Share

Permintaan Mamah

Author: Naily L
last update Last Updated: 2021-10-03 19:27:21

"Sudah dua hari Sayyidah mendiamkanku. Dia tak mau menatapku. Bahkan memalingkan pandangannya setiap berpapasan denganku. Bersama di bawah satu atap. Namun, rasanya seperti ada tirai yang menghalangi aku dengan istriku."

"Aku sangat sedih, batinku tersiksa. Tapi aku harus lebih tabah dan sabar menghadapinya. Lagi pula tidak gampang baginya menerima segalanya dengan mudah. Ia butuh waktu dan menata hatinya." pikir Abbas dalam muhasabahnya.

Saat azan subuh berkumandang, Sayyidah beranjak dari tempat tidur tanpa Abbas di sisinya. Abbas memilih tidur di perpustakaan kecil miliknya, menghindari penolakan Sayyidah yang membuat hatinya kecut.

 

Sayyidah bergegas membersihkan tubuh dan keluar dari kamar mandi dengan gamis polos berwarna abu muda sebagai penutup tubuhnya.

Ia menghadap cermin guna melihat wajahnya saat membalut pashmina plisket di kepala. Tidak ada riasan. Walaupun polos, pipi mulusnya menampilkan rona alami.

Dering benda pipih yang tergeletak di atas nakas memecah keheningan telinga. Dengan gerakan cepat Sayyidah segera meraihnya,

"Hallo, Mah." 

"Assalamuallaikum Sayang, gimana kabar kamu? Sehat?"

"Baik, Mah. Gimana keadaan Mamah?"

"Alhamdulillah sehat, gimana kabar Abbas?"

"Eemmm dia baik kok, Mah."

"Alhamdulillah kalau gitu. Sayang nanti siang mama mau perjalanan ke Surabaya. Mamah ada kunjungan buat memantau toko roti baru mamah di sana. Niatnya kalau udah beres mamah mau berkunjung ke tempat kamu, bolehkah?"

"Iyakah Mah? Pasti boleh dong," ucap Sayyidah dengan wajah ceria, yang pasti tidak terlihat oleh Marwah.

"Ya udah Sayang, mama mau sholat subuh dulu, nanti tolong sampein ke Abbas, ya!"

"Iya, Mah," jawab Sayyidah dengan kebingungan. Ia harus berfikir gimana caranya membuka pembicaraan dengan Abbas, setelah sikap yang ia tunjukan sebelumnya.

Setelah bersiap-siap, Sayyidah melangkahkan kakinya keluar dan melihat Abbas berada di ruang sebelah. Dia duduk bersila di atas sajadah. Di antara rak-rak buku. Matanya terpejam, tetapi wajah itu terlihat kusut dengan bekas aliran air mata di pipinya.

"Aaaaaaaahhhhhh!!!" Sayyidah berteriak dan berlari ke arah Abbas. Dengan sigap Abbas menangkap tubuh Sayyidah,

"Ada apa?"

"Ada tikus di sana, pukul dia!" Tangannya menunjuk ke arah depan pintu.

"Ngga papa, jangan sakiti makhluk Allah Say, 'kan dia ngga menyakiti kamu!" Senyum Abbas merekah, melihat tingkah lucu istrinya. Apalagi Sayyidah memeluk tubuhnya dengan sangat erat karena ketakutan.

"Tapi dia bikin aku takut," kilah Sayyidah dengan mulut manyun.

"Kamu sangat manis, Say." Wajahnya mendekat membuat Sayyidah menutup pelan matanya. Tapi hanya sebuah tangan yang mengelus halus kepalanya, "Maafin aku, ya!"

"Kita sholat jama'ah di sini aja. Kayanya di masjid udah salam," lanjutnya.

"Iiiiya," ucap Sayyidah dengan tergugup. Melepas pelukannya dan berusaha mengontrol dirinya agar terlihat normal.

"Bas, maafin aku juga," ujar Sayyidah dengan kepala menunduk.

"Hmmmm, ngga papa. Yang penting kamu ngga murung dan ngga marah lagi!" 

Sayyidah tersenyum canggung, menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Besok siang mama mau ke Surabaya ada kunjungan bisnis, nanti mau kunjung kesini juga."

"Alhamdulillah! Nanti pagi kita belanja buat keperluan menyambut mama, ya!"

 "Mumpung aku libur!" 

