Seperti biasa, tugas Aisha sebagai ibu rumah tangga tidak jauh berbeda dengan tugasnya Sumi, asisten rumah tangga di keluarga Sudiro. Bersih-bersih rumah, masak, mencuci, dan sebagainya. Memang tidak semua total dia kerjakan sendiri. Tetapi jika ketahuan bersantai sedikit saja, dia harus siap mendapatkan lirikan sinis ibu mertuanya, Rosana.
Dari awal pernikahan ini dimulai, Rosana tidak pernah suka pada menantunya. Kalau bukan karena dulu Adrian memaksa sampai jatuh sakit, dirinya juga tidak mau punya menantu yang asal-usulnya tidak jelas.
Aisha berasal dari keluarga menengah ke bawah. Yatim piatu sejak remaja. Semasa sekolah tinggal di sebuah panti asuhan, yang dinaungi oleh yayasan milik keluarga Sudiro. Bertemu dan berkenalan dengan Adrian juga di panti asuhan tersebut, ketika Aisha menjabat sebagai pengurusnya. Saat pacaran saja, Rosana sudah menentang. Berkali-kali memperkenalkan putranya dengan gadis lain, tetapi Adrian tetap bersikeras mau menikahi Aisha.
Rosana hanya berkata, "Mama pengen lihat bagaimana akhirnya kalian nanti."
Sikap Rosana yang selalu dingin dan ketus, tidak menjadi halangan bagi kebahagiaan Aisha dan Adrian dalam pernikahan mereka. Hingga menginjak tahun kedua.
"Apa Mama bilang? Dia bukan menantu ideal! Sudah dua tahun kok belum hamil-hamil juga!" Rosana menggerutu di ruang kerja Adrian di rumah. Putranya itu tengah sibuk membaca berkas-berkas laporan perusahaan yang dibawanya pulang.
"Udalah, Ma. Mungkin memang kami belum dipercaya sama Yang di Atas buat punya momongan. Temen Ian ada yang udah nikah lima tahun baru punya anak. Padahal mereka gak nunda." Adrian coba menenangkan mamanya.
"Trus kamu mau nyamain keluarga kita sama keluarga temen kamu? Ian, Mama ini udah tua. Mama kepingin nimang cucu." Rosana mengutarakan kegelisahannya. "Coba aja dulu kamu nurut sama Mama. Nikah sama si Desi, anaknya Bu Susi, udah banyak anakmu tuh!"
"Aduh, Mama," keluh Adrian. "Desi itu pacar temen Ian. Mana mau juga dia sama Ian."
"Sekarang, solusinya gimana? Dia pernah periksa gak ke dokter kandungan? Ada masalah apa gitu? Setahu Mama sih kayaknya gak pernah."
"Gini deh, Ma," usul Adrian. "Besok, Ian akan luangkan waktu buat nganter Aisha cek kandungan. Tapi, Ian mau mama janii, kalau kandungan Aisha baik-baik aja, dan ini cuma masalah waktu, tolong Mama bersikap lebih baik padanya."
"Tapi, kalau hasil cek kandungan itu malah sebaliknya, kamu harus ikuti rencana Mama." Rosana menatap Adrian. "Apapun itu."
Demi membuat Mamanya lebih tenang, Adrian menurut. "Oke."
Di luar pintu, sebenarnya Aisha mendengar pembicaraan Adrian dan ibunya. Hatinya sedih. Sudah bertahun-tahun terus bertahan dengan rasa sakit yang tak kasatmata itu.
Rosana keluar dari ruangan itu. Mendapati Aisha berdiri sambil memegang nampan dengan secangkir kopi arabika yang masih panas di atasnya. "Dasar, tukang nguping!" cebiknya, sembari membuang muka.
Di belakangnya, Adrian juga mengekor. Ia melihat sikap Rosana kepada Aisha. Lalu melihat raut wajah sang istri yang dilipat kesedihan. Sepasang mata almond itu mulai merah dan berkaca-kaca. "Aisha..."
"Gak papa, Mas." Aisha selalu menahan air matanya dengan senyuman. "Aku bisa mengerti maksud Mama."
"Tapi mau sampai kapan Mama seperti ini ke kamu?" keluh Adrian.
