Debaran kebahagiaan bersarang pada dua hati yang kini tengah mempersiapkan diri untuk menuju hari bahagia. Menuju kehidupan baru yang harus dijalani bersama-sama, yaitu pernikahan.
Semua orang sibuk hari ini. Dan semua wajah menampakkan senyuman yang sama, yaitu senyum bahagia.
Dekorasi serba putih seperti harapan Naura telah dibuat dengan memuaskan. Para tamu undangan mulai berdatangan untuk menyaksikan upacara sakral hari ini.
Gaun pengantin telah melekat sempurna pada tubuh Naura. Seorang perias masih merapikan riasan Naura dan rambut Naura.
"Cantiknya ... putri ibu," puji Nalin ketika masuk ke dalam ruang rias.
"Ibu Nalin," ucap Naura.
"Kok ibu Nalin. Panggil ibu aja dong. Mulai sekarang kamu hanya harus panggil ibu saja, karena mulai hari ini Naura akan jadi putri ibu," kata Nalin. Naura tersenyum.
"Baiklah, Bu."
Nalin terus mengamati Naura melaui pantulan kaca. "Cantik. Pantas saja putra ibu cinta mati sama kamu," ujar Na
"Bagaimana perasaanmu saat menghadiri pernikahan mantan?" tanya Vano tanpa tahu kondisi dan situasi.Kini semua mata tertuju pada Eza, sedangkan Naura sudah tertunduk dalam.Sherly menunggu jawaban apa yang akan diucapkan oleh Eza. Sedangkan Alfa dibandingkan dengan rasa penasaran pada jawaban Eza ia lebih merasa kesal karena Vano tidak bisa mengendalikan mulutnya.Berbeda dengan Sherly dan Alfa, Safira merasa bingung dan bertanya-tanya, mantan?Alfa melotot ke arah Vano, namun Vano malah menunjukkan cengiran bodohnya.Ya Tuhan ... butuh kesabaran ratusan kali lipat memiliki sahabat seorang Vano yang terkadang berbuat yang tidak maauk akal atau melakukan hal-hal yang memancing emosi seperti sekarang ini."Semua orang berbahagia, mana mungkin aku bersedih?" balas Eza menanggapi pertanyaan Vano."Kita sudah memutuskan untuk berteman. Jadi apapun keputusan seorang teman, sebagai seorang teman aku harus mendukungnya dan ikut bahagia atas
"Kenapa harus malu? Kita udah jadi suami istri sekarang. Kamu nggak hanya akan melihat ini, tapi mungkin kamu akan melihat yang lain juga," kata Alfa membuat otak Naura langsung berkelana."Alfaaaa ...!""Hei hei, jangan teriak-teriak. Nanti orang-orang mengira aku ngapa-ngapain kamu," ujar Alfa."Biarin! Cepat pakai bajumu, Alfa!" bentak Naura."Iya iya, mau ambilin aku baju nggak?" tanya Alfa menggoda.Naura memutar bola mata. "Iya iya aku ambilin.""Ini.""Makasih, Sayang," kata Alfa.Naura hanya mengangguk. "Ayo makan.""Iya, mau di suapin?" tanya Alfa menawari."Nggak, makasih! Aku bukan anak kecil.""Nggak harus anak kecil dong. Kan biar mesra, suap-suapan gitu," ujar Alfa."Jangan buat aku geli, Alfa. Udah makan aja nggak usah banyak tingkah.""Astaghfirullohal'adzim ... kenapa susah banget mau mesra? Digombalin nggak mempan, di ajak mesra juga nggak mau," keluh Alfa.Naura terki
"Van, ayo siap-siap. Kita nggak boleh membuat kesalahan apalagi sampai terlambat. Pak Ashof orangnya sangat disiplin," kata Alfa berbicara pada Vano di dalam ruang kerjanya."Ya, aku sudah siapkan semuanya, tenang aja," balas Vano santai."Jangan tenang-tenang. Biasanya kamu suka menyepelekan sesuatu, periksa lagi baik-baik," ujar Vano."Ck, iya iya, Pak Boss."Tok tok tok!Spontan, Alfa dan Vano sama-sama menoleh ke arah pintu."Masuk!" Seru Alfa."Selamat pagi, Pak, saya mau mengantar data yang bapak minta," ujar Yessy—seorang yang baru saja mengetuk pintu."Oh ya, terima kasih banyak, Yessy, kamu sudah melakukan tugasmu dengan cepat. Aku sangat membutuhkan ini untuk presentasi nanti.""Itu sudah menjadi tugas saya, Pak, bapak tidak perlu berterima kasih."Alfa mengangguk."Apakah ada yang bisa saya kerjakan lagi, Pak?" tanya Yessy."Tidak ada, terima kasih. Kamu boleh pergi, Yessy," kata Alf
"Aku pulang ...!" seru Alfa memasuki rumahnya.Mendengar suara itu, Naura yang ada di dalam kamarnya langaung langaung berlari keluar. Naura menuruni tangga dengan terburu-buru, menghampiri Alfa dan langsung menabrakkan diri pada Alfa. Naura memeluk Alfa erat.Alfa terkekeh geli melihat kelakuan istrinya yang sangat kekanakan. Ia tidak pernah menyangka kalau istrinya akan bersikap seperti ini setelah mereka menikah.Biasanya orang setelah menikah akan besikap lebih cuek, tapi Naura malah sebaliknya. Ia bersikap lebih manja. Alfa sama sekali tidak mengeluh, justru ia merasa senang.Alfa membalas pelukan Naura dan mengecup puncak kepala istrinya singkat."Nggak jadi pergi belanja sama ibu?" tanya Alfa."Aku tahu kamu akan pulang ceoat, jadi aku memilih di rumah aja," balas Naura.Alfa tersenyum."Mau minum?" tanya Naura."Nggak usah, aku belum haus.""Ya udah. Kamu ganti baju dulu sana.""Iya."Alfa be
