"Kenapa harus malu? Kita udah jadi suami istri sekarang. Kamu nggak hanya akan melihat ini, tapi mungkin kamu akan melihat yang lain juga," kata Alfa membuat otak Naura langsung berkelana.
"Alfaaaa ...!"
"Hei hei, jangan teriak-teriak. Nanti orang-orang mengira aku ngapa-ngapain kamu," ujar Alfa.
"Biarin! Cepat pakai bajumu, Alfa!" bentak Naura.
"Iya iya, mau ambilin aku baju nggak?" tanya Alfa menggoda.
Naura memutar bola mata. "Iya iya aku ambilin."
"Ini."
"Makasih, Sayang," kata Alfa.
Naura hanya mengangguk. "Ayo makan."
"Iya, mau di suapin?" tanya Alfa menawari.
"Nggak, makasih! Aku bukan anak kecil."
"Nggak harus anak kecil dong. Kan biar mesra, suap-suapan gitu," ujar Alfa.
"Jangan buat aku geli, Alfa. Udah makan aja nggak usah banyak tingkah."
"Astaghfirullohal'adzim ... kenapa susah banget mau mesra? Digombalin nggak mempan, di ajak mesra juga nggak mau," keluh Alfa.
Naura terki
"Van, ayo siap-siap. Kita nggak boleh membuat kesalahan apalagi sampai terlambat. Pak Ashof orangnya sangat disiplin," kata Alfa berbicara pada Vano di dalam ruang kerjanya."Ya, aku sudah siapkan semuanya, tenang aja," balas Vano santai."Jangan tenang-tenang. Biasanya kamu suka menyepelekan sesuatu, periksa lagi baik-baik," ujar Vano."Ck, iya iya, Pak Boss."Tok tok tok!Spontan, Alfa dan Vano sama-sama menoleh ke arah pintu."Masuk!" Seru Alfa."Selamat pagi, Pak, saya mau mengantar data yang bapak minta," ujar Yessy—seorang yang baru saja mengetuk pintu."Oh ya, terima kasih banyak, Yessy, kamu sudah melakukan tugasmu dengan cepat. Aku sangat membutuhkan ini untuk presentasi nanti.""Itu sudah menjadi tugas saya, Pak, bapak tidak perlu berterima kasih."Alfa mengangguk."Apakah ada yang bisa saya kerjakan lagi, Pak?" tanya Yessy."Tidak ada, terima kasih. Kamu boleh pergi, Yessy," kata Alf
"Aku pulang ...!" seru Alfa memasuki rumahnya.Mendengar suara itu, Naura yang ada di dalam kamarnya langaung langaung berlari keluar. Naura menuruni tangga dengan terburu-buru, menghampiri Alfa dan langsung menabrakkan diri pada Alfa. Naura memeluk Alfa erat.Alfa terkekeh geli melihat kelakuan istrinya yang sangat kekanakan. Ia tidak pernah menyangka kalau istrinya akan bersikap seperti ini setelah mereka menikah.Biasanya orang setelah menikah akan besikap lebih cuek, tapi Naura malah sebaliknya. Ia bersikap lebih manja. Alfa sama sekali tidak mengeluh, justru ia merasa senang.Alfa membalas pelukan Naura dan mengecup puncak kepala istrinya singkat."Nggak jadi pergi belanja sama ibu?" tanya Alfa."Aku tahu kamu akan pulang ceoat, jadi aku memilih di rumah aja," balas Naura.Alfa tersenyum."Mau minum?" tanya Naura."Nggak usah, aku belum haus.""Ya udah. Kamu ganti baju dulu sana.""Iya."Alfa be
"Dokter, bagaimana kondisi Safira?" tanya Vano cepat-cepat menghampiri dokter Anita.Anita tersenyum. "Vano, seepetinya dia lebih merasa aman setelah bersamamu. Kondisinya semakin membaik. Perkembangannya signifikan. Dia lebih stabil sekarang," jelas Anita dengan logatnya yang lembut dan pelan dalam berbicara."Syukurlah kalau begitu, saya lega mendengarnya, Dokter.""Iya. Saya tidak menyangka kamu membawa pengaruh baik untuk Safira. Vano, kalau bisa saya meminta, terus jaga Safira dengan baik. Jangan kecewakan dia. Karena orang yang memiliki kondisi seperti Safira bisa saja kehilangan kepercayaan pada semua orang jika sudah pernah dikevewakan. Kamu paham apa maksud saya kan, Vano?" tutur Anita."Saya sangat mengerti, Dokter. Saya sudah bertekad untuk selalu ada untuknya dan menjaganya dengan sepenuh hati saya. Sebisa mungkin saya akan lakukan yang terbaik yang bisa saya lakukan," ujar Vano serius."Bguslah kalau begitu, saya kadi tidak khawatir la
