Share

Meninggalnya Marwah

Author: Naily L
last update Last Updated: 2021-12-26 22:21:16

Pesawat terbang meninggalkan pacuannya, air mata Sayyidah terjun bebas di pipi.

"Rasanya baru sebentar,” ucap Sayyidah seraya menyeka air matanya.

"Semoga Mamah selamat sampai tujuan, aamiin," ucap Abbas.

"Aamiin."

"Ayo kita balik ke asrama, Say!"

Keesokan harinya

 Tugas Sayyidah sebagai mahasiswa mulai menumpuk. Walaupun kuliah online, tapi tugas terus berjalan. 

Ceklek!

"Assalamuallaikum." Abbas memasuki kamar.

"W*'allaikumussalam,” balas Sayyidah dengan tatapan jengah. Ia melihat jam masih menunjukkan pukul sebelas siang. Biasanya Abbas pulang sore, ini lebih awal dari biasanya.

"Ada yang ketinggalan tadi pagi,” ujar Abbas lebih dulu melihat ekspresi penuh pertanyaan di wajah istrinya. Namun, sayangnya ia hanya diam seolah tak peduli.

Abbas berjalan mendekati nakas. 

Benar saja map hijau tergeletak disana.

Suara dering benda pipih di atas kasur mendorong tangan empunya untuk mengambil,

"Halo, iya saya sendiri. APAA!!!!"

Tiba-tiba tubuh Sayyidah meluruh dan jatuh terkulai.

Abbas dengan sigap meraih tubuh Sayyidah dan menyadari sesuatu ketika melihat pesan yang sebelumnya di kirim oleh si penelpon.

 

[Apa benar ini Sayyidah?

Ini saya Retno sekertaris ibu Marwah. Ibu Marwah tadi mengalami kecelakaan di tol menuju Bandung, beliau tidak terselamatkan dalam perjalanan ke rumah sakit. Mohon kedatangannya kesini!]

Air mata membanjiri wajah putih Sayyidah setelah ia tersadar. Abbas berusaha keras menenangkannya, walaupun tak berhasil karena dia pun merasakan kesedihan yang sama, tapi dia tak boleh hancur. Jika keduanya lemah, maka siapa yang akan menguatkan?

Sesampainya di Bandung

Setibanya di rumah sakit keduanya di sambut oleh wanita berstelan kemeja dan rok selutut dengan rambut yang tergerai.

"Di mana mama saya? Mama saya ngga papa ‘kan? Mama saya masih hidup ‘kan?" Sayyidah langsung memberondongnya dengan pertanyaan.

"Nanti biar pihak rumah sakit yang menjelaskan, mari ikut saya menemui dokternya!"

"Baik." Abbas membuntuti wanita tadi dengan merangkul Sayyidah yang lemah.

Mereka mendapat penjelasan bahwa Marwah tidak bisa terselamatkan karena luka di kepala yang cukup serius. Setelah di otopsi, pihak keluarga di minta mengurus kepulangan jenazah untuk di kebumikan.

"Maamaaah ...." Sayyidah menangis sejadi-jadinya dengan menggoyang-goyangkan tubuh yang tertutup kain putih.

"Mamah ... bangun, Mah. Sayyidah udah disini, Sayyidah kangen sama Mama.”

“Baru kemarin Mama bersama Sayyidah. Mama jangan pergi!" Jerit tangis Sayyidah memilukan hati Abbas, ia pun tak bisa menahan lagi bulir air matanya. 

Jika maut telah datang, maka tidak ada satupun yang mampu menahan. Kita terlahir dengan satu cara. Namun, kematian menjemput dengan berbagai cara.

 Begitulah memang, kematian menjadi misteri Illahi yang tidak ada satupun yang mampu memecahkan.

***

Di atas gundukan tanah yang masih basah, Sayyidah duduk lemas bertumpuan kaki. Gerimis mengiringi air matanya yang jatuh.

"Mah, sekarang Sayyidah sendirian ... Mamah ngga ada, hiks ... hiks ... hiks ...."

"Say, kamu harus berusaha tabah. Mamah orang baik, InsyaAllah beliau husnul khotimah.”

“Kamu harus selalu do'akan beliau, agar di lapangkan kuburnya." Mengelus punggung Sayyidah dengan gerakan naik-turun.