Aisha meletakkan nampan di meja. Keduanya kembali masuk ke dalam ruang kerja. "Mas, aku percaya. Dengan kesabaran, suatu saat nanti Mama bisa sayang sama aku. Mungkin memang harus dengan kehadiran seorang anak, Mama pasti bisa menyayangiku seperti putrinya sendiri."
"Kesabaran kamu adalah salah satu alasanku jatuh cinta sama kamu, dan mencintai kamu." Ia meraih Aisha dalam pelukannya.
"Aku juga mencintai kamu, Mas." Aisha tersenyum.
Tengah malam.
Tiba-tiba, terasa sesuatu yang menyakitkan dari bagian perut Aisha. Ia merintih. Saking tidak bisa menahan rasa sakit itu, ia sampai membangunkan Adrian. "Mas... Mas..."
Adrian terbangun. Ia melihat Aisha begitu kesakitan di sampingnya. "Kamu kenapa, Sha?"
Aisha menggeleng. "Aku gak tahu," jawabnya. Wajahnya sudah basah karena bermandikan keringat. "Perut aku sakit banget."
"Kita ke rumah sakit sekarang!" Adrian segera menggendong Aisha keluar dari kamar.
Suara berisik mereka membangunkan Rosana dan para pekerja di rumah itu.
"Ada apa sih, Ian?" tanya Rosana.
"Aisha sakit, Ma. Aku bawa ke rumah sakit dulu."
Rosana melihat ke jam dinding yang menunjukkan pukul dua dini hari. Entah mau mendoakan apa. Ia hanya takingin melihat raut wajah sedih dibawa pulang oleh Adrian.
Di rumah sakit.
Aisha dibawa ke ruang unit gawat darurat. Adrian tidak diizinkan menemaninya diperiksa. Cukup lama petugas medis melakukan pemeriksaan malam itu. Adrian hanya bisa duduk atau mondar-mandir dengan perasaan cemas yang menggunung dalam hatinya.
Hingga matahari terbit, barulah seorang dokter berseragam biru keluar dari ruangan itu. Adrian memberondongnya dengan banyak pertanyaan.
Dokter Susan-namanya, menenangkan Adrian. Ia membimbing suami pasiennya itu duduk tenang dulu sebelum menjelaskan diagnosanya.
"Istri anda mengalami penyakit radang panggul. Saya menyimpulkan, bahwa istri anda mungkin menahan penyakit ini cukup lama, sehingga ketika parah, baru terasa sakitnya. Menyebabkan pendarahan parah pada rahim."
Radang panggul atau pelvic inflammatory disease (PID) adalah infeksi pada organ reproduksi wanita, seperti serviks, rahim, dan ovarium. Salah satu penyebab paling sering dari radang panggul adalah infeksi bakteri akibat infeksi menular seksual.
Adrian bukan dokter. Dirinya tidak paham medis. Tetapi dari penjelasan Dokter Susan, penyakit Aisha tidak ringan. Penderitaannya juga pasti parah. "Apa yang harus dilakukan, Dok?"
Dokter Susan melanjutkan penjelasannya. "Demi menyelamatkan nyawanya, harus dilakukan tindakan histerektomi, yaitu pembedahan untuk mengangkat rahim."
Adrian terkejut. Bagaimana harus menjelaskan semua ini pada Aisha, terlebih lagi pada Rosana nanti? Tetapi dirinya tidak ingin kehilangan sang istri. Dengan beribu alasan bernama terpaksa, Adrian pun menandatangani pernyataan setuju melakukan prosedur histerektomi itu kepada Aisha.
Pasien mulai diberi anestesi total.
Proses operasi pengangkatan rahim cukup lama. Dimulai dengan pengosongan kandung kemih dengan memasang kateter atau selang urine. Kateter ini akan terus dipasang selama operasi dan beberapa saat setelahnya. Kemudian dokter membersihkan vagina dan perut pasien dengan cairan steril. Setelah itu membuat sayatan untuk mengangkat rahim.