"Iya." Ada rona bahagia yang terukir di wajah Sayyidah.

"Ayo kita wudhu dulu!" perintah Abbas.

Keduanya mengambil air wudhu, kemudian menunaikan sholat subuh.

Dengan sepeda motor berwarna coklat, mereka beranjak menuju aneka mart. Walaupun jaraknya lumayan dekat, tapi Abbas memilih menggunakan motor.

Ia ingin dekat dengan Sayyidah. Saat tubuh istrinya duduk di jok belakang. Sesekali hati Abbas terasa hangat ketika tubuh bagian depan istrinya menyentuh punggungnya. 

***

Tepat di depan Asrama Abbas dan Sayyidah, sebuah mobil mewah berhenti. Terlihat wanita parubahaya berusia sekitar lima puluh tahunan menuruni mobil dengan menggunakan setelan dress berwarna coklat, selaras dengan khimar panjangnya.

Tangan kirinya menjinjing tas bermerek, sedangkan bagian tangan kanannya membawa beberapa paper bag berisi oleh-oleh. Aura kecantikannya seolah tak pudar termakan usia.

"Mamaaaaaah," teriak Sayyidah berhambur menghampirinya.

"Sayaang," ucap Marwah membiarkan Sayyidah memeluknya.

Sedangkan Sayyidah terisak dengan air mata yang menetes di pundak Marwah. 

"Loh kok putri kesayangan mama nangis?"

"Sayyidah kangen sama Mamah." Sayyidah semakin mengeratkan pelukannya.

Abbas menghampiri kedua wanita yang begitu berharga di matanya.

"Sini Mah! Abbas bantuin." Meraih barang bawaan Marwah.

"Assalamuallaikum." 

Salam Marwah ketika berada di ambang pintu. Tubuh Putrinya sudah terlepas dari pelukannya, berganti dengan gelayutan manja di tangannya.

"W*'allaikumussalam," jawab Abbas dari belakang, "mari masuk Mah, jangan sungkan! Maaf kalau Asrama Abbas kurang nyaman dan berantakan."

"Nggak sayang, semuanya terlihat rapi. Apa Sayyidah sudah jadi wanita yang rajin?" Rona wajahnya tersenyum riang.

"Sayyidah sangat pintar merapihkan tempat kami, Mah," ucap Abbas.

Sayyidah tersenyum kecut, padahal dari pagi yang sibuk membereskan segalanya tangan Abbas sendiri.

"Sayyidah banyak belajar, Mah," ucap Sayyidah menimpali.

"Alhamdulillah Sayang, mama bangga sama kamu."

Di atas meja panjang sudah berjejer rapi beberapa olahan masakan seperti rawon, sambel pecel, soto lamongan,  dan lain-lain.

"Ya Allah kalian kenapa repot-repot begini?"

"Semua ini untuk Mamah," jelas Sayyidah.

"Mari makan dulu, Mah!" ajak Abbas, menarik sebuah kursi di depan meja makan, untuk Marwah duduki. 

Hati Marwah sangat bahagia, apalagi Abbas sangat begitu menghormatinya.

"Hmmm enak banget masakannya," puji Marwah.

"Iya dong, Mah. Yang masak ‘kan Sayyidah. Tapi di bantu sama chef Abbas juga, sih!" Abbas menggulum senyum mendengarnya.

"Kalian sangat hebat!" Dua jempol Marwah mengacung di udara.

Suara dentingan piring dan sendok mengiri  selera makan mereka.

Usai menunaikan sholat asar, ketiganya duduk santai di kursi tamu. Sayyidah berada diantara Marwah dan Abbas. Berbincang hangat menceritakan kegiatan mereka masing-masing.

"Sayang nanti malam mamah harus kembali ke Jakarta, karena besok siang mamah ada rapat bisnis di Bandung."

Beberapa detik Marwah terpaku dalam diam, entah apa yang ada di benaknya saat itu.

"Terkadang mama merasa kesepian dalam kesibukan. Mama ingin menimang cucu. Akbar dan Hana pasti sudah tumbuh besar. Mama pengen punya cucu lagi." Netra sendu Marwah menatap Sayyidah. Membuatnya sedikit gugup.

Pandangan Sayyidah dan Abbas mulai beradu, mulut keduanya membeku sulit mengucapkan kalimat.

"Maaf, aku izin ke toilet dulu!" 

