"Jangan bertanya terlalu banyak tentang orang lain. Kita tidak punya hubungan lebih dari mantan suami istri!" Aruna segera melangkahkan kaki meninggalkan Naufal. Kali ini dengan keyakinan yang penuh. Setelah mengantarkan kue pada pembeli, Aruna sendiri memiliki janji dengan Cantika. Perempuan itu ingin dibuatkan kue ulang tahun yang akan dibagikan pada teman kerjanya. Tentu Aruna sangat antusias karena sejatinya Cantika adalah orang yang paling berperan dalam hidup.***Dzaki pergi ke kantor penerbitan seperti biasa. Pagi ini, lelaki itu berangkat dengan diiringi tangisan Abizar serta perkataan orang tuanya yang berencana membawa Abizar ke panti asuhan. Entah seperti apa nasib anak itu ketika dirinya tidak ada di rumah. Semoga saja Allah melindungi.Sudah sekitar tiga hari Dzaki belum datang ke toko Aruna. Selain sangat sibuk, ia juga selalu langsung pulang karena khawatir dengan Abizar. Malam ini berencana datang ke sana untuk membeli cupcake. Rindu juga dengan salah satu jenis kue
"Semua orang berhak datang ke sini," jawab Aruna dengan yakin.Dzaki bergeming."Kamu adalah pelanggan dan aku penjual. Jadi, ada atau tidak adanya Abizar, itu bukan masalah besar." Aruna melanjutkan kalimatnya yang sempat terjeda.Kalimat itu terdengar manis bagi Dzaki. Selain karena mengisyaratkan kedatangannya lain waktu tanpa Abizar pun bukan masalah, ia juga merasa tidak akan bersalah. "Syukurlah. Aku lega mendengarnya.""Silakan pilih kue yang kamu mau. Aku bungkuskan." Aruna berkata demikian sambil bergerak mendekati etalase. Begitu pun dengan Dzaki yang berjalan menghampiri Aruna. "Cupcakenya tinggal dua. Seharusnya kamu datang sebelum ashar."Dzaki memahami. "Aku terlalu sibuk dengan pekerjaan dan juga memikirkan keadaan Abizar." Tanpa sadar Dzaki mengatakan isi hatinya.Kening Aruna mengerut kencang. "Keadaan Abizar?" Perempuan itu bertanya balik. "Kenapa dengan anak manis itu? Apa dia sakit?"Dzaki tersadar. "Ah, tidak. Aku cuma memikirkannya saja." Ekor mata Dzaki sengaja
Pertanyaan Dzaki mengejutkan. Aruna sampai sulit mencerna. Apa tida salah mendengar telinganya? Aruna rasa, tidak! "Sebentar. Maksud kamu itu apa?" tanya Aruna balik.Sudah Dzaki duga. Sudah dipastikan Aruna terkejut dan pastinya tidak percaya. "Abizar bukan anak kandung Kak Naufal." Pada akhirnya Dzaki mengatakan kebenaran."Mana mungkin?" Aruna tersentak. Kedua bola matanya membesar. "Jangan bercanda. Kita sedang berbicara serius."Dzaki diam sebentar. Mengamati reaksi Aruna yang sudah dibayangkan sebelumnya. "Aku serius. Satu lagi, kamu sebenarnya tidak mandul. Dokter dan suster yang memeriksamu waktu itu ternyata salah menganalisa. Jadi, lebih tepatnya yang mandul itu Kak Naufal."Kali ini Aruna sampai menggelengkan kepala dua kali. Bercandaan seperti apakah ini? Tidak lucu. "Kamu mau bukti?" Dzaki paham perasaan Aruna. "Aku akan membawamu ke rumah sakit yang dulu.""Tunggu!" Aruna memijat pelipis kanan. Sakit sekali. Terlebih semua yang dikatakan Dzaki seperti mengambang dan se
Setelah mengetahui kebenaran itu. Aruna sama sekali tidak bisa tidur. Bahkan, ia tidak ingin makan malam. Cantika yang diberitahu pun merasa kasihan. Pagi ini, tepatnya setelah salat Subuh. Aruna sudah bersiap diri. Cantika tak bertanya apa pun, mungkin saja Aruna memang ada keperluan yang membutuhkan pergi lebih pagi.Cantika menggantikan Aruna bertugas di dapur karena dirinya masuk sift siang. Membuat sarapan yang hanya nasi goreng biasa saja. Sekitar pukul setengah tujuh pagi, Aruna ke dapur. Namun, perempuan itu sudah siap dengan tas jinjingnya. "Aku tidak bisa sarapan. Maaf, ya," katanya sambil mencari sesuatu di kulkas.Cantika menoleh ke belakang, menatap Aruna. "Kamu mau ke mana sepagi ini?" Penasaran.Aruna ternyata mengambil sekotak susu kecil. Berdiri sambil menutup pintu kulkas. Menatap balik Cantika. "Aku tidak bisa diam saja, Can."Kening Cantika mengerut. Lengan kanan yang memegang cutik pun diam. "Maksudmu?" Semakin penasaran. "Aku mau menemui Abizar. Meminta mereka
Aruna langsung berbalik badan. Begitu pun dengan Cantika. "Assalamualaikum. Selamat pagi, Bu," kata Aruna dengan senyum kecil.Cantika melirik Aruna. Tersenyum kecil pula. Terlihat sekali temannya itu bersusah payah menahan agar tidak marah."Wa'alaikum salam." Bu Nani menjawab dengan ketus. Menatap mantan menantunya yang paling tidak disetujui dari pertama menikah. "Ada apa datang ke sini?" Aruna terus meyakinkan diri jika semua akan baik-baik saja. "Sebelumnya, aku minta maaf karena datang tanpa pemberitahuan." Aruna menjeda sebentar. Melihat reaksi Bu Nani lebih dulu, kemudian berujar lagi, "Tapi, kedatanganku dengan tujuan baik.""Apa itu?" Bu Nani masih menjawab dengan ketus. Berjalan dua langkah ke depan, semakin memperkecil jarak di antara mereka. Posisinya berada di depan kedua perempuan muda tersebut. "Saya tidak punya banyak waktu untuk menemui tamu yang tak diundang."Di sini terlihat Aruna mulai kesulitan menahan lonjakan emosi. Selain mengingat tentang keadaan Abizar da
Naufal menuruni anak tangga ke arah lantai bawah. Kemudian, berjalan mendekati Aruna, Cantika, dan ibunya. Berdiri di depan Aruna yang saat ini mengangkat kepala. "Abizar mungkin secara keturunan bukan anakku, tapi dia dibesarkan di keluarga ini. Itu artinya, ia tetap bagian dari keluargaku. Kalau kamu mau dekat dengannya, penuhi syaratnya dulu."Bu Nani terdiam. Masih shock dengan kebenaran tentang Dzaki yang sering menemui Aruna. Benar-benar di luar dugaan.Aruna menahan emosi dengan memegang pegangan sopa samping. Perempuan itu menyorotkan tatapan tajam. "Syarat seperti apa yang harus aku penuhi, Kak?" Penasaran juga.Cantika sengaja memegang tangan kanan Aruna. Menenangkan perempuan itu yang tampaknya sedikit kesulitan dalam mengelola emosi saat ini, sedangkan Bu Nani sendiri masih diam."Menikahlah denganku lagi," jawab Naufal.Mendengar itu Bu Nani tersadar. Langsung berdiri dan berkata, "Naufal, apa yang kamu katakan, Nak?"Sama halnya dengan Bu Nani. Aruna pun lebih terkejut, b
"Menjamin kalau Kakak bisa mengembalikan hatiku yang dulu," jawab Aruna.Naufal tersentak. Jawaban mantan istrinya itu sungguh tidak terduga. Bahkan, sangat tak terpikirkan sama sekali.Aruna berdiri seraya memegang tangan kanan Cantika yang otomatis ikut berdiri juga. Perempuan itu menatap Naufal dengan tatapan lekat dan tajam. "Secintanya aku ke Abizar, aku tidak mungkin mengambil cara segila itu." Naufal tersendiri. Ikut berdiri juga. "Apa maksudmu?" Bu Nani diam. Memperhatikan saja, takut salah berbicara.Sebelum menjawab, Aruna lebih dahulu tersenyum simpul. "Menikah denganmu lagi itu adalah cara paling gila. Kenapa? Karena aku sama saja memenjarakan diriku lagi ke tempat yang sama. Aku tidak mau!" Aruna begitu tegas menolak. Mengenai Abizar, ia akan mencari cara lain agar bisa lebih dekat dan mengambil hak asuh dari Naufal.Naufal mengencangkan rahang. Aruna sudah berubah lebih kuat dari dulu. Ini menyebalkan, tetapi sekaligus menjadi tantangan tersendiri. "Seharusnya kamu ber
Aruna akhirnya pergi ke toko dengan hati penuh kemarahan terhadap Naufal. Cantika sendiri pulang ke rumah. Keduanya berpisah di depan halte dekat dari perumahan orang tua Naufal.Sebagai seorang pemilik toko kue. Tentunya harus bisa menyajikan beragam kue dengan baik agar pembeli tidak bosan pula. Oleh sebab itu, ia pun harus pintar-pintar menciptakan resep baru dengan belajar dari kursus.Pagi ini toko kue Aruna buka pukul sembilan pagi, walaupun wanita itu sudah berada di toko dari pukul delapan pagi. Aruna memilih menyibukkan lebih dahulu diri di dapur dengan berjibaku bersama adonan kue. Dengan seperti itu, hatinya bisa sedikit tenang dan berdamai bersama keadaan lagi.Begitu toko kue, para pembeli langsung menyerbu cupcake. Pagi ini Aruna hanya membuat sekitar tiga puluh cupcake saja. Itu pun karena lumayan fokus pada satu jenis kue saja."Cupcake buatan Mbak memang paling enak." Seorang pelanggan wanita muda melontarkan kalimat pujian.Aruna tersenyum kecil. "Masya Allah, terima