi goreng itu?"Cepat putuskan. Gue nggak suka makan masi goreng yang udah dingin!" seru gadis itu mengagetkan Alfa dan membuyarkan lamunannya."Baiklah, saya beli nasi gorengmu seharga satu juta. Ini," kata Alfa pada akhirnya.Sambil terkekeh penuh kemenangan gadis itu menerima uang satu juta dari tangan Alfa."Senang bertransaksi sama lo," ucap gadis itu dan kemu
Hari ini Naura pergi ke kantor suaminya. Ia merasa bosan harus berada di rumah sebesar itu sendirian.Para karyawan mengangguk sopan menyapa Naura—Bu boss.Naura membuka pintu ruangan Alfa dan ia melihat Alfa dan Vano terngah saling berdekatan, sangat dekat. Bahkan wajah mereka hampir saling menempel."Kalian lagi ngapain?" tanya Naura memasuki ruangan. Alfa dan Vano langsung menoleh bersamaan dan Vano pun bergerak menjauh."Kok kalian deket-deketan gitu? Kalian nggak belok kan?" tanya Naura lagi."Sialan! Aku masih sangat normal, tahu!" semprot Vano kesal karena dituduh hal yang tidak masuk akal."Ssttt ... nggak boleh ngomong kasar sama ibu hamil," kata Naura berlagak jadi wanita lembut.Vano mendengus kesal lalu duduk di kursinya. "Nggak lagi hamil, lagi hamil, tetep aja nyebelinnya nggak hilang-hilang," cibir Vano."Semoga aja nanti abis lahiran nyebelinnya tambah ya, Van," ucap Naura asal."Bodo amat dah, suka
Semakin hari usia kandungan Naura semakin bertambah. Perutnya pun semakin membesar. Saat ini kandungannya sudah berumur tujuh bulan.Karena perutnya semakin membesar Naura berpikir untuk mulai mempersiapkan kebutuhan bayi mereka. Mulai dari kamar bayi dan segala perlengkapannya, dan juga lain-lain lagi.Hari ini Naura mengajak Alfa pergi berbelanja baju bayi. Mereka mengunjungi baby shop terbesar agar mereka leluasa untuk memilih segala kebutuhan bayi mereka.Oh ya, Alfa dan Naura sengaja tidak ingin mengetahui terlebih dahulu apakah bayinya perempuan atau laki-laki meski dokter bisa saja memberitahu mereka. Mereka sengaja ingin menjadikan itu sebagai sebuah kejutan bagi mereka.Karena mereka belum tahu apakah anak mereka perempuan atau laki-laki, maka mereka berbelanja barang-barang yang netral saja, yang sekiranya cocok dipakai bayi perempuan maupun laki-laki, seperti warnanya yang netral untuk perempuan atau laki-laki, seperti warna biru, putih, atau k