Ucapan Abbas berangsur mendamaikan hati Sayyidah. Walaupun sikap Sayyidah masih tetap acuh dan dingin kepadanya.

"Kita bertemu lagi di syurga, ya, Mah. Sayyidah akan berusaha menjadi lebih baik dan lebih sholehah lagi seperti kata Mamah." Menghapus air mata dengan punggung tangannya dan berusaha bangkit.

Namun, tak berhasil karena tubuhnya gontai. Abbas siaga membantunya dan memapah langkah Sayyidah yang lemah.

***

Tinggal di Jakarta, di rumah Marwah dan Sayyidah. Atas permintaan dari Sayyidah sendiri karena ia ingin mengenang kehidupan berdua saat bersama dengan Marwah.

Abbas membuka kamar Sayyidah dengan membawa nampan berisi makanan, susu dan air putih. Ia melihat istrinya sedang memejamkan mata, menangis tergugu dan memeluk erat foto Marwah.

Matanya ia buka pelan menyadari Abbas mendekat kepadanya. 

"Say, ayo makan dulu! Sudah beberapa hari ini kamu ngga mau makan. Kamu harus jaga kesehatan!" tutur Abbas kepada Sayyidah.

"Dengan makan emangnya mamah akan ada lagi buat aku? Aku ngga bisa hidup tanpa mama, hiks ... hiks ... hiks...." Kembali menangis tersedu-sedu.

"Kamu harus belajar ikhlas Sayyidah?! Apapun yang terjadi sudah menjadi kehendak Allah Yang Maha Kuasa, kita harus bisa menerima. Suatu saat nanti kita akan sama menyusul mama, hanya berbeda waktu dan takdir yang menentukan saja,” ujar Abbas mencoba membangkitkan semangat hidup Sayyidah.

Sayyidah menyadari dirinya harus bangkit dan melanjutkan hidup, tapi kesedihan saat kehilangan Marwah serasa memberatkan langkah hidupnya.

"Isshhhh ... dasar ngga punya hati!" umpat Sayyidah dengan kesal setelah mengambil benda pipih bercasing pink di atas nakas dan malah membantingnya ke kasur.

"Ada apa?" tanya Abbas pelan.

Sayyidah hanya diam membisu. Abbas menghembuskan nafasnya kasar, " Mungkin Sayyidah masih belum mau berbicara," batinnya.

"Kak Ana dan kak Akmal kompak ngga bisa berkunjung, bahkan saat mamah tiada. Memangnya hanya do'a yang bisa mereka kasih? Apa mereka melupakan adiknya yang seorang diri?" gerutu Sayyidah, sambil memukul-mukul bantal di pangkuannya.

"Ada aku, kamu nggak sendiri," timpal Abbas dengan tenang.

 Sebenarnya hati Abbas pun merasa iba, tetapi Abbas sendiri tak pernah tau sosok kedua kakak Sayyidah.

Sayyidah diam dan tertunduk lesu, memang Abbas selalu menemaninya dan mampu mendamaikan hati dengan ucapannya. 

Tapi dia tidak bisa memberikan kehangatan pelukan kasih sayang seperti orang tuanya. Bukan Sayyidah menginginkannya dari Abbas, ia pun merasa malu, gengsi lebih tepatnya. 

Bunyi perut Sayyidah yang keruyukan berbunyi nyaring, membuat Abbas kembali mendekati Sayyidah dan mengulurkan tangan untuk menyuapinya. Sayyidah tak menolak, memang dia sangat lapar karena perutnya sudah beberapa hari tidak terisi.

"Mau lagi?" tanya Abbas saat suapan terakhir di mulut Sayyidah, senyum simpul mewarnai sudut bibirnya melihat wajah istrinya yang begitu manis, lucu dengan segala tingkahnya yang terkadang menguras kesabaran.

"Cukup," jawab Sayyidah yang langsung di iringi tangan Abbas yang menyodorkan air putih.

"Susu mau?" Abbas menawarkan segelas susu di atas nampan.

"Taruh di situ." Tangan Sayyidah menunjuk ke atas nakas.

"Ada lagi yang kamu mau?"

"Emang boleh?" tanya Sayyidah ragu.

"Boleh, asal kamu mau." ujar Abbas seraya mengerutkan dahinya.