"Dokter, bagaimana kondisi Safira?" tanya Vano cepat-cepat menghampiri dokter Anita.Anita tersenyum. "Vano, seepetinya dia lebih merasa aman setelah bersamamu. Kondisinya semakin membaik. Perkembangannya signifikan. Dia lebih stabil sekarang," jelas Anita dengan logatnya yang lembut dan pelan dalam berbicara."Syukurlah kalau begitu, saya lega mendengarnya, Dokter.""Iya. Saya tidak menyangka kamu membawa pengaruh baik untuk Safira. Vano, kalau bisa saya meminta, terus jaga Safira dengan baik. Jangan kecewakan dia. Karena orang yang memiliki kondisi seperti Safira bisa saja kehilangan kepercayaan pada semua orang jika sudah pernah dikevewakan. Kamu paham apa maksud saya kan, Vano?" tutur Anita."Saya sangat mengerti, Dokter. Saya sudah bertekad untuk selalu ada untuknya dan menjaganya dengan sepenuh hati saya. Sebisa mungkin saya akan lakukan yang terbaik yang bisa saya lakukan," ujar Vano serius."Bguslah kalau begitu, saya kadi tidak khawatir la
Kehidupan rumah tangga mungkin tidak semudah yang mereka bayangkan, tapi juga tak semenyeramkan yang mereka kira.Wajar, jika dalam beradaptasi pada kebiasaan baru pasangan pengantin baru sering berselisih paham. Wajar jika semua ingin menang sendiri. Tapi semakin dijalani semuanya semakin membaik dan mudah.Tidak terasa usia pernikahan Naura dan Alfa sudah satu bulan. Perdebatan kecil seperti memperebutkan lampu untuk dinyalakan atau dimatikan saat tidur sering terjadi, namun mereka menyelesaiaknnya dengan begitu baik. Yaa ... meskipun seringkali Alfa yang mengalah, tetapi Alfa ikhlas melalukannya.Pagi hari adalah waktu yang disukai banyak orang. Karena di pagi hari semangat-semangat baru bermunculan dan kondisi tubuh sedang fresh serta pikiran positif memenuhi kepala.Hari ini Alfa berencana mengajak Naura pergi jalan-jalan. Namun entah mengapa setelah sarapan pagi Naura merasa mual. Ia buru-buru pergi ke kamar mandi. Ia sangat ingin muntah namun tidak
"Program kehamilan?" kaget Naura."Pogram kehamilan, Bu?" Alfa juga terkejut."Iya, program kehamilan, kenapa kalian sangat terkejut?" Nalin mengernyit.Alfa tertawa. Naura pun tertawa kecil."Kenapa kalian tertawa?" tanya Dahayu mengernyit."Ibu, Ayah, sebenarnya kami kesini karena kami ingin menyampaikan kabar gembira, pada kalian," ucap Alfa."Kabar gembira?""Apa itu?""Jadi pagi tadi kami pergi ke dokter karena Naura bilang dia nggak enak badan. Setelah Naura diperiksa, dokter mengatakan bahwa ... Naura hamil," jelas Alfa mewakili."Naura hamil?""Kamu nggak bercanda kan, Alfa?""Naura benar hamil? Alhamdulillah ...."Para ibu dan ayah berseru kaget sekaligus bersemangat mendengar kabar tersebut."Iya, Bu, serius, Alfa nggak bercanda," balas Alfa lagi."Alhamdulillah ya Allah. Syukurlah, Naura," kata Dahayu sambil memeluk Naura dari sisi kiri."Selamat ya, Anakku, kamu akan
"Aku akan menikahi Safira, Al, secepatnya."Alfa tercengang. Apakah Vano benar-benar sudah memikirkannya matang-matang?"Vano, menikah itu bukan untuk cepat-cepat. Semuany harus siap, termasuk siap hati dan siap mental. Tidak bisa diputuskan cepat-cepat apalagi dalam kondisi tergesa. Pikirkanlah dengan pikiran yang tenang," kata Alfa menasehati."Al, kamu nggak tahu bagaimana sakitnya aku waktu lihat dia ketakutan dan gemetar. Aku cuma memikirkan bagaimana kalau saat dia ketakutan dan saat itu nggak ada disampingnya. Yang ada di kepalaku adalah pikiran-pikiran buruk, Al, tolong mengertilah." Vano mengusap wajahnya dengan kasar.Alfa menggela napas. "Aku bisa mengerti perasaanmu, Van, aku tahu kamu juga ingin melindunginya. Aku sama sekali nggak mgelarang kamu menikahi Safira, itu justru malah bagus kalau kalian menikah. Kamu coba bicarakan dengan Safira dulu saja," ujar Alfa.Vano mengangguk. "Di luar hujan mulai turun. Aku akan mengantarnya pulang