Kehidupan rumah tangga mungkin tidak semudah yang mereka bayangkan, tapi juga tak semenyeramkan yang mereka kira.Wajar, jika dalam beradaptasi pada kebiasaan baru pasangan pengantin baru sering berselisih paham. Wajar jika semua ingin menang sendiri. Tapi semakin dijalani semuanya semakin membaik dan mudah.Tidak terasa usia pernikahan Naura dan Alfa sudah satu bulan. Perdebatan kecil seperti memperebutkan lampu untuk dinyalakan atau dimatikan saat tidur sering terjadi, namun mereka menyelesaiaknnya dengan begitu baik. Yaa ... meskipun seringkali Alfa yang mengalah, tetapi Alfa ikhlas melalukannya.Pagi hari adalah waktu yang disukai banyak orang. Karena di pagi hari semangat-semangat baru bermunculan dan kondisi tubuh sedang fresh serta pikiran positif memenuhi kepala.Hari ini Alfa berencana mengajak Naura pergi jalan-jalan. Namun entah mengapa setelah sarapan pagi Naura merasa mual. Ia buru-buru pergi ke kamar mandi. Ia sangat ingin muntah namun tidak
"Program kehamilan?" kaget Naura."Pogram kehamilan, Bu?" Alfa juga terkejut."Iya, program kehamilan, kenapa kalian sangat terkejut?" Nalin mengernyit.Alfa tertawa. Naura pun tertawa kecil."Kenapa kalian tertawa?" tanya Dahayu mengernyit."Ibu, Ayah, sebenarnya kami kesini karena kami ingin menyampaikan kabar gembira, pada kalian," ucap Alfa."Kabar gembira?""Apa itu?""Jadi pagi tadi kami pergi ke dokter karena Naura bilang dia nggak enak badan. Setelah Naura diperiksa, dokter mengatakan bahwa ... Naura hamil," jelas Alfa mewakili."Naura hamil?""Kamu nggak bercanda kan, Alfa?""Naura benar hamil? Alhamdulillah ...."Para ibu dan ayah berseru kaget sekaligus bersemangat mendengar kabar tersebut."Iya, Bu, serius, Alfa nggak bercanda," balas Alfa lagi."Alhamdulillah ya Allah. Syukurlah, Naura," kata Dahayu sambil memeluk Naura dari sisi kiri."Selamat ya, Anakku, kamu akan
"Aku akan menikahi Safira, Al, secepatnya."Alfa tercengang. Apakah Vano benar-benar sudah memikirkannya matang-matang?"Vano, menikah itu bukan untuk cepat-cepat. Semuany harus siap, termasuk siap hati dan siap mental. Tidak bisa diputuskan cepat-cepat apalagi dalam kondisi tergesa. Pikirkanlah dengan pikiran yang tenang," kata Alfa menasehati."Al, kamu nggak tahu bagaimana sakitnya aku waktu lihat dia ketakutan dan gemetar. Aku cuma memikirkan bagaimana kalau saat dia ketakutan dan saat itu nggak ada disampingnya. Yang ada di kepalaku adalah pikiran-pikiran buruk, Al, tolong mengertilah." Vano mengusap wajahnya dengan kasar.Alfa menggela napas. "Aku bisa mengerti perasaanmu, Van, aku tahu kamu juga ingin melindunginya. Aku sama sekali nggak mgelarang kamu menikahi Safira, itu justru malah bagus kalau kalian menikah. Kamu coba bicarakan dengan Safira dulu saja," ujar Alfa.Vano mengangguk. "Di luar hujan mulai turun. Aku akan mengantarnya pulang
Jadi apakah benar bahwa yang menjadi obat penenang Safira adalah kecupan hangat Vano di puncak kepalanya?Itu terdengar aneh dan sedikit tidak masuk akal, dan lebih terdengar modus, benar? Tapi nyatanya seperti itu.Tapi ... semua itu belum bisa dipastikan. Maka hari ini Vano membawa Safira menemui dokter Anita. Untung saja hari ini dokter Anita sudah bisa menerima pasien lagi setelah dua hari kemarin ada keperluan yang mengharuskan dirinya pergi ke luar kota.Tok tok tok!Vano sengaja mengetuk pintu ruang terapi saat Safira sedang menjalani terapinya di dalam sana."Safira, lanjutkan sendiri dulu ya, saya keluar sebentar," kata Anita pada Safira yang tengah dimintanya untuk mendengarkan suara hujan sekaligus video hujan. Agar bukan hanya telinganya tapi juga matanya yang ditetapi.Safira mengangguk samar dan sengan begitu Anita pergi meninggalkan Safira."Vano, ada yant bisa saya bantu?" tanya Anita begitu ia keluar."Dokter,
Hari itu Safira pingsan saat menjalani terapi. Namun itu bukanlah musibah, melainkan sebuah anugrah.Bagaiamana tidak? Ternyata itu adalah proses terakhir yang Safira lalui dalam terapi. Mulai sejak hari itu Safira sudah tidak takut lagi pada hujan. Memang ketakutan itu belum sepenuhnya hilang, tetapi itu sudah jauh lebih baik.Jika dulu rasa takutnya sangat besar dan mendominasi, kini rasa percaya dirinya dan keberaniannya yang lebih mendominasi. Hanya tinggal secuil saja perasaan traumanya pada hujan. Dan semuanya berharap trauma itu akan segera hilang meski dokter bilang itu tidak mungkin.Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah sudah berkehendak, bukan?Hari ini Vano mengajak Safira pergi ke panti. Pantai yang sama dengan saat pertama kali mereka pergi berdua malam itu. Saat pertama kalinya Safira berbicara terbuka pada Vano dan bahkan sampai mengungkapkan perasaannya pada Vano entah ia menyadarinya atau tidak.Senyum bungah tercetak jelas di b
"Pak Alfa, ini keputusan yang sangat sulit yang harus kalian putuskan. Karena kalian harus memilih salah satu di antara mereka. Kalian memilih menyelamatkan ibunya atau anak yang dikandungnya?"Alfa langsung merasa kebas. Ia hampir ambruk karena seluruh tulangnya serasa diloloskan dari tubuhnya."Nggak mungkin! Nggak mungkin saya pilih salah satu diantara mereka. Selamatkan istri dan anak saya, Dokter. Dokter harus menyelamatkan mereka!" Alfa berteriak kapal. Nalin memegangi Alfa sambil meneteskan air mata. Pada akhirnya keputusan sulit ini harus diambil."Alfa, tenanglah, Nak," lirih Nalin."Bagaimana aku bisa tenang, Bu, anak dan istriku sedang berjuang tapi aku harus memilih salah satu dari mereka. Aku nggak mungkin bisa memilih, Bu," balas Alfa masih juga berteriak.Tak hanya Alfa yang terkejut dan kesulitan mengambil keputusan. Semua orang disana merasakan hal yang sama.Dahayu sudah menangis, Dharma memeluk istrinya. Begitu pula dengan
"Dokter, bagaimana keadaan istri saya?""Pasien sangat lemah. Pendarahan yang terjadi cukup menguras banyak darah. Saat ini pasien masih harus istirahat," jelas dokter."Tapi dia baik-baik aja kan, Dok? Dia pasti sembuh kan, Dok?" tanya Alfa lagi.Dokter itu menghela napas berat, seberat ia menjelaskan keadaan pasiennya yang sebenarnya.Sebagai seorang dokter Lily bertekad untuk selalu mengatakan hal-hal baik karena ucapan adalah doa. Dan juga dokter Lily selalu berusaha menjaga perasaan keluarga pasien agar tidak down."Berdoalah yang terbaik untuk pasien. Hanya Allah yang bisa menolongnya," ujar dokter Lily dengan senyum optimis, mencoba memancarkan sinyal positif meskipun sebenarnya ia sendiri merasa tidak seoptimis itu."Bolehkah saya menemui istri saya, Dok?"Dokter Lily mengangguk. "Silakan berikan kekuatan pada istri anda. Tapi tolong jangan mengganggu istirahatnya. Dia sangat lemah, sebaiknya jangan membangunkannya selama pasi
Vano uring-uringan sendiri di depan ruang IGD. Alfa benar-benar membuatnya tak habis pikir. Disaat istrinya berjuang untuk bertahan hidup dia malah melakukan hal yang tidak bisa dibenarkan. Ya Tuhan ....Vano sangat ingin menyusul Alfa tapi dia juga tidak bisa meninggalkan Safira sendiri apalagi di rumah sakit. Vano merasa serba tak mampu sekarang."Sayang, tenanglah ... kita beritahu pada tante Nalin saja nanti kalau dia sudah datang. Tante Nalin pasti bisa mengurus Alfa. Tenang yaa ... aku udah menelpon mereka, sebentar lagi pasti mereka datang," kata Safira membujuk suaminya.Untuk menghargai usaha istrinya, Vano melempar senyum sambil mengangguk meski sebenarnya ia tetap tidak tenamg. "Iya, kita tunggu mereka saja."Dan ya, orang tua Naura dan orang tua Alfa akhirnya datang tak lama kemudian."Vano, Safira, apa yang terjadi? Bagaimana keadaan Naura?" tanya Dahayu sangatlah panik. Keringat dingi bercucuran dimana-mana."Tante, kami nggak
Semakin hari usia kandungan Naura semakin bertambah. Perutnya pun semakin membesar. Saat ini kandungannya sudah berumur tujuh bulan.Karena perutnya semakin membesar Naura berpikir untuk mulai mempersiapkan kebutuhan bayi mereka. Mulai dari kamar bayi dan segala perlengkapannya, dan juga lain-lain lagi.Hari ini Naura mengajak Alfa pergi berbelanja baju bayi. Mereka mengunjungi baby shop terbesar agar mereka leluasa untuk memilih segala kebutuhan bayi mereka.Oh ya, Alfa dan Naura sengaja tidak ingin mengetahui terlebih dahulu apakah bayinya perempuan atau laki-laki meski dokter bisa saja memberitahu mereka. Mereka sengaja ingin menjadikan itu sebagai sebuah kejutan bagi mereka.Karena mereka belum tahu apakah anak mereka perempuan atau laki-laki, maka mereka berbelanja barang-barang yang netral saja, yang sekiranya cocok dipakai bayi perempuan maupun laki-laki, seperti warnanya yang netral untuk perempuan atau laki-laki, seperti warna biru, putih, atau k
Hari ini Naura pergi ke kantor suaminya. Ia merasa bosan harus berada di rumah sebesar itu sendirian.Para karyawan mengangguk sopan menyapa Naura—Bu boss.Naura membuka pintu ruangan Alfa dan ia melihat Alfa dan Vano terngah saling berdekatan, sangat dekat. Bahkan wajah mereka hampir saling menempel."Kalian lagi ngapain?" tanya Naura memasuki ruangan. Alfa dan Vano langsung menoleh bersamaan dan Vano pun bergerak menjauh."Kok kalian deket-deketan gitu? Kalian nggak belok kan?" tanya Naura lagi."Sialan! Aku masih sangat normal, tahu!" semprot Vano kesal karena dituduh hal yang tidak masuk akal."Ssttt ... nggak boleh ngomong kasar sama ibu hamil," kata Naura berlagak jadi wanita lembut.Vano mendengus kesal lalu duduk di kursinya. "Nggak lagi hamil, lagi hamil, tetep aja nyebelinnya nggak hilang-hilang," cibir Vano."Semoga aja nanti abis lahiran nyebelinnya tambah ya, Van," ucap Naura asal."Bodo amat dah, suka
"Ambil nasi goreng itu dan kasih gue uang satu juta," kata gadis itu dengan tersenyum miring.Alfa mendelik tajam. "Kamu memeras saya?""Nggak. Itu sih terserah lo aja. Kalau nggak mau ya udah sini balikin masi goreng gue. Lo lebih sayang uang satu juta lo atau istri lo?" kata gadis itu enteng dan terdengar meremehkan.Alfa ingin sekali meneriaki gadis itu, tapi dia teringat nasehat ibunya. 'Jaga sikapmu di luar sana. Ingatlah istrimu tengah mengandung.' Mengingat itu Alfa langsung mengurungkan niatnya.Alfa berpikir, apa sebaiknya dia membayar uang satu juta untuk nasi goreng itu?"Cepat putuskan. Gue nggak suka makan masi goreng yang udah dingin!" seru gadis itu mengagetkan Alfa dan membuyarkan lamunannya."Baiklah, saya beli nasi gorengmu seharga satu juta. Ini," kata Alfa pada akhirnya.Sambil terkekeh penuh kemenangan gadis itu menerima uang satu juta dari tangan Alfa."Senang bertransaksi sama lo," ucap gadis itu dan kemu
Tidak terasa, waktu begitu cepat berlalu. Usia kehamilan Naura sudah empat bulan. Keluarganya baru saja mengadakan upacara empat bulanan kehamilan Naura.Oh ya, Vano dan Safira juga sudah menikah. Mereka tinggal di rumah Vano bersama orang tua Vano—Danti dan Yoga.Perut Naura sudah mulai nampak menonjol. Karena usia kandungannya yang sudah ssmakin bertambah, kekonyolan Naura juga semakin berkurang. Maksudnya, kini Naura sudah jarang meminta hal-hal yang aneh-aneh. Yaaa ... tidak bisa hilang sepenuhnya, hanya kadang-kadang saja tapi Alfa sudah cukup bernapas lega karena dia bisa lebih fokus mengurus pekerjaannya sekarang."Sayang, pada usia empat bulan kandungan, Allah menurunkan nyawa pada janin di dalam perut. Sekarang anak ini telah bernyawa," ujar Nalin sambil mengusap lembut perut Naura."Kalian ajaklah dia berkomunikasi. Dia ada di dalam perut tapi dia bisa mendengar apa yang orang tuanya bicarakan. Lakukan hal-hal baik dan ajaklah dia mendenga
Meskipun merasa lega karena bapak botak itu nerbaik hati mengizinkan Alfa menyentuh kepalanya dan juga tidak mengecewakan Naura, tetapi tetap saja Alfa menanggung malu.Bahkan Alfa cepat-cepat pergi ke kasir sebelum menyelesaikan belanjanya.Bayangkan, seorang CEO Dynamite yang terkenal arogan kini melakukan hal memalukan seperti itu. Alfa beberapa kali menghela napas kasar dan juga merapalkan mantra semoga Naura tidak akan lagi memintanya melakukan hal aneh-aneh lagi.Alfa mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia ingin segera sampai di rumah dan dia ingin menghukum istrinya.Sampai di rumah Alfa menggendong Naura masuk ke dalam rumahnya tanpa mempedulikan belanjaan yang baru saja mereka beli."Alfa, apa yang kamu lakukan? Turunkan aku dan ambil belanjaannya. Aku mau masak, Alfa," kata Naura merajuk."Diamlah. Aku sedang marah sekarang," kata Alfa dengan ekspresi datar."Ma-marah?" lirih Naura terbata."Ya, aku marah. K
Hari ini adalah peata pernikahan Eza dan Sherly. Alfa, Naura, Safira dan Vano datang.Disana Naura banyak bertemu teman lama karena teman-teman Eza adalah teman-teman Naura juga di tempat kerjanya yang lama.Termasuk Adam yant waktu itu pernah dibahas oleh Eza dan Naura saat mereka masih bersama."Heyyooo ... sombing sekali sekarang kamu, Ra, nggak pernah mau main-main ke kantor," celetuk Adam."Adam, mana mungkin aku main-main ke kantor. Aku udah bukan apa-apa lagi disana. Kecuali kalau itu perusahaan nenek moyangku," balas Naura."Nenek moyang kita kan sama, Ra. Sama juga sama nenek moyangnya pak boss. Sama-sama seorang pelaut. Kan ada tuh lagunya, nenek moyangku seorang pelaut ...." ujar Adam diakhiri dengan nyanyian pendek.Alfa terkekeh pelan. Adam pun menoleh."Hei, Naura, suamimu tertawa," celetuk Adam. Naura jadi ikut tertawa."Hei, Bro, salam kenal, aku temannya Naura," sapa Adam menyapa Alfa."Ya, salam kenal.