"Aku ingin keluar, aku ingin bertemu temanku." 

Abbas hanya terdiam.

"Kehadiran teman berharga bagiku. Aku belum sempat memberitahukan berita tiadanya mama kepada mereka.” Sayyidah kembali menitikan air mata.

Melihat air mata Sayyidah membuat hati Abbas tak rela.

"Memangnya mau ketemu dimana?" Mengulurkan tisu kepadanya.

“Kenapa tidak membantu membasuhkan air mataku? Seperti di film-film romantis.” Sayyidah bermonolog dalam hatinya, lalu menggelengkan kepala pelan. “Fikiran sialan!!!,” umpat Sayyidah sendiri.

"Aku kabarin temenku dulu." Sayyidah meraih benda pipih yang sempat ia banting tadi.

"Aku ‘kan belum mengatakan iya," sambung Abbas dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.

"Kamu iya atau tidak, aku akan tetap ketemu temanku!" kekeh Sayyidah. 

"Hehehe ... iya, bercanda kok.”

Related chapters

  • Cinta Dalam Perjodohan   Di anggap sepupu

    Abbas berjalan mengiringi langkah Sayyidah memasuki sebuah mall. "Bas, kamu nunggu aja, ya!" Sayyidah menghentikan langkahnya. "Ngga Sayyidah, aku mau menemanimu,” pinta Abbas. "Tapi Bas, pakaianmu ... udah ku suruh pakai celana aja, kenapa sih ngga mau?" "Ngga papa Say, aku sudah terbiasa pakai sarung, ngga biasa pakai jeans seperti yang kamu suruh. Biarin orang mau nilai aku apa, yang penting aku jadi diri sendiri." "Ish! Keras kepala amat." gerutu Sayyidah. "Dimana tempat teman kamu yang bernama Zahra?" Mengedarkan pandangannya. Merasa dirinya asing di tempat seperti ini, walaupun bukan pertama kalinya ia berkunjung ke mall. Bahkan dulu ketika libur dari pondok, uminya sering mengajaknya ke mall untuk berbelanja atau mencari kebutuhan saat persiapan berangkat ke pesantren. Sangat jarang, alasannya tentu menghindari pemandangan aurot dari wanita yang memakai pakaian kurang bahan, menurutnya.

    Last Updated : 2021-12-26
  • Cinta Dalam Perjodohan   Kemarahan Abbas

    Abbas duduk di belakang kemudi, melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Sayyidah berada di sampingnya. Keduanya diam tanpa sepatah katapun. Detik kemudian ... "Ada yang mau kamu jelasin?" tanya Abbas memecah keheningan. "Tidak ada," balas Sayyidah dengan malas. "Kalau pergi kemanapun harus tau waktu, waktunya sholat harus sholat. Jangan sampe di tinggal!" pesan Abbas, kepalanya menengok kepada lawan bicaranya. Sayyidah membuang wajahnya ke jalan, "Aku udah besar, tau mana yang benar-mana yang salah, tau depan-belakang, tau atas-bawah. Ngga usah kamu ngasih tau, aku juga sudah tau," sanggah Sayyidah dengan ketus. "Jaga pergaulan kamu Sayyidah, jangan sampe mama sedih di alam sana dengan keadaan kamu di sini!" "Aku tau," jawab Sayyidah dengan ekspresi kesal. Abbas tak lagi membalas ucapan Sayyidah. Tak ada kata maaf sama sekali dari mulutnya, setelah mengatakan Abbas sebagai sepupu di depan

    Last Updated : 2021-12-26
  • Cinta Dalam Perjodohan   Ciuman pertama

    Sayyidah dan Abbas masih menjalani hari-harinya di Jakarta. Demi menemani Sayyidah, Abbas rela meninggalkan tugas khidmah di ma'had dan perkuliahannya. Hati Sayyidah masih terpukul dengan kepergian Marwah, hari-harinya masih hampa tanpa semangat. Lepas sholat subuh, Sayyidah mengurungkan diri di dalam kamar. Sebagai suami, ia sendirilah yang mengerjakan pekerjaan rumah. Pukul tujuh pagi ia sudah selesai nyapu, ngepel dan menyiapkan sarapan untuknya dan Sayyidah. Ia berjalan membawakan makanan untuk Sayyidah ke dalam kamar. Tubuh Sayyidah terbungkus oleh selimut, matanya terpejam, tapi mulutnya meracau."Mah, Sayyidah kangen ... peluk Sayyidah, Mah." Bulir air matanya mengalir, Abbas yang sudah duduk di tepi ranjang di tarik oleh tangan Sayyidah dan di bawanya dalam pelukan. Kini Abbas sudah terbaring di sampingnya, kepala Sayyidah terbenam di leher Abbas, tangan kiri Sayyidah melekat di pinggangnya, sedangkan tangan kanannya meraba ba

    Last Updated : 2021-12-26
  • Cinta Dalam Perjodohan   Kamu istriku

    "Terima kasih banyak Say, gue pamit dulu." "Sama-sama Zahra." Setelah cipika-cipiki, Zahra berjalan ke arah mobil yang telah terparkir.Sayyidah melambaikan tangan ketika mobil Zahra melaju pelan meninggalkan pekarangan rumahnya. Drrt ... Drrt ... Drrt ...Benda pipih yang tersimpan di saku gamisnya bergetar, segera ia buka pesan-pesan yang sedari tadi masuk. Namun, tak junjung ia buka karena asik berbincang dengan Zahra. Deretan pesan pertama muncul atas nama Sofyan dengan pesan beruntun,[Sayyidah manis][Sayyidah cantik][Sayyidah imut][gue kangen sama lo Say] pesan ke empat di iringi wajah Sofyan yang tersenyum manis di depan kamera, senyum yang bisa melelehkan siapa pun yang melihatnya. Sayyidah tersenyum simpul melihat layar andoidnya, tanpa mengalihkan pandangannya ia berjalan santai menuju kamarnya. Abbas baru saja keluar dari pintu kamar, hampir saja bertubrukan dengan Sayyida

    Last Updated : 2021-12-27
  • Cinta Dalam Perjodohan   Bromo ( Tadabbur Alam)

    Di bawah kabin pesawat tidak banyak kata yang mereka lontarkan. Abbas lebih diam, sedangkan Sayyidah merasa gengsi untuk memulai obrolan dengannya. “Sampai di Jawa Timur kita tadabbur alam dulu,” ucap Abbas. “Apa itu ... sial!” Belum selesai Sayyidah berbicara, Abbas sudah menyenderkan kepala dan memejamkan matanya. Sayyidah meraihkan ponselnya dan mengetikan kata ‘apa itu tadabur alam’.Di bawahnya memunculkan hasil kalimat yang di ketiknya. Tadabbur alam merupakan sarana pembelajaran untuk lebih mengenal Allah SWT yang menciptakan langit dan bumi berserta isinya. “Mohon maaf Kak, silahkan ponselnya di matikan atau dialihkan ke mode penerbangan. Karena pesawat akan segera lepas landas,” tegur seorang pramugari kepada Sayyidah. “Iya, terimakasih.” Sayyidah mengusap layar androidnya dan menekan flight mode, kemudian memasukannya kedalam sling bag.*** Setelah keluar dari bandara, Abbas membeli dua tik

    Last Updated : 2021-12-29
  • Cinta Dalam Perjodohan   Masak Pagi

    Abbas mengambil botol air minum di tasnya, membukakan tutup botol, lalu menyodorkannya kepada Sayyidah. “Ayoo duduk! Minum dulu, barangkali kamu masih shock,” perintah Abbas dengan menggelar sorbannya lebih dulu. Sayyidah meraih botol di tangan Abbas dan menenggaknya sampai tandas. “Selonjorkan kakimu!” titah suaminya.Ia memijit kedua kaki Sayyidah dengan lembut sampai ke ujung jari-jemarinya. Sentuhan Abbas menjadikan hati Sayyidah semakin meleleh. “Apa sudah enakan?” tanya Abbas menyadarkan Sayyidah yang sedari tadi menatap wajahnya. “Uummm ... iya aaaku udah baik,” jawab Sayyidah dengan agak gugup. “Kamu yakin baik-baik saja?” tanya Abbas sekali lagi. “Yakin aku baik-baik saja,” balas Sayyidah dengan tersenyum menampakkan lesung pipinya.MasyaAllah ... istriku senyumannya manis sekali ya Allah, puji Abbas dalam hati. “Ya udah, kita lanjut pu

