Tok! Tok! Tok!
"Masuk!" Yudi tidak bergeming dari kertas-kertas di meja kerja di kantor ayahnya. Mengamati, meneliti, dan mereka- reka semua denah gambar rumah yang diberikan ayahnya.
"Hm, rumah yang indah! Siapa pun pemiliknya memiliki cita rasa yang luar biasa." Ujarnya, tanpa disadarinya sepasang mata ikut mengamati gambar tersebut.
"Benarkah? Aku sangat ingin rumah impianku itu selesai, sebelum Idul Fitri," suara wanita yang tidak asing menembus ke syaraf-syaraf otaknya, bagaikan palu menghantam jantungnya. Secepat kilat yudi menoleh ke arah suara.
"Taniaa! Sedang apa kamu di sini?" Yudi merasa heran mendapati Tania di sebarang mejanya.
Tania seorang wanita berparas cantik, tegas juga sedikit tomboi anak bungsu dari pasangan Hamzah dan Noni, Tania seorang Pengacara muda yang sedang naik daun karirnya.
"Yudi?! Aku perlu ketemu sama Om Rangga. Itu denah rumah yang kamu amati itu, rumahku." Tatapan Tania. Sedikit angkuh namun, mata mereka masih mengunci satu sama lain tanpa mau melepaskan pandangan.
Wangi dan wajah ini selalu menghantuiku, tapi Xena satu ini ampun nyebeliin! Siapa juga yang bakalan mau jadi suaminya? Kalau punya istri Xena gini ....
Yudi memutar bayangan-bayangan Tania kecil, remaja, dan sekuel film Wonder Women Xena, Yudi bergidik membayangkannya.
"Eh, kamu bayangin apa sih? Om Rangga ke mana? Ada yang mau Aku diskusikan sama Om?" cecar Tania.
Tania memilih duduk di sofa yang ada di ruangan itu, tanpa ada yang mempersilakannya karena dia tahu Yudi tidak akan pernah bermanis- manis kata dengannya. Seingat dan setahu dia Yudi lebih baik bersikap manis pada Kucing dari pada yang namanya Tania.
"Ayah lagi sakit! Jadi dr.Anto nyaranin agar Ayah banyak-banyak istirahat. Memang, Kamu ada perlu apa? Soalnya untuk sementara waktu ini, kerjaan Ayah aku yang handle." Jelas yudi berusaha untuk profesional.
Lagian apa salahnya? Tania adalah anak Om Hamzah teman Ayah dan juga dari kecil yudi sudah berteman dengan Tito, Tantri, kecuali Tania. Entah mengapa dengan mahkluk yang satu ini selalu ada saja yang diributkan, batin Yudi mengenang masa kecil mereka.
"Om, sakit apa Yud? Sudah lamakah?" tanya Tania tulus walaupun Tania jutek, judes, tapi sebenarnya hatinya baik.
Opo iyo?! sebagian hati yudi berbicara tidak karuan.
Tanpa sadar tania menghampiri Yudi, menyentuh pergelangan tangannya untuk sementara dunia di sekitar mereka terhenti sekejap.
Deg! Deg! Deg!
Jantung keduanya melonjak-lonjak tidak karuan, tanpa sadar keduanya menarik tangan masing-masing rona merah di wajah bak kepiting rebus.
"Ap-apaan sih? Kamu ini, tidak pernah lihat cowok ganteng ya?" Yudi menyembunyikan tangannya yang entah sejak kapan, menggenggam erat tangan Tania.
"Iish, nyebelin tahu! Kamu tuh ya gak ada ganteng-gantengnya malah gantengan si Vito tahu? Aku cuman khawatirin Om Rangga kamu memang gak peka. Bisa-bisanya jadi anak Om Rangga sama Tante Rini" cecar Tania nggak mau kalah ia melangkah kembali ke tempat duduknya.
Keheningan terjadi ....
Akh, sial kenapa sih? Aku slalu jadi kacau kalau di samping Xena warrior ini? batin Yudi berbicara walaupun, terlihat tenang sebenarnya Yudi agak salah tingkah dibuat tania.
"Um, makasih sudah mengkhawatirkan Ayahku. Sebenarnya kamu kemari, ada apa?" akhirnya Yudi mengalah,
profesional kerja menuntutnya agar selalu tenang dan berwibawa.
"Sebenarnya, aku ada janji sama Om Rangga. Aku mau buat sebuah rumah, buat aku tinggal dan aku ingin rumah itu selesai sebelum lebaran Idul Fitri," ucap Tania menoleh ke arah Yudi,
"aku ingin keluargaku ngumpul semua di rumah itu, dan semua desain-desain, denah, warna, cat dinding dan semuanya sudah aku serahin sama Om Rangga." Terang Tania.
"Oh, kalau boleh tahu yang mana denah rumah kamu?" Yudi meraih tumpukan kertas.
"Yang lagi kamu lihat itu rumahku, yang kamu bilang, 'Siapa pun si pemilik rumah pasti memiliki cita rasa yang tinggi,' itu rumahku." Jawab Tania.