Pupus sudah harapan memiliki momongan. Selamanya tidak akan pernah hadir tangis dan tawa bayi menggemaskan dalam keluarganya. Aisha terus saja menangis usai operasi pengangkatan rahimnya. Sakit akibat radang pinggul memang hilang, namun berganti dengan kesedihannya karena kehilangan harapan memiliki anak dari rahimnya sendiri. Ia bahkan tidak berani menatap masa depan. Bagaimana nasib pernikahannya kelak? Sampai kapan Adrian akan menerima kondisi ini?
Walau Adarian telah berjanji, "Aku akan terus mencintai kamu, Sha. Aku akan selalu menerima kekurangan kamu. Jangan pernah takut, ya?"
Dan Aisha berkata, mendustai hatinya sendiri, "Terimakasih, Mas. Aku juga gak akan berputus asa. Aku akan berusaha menerima semua ini dengan besar hati." Semua kalimat itu terlontar diiringi rasa sedih mendalam.
Apakah Rosana juga menerima takdir buruk yang menimpa keluarganya? Tentu saja tidak!
Beberapa hari setelah Aisha keluar dari rumah sakit dan tampak lebih sehat, barulah sang mertua mengungkapkan seluruh kekecewaannya. "Kamu emang perempuan pembawa sial dalam keluarga ini! Sadar gak? Dari awal, saya udah gak setuju punya menantu kayak kamu." Ia menuding-nuding Aisha.
"Ma, jangan bicara kayak gitu sama Aisha!" Adrian masih membela istrinya.
Rosana semakin kecewa. "Kamu lagi! ini nih, akibatnya kalau memilih istri yang tidak Mama restui! Kamu sudah durhaka sama Mama demi wanita gak normal ini!" Ia sengaja melontarkan kata-kata yang menyakitkan pada menantunya itu. "Ian, kamu adalah satu-satunya anak Mama. Satu-satunya penerus dalam keluarga Sudiro. Bagaimana kelak Mama harus menghadapi Papamu di akherat sana? Mama gagal mendidik kamu! Tega kamu, memutuskan tali keturunan keluarga ini? Tega?"
Adrian terdiam. Bagaimana harus melawan kata-kata mamanya? Ini memang takdir buruk. Ia menatap Aisha yang duduk memojokkan diri di sofa. Kepalanya tertunduk. Air mata tidak berhenti berlinang. Tidak ada kata yang terucap.
"Kamu harus menceraikan Aisha!" Perintah Rosana terdengar bagaikan petir menyambar di siang bolong.
"Apa?" Adrian terkejut. "Engga, Ma! Aku gak akan pernah menceraikan Aisha!"
"Atau... kamu harus menikah lagi. Yang penting bisa punya anak!" Pilihan kedua terdengar lebih menyesakkan dada."Engga. Aku gak mau, Ma! Aku gak mau menduakan Aisha apalagi menduakannya, hanya demi bisa punya anak. Anak bukan satu-satunya sumber kebahagiaan dalam pernikahan kan, Ma?"
"Buat kamu mungkin begitu. Buat Mama, cucu merupakan sumber kebahagiaan di masa tua begini!"
"Tapi aku gak mau nyakitin perasaan Aisha, Ma. Aku mohon!"
"Jadi, kamu lebih memilih menyakiti perasaan Mama, gitu?"
Perdebatan kian sengit. Adrian sibuk mencari kata melawan mamanya.
Aisha yang menangis di sudut sofa, tidak tahan lagi mendengarkan semua itu. "Cukup! Cukup, Mas!" Ia menengahi perdebatan tersebut. "Jangan melawan Mama lagi."
"Tapi, Sha. Kamu denger sendiri apa yang Mama minta," ujar Adrian.
"Iya, aku dengar. Dan aku ikhlas, Mas. Jika memang dengan begini bisa membahagiakan Mama, aku rela kamu menikah lagi. Asal, jangan pernah menceraikan aku." Air mata membasahi wajah Aisha.
Hati Adrian ikut sakit mendengarkan pernyataan istrinya. "Kamu ini ngomong apa?"
"Aku mohon, turuti permintaan Mama. Ya, Mas? Demi aku..."
Sebenarnya Rosana bukannya langsung senang saat menantunya memiliki pendapat yang sama dengannya. Ia masih menganggap Aisha munafik. "Tuh denger! Istrimu aja gak protes dengan permintaan Mama. Mulai besok, Mama akan carikan istri baru buat kamu. Yang jelas, gak mandul!"
Semenjak malam itu.
Adrian dan Aisha tidak bisa tidur. Memikirkan akan hadir orang baru dalam pernikahan mereka. Yaitu istri muda. Sosoknya akan seperti apa? Apakah sama seperti di cerita-cerita sinetron? Rata-rata mereka egois, kejam, maunya sendiri, kecentilan, bahkan lebih mementingkan harta. Atau malah mau merusak kebahagiaan istri tua?
Aisha buru-buru menepis pikiran negatif. Tidak semua wanita menjadi istri muda lantas memiliki sifat dan sikap buruk.
Beberapa hari ke depan.
Rosana mulai melobi teman-temannya. Barang kali bisa bantu menemukan menantu idamannya.Tanpa sepengetahuan Adrian dan Rosana, Aisha juga mencarikan wanita itu. Ia tidak ingin nantinya salah pilih sosok calon istri muda untuk menjadi ibu dari anak-anak Adrian kelak.
Adalah seorang wanita berparas cantik dan otak terpelajar. Bernama Syahlana Harun Latief. Tidak hanya cantik dan terpelajar, dara menawan itu juga memiliki pribadi yang kuat. Digilai banyak pria, dan sering menjadi piala bergilir bagi mereka yang memuja. Bagaimana tidak. Kecantikan fisiknya luar biasa, hampir tidak tertandingi wanita mana pun di sekitarnya. Sepasang mata bulat di bawah sepasang alis rounded low-arch medium yang menawan. Hidung mancung dan runcing hasil dari genetika seorang wanita keturunan Uighur yang berasal dari ibunya. Dipadu bibir nipis menambah kecantikannya sebagai seorang hawa. Lana, begitu biasanya ia disapa, selalu berpenampilan sopan dan menutup aurat, juga mengenakan hijab pashmina.Kecantikan fisik bisa saja dibentuk oleh perawatan dan pemeliharaan oleh olahraga atau menggunakan bahan alami dan kimiawi yang sudah teruji klinis. Tetapi kecantikan hati, jika tidak dimiliki sejak dini, akan sulit terbentuk saat dewasa. Syahlana memiliki kep
Hari itu cuaca cerah di musim kemarau. Bulan Juli yang panas, sebetulnya. Namun tidak menyurutkan semangat Akasma melakukan aktivitas sebagai ibu rumah tangga. Memilih aneka sayur, buah, daging, dan camilan kesukaan anggota keluarga. Juga beberapa kebutuhan rumah lain seperti peralatan kebersihan. Akasma hanya pergi berbelanja kebutuhan begini satu kali dalam sebulan. Jadi cukup banyak yang dibeli, dan tahu, apa saja yang harus dibeli. Ia membuat catatan khusus sebelum pergi. Usai memenuhi satu troli dengan satu jenis belanjaan, ia mendorongnya ke kasir, menitipkan dulu, baru kembali mengambil belanjaan lain dengan troli lain. Lumayan sih jadinya, seperti orang kulakan barang buat dijual lagi. Ketika sedang mengantri di kasir dengan tiga troli belanjaan, ada seorang wanita seusianya menyapa. Ia juga membawa satu troli belanjaan yang tidak penuh. "Akasma?" sapa wanita itu dengan perasaan yang sangat gembira. Akasma mencoba mengenali sebentar, lalu ikut gembira
TK Bunda Pertiwi. Tidak terhitung lagi sudah berapa banyak tahun, semenjak lulus dari sini. Bangunannya saja sudah banyak berubah. Guru-gurunya pasti sudah banyak yang ganti. Syahlana turun dari mobilnya. Ia sudah membuka bagasi mobil. Lalu mengeluarkan buku-buku yang berjumlah sepuluh eksemplar yang dikemas dalam kardus. Ia menutup bagasi. Membawa buku-buku itu masuk ke area sekolahan. Syahlana berjalan menuju ruang kepala sekolah. bagian bawah gamisnya menuai angin, berkibar gemulai. Sesekali ujung pashmina jatuh ke dada, dan ia s***k kembali ke belakang. "Assalaamu 'alaikum," ucap Syahlana, di depan pintu ruang kepala sekolah. Bangunannya memang banyak berubah, tetapi posisi kantor dan ruang kepala sekolahnya tidak pindah. "W* 'alaikumsalaam," jawab seorang wanita berjilbab dan berseragam guru motif batik. "Ada yang bisa saya bantu?" "Perkenalkan, nama saya Syahlana Latief, saya ingin bertemu dengan kepala sekolah," jawab Syahlana. "Kebetul
Dari Dokter Susan inilah, Syahlana baru tahu, kalau Aisha pernah melakukan histerektomi. Sebagai sesama wanita, Susan merasa iba. Tetapi histerektomi harus dilakukan untuk menyelamatkan pasien. Syahlana dan Aisha duduk saling berhadapan di sebuah kafe dekat rumah sakit. "Dunia ini sempit, ya," kata Aisha. "Begitulah. Tetapi terkadang waktu membuatnya seolah tidak terjangkau." Syahlana menyeruput teh hangatnya. "Beberapa waktu lalu aku ketemu sama temen mamaku. Dia ibu dari temen masa kecilku. Sekian puluh tahun berlalu." "Kamu bener." Aisha tersenyum. "Ujian hidupku datang terlalu berat. Aku beruntung, suamiku begitu menyayangiku. Tetapi aku juga tahu, di mana letak kebahagiaannya. Hidup berdua saja sampai tua akan menyiksa pikirannya. Meski gak dia katakan, aku tahu." "Sabar ya, Sha...." Syahlana memegang tangan Aisha. "Semua ujian pasti ada jalan keluarnya." Inilah saatnya Aisha menanyakan lebih soal kehidupan Syahlana. "Kamu sendiri
Bukan hanya sekali ini Aisha mengajak Adrian makan di restoran Syahlana. Hampir setiap beberapa hari sekali. Makan siang atau makan malam. Setiap kali itu juga, Aisha selalu menyertakan Syahlana dalam obrolan mereka. Lama-lama, Adrian bisa membaca niat Aisha."Sha, jujur sama aku. Apa tujuan kamu?" Akhirnya pertanyaan itu terlontar pada istrinya."Tujuan apa sih, Mas?" Aisha balik bertanya demi menghindari prasangka. Demi mengamankan niat sesungguhnya. "Kan makanan di sana lezat. Aku sendiri gak pandai masak. Jadi, gak ada salahnya dong, aku ngajakin kamu makan di sana.""Tapi ini keseringan loh. Seminggu, kita bisa tiga kali makan di sana. Pernah gak, sekali aja kamu ngajak ke restoran lain, kalau emang tujuannya buat makan aja?" Rupanya Adrian begitu teliti mengamati gerak-gerik Aisha.Aisha mendesah. Belum saatnya ia mengungkapkan yang sebenarnya. "Ah, kamu nih, kebanyakan mikir ke mana, sih? Menu di restorannya Syahlana itu banyak. Banyak juga yang be
Dahulu, hubungan persahabatan Adrian dan Syahlana saat kecil sangat dekat dan erat. Walau sering berantem dan rebutan sesuatu, keduanya tetaplah sahabat baik yang tidak bisa dipisahkan. Ketika keluarga Sudiro membawa putra mereka pindah ke Amerika, Adrian sempat jatuh sakit karena tidak bisa lagi bertemu dengan sahabat baiknya. Saat itu komunikasi tidak semudah sekarang. Belum ada WhatsApp, apalagi melakukan panggilan video.Kala itu, Adrian kecil sampai mengalami tantrum. Tantrum biasanya disebabkan oleh terbatasnya kemampuan anak untuk mengekspresikan perasaannya. Karena itu, mereka hanya bisa meluapkan emosinya dengan cara menangis, berteriak-teriak dan menjerit. Tidak hanya anak-anak yang masih kecil, anak yang lebih besar pun juga bisa mengalami tantrum. Begitulah yang terjadi kepada Adrian. Setiap hari tidak pernah absen mencari sahabatnya.Dengan bantuan psikolog anak di Amerika tempat mereka tinggal, yaitu di Los Angeles, Rosana dan Ramadhan mengatasinya.
Pagi itu. Adrian sengaja berangkat ke kantor agak siang. Katanya ada pekerjaan yang mesti segera ia selesaikan menggunakan laptop. Aisha tidak banyak menanyainya. Melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh, barulah Adrian mengungkapkan pada Aisha alasannya berangkat siang.Begitu mengetahui rencana Adrian, Aisha agak sebal. "Kok kamu gak bilang dari tadi sih, Mas? Tahu gitu aku kan bisa ikutan.""Biar kamu juga ikut merasakan kejutan ini," kata Adrian. "Yuk, kita mulai!" Ia mengajak Aisha menemui Rosana di teras belakang, sambil membawa sesuatu yang sejak kemarin Adrian simpan di dalam kulkas pribadinya di ruang kerja.Rosana sibuk merangkai bunga untuk hiasan baru di ruang tamu. Karena yang lama sudah pada layu. Sebenarnya ia sudah tahu ini hari apa, tetapi tidak satu pun orang di rumah mengingatnya. Dirinya merasa dilupakan. "Andai aku punya cucu, gak akan sebegini nelangsanya."Tiba-tiba..."Happy Birthda
Di kediaman Keluarga Sudiro malam itu, juga terjadi pembicaraan yang hampir sama. Bedanya, ini keluar dari mulut Aisha."Aku mengizinkan kamu menikah lagi, hanya dengan Syahlana. Aku gak akan rela jika posisi itu diberikan ke orang lain.""Engga, Sha. Jangan paksa aku menikah lagi hanya karena ingin punya anak. Aku gak bisa menyakiti hati kamu." Adrian masih menolak."Mas, demi aku, demi Mama, demi masa depan keluarga ini, gak ada yang tersakiti. Aku gak akan sakit hati. Sebenarnya udah lama aku menyiapkan hatiku. Menyiapkan Lana buat kamu. Aku mohon.""Gak bisa, aku gak bisa, Sayang..." Adrian terus menolak."Ayolah, Mas... Jangan menolak dulu. Kamu pikirin baik-baik. Kamu melakukannya bukan cuma buat aku."Adrian menggeleng."Kalau kamu cinta dan sayang sama aku, tolong lakukan. Nikahi Syahlana." Aisha terpaksa mengucapkan kalimat seperti ini. Agar Adrian berhenti menolak.Adrian mendekapnya. "Kalau kamu bilang Syahlana itu b
Beberapa bulan kemudian Syahlana melahirkan seorang bayi perempuan. Ia dan Adrian pun sepakat menamai bayi baru mereka Rosana Aisha Ramadan. Sebagai bentuk sayang dan rasa terima kasih kepada kedua wanita yang telah menghadap Sang Kuasa terlebih dulu. Pagi itu, Syahlana menggendong bayinya yang berusia satu bulan, di balkon. Berjemur matahari pagi, menuai vitamin dari kehangatannya. Lalu San masuk ke dalam kamar. Anak itu sudah mengenakan seragam sekolah pramukanya. Membuat Syahlana lantas ingat, ini sudah akhir pekan. "Maman, hari ini waktunya San dan Rara terima raport semester pertama," kata San. "Nanti Maman atau Pere yang ambil?" Syahlana tersenyum. "Pere yang ambil ya, San. Soalnya ini, Maman gak bisa tinggalin adek Ocha." San tampak manyun. "Nanti itu, kan San tampil baca puisi. Maman dan Pere datang, ya?" Astaga, Syahlana hampir lupa, kalau San menganggap hari ini sangatlah penting
Bagaikan mendengar guntur terbesar dalam sejarah hidupnya. Adrian menolak keinginan Syahlana. "Aku pernah mengalami situasi seperti ini, dan tidak, Sayang. Tidak lagi. Apalagi, sekarang ini, seluruh perasaanku hanya buat kamu. Aku gak sanggup membaginya.""Mas, coba pakai hati nurani kamu. Aisha itu sebatang kara. Dia tidak punya orang tua, saudara, apalagi anak. Suami yang dia cintai meninggalkannya. Betapa hidupnya sangat menyedihkan sekarang ini." Syahlana ingin Adrian rujuk dengan Aisha. Menikahi kembali wanita itu. "Aku tahu, di dalam lubuk hati kamu yang paling dalam, perasaan kamu pada Aisha masih ada.""Gak ada, Sayang! Aku hanya mencintai kamu. Semenjak apa yang sudah diperbuat Aisha pada keluarga ini, perasaanku sama dia luntur begitu saja. Lenyap. Sudah gak ada lagi." Adrian bersikukuh menolak."Mas, tolong kamu pertimbangkan baik-baik. Pikirkan dengan matang. Tetapi, kalau memang pada akhirnya keputusan kamu tetap sama, aku akan berhenti memohon. Han
Sidang putusan atas kasus yang menjerat Aisha digelar. Kasus yang menyeretnya berhadapan dengan hukum, antara lain adalah penculikan terhadap anak usia enam tahun Muhammad Hassan Ramadan, juga pembeli arsenik ilegal, dan pembunuhan berencana terhadap ibu mertuanya, Rosana Ramadan.Syahlana dan Adrian hadir dalam persidangan itu.Aisha mengenakan kemeja putih dan celana panjang berwarna hitam. Kepalanya terus tertunduk. Ia didampingi oleh seorang pengacara yang disediakan oleh lembaga hukum. Berita acaranya dibacakan hakim dan rekan-rekannya secara bergantian."Semua bukti telah diperiksa dan valid. Sedangkan saksi telah memberikan kesaksiannya. Kesemuanya itu telah membuktikan dengan akurat, bahwa terdakwa melakukan semuanya dengan sengaja. Oleh karena itu, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kami menuntut hukuman penjara seumur hidup untuk terdakwa," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU).Hakim membaca kembali garis besar dalam berita acara. Be
Rumah Keluarga SudiroDi sana sudah ada Zivara, David, Gala, Lia, dan Juki, beserta beberapa guru sekolah dari TK Bunda Pertiwi, seperti Bu Zoya dan Bu Tia. Mereka sedang bersiap, hendak menyambut kepulangan San. Hari itu, David memasak menu yang spesial untuk sang jagoan cilik."Mereka udah sampai mana, Beb?" tanya David."Kak Lana tadi ngabarin, mereka sudah di jalan tol," jawab Zivara, yang sedang memeriksa ulang dekorasi di ruang tamu, bersama Zoya dan Tia.Lia dan Gala menata makanan di meja makan, dibantu Sumi. Sedangkan Juki ditugaskan mengupas kelapa, karena San sangat suka air kelapa muda.Zoya memasang balon-balon di dinding, dengan diikatkan pada sebuah kawat. Tia memasang gambar-gambar di dinding. Ada tokoh Captain America kesukaan San, juga Snow White kesukaan Aurora."Saya kangen lihat Rara dan San main bareng di sekolah," ungkap Tia."Ya. Aku juga," sambut Zoya. "Rasanya suda
Setahun lalu, ketika prosesi Mammanu'-manu', yaitu ketika calon mempelai laki-laki akan mendatangi orang tua mempelai perempuan dan meminta izin untuk mempersunting gadis pujaannya. Dan ketika momen ini juga dimanfaatkan untuk membahas besaran nilai uang panaidan mahar, jika memang keluarga mempelai perempuan menerima pinangan sang laki-laki.Kedua orang tua Jannah yang merupakan orang asli Jawa Timur, kurang paham dengan adat mereka. Maka, mereka meminta Pak RT yang juga keturunan Bugis, mewakili keluarga ini untuk mendampingi mereka menjalani prosesi tersebut. Acaranya cukup meriah. Dihadiri banyak tetangga mereka, kala itu.Pada acara ini pula, selain menentukan uang panai, kedua mempelai juga menjalani proses pertunangan. Nah, untuk pertunangannya ini, Ibunya Jannah meminta adat Jawa. Namun, karena terbatasnya pengetahuan orang Bugis mengenai lamaran atau pertunangan adat Jawa ini, maka dilaksanakan secara informal.Kala itu, Naing menyatakan
Lagi, Aisha harus merasakan dinginnya di balik jeruji besi. Akibat perbuatannya yang tidak termaafkan. Sendirian, duduk di sudut ruangan. Menunggu keputusan hukum. Seberapa lama hendak mendekam di tempat ini.Kenangan lama kembali menari di ingatannya. Ketika dahulu Adrian masih hanya jadi suaminya seorang. Setiap hari mengucapkan kata cinta. Lebih jauh lagi, Aisha teringat saat dulu pertama kali kenal Adrian, lalu saling jatuh cinta, dan memutuskan pacaran, pada akhirnya menikah.Saat itu, Aisha masih tinggal di Bandung, di sebuah panti asuhan Mentari Bunda. Sebagai salah satu orang dewasa yang tinggal di panti asuhan sejak kecil, dan belum pernah diadopsi, Aisha memutuskan mengabdi di tempat itu. Nah, yayasan yang menaungi Mentari Bunda, adalah perusahaan keluarga Sudiro.Suatu hari, di panti asuhan sedang diadakan sebuah acara untuk memperigati 17 Agustus-an. Semua anak hingga yang remaja, bahkan yang dewasa mengikuti lomba. Balap
Cuaca di desa Marukangan sore ini tidak panas, juga tidak dingin. Terasa hangat. Banyak anak-anak bermain di lapangan, depan rumah Herlin. Wanita pemilik warung ayam lalapan itu duduk di emperan warungnya. Melihat anak-anak bermain layangan. Menarik ulur senar layangan. Ada juga yang berlarian mengejar layangannya yang putus.Kemudian, Herlin melihat, di tengah-tengah kerumunan anak-anak itu, ada San yang baru berhasil menaikkan layangannya ke udara. Dia begitu terampil menarik ulur layangannya yang berwarna merah. Ia tidak sendirian. Ada Faisal dan teman-teman lainnya.Semenjak Komang ditangkap, Jannah tidak lagi khawatir, dan bisa membiarkan San bebas main keluar rumah bersama anak-anak lainnya."San!" Herlin memanggilnya.Melihat Herlin, San jadi ingat, pertama kali datang ke tempat ini, terbangun di rumahnya. Anak itu sepertinya merasa takut dan trauma. Ia memilih pindah tempat bermain di dekat rumah Jannah, tempatnya tinggal sekarang.
Marukangan, Sandaran, Kutai Timur, Kalimantan TimurSejak Komang ditangkap malam itu, Jannah tidak lantas membawa anak-anak kembali ke Marukangan. Untuk meringankan beban trauma pada mereka, Jannah memutuskan untuk membiarkan keduanya menikmati liburan di pantai ini. Bermain dan bersenang-senang.Tidak hanya bermain di pantai, Andi Fachri juga mengajak mereka bertandang ke rumah-rumah saudara di sekitar sana, guna menghibur mereka, terutama San. Anak itu dipertemukan dan dikenalkan dengan anak-anak lain yang rata-rata seumuran, dan membiarkan mereka bermain bersama.Hingga suatu malam, mereka bertandang ke sebuah rumah milik sepupunya Andi Fachri. Di rumah itu, jaringan telepon lumayan bagus. Jannah menerima pesan masuk pada handponenya yang bukan android. Dari Naing. Dalam pesannya itu, ia memberikan nomor handphone yang bisa menghubungkannya dengan orang di Jakarta, polisi yang menangani pencarian San, namanya Yahya. Jannah pun t
Malam tiba. Mereka semua menginap di rumah pamannya Naing yang juga seorang Andi. Sepertinya anak-anak sudah capek bermain, sehingga mereka bisa tidur lebih cepat setelah makan malam. Jannah membantu Mamak Zainab dan putrinya Fira menyiapkan kopi dan teh untuk disuguhkan pada para pria yang sedang mengobrol di ruang tamu. "Memang, si Komang itu kapan coba mau tobatnya?" umpat Andi Fachri, pamannya Naing. "Memisahkan seorang anak dari orang tuanya, itu dosa besar. Apalagi menculik. Dia selalu kalau datang ke Marukangan, hanya untuk menghapus jejak kejahatannya." Lintang ikut kesal. "Kalau saya yang jadi orang tua anak itu, sudah saya parang kali itu Komang!" Lalu keluarlah Jannah, beserta Mamak Zainab dan Fira. Jannah menyajikan minuman. Memindahkan cangkir-cangkir dari nampan ke meja. Sedangkan Fira menyuguhkan gorengan singkong, juga secobek sambal gami sebagai cocolan. Sambal gami merupakan salah satu makanan khas masyarakat d