    Last Updated : 2021-12-30
  • Cinta Dalam Perjodohan   Amanah

    “Bas, gimana penampilanku? Udah rapi belum?” Sayyidah bercermin di layar ponselnya. “Udah rapi.” Abbas tersenyum. “Kang Abbas mau ketemu umma?” tanya seorang santriwati yang muncul dari dalam kepada Abbas.Ia membawa nampan berisi tiga gelas yang masih mengepul dengan beberapa toples makanan. “Na’am,” jawab Abbas. “Tafadhol duduk! Ana panggilkan dulu ummahnya.” Ia mempersilahkan Abbas dan Sayyidah di sebuah kursi panjang. Beberapa menit kemudian ... “Assalamuallaikum, Nak! Gimana kabarnya?” sapa seorang wanita dewasa berparas cantik mengenakan pashmina size besar di kepalanya. Tubuhnya sedikit gempal tetapi berwibawa. “W*’allaikumussalam Umma, alhamdulillah kher,” balas Abbas. “Alhamdulillah ... ini istri antum?” “Na’am Umma.” “Nama saya Sayyidah.” Sayyidah mencium tangannya. “MasyaAllah nama yang indah, seindah rupanya.” Tersenyum manis.

    Last Updated : 2021-12-31
  • Cinta Dalam Perjodohan   Bolehkah aku menciummu?

    Abbas menyentuh pipinya, kemudian membelainya lembut.Sentuhan tangan Abbas membuat hatinya merasa bergidik. Sayyidah tak kuasa, perlahan ia memejamkan mata.“MasyaAllah tabarakallah istriku, permataku, bidadariku.”Pujian Abbas semakin melambungkan hati Sayyidah keangkasa. Binar netra Abbas menatap lekat wajahnya.“Boleh aku mencium keningmu?” izin Abbas kembali.Kali ini Sayyidah tak mampu menjawab, hatinya telah di selimuti perasaan bak ratu yang sedang di puji. Ia hanya menganggukkan kepalanya.Cup ...Abbas mencium kening Sayyidah dengan lembut.“Hehehehe ....” Tiba-tiba Abbas terkekeh.“Kamu kenapa?” Netranya terbuka seraya melebarkan pupilnya.“Kalau kamu anggun kaya gini rasanya seperti bidadari, cantik sekali ... tapi kalau kamu lagi marah-marah dan ngambek seperti sebelum-sebelum ini, kamu kaya

    Last Updated : 2022-01-01

Latest chapter

  • Cinta Dalam Perjodohan   Extra Chapter

    Sayyidah berhias diri seraya bertaut di depan cermin, ibu hamil itu tersenyum puas melihat keberhasilannya mempercantik wajah.“MasyaAllah istri abi tambah cantik,” puji Abbas menatapnya dari pantulan cermin.“Syukron Abi.” Sayyidah mengembangkan senyumnya.“Sudah siap? Ternyata abi nunggu Umi hampir satu jam,” ungkap Abbas sembari memeriksa jam di tangannya.“Hehehe ... dandannya harus yang cantik Bi, jadinya lama deh,” sanggah Sayyidah.“Iya deh.” Abbas membalasnya singkat.Semenjak hamil istrinya itu memang lebih sering berhias dari biasanya, ia juga lebih rajin dalam mengurus dan menata rumah. Abbas semakin bangga dengan sang istri.“Ayo kita berangkat!” Sayyidah beranjak seraya memegangi perutnya yang buncit.“Eh, tunggu dulu!” cegah Abbas, membuat langkah Sayyidah terhenti dan berbalik

  • Cinta Dalam Perjodohan   Akhir Bahagia ( tamat)

    *******Suasana pagi hari di warnai rasa kekhawatiran Abbas, saat sang istri mual muntah tanpa sebab pasti.“Wuuuek!”Sayyidah yang baru saja muncul dari pintu, kembali masuk ke dalam kamar mandi.“Umi! Umi kenapa?” Abbas menggedor-gedor pintu itu dengan cemas.Ceklek!Begitu nampak tubuh sang istri, Abbas langsung menyambarnya ke dalam pelukan.“Sayang, Umi kenapa? Umi sakitkah?” ujar Abbas seraya mengusap punggung istrinya.“Hmmm ... umi nggak papa Bi,” balas Sayyidah.Sejurus kemudian Abbas menuntunnya menuju sofa di samping ranjang.“Umi istirahat aja, ya?! Ayo!” ajak Abbas yang telah bersiap membopong tubuh istrinya ke atas kasur.“Nggak usah Bi, umi baik-baik aja,” tolak Sayyidah.“Umi kenapa sih? Apa yang di rasa? Umi habis makan apa? Semalem Umi minum j

  • Cinta Dalam Perjodohan   Membujuk

    Abbas memindai pandangannya kepada Sayyidah dan Kirani bergantian dengan ekspresi menuntut penjelesan. Sayyidah menghela nafas panjangnya, spontan ia menghamipiri sang suami dan meminta Ibrahim dari gendongannya. “Ibrahim akan punya Abi lagi, nanti main mobilnya juga nggak sendiri, ya?!” tutur Sayyidah mengajak Ibrahim bercengkrama. “Maksud Umi?!” Abbas semakin tak mengerti. Sayyidah bergeming, ia menatap wajah suaminya lekat. Namun, tak ada satupun kata yang bisa ia ucap. Sejurus kemudian ia mengibaskan pandangannya dari wajah sang suami. “Bi, jadilah abi baru untuk Ibrahim! Umi akan rela di madu dengan Kirani!” ungkap Sayyidah lantang, akan tetapi setelahnya ia harus menarik nafas panjang guna mengatur pola pernafasannya yang tidak beraturan. “Ada apa ini Sayang? Kenapa Umi berkata seperti ini?” tanya Abbas terlontar. Sayyidah menelan ludah sebelum ia membuka mulutnya untuk menyahuti pe

  • Cinta Dalam Perjodohan   Calon Abi Baru

    Sayyidah bergeming beberapa saat, akan tetapi bulir bening tak kunjung berhenti mengalir dari sudut matanya. Ia berjalan perlahan dengan langkah limbung, sesampainya di kursi tubuh Sayyidah runtuh di atasnya. “Wanita yang tak sempurna, aku wanita mandul yang nggak bisa punya anak, hiks ... hiks ... hiks ....” Sayyidah tergugu. “Memang lebih pantas kalau suamiku menikah lagi dengan wanita lain yang sempurna, tapi ... aku nggak rela!” Sayyidah meremas kepalanya yang mendongak seraya menyenderkan bahunya di sofa. “Apa aku begitu egois, ya, Allah?” gumam Sayyidah dengan menghiba. Sesaat kemudian ia mengatur pola nafas dengan menghela nafas panjangnya lalu menghembuskannya perlahan. ***** Beberapa waktu telah berlalu ... Sayyidah berhasil meredam gejolak emosinya, akan tetapi belenggu kecemasan masih melekat di hatinya. Di atas meja makan malam Abbas merasa terheran, biasanya walau

  • Cinta Dalam Perjodohan   Hadirnya Kirani Kembali

    Usai menemani acara majelis rutinan di sebuah masjid, Abbas mendampingi perjalanan gurunya menuju tempat pondok.Abuya duduk di samping kemudi, sedangkan Abbas bertugas mengendarai laju mobil yang ia tumpangi.Beberapa santri lain mengawal Abuya dengan kendaraan yang berbeda, sehingga di dalam mobil itu hanya Abuya dan Abbas saja.“Belum ada pejuang yang bisa Abuya kirim ke Batam, Bas,” tutur Abuya memulai percakapan.“Kenapa Abuya?” respon Abbas seraya menengok ke arah sang guru di sampingnya.“Mereka masih memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing di sini,” tandas Abuya.Abbas menganggukkan kepalanya pelan.“Mau pilih ente, tapi ente lagi lanjut kuliah, ya, Bas?!” sambung Abuya.“Na’am Abuya.”“Santri yang Abuya tawarin buat menikahi Kirani belum pada mau Bas, makanya Abuya belum punya kep

  • Cinta Dalam Perjodohan   Pengobatan

    Satu minggu telah berlalu ...Sayyidah tengah menjalani pengobatan herbal seperti yang ia dan suaminya rencanakan.Baginya yang terpenting adalah do’a dan berusaha, tidak ada lagi kalimat putus asa yang menghantuinya.Itu semua karena sugesti dari sang suami untuk terus yakin dengan kekuasaan Allah ta’ala.Sayyidah memandangi gelas berisi ramuan jamu yang terisi penuh, setiap hari kerongkongannya akan terus di lewati rasa pahit yang sangat sebanyak tiga kali.Sayyidah memasang wajah murung seraya menyangga dagunya dengan kedua tangan di atas meja.“Ayo Sayang di minum! Ini buat penawar rasa pahitnya.” Abbas menyodorkan beberapa butir kurma di atas piring kecil di hadapannya.“Sehat-sehat, ya?!” sambungnya, Abbas mengusap kepala Sayyidah dengan lembut.“Hari ini libur dulu dong Bi?!” keluh Sayyidah dengan wajah lesu.“Eh!

  • Cinta Dalam Perjodohan   Bayi Tabung

    Setelah menjalani beberapa rangkaian pemeriksaan, Abbas kembali mengajak Sayyidah berkonsultasi kepada dokter di rumah sakit seraya membawa hasil pemeriksaan.Dokter berhijab itu menghembuskan nafasnya kasar sembari memperhatikan hasil laboratorium atas nama Sayyidah Fatimah Zahra tersebut.“Selain kista sepertinya ada masalah lain di kandungan Ibu,” kata yang terucap dari mulutnya.“Ada apa Dok?” sergah Sayyidah segera.Laki-laki yang duduk di sampingnya meraih tangannya, lalu menggenggam erat ... membuat rasa takut serta kekhawatiran Sayyidah kembali mundur.“Saluran tuba falopi rahim Ibu Sayyidah mengalami penyumbatan, sehingga menyebabkan sperma Pak Abbas tidak bisa membuahi sel telur Ibu. Mohon maaf sekali ....” Dokter wanita itu menjeda ucapan, terdengar helaan nafas dari mulutnya.“Dalam penilaian medis Ibu Sayyidah tidak bisa hamil, adapun jika ingin menjalani pr

  • Cinta Dalam Perjodohan   Apa Kita Bisa Punya Anak?

    Sayyidah berjalan mendekati sang suami yang telah berdiri menyambutnya. Abbas menuntun langkah kakinya untuk duduk di kursi yang berhadapan dengan dokter. “Kistanya berukuran 6,7 senti. Maaf sudah berapa lama Bapak dan Ibu menikah?” tanyanya. “Hampir tiga tahun, Dok,” jawab Abbas. “Kista tersebut bisa saja menjadi penyebab Ibu sulit hamil, akan tetapi masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain yang menjadi penyebabnya.” “Maka dari itu saya akan memberikan surat rujukan agar Ibu Sayyidah menjalani HSG, yang bertujuan untuk mengevaluasi kondisi rahim dan saluran indung telur.” Ia menggoreskan tinta di atas lembaran kertas, lalu menyodorkannya kepada Abbas dan Sayyidah. ***** Suasana hening di dalam mobil, Abbas menatap lurus ke jalan tanpa sepatah katapun ucapan yang ia lontarkan sejak berada di rumah sakit, hingga sekarang. Sayyidah terus menatap wajah suaminya d

  • Cinta Dalam Perjodohan   Penyakit Sayyidah

    Menyadari sesuatu yang mungkin terjadi pada suaminya, Sayyidah beranjak ke dapur dan kembali dengan membawa segelas air putih.“Minum dulu Abi!” titah Sayyidah menyodorkan gelas sembari duduk di samping sang suami.Abbas meneguk air yang di berinya hingga tandas, lalu terdengar helaan nafas yang panjang keluar dari mulutnya."Alhamdulillah," ucap pelan Abbas seraya meletakkan gelas di atas meja.“Ada apa? Abi dari mana?” tanya Sayyidah seraya meraih kedua tangan sang suami dan menggenggamnya.Laki-laki yang ia tatap menghempaskan nafasnya kasar.“Karim sudah tiada, tadi abi menanti kedatangannya di pondok,” ucap Abbas pelan.“Innalillahi wa Inna ilaihi roji’un ... sejak kapan Bi? Berarti jenazahnya di bawa pulang dari Batam?” Sayyidah terbelakak.“Semalem salah satu pengurus mengabari abi. Iya, atas permintaan dari keluarga unt

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status