Abbas menghentikan aksi tatap-menatapnya dengan Sayyidah. 

"Iya, silahkan!"

Beberapa menit kemudian tubuh Abbas menghilang di balik pintu kamar mandi. Kini tinggallah Sayyidah di samping Marwah.

"Gimana Sayang?" Tangan Marwah menggenggam kedua tangan putrinya yang sedari tadi memainkan ujung lengan baju.

Menarik nafas dalam-dalam dengan mata terpejam, sedetik berlalu bulir air mata jatuh di pipi mulus Sayyidah,

"Mah, maafkan Sayyidah belum bisa jadi anak yang sholehah. Sayyidah belum siap melakukannya dengan Abbas, hiks hiks hiks ... Sayyidah harap Mamah mengerti."

Marwah sedikit terbelalak. 

"Bagaimana dengan Abbas?"

"Dia tak pernah memaksaku, dia selalu bersikap baik kepadaku. Maafkan Sayyidah ya, Mah!" 

"Ya udah sayang nggak papa, semuanya butuh waktu ‘kan?"

Sayyidah hanya mengangguk dan dengan gerakan kilat ia menghapus air matanya saat suara pintu kamar mandi terdengar, tanda ada yang keluar dari sana.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Angga Laga
hmmm......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Cinta Dalam Perjodohan   Meninggalnya Marwah

    Pesawat terbang meninggalkan pacuannya, air mata Sayyidah terjun bebas di pipi. "Rasanya baru sebentar,” ucap Sayyidah seraya menyeka air matanya."Semoga Mamah selamat sampai tujuan, aamiin," ucap Abbas."Aamiin.""Ayo kita balik ke asrama, Say!" Keesokan harinya Tugas Sayyidah sebagai mahasiswa mulai menumpuk. Walaupun kuliah online, tapi tugas terus berjalan. Ceklek! "Assalamuallaikum." Abbas memasuki kamar. "W*'allaikumussalam,” balas Sayyidah dengan tatapan jengah. Ia melihat jam masih menunjukkan pukul sebelas siang. Biasanya Abbas pulang sore, ini lebih awal dari biasanya. "Ada yang ketinggalan tadi pagi,” ujar Abbas lebih dulu melihat ekspresi penuh pertanyaan di wajah istrinya. Namun, sayangnya ia hanya diam seolah tak peduli.Abbas berjalan mendekati nakas.Benar saja map hijau tergeletak disana. Suara dering benda pipih di atas kasur mendorong tangan empunya untuk men

    Last Updated : 2021-12-26
  • Cinta Dalam Perjodohan   Di anggap sepupu

    Abbas berjalan mengiringi langkah Sayyidah memasuki sebuah mall. "Bas, kamu nunggu aja, ya!" Sayyidah menghentikan langkahnya. "Ngga Sayyidah, aku mau menemanimu,” pinta Abbas. "Tapi Bas, pakaianmu ... udah ku suruh pakai celana aja, kenapa sih ngga mau?" "Ngga papa Say, aku sudah terbiasa pakai sarung, ngga biasa pakai jeans seperti yang kamu suruh. Biarin orang mau nilai aku apa, yang penting aku jadi diri sendiri." "Ish! Keras kepala amat." gerutu Sayyidah. "Dimana tempat teman kamu yang bernama Zahra?" Mengedarkan pandangannya. Merasa dirinya asing di tempat seperti ini, walaupun bukan pertama kalinya ia berkunjung ke mall. Bahkan dulu ketika libur dari pondok, uminya sering mengajaknya ke mall untuk berbelanja atau mencari kebutuhan saat persiapan berangkat ke pesantren. Sangat jarang, alasannya tentu menghindari pemandangan aurot dari wanita yang memakai pakaian kurang bahan, menurutnya.