"Tania, aku tahu kalau kamu sangat ngarepin Ayahku untuk membangun rumah idaman kamu hanya saja. Saat ini Ayahku lagi cuti sakit, dan aku tidak tahu sampai kapan?
"Kalau kamu gak keberatan, aku yang akan menangani pembuatan rumah idaman kamu." Entah keberanian dari mana Yudi memberanikan diri untuk membangun rumah idaman Tania.
Karena di dalam hatinya yang paling dalam, sebenarnya dia sangat mengagumi rumah itu.
Di dalam benaknya rumah itu akan sangat cantik, anggun dan berkelas tidak meninggalkan rasa indah, nyaman dan sederhana, yang jelas unik mungkin itulah gambaran rumah tersebut sesuai dengan Tania.
Tania merenung.
"Baiklah! Aku tahu kamu dan Ayah kamu adalah orang yang sangat luar biasa profesional, aku percaya itu. Baiklah, bagaimana kalau besok kita meninjau tempatnya? Dan lusa kamu sudah mulai bisa membangunnya," ucapnya,
"kamu tahu aku sangat sibuk dan aku berharap, sebuah kamar utama di lantai satu bisa aku tempati segera walaupun, ruang lainnya belum selesai karena aku tidak mau tinggal di apartemen terus, jarak apartemen dan kerjaanku sangat jauh." Pinta Tania.
Tania tahu PT. Jasa Mandiri Konstruksi sangat bisa diandalkan, karena Tania tahu walaupun, Yudi menyebalkan siapa yang tidak mengenal sosok Yudi pria yang berotak encer dan sangat luar biasa di bidang pekerjaannya.
Hanya satu yang masih mengganjal di nalurinya, dia akan bertemu setiap hari dengan pria yang menyebalkan ini. Tampan, yes !! Kalau boleh jujur, hanya saja, kata-kata yang ke luar dari bibirnya sangat menyakitkan.
"Baiklah, katakan saja daerah mana? Besok jam 08.00 aku akan langsung ke lokasi." Ujar Yudi tanpa basa-basi.
Karena ia mulai jengah dengan aroma wanita di seberang mejanya, aromanya menggelitik sekujur syaraf-syaraf di tubuhnya membangkitkan sesuatu yang sulit untuk dicerna pakai logika.
"Daerah kawasan X, no.26. Aku usahakan besok jam 09.00 aku sudah di tempat. Ada kasus yang akan aku tinjau ulang di pengadilan," ujar Tania beranjak dari tempat duduknya.
"Aku harap, kali ini kerja sama kita berhasil." Tambah Tania memutar tubuhnya saat tangannya menggapai pegangan pintu.
"Aku rasa, berhasil! Asal kamu menurunkan sedikit egomu," balas Yudi tidak kalah sengitnya.
Tania berlalu ingin membalas perkataan Yudi tapi tubuhnya sangat lelah, karena pertarungan di ruang sidang menguras seluruh pikirannya.
Tania keluar dari ruangan Yudi sesampainya di luar, Tania melampiaskan kesalnya dengan menjulurkan lidahnya dan meletakkan kedua belah tangannya di telinga dengan melamba-lambaikan jari-jarinya, tepat di depan pintu ruangan seakan-akan dia mengejek Yudi.
Cekleeekkkk!
Pintu terbuka, Yudi muncul bertepatan dengan perilaku Tania.
"Wah, ckckck ... seorang pengacara melakukan hal yang luar biasa, aku bisa menuntutmu," ucap Yudi mendekati Tania, ia mundur ke belakang dengan perasaan malu dan kesal.
"Jangan coba-coba Yud, aku bisa menendangmu!" Tania secara repleks mundur ke belakang.
"Coba saja, kalau berani. Lain Kali kalau kesal dengan orangnya langsung katakan, jangan mengejek di belakang." Yudi semangkin mendekati Tania hingga Tania tersudut ke dinding ruangan.
Deg! Deg! Deg!
Jantung keduanya berpacu keduanya terperanjat kelu.
"Ehm, ehmm .... " Budi berdehem. Tania dan Yudi tersadar, secepat kilat Tania berlalu meninggalkan Yudi.
"Bos, semua bahan-bahan dan kayu-kayu yang dipesan sudah sampai. Cantik sekali gadis itu Bos! Pacar si bos ya?" cerocos Budi sekenanya.
"Gundullmuuu! Letakkan di tempat biasa dan kamu harus menyelesaikan pembuatan kolam renang di kawasan meranti Blok C!" perintah Yudi kesal.
Yudi berlalu dan berusaha mendinginkan kepalanya, entah mengapa rasanya tadi dia ingin mencium Tania, hadehh!
Aku sudah mulai gila dibuat si Xena umpat hatinya kesal.
Tapi aku rasa dia sangat cantik sekarang? Yudi mengingat masa kecilnya, Tania di bawahnya empat tahun, akan tetapi selalu saja ingin bermain dengan Tito dan dirinya. Tania selalu manja dan selalu dituruti semua maunya.
Seharusnya, anak-anak gadis seumuran Tania saat itu selalu main boneka atau masak-masakan, beda dengan Tania. Ia selalu ingin main perang-perangan juga selalu bertengkar dengan Yudi.
Karena apa pun yang dimiliki Yudi Tania selalu ingin dan Yudi sangat sebal dengan hal itu karena dia harus selalu mengalah atau berbagi hal dengan Tania.
Setiap mereka bertemu hingga remaja, mereka pun selalu ribut akhirnya Tania kuliah di Jogya Fakultas Hukum dan Yudi tetap kuliah di Medan.
Yudi tercenung mulai menghitung tujuh tahun sudah ia dan Tania tidak pernah bertemu, baru tadi dia melihat gadis menyebalkan itu. Berubah menjadi wanita yang cantik, modis, anggun dan luar biasa.
Hanya saja, pandangan dan tingkah Xenanya masih melekat, entah mengapa Yudi tersenyum dia mengingat semua hal tentang Tania, ada rasa rindu.
Keesokan harinya ....Yudi berada di lokasi rumah baru Tania, memotret berbagai sudut sekali-kali berbicara lewat tape recorder. Meninjau dan merevisi semua bagunan yang akan dibuat agar sesuai dengan niat si empunya rumah.Sebuah mobil memasuki halaman, sesosok wanita anggun mengenakan setelan pengacara merah maroon muncul dengan modisnya."Kamu sudah lama, Yud?" Tania berusaha mencairkan suasana, karena merasa bersalah sudah terlambat hampir tiga jam. Yudi hanya menoleh dan terus berkutat dengan pekerjaannya."Lumayanlah! Wah, Ibu Pengacara luar biasa ya? Janji jam 09.00 muncul jam 11.00," sindirnya"Maaf, ada urusan
Tania mencari-cari Yudi, dia melihat Yudi sedang menggergaji potongan-potongan beroti dengan denim belel, sepatu bot, helm, kemeja yang di gulung sampai siku. Tidak lupa sabuk peralatan di pinggang, menambah macho tampilannya. Entah mengapa desir-desir aneh menggelitik di hati Tania, ingin rasanya Tania menghapus keringat yang meluncur di dahi Yudi. Haaahhh! Tania menggeleng-gelengkankan kepala dan menelan salivanya, dia sendiri bergidik membayangkan pikiran aneh yang mulai menari-nari di otaknya dia mulai mencari-cari, rahasia apa yang sudah terjadi di tubuhnya. Yudi menoleh, ia melihat Tania mematung menatap ke arahnya dan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Apa ada yang salah? Dengan semua bangunan yang aku buat? Semuanya sesuai dengan keinginan dan yang tertera di denah. Bila ada yang salah lagi, aku akan mencium bibirnya yang mulai cemberut itu, menyebalkan!" Yudi menghentikan kegiatannya. Entah dorongan dari mana dia memil
Di kediaman keluarga Rangga, Yudi membolak-balik kertas denah pekerjaannya. Akan tetapi pikirannya tidak luput akan Tania, Tania dan Tania lagi.Seakan-akan Tania berlarian di pikiran, hati dan di ruangan kamarnya dengan senyuman, cemberut serta omelannya.“Akh, sialan .., kenapa sih? Wajah Si Xena ini, ga bisa hilang sedikit pun,” bantah batinnya. Yudi beranjak dari tempat tidurnya, meraih jaket, helm dan kunci sepeda motornya.Di sinilah ia sekarang, di depan apartemen Tania.Yudi dengan jelas melihat Tania, di balik tirai jendela kamar apartemen lantai 2.Dengan bahagianya memeluk bunga matahari plastik yang diberikannya, lewat kurir yang sengaja dia kirimkan. Yudi tersenyum akan tingkah lucu kekanak-kanakan Ta
Begitu juga Tania, dia selalu dengan diam-diam mencuri-curi pandang akan kehadiran Yudi. Akan tetapi, seminggu sudah berlalu, Yudi juga tidak pernah muncul. Ada rasa kehilangan, kerinduan dan kecewa menyatu."Ke mana si Kulkas ya? Mau tanya kok, rasanya malu." Tania membatin, ia dirundung dilema menggigit bibir bawahnya.Ia melihat setiap ruangan yang selalu dipenuhi canda tawa Yudi beserta kru-nya, kini sepi lengang tanpa ada canda tawa Yudi.Tania kembali keruangannya, memandang bunga matahari yang masih saja dengan indahnya di sudut jendela kamarnya.Saat Tania memutuskan pindah ke rumah barunya, entah mengapa hal pertama yang ada di benaknya adalah bunga matahari ini. Baginya seakan Yudi selalu ada di sisi menemaninya,"Maafkan aku, seharu
Yudi pergi meninggalkan Tania, dengan sejuta perasaan amarah yang mau meledak di kepalanya. Ia tidak ingin mereka semangkin terpuruk seperti masa kanak-kanak dulu. Tania pun balik kanan ke ruangan kamarnya, ia segara menutup pintu dan membanