Share

Bab 3

Selama sesi foto, dua orang itu duduk bersama, tetapi ada sedikit ruang di antara mereka yang cukup untuk orang lain bisa duduk.

Staf KUA itu tersenyum pahit dan berkata, “Pak Daniel, bisakah Anda mendekat ke Nona Felis?”

Jarak antara mereka terlalu lebar dan staf itu takut tidak bisa mengambil gambar wajah Daniel.

Daniel mendekat ke Felis dengan ekspresi datar.

Ruang di antara mereka tersisa sedikit, tetapi masih belum cukup.

“Nona Felis, bisakah Anda mencondongkan kepada ke arah Pak Daniel? Ini akan membuat gambarnya terlihat lebih intim.”

Intim?

Felis memandang Daniel dengan sedikit kaget.

Daniel hanya diam dan hampir tidak ada perubahan pada ekspresi wajahnya.

Felis tersenyum canggung dan mencondongkan kepalanya ke arah Daniel.

Setelah sesi foto, keduanya langsung mendapatkan surat nikah.

Felis memandangi surat nikah yang baru didapatnya dan dengan hati-hati memasukkannya ke dalam tas kuliah.

Setelah mendapatkan surat nikah, Daniel langsung meninggalkan KUA tanpa mengucapkan kata perpisahan.

Felis melihatnya masuk ke dalam mobil dinasnya tanpa menoleh ke belakang. Daniel bahkan seperti tidak menganggap keberadaan Felis, apalagi mengantarnya pulang.

Namun, Felis bahkan tidak berpikir untuk meminta Daniel mengantarnya.

Sementara itu, orang yang duduk di Mobil Rolls-Royce itu sangat ingin mengantarnya.

Akan tetapi, mereka belum bertemu secara resmi dan lelaki tua itu takut kalau tindakan gegabahnya akan membuat Felis takut dan membuat Felis mengira dia adalah orang tua yang jahat.

Akhirnya, lelaki tua itu dengan tenang pergi setelah melihat Felis naik bus.

***

Waktu berlalu dengan cepat dan akhir pekan pun tiba dalam sekejap mata.

Beberapa hari terakhir ini, Felis memendam rasa marah di hati.

Dia ingin kembali dan bertengkar dengan ibunya, lalu memutus tali hubungan dengannya.

Bagaimana mungkin seorang ibu menjual keperawanan putrinya? Ibu macam apa dia? Lebih baik tidak punya ibu seperti dia.

Bagaimanapun, ibunya sudah mengambil uangnya. Lebih baik untuk Felis menganggap itu sebagai kompensasi atas kerja keras ibunya yang sudah membesarkannya selama bertahun-tahun.

Di awal pagi, Felis pulang dengan naik bus.

Begitu Felis masuk ke dalam rumah, dia melihat bungkusan hadiah besar dan kecil di dalam rumah. Lili terlihat bahagia dan tersenyum sangat lebar.

Putranya akan bertunangan dan dia akan segera menggendong cucu.

Semakin Lili memikirkan hal itu, semakin dia merasa senang.

Dia berbalik dan melihat Felis, wajah tersenyumnya langsung berubah. “Kenapa kamu kembali?”

Felis marah dan tambah kesal. “Kenapa aku tidak boleh kembali? Ini rumahku, ke mana lagi aku harus pergi? Lagi pula, kamu menjualku dan mendapatkan begitu banyak uang. Tidak bolehkah aku kembali dan mendapatkan sebagian uangnya?”

“Mendapatkan bagian?”

Lili menjadi sangat marah.

“Jangan pernah berpikir akan hal itu. Aku sudah membesarkanmu selama bertahun-tahun dan kamu sudah menghabiskan begitu banyak uangku, bukankah hanya sekedar membiarkanmu tidur dengan seorang pria, lalu kamu masih menginginkan bagian? Apa kamu masih punya hati nurani?”

Hati nurani?

“Ibu, apakah Ibu juga punya hati nurani? Coba ibu periksa hati nurani Ibu, apa hal itu sesederhana tidur dengan seseorang? Ibu menjual tubuhku, menjual keperawananku yang hanya bisa sekali seumur hidupku. Ibu mana di dunia ini yang tega melakukan hal itu?

Felis dengan lidah tajamnya terus-menerus bicara tanpa memberi ampun ibunya.

Lili sangat marah dan menampar Felis. “Bukankah Ibu hanya memintamu untuk tidur dengan seorang pria? Kenapa terlalu dianggap serius? Bukankah kamu harus tidur dengan seseorang jika nanti kamu punya hubungan dengan orang itu? Apa kamu mau menjadi perawan tua selamanya tanpa hubungan atau pernikahan?”

Felis terhuyung mundur dua langkah dan hampir terjatuh. Dia berpegangan pada meja, menggertakkan giginya, dan menahan air mata yang hampir mengalir.

“Itu hal yang beda. Kamu sudah menjual tubuhku. Aku bisa melaporkanmu. Kamu menggunakan uang hasil menjual tubuhku untuk menikahkan anakmu, tetapi kamu tidak merasa bersalah. Kamu bahkan menamparku. Bu, apakah hati nuranimu sudah habis dimakan anjing?”

Tangan Lili gemetar karena marah. Dia menunjuk hidung Felis dan mengumpat, “Silakan saja kalau kamu mau melaporkanmu. Kalau kamu berani, aku tidak akan pernah mengakuimu sebagai putriku seumur hidup. Anggap saja aku tidak pernah melahirkanmu dan membesarkanmu.”

Felis tidak menunjukkan kelemahan apa pun dan membalas, “Kamu hanya melahirkanku, apa kamu berani mengatakan kalau kamu juga membesarkanku? Kamu telah menitipkanku kepada Nenek sejak aku masih kecil. Nenek yang telah merawatku sepanjang hidupku dan semua makanan, minuman, dan kebutuhan sehari-hari, semuanya adalah pemberian nenekku. Bu Lili, tanyakan pada dirimu sendiri, berapa banyak uang yang telah kamu keluarkan untukku? Berapa banyak usaha yang telah kamu lakukan untukku?”

Felis bahkan tidak memanggilnya ibu lagi dan hampir memanggilnya dengan hanya panggilan nama saja.

Lili melompat dan mengulurkan tangannya untuk memukul Felis, tetapi ditahan.

Ayahnya, Heru Nadara, dan kakak laki-lakinya, Zidan Nadara, telah kembali.

Zidan sedang memegang sekotak berisi bir dan Heru memegang sekotak ginseng di satu tangan dan memegang tangan istrinya dengan tangan sebelahnya. “Lili, apa yang sedang kamu lakukan? Hari ini adalah hari pertunangan putra kita, bisakah kamu berhenti membuat masalah?”

“Masalah? Lihat siapa yang membuat masalah. Putri baikmu meminta uang kepadaku begitu dia pulang, katanya empat ratus juta itu adalah hasil jerih payahnya dan dia ingin uang itu kembali.”

Empat ratus juta?

Felis tercengang.

Dia tidak menyangka bahwa ibunya begitu serakah dengan meminta bayaran sebesar empat ratus juta. Dia juga tidak menyangka bahwa bayaran untuk tubuhnya bisa sebesar itu.

“Mau minta balik?”

Ekspresi Heru berubah seketika.

“Felis, kenapa kamu begitu tidak pengertian? Kakakmu sudah hampir berusia 30 tahun dan masih belum menikah. Dia akhirnya punya pacar, tetapi pacarnya meminta empat ratus juta sebagai hadiah pertunangan. Bukankah orang tuamu ini tidak punya uang sebanyak itu, kami terpaksa melakukan hal ini sebagai pilihan terakhir. Jika kamu meminta bagian, apa kamu akan membiarkan kakakmu melajang seumur hidup?”

Felih tidak bisa menahan amarahnya lagi dan dia pun menangis.

Apakah mereka benar-benar orang tua kandung Felis?

Apakah mereka masih punya rasa kemanusiaan?

Haruskah mereka mengorbankan kebahagiaan putrinya seumur hidup agar putra mereka bisa memulai keluarga baru?

Untung saja, Daniel menikahi Felis. Kalau tidak, Felis akan mengalami trauma sepanjang hidupnya.

Melihat Felis tidak berkata apa pun, Zidan bersikap seperti kakak laki-laki pada umumnya dan menegurnya. “Felis, kamu terlalu tidak pengertian. Tidak mudah bagi orang tua kita untuk membesarkan kita. Bagaimana bisa membuat Ibu begitu marah? Minta maaflah kepada Ibu. Aku yakin, dia akan memaafkanmu dan masalah ini akan selesai. Jangan membuat Ibu marah lagi nantinya.”

Felis mendongak ke arah Zidan dan menatapnya dengan penuh penghinaan.

Sudah bertahun-tahun sejak kakaknya lulus kuliah, tetapi kakaknya ini belum juga memiliki pekerjaan yang layak. Selama ini dia hanya bergantung pada orang tuanya.

Tidak apa-apa jika dia hanya mengandalkan orang tuanya, tetapi dia juga mengandalkan Felis.

Apakah orang seperti itu pantas menyalahkan dan menceramahi Felis?

Felis mencibir, “Zidan, kamu benar-benar anak yang berbakti. Kamu tidak membuat orang tuamu marah. Kamu sudah lulus bertahun-tahun yang lalu. Uang mana yang kamu pakai selain uang dari orang tuamu? Bergantung pada mereka tidak apa-apa, tapi kamu bahkan mencoba untuk memanipulasiku. Zidan, apa kamu masih punya rasa malu?”

Setelah masa lalunya diungkit, wajah Zidan menjadi pucat dan malu.

Sebelum Zidan sempat berbicara, Lili sudah tidak tahan lagi Lili merasa gadis sialan ini berani sekali mengatakan hal itu tentang putranya. Dia ingin memukuli Felis sampai mati.

Lili mengambil kursi dan membantingnya ke kepala Felis.

Felis memiringkan kepalanya dan menghindar dengan mudah.

Lili sangat marah hingga mengulurkan tangannya untuk memukul Felis.

Felis berlari menjauh. Sambil berlari, dia menoleh dan berteriak, “Ibu, aku akan memutuskan hubungan kekeluargaan denganmu selamanya. Mulai sekarang, kamu bukan lagi ibuku dan aku bukan lagi putrimu. Hubungan kita selesai!”

“Omong kosong!”

Lili masih berharap untuk bisa mendapatkan sejumlah uang tambahan ketika Felis nanti menikah, yang di mana akan ada uang dengan jumlah yang lebih banyak.

“Kalau kamu tidak percaya padaku, lihat saja. Aku tidak akan pernah kembali ke rumah lagi.”

Felis berlari dan berbicara tanpa melihat jalan dan tanpa sadar, dia menabrak sebuah mobil.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status