    Last Updated : 2021-12-26
  • Cinta Dalam Perjodohan   Kemarahan Abbas

    Abbas duduk di belakang kemudi, melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Sayyidah berada di sampingnya. Keduanya diam tanpa sepatah katapun. Detik kemudian ... "Ada yang mau kamu jelasin?" tanya Abbas memecah keheningan. "Tidak ada," balas Sayyidah dengan malas. "Kalau pergi kemanapun harus tau waktu, waktunya sholat harus sholat. Jangan sampe di tinggal!" pesan Abbas, kepalanya menengok kepada lawan bicaranya. Sayyidah membuang wajahnya ke jalan, "Aku udah besar, tau mana yang benar-mana yang salah, tau depan-belakang, tau atas-bawah. Ngga usah kamu ngasih tau, aku juga sudah tau," sanggah Sayyidah dengan ketus. "Jaga pergaulan kamu Sayyidah, jangan sampe mama sedih di alam sana dengan keadaan kamu di sini!" "Aku tau," jawab Sayyidah dengan ekspresi kesal. Abbas tak lagi membalas ucapan Sayyidah. Tak ada kata maaf sama sekali dari mulutnya, setelah mengatakan Abbas sebagai sepupu di depan

    Last Updated : 2021-12-26
  • Cinta Dalam Perjodohan   Ciuman pertama

    Sayyidah dan Abbas masih menjalani hari-harinya di Jakarta. Demi menemani Sayyidah, Abbas rela meninggalkan tugas khidmah di ma'had dan perkuliahannya. Hati Sayyidah masih terpukul dengan kepergian Marwah, hari-harinya masih hampa tanpa semangat. Lepas sholat subuh, Sayyidah mengurungkan diri di dalam kamar. Sebagai suami, ia sendirilah yang mengerjakan pekerjaan rumah. Pukul tujuh pagi ia sudah selesai nyapu, ngepel dan menyiapkan sarapan untuknya dan Sayyidah. Ia berjalan membawakan makanan untuk Sayyidah ke dalam kamar. Tubuh Sayyidah terbungkus oleh selimut, matanya terpejam, tapi mulutnya meracau."Mah, Sayyidah kangen ... peluk Sayyidah, Mah." Bulir air matanya mengalir, Abbas yang sudah duduk di tepi ranjang di tarik oleh tangan Sayyidah dan di bawanya dalam pelukan. Kini Abbas sudah terbaring di sampingnya, kepala Sayyidah terbenam di leher Abbas, tangan kiri Sayyidah melekat di pinggangnya, sedangkan tangan kanannya meraba ba

    Last Updated : 2021-12-26
  • Cinta Dalam Perjodohan   Kamu istriku

    "Terima kasih banyak Say, gue pamit dulu." "Sama-sama Zahra." Setelah cipika-cipiki, Zahra berjalan ke arah mobil yang telah terparkir.Sayyidah melambaikan tangan ketika mobil Zahra melaju pelan meninggalkan pekarangan rumahnya. Drrt ... Drrt ... Drrt ...Benda pipih yang tersimpan di saku gamisnya bergetar, segera ia buka pesan-pesan yang sedari tadi masuk. Namun, tak junjung ia buka karena asik berbincang dengan Zahra. Deretan pesan pertama muncul atas nama Sofyan dengan pesan beruntun,[Sayyidah manis][Sayyidah cantik][Sayyidah imut][gue kangen sama lo Say] pesan ke empat di iringi wajah Sofyan yang tersenyum manis di depan kamera, senyum yang bisa melelehkan siapa pun yang melihatnya. Sayyidah tersenyum simpul melihat layar andoidnya, tanpa mengalihkan pandangannya ia berjalan santai menuju kamarnya. Abbas baru saja keluar dari pintu kamar, hampir saja bertubrukan dengan Sayyida

    Last Updated : 2021-12-27
  • Cinta Dalam Perjodohan   Bromo ( Tadabbur Alam)

    Di bawah kabin pesawat tidak banyak kata yang mereka lontarkan. Abbas lebih diam, sedangkan Sayyidah merasa gengsi untuk memulai obrolan dengannya. “Sampai di Jawa Timur kita tadabbur alam dulu,” ucap Abbas. “Apa itu ... sial!” Belum selesai Sayyidah berbicara, Abbas sudah menyenderkan kepala dan memejamkan matanya. Sayyidah meraihkan ponselnya dan mengetikan kata ‘apa itu tadabur alam’.Di bawahnya memunculkan hasil kalimat yang di ketiknya. Tadabbur alam merupakan sarana pembelajaran untuk lebih mengenal Allah SWT yang menciptakan langit dan bumi berserta isinya. “Mohon maaf Kak, silahkan ponselnya di matikan atau dialihkan ke mode penerbangan. Karena pesawat akan segera lepas landas,” tegur seorang pramugari kepada Sayyidah. “Iya, terimakasih.” Sayyidah mengusap layar androidnya dan menekan flight mode, kemudian memasukannya kedalam sling bag.*** Setelah keluar dari bandara, Abbas membeli dua tik

    Last Updated : 2021-12-29
  • Cinta Dalam Perjodohan   Masak Pagi

    Abbas mengambil botol air minum di tasnya, membukakan tutup botol, lalu menyodorkannya kepada Sayyidah. “Ayoo duduk! Minum dulu, barangkali kamu masih shock,” perintah Abbas dengan menggelar sorbannya lebih dulu. Sayyidah meraih botol di tangan Abbas dan menenggaknya sampai tandas. “Selonjorkan kakimu!” titah suaminya.Ia memijit kedua kaki Sayyidah dengan lembut sampai ke ujung jari-jemarinya. Sentuhan Abbas menjadikan hati Sayyidah semakin meleleh. “Apa sudah enakan?” tanya Abbas menyadarkan Sayyidah yang sedari tadi menatap wajahnya. “Uummm ... iya aaaku udah baik,” jawab Sayyidah dengan agak gugup. “Kamu yakin baik-baik saja?” tanya Abbas sekali lagi. “Yakin aku baik-baik saja,” balas Sayyidah dengan tersenyum menampakkan lesung pipinya.MasyaAllah ... istriku senyumannya manis sekali ya Allah, puji Abbas dalam hati. “Ya udah, kita lanjut pu

    Last Updated : 2021-12-30
  • Cinta Dalam Perjodohan   Amanah

    “Bas, gimana penampilanku? Udah rapi belum?” Sayyidah bercermin di layar ponselnya. “Udah rapi.” Abbas tersenyum. “Kang Abbas mau ketemu umma?” tanya seorang santriwati yang muncul dari dalam kepada Abbas.Ia membawa nampan berisi tiga gelas yang masih mengepul dengan beberapa toples makanan. “Na’am,” jawab Abbas. “Tafadhol duduk! Ana panggilkan dulu ummahnya.” Ia mempersilahkan Abbas dan Sayyidah di sebuah kursi panjang. Beberapa menit kemudian ... “Assalamuallaikum, Nak! Gimana kabarnya?” sapa seorang wanita dewasa berparas cantik mengenakan pashmina size besar di kepalanya. Tubuhnya sedikit gempal tetapi berwibawa. “W*’allaikumussalam Umma, alhamdulillah kher,” balas Abbas. “Alhamdulillah ... ini istri antum?” “Na’am Umma.” “Nama saya Sayyidah.” Sayyidah mencium tangannya. “MasyaAllah nama yang indah, seindah rupanya.” Tersenyum manis.

    Last Updated : 2021-12-31

Latest chapter

  • Cinta Dalam Perjodohan   Extra Chapter

    Sayyidah berhias diri seraya bertaut di depan cermin, ibu hamil itu tersenyum puas melihat keberhasilannya mempercantik wajah.“MasyaAllah istri abi tambah cantik,” puji Abbas menatapnya dari pantulan cermin.“Syukron Abi.” Sayyidah mengembangkan senyumnya.“Sudah siap? Ternyata abi nunggu Umi hampir satu jam,” ungkap Abbas sembari memeriksa jam di tangannya.“Hehehe ... dandannya harus yang cantik Bi, jadinya lama deh,” sanggah Sayyidah.“Iya deh.” Abbas membalasnya singkat.Semenjak hamil istrinya itu memang lebih sering berhias dari biasanya, ia juga lebih rajin dalam mengurus dan menata rumah. Abbas semakin bangga dengan sang istri.“Ayo kita berangkat!” Sayyidah beranjak seraya memegangi perutnya yang buncit.“Eh, tunggu dulu!” cegah Abbas, membuat langkah Sayyidah terhenti dan berbalik

  • Cinta Dalam Perjodohan   Akhir Bahagia ( tamat)

    *******Suasana pagi hari di warnai rasa kekhawatiran Abbas, saat sang istri mual muntah tanpa sebab pasti.“Wuuuek!”Sayyidah yang baru saja muncul dari pintu, kembali masuk ke dalam kamar mandi.“Umi! Umi kenapa?” Abbas menggedor-gedor pintu itu dengan cemas.Ceklek!Begitu nampak tubuh sang istri, Abbas langsung menyambarnya ke dalam pelukan.“Sayang, Umi kenapa? Umi sakitkah?” ujar Abbas seraya mengusap punggung istrinya.“Hmmm ... umi nggak papa Bi,” balas Sayyidah.Sejurus kemudian Abbas menuntunnya menuju sofa di samping ranjang.“Umi istirahat aja, ya?! Ayo!” ajak Abbas yang telah bersiap membopong tubuh istrinya ke atas kasur.“Nggak usah Bi, umi baik-baik aja,” tolak Sayyidah.“Umi kenapa sih? Apa yang di rasa? Umi habis makan apa? Semalem Umi minum j

  • Cinta Dalam Perjodohan   Membujuk

    Abbas memindai pandangannya kepada Sayyidah dan Kirani bergantian dengan ekspresi menuntut penjelesan. Sayyidah menghela nafas panjangnya, spontan ia menghamipiri sang suami dan meminta Ibrahim dari gendongannya. “Ibrahim akan punya Abi lagi, nanti main mobilnya juga nggak sendiri, ya?!” tutur Sayyidah mengajak Ibrahim bercengkrama. “Maksud Umi?!” Abbas semakin tak mengerti. Sayyidah bergeming, ia menatap wajah suaminya lekat. Namun, tak ada satupun kata yang bisa ia ucap. Sejurus kemudian ia mengibaskan pandangannya dari wajah sang suami. “Bi, jadilah abi baru untuk Ibrahim! Umi akan rela di madu dengan Kirani!” ungkap Sayyidah lantang, akan tetapi setelahnya ia harus menarik nafas panjang guna mengatur pola pernafasannya yang tidak beraturan. “Ada apa ini Sayang? Kenapa Umi berkata seperti ini?” tanya Abbas terlontar. Sayyidah menelan ludah sebelum ia membuka mulutnya untuk menyahuti pe

  • Cinta Dalam Perjodohan   Calon Abi Baru

    Sayyidah bergeming beberapa saat, akan tetapi bulir bening tak kunjung berhenti mengalir dari sudut matanya. Ia berjalan perlahan dengan langkah limbung, sesampainya di kursi tubuh Sayyidah runtuh di atasnya. “Wanita yang tak sempurna, aku wanita mandul yang nggak bisa punya anak, hiks ... hiks ... hiks ....” Sayyidah tergugu. “Memang lebih pantas kalau suamiku menikah lagi dengan wanita lain yang sempurna, tapi ... aku nggak rela!” Sayyidah meremas kepalanya yang mendongak seraya menyenderkan bahunya di sofa. “Apa aku begitu egois, ya, Allah?” gumam Sayyidah dengan menghiba. Sesaat kemudian ia mengatur pola nafas dengan menghela nafas panjangnya lalu menghembuskannya perlahan. ***** Beberapa waktu telah berlalu ... Sayyidah berhasil meredam gejolak emosinya, akan tetapi belenggu kecemasan masih melekat di hatinya. Di atas meja makan malam Abbas merasa terheran, biasanya walau

  • Cinta Dalam Perjodohan   Hadirnya Kirani Kembali

    Usai menemani acara majelis rutinan di sebuah masjid, Abbas mendampingi perjalanan gurunya menuju tempat pondok.Abuya duduk di samping kemudi, sedangkan Abbas bertugas mengendarai laju mobil yang ia tumpangi.Beberapa santri lain mengawal Abuya dengan kendaraan yang berbeda, sehingga di dalam mobil itu hanya Abuya dan Abbas saja.“Belum ada pejuang yang bisa Abuya kirim ke Batam, Bas,” tutur Abuya memulai percakapan.“Kenapa Abuya?” respon Abbas seraya menengok ke arah sang guru di sampingnya.“Mereka masih memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing di sini,” tandas Abuya.Abbas menganggukkan kepalanya pelan.“Mau pilih ente, tapi ente lagi lanjut kuliah, ya, Bas?!” sambung Abuya.“Na’am Abuya.”“Santri yang Abuya tawarin buat menikahi Kirani belum pada mau Bas, makanya Abuya belum punya kep

  • Cinta Dalam Perjodohan   Pengobatan

    Satu minggu telah berlalu ...Sayyidah tengah menjalani pengobatan herbal seperti yang ia dan suaminya rencanakan.Baginya yang terpenting adalah do’a dan berusaha, tidak ada lagi kalimat putus asa yang menghantuinya.Itu semua karena sugesti dari sang suami untuk terus yakin dengan kekuasaan Allah ta’ala.Sayyidah memandangi gelas berisi ramuan jamu yang terisi penuh, setiap hari kerongkongannya akan terus di lewati rasa pahit yang sangat sebanyak tiga kali.Sayyidah memasang wajah murung seraya menyangga dagunya dengan kedua tangan di atas meja.“Ayo Sayang di minum! Ini buat penawar rasa pahitnya.” Abbas menyodorkan beberapa butir kurma di atas piring kecil di hadapannya.“Sehat-sehat, ya?!” sambungnya, Abbas mengusap kepala Sayyidah dengan lembut.“Hari ini libur dulu dong Bi?!” keluh Sayyidah dengan wajah lesu.“Eh!

  • Cinta Dalam Perjodohan   Bayi Tabung

    Setelah menjalani beberapa rangkaian pemeriksaan, Abbas kembali mengajak Sayyidah berkonsultasi kepada dokter di rumah sakit seraya membawa hasil pemeriksaan.Dokter berhijab itu menghembuskan nafasnya kasar sembari memperhatikan hasil laboratorium atas nama Sayyidah Fatimah Zahra tersebut.“Selain kista sepertinya ada masalah lain di kandungan Ibu,” kata yang terucap dari mulutnya.“Ada apa Dok?” sergah Sayyidah segera.Laki-laki yang duduk di sampingnya meraih tangannya, lalu menggenggam erat ... membuat rasa takut serta kekhawatiran Sayyidah kembali mundur.“Saluran tuba falopi rahim Ibu Sayyidah mengalami penyumbatan, sehingga menyebabkan sperma Pak Abbas tidak bisa membuahi sel telur Ibu. Mohon maaf sekali ....” Dokter wanita itu menjeda ucapan, terdengar helaan nafas dari mulutnya.“Dalam penilaian medis Ibu Sayyidah tidak bisa hamil, adapun jika ingin menjalani pr

  • Cinta Dalam Perjodohan   Apa Kita Bisa Punya Anak?

    Sayyidah berjalan mendekati sang suami yang telah berdiri menyambutnya. Abbas menuntun langkah kakinya untuk duduk di kursi yang berhadapan dengan dokter. “Kistanya berukuran 6,7 senti. Maaf sudah berapa lama Bapak dan Ibu menikah?” tanyanya. “Hampir tiga tahun, Dok,” jawab Abbas. “Kista tersebut bisa saja menjadi penyebab Ibu sulit hamil, akan tetapi masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain yang menjadi penyebabnya.” “Maka dari itu saya akan memberikan surat rujukan agar Ibu Sayyidah menjalani HSG, yang bertujuan untuk mengevaluasi kondisi rahim dan saluran indung telur.” Ia menggoreskan tinta di atas lembaran kertas, lalu menyodorkannya kepada Abbas dan Sayyidah. ***** Suasana hening di dalam mobil, Abbas menatap lurus ke jalan tanpa sepatah katapun ucapan yang ia lontarkan sejak berada di rumah sakit, hingga sekarang. Sayyidah terus menatap wajah suaminya d

  • Cinta Dalam Perjodohan   Penyakit Sayyidah

    Menyadari sesuatu yang mungkin terjadi pada suaminya, Sayyidah beranjak ke dapur dan kembali dengan membawa segelas air putih.“Minum dulu Abi!” titah Sayyidah menyodorkan gelas sembari duduk di samping sang suami.Abbas meneguk air yang di berinya hingga tandas, lalu terdengar helaan nafas yang panjang keluar dari mulutnya."Alhamdulillah," ucap pelan Abbas seraya meletakkan gelas di atas meja.“Ada apa? Abi dari mana?” tanya Sayyidah seraya meraih kedua tangan sang suami dan menggenggamnya.Laki-laki yang ia tatap menghempaskan nafasnya kasar.“Karim sudah tiada, tadi abi menanti kedatangannya di pondok,” ucap Abbas pelan.“Innalillahi wa Inna ilaihi roji’un ... sejak kapan Bi? Berarti jenazahnya di bawa pulang dari Batam?” Sayyidah terbelakak.“Semalem salah satu pengurus mengabari abi. Iya, atas permintaan dari keluarga unt

DMCA.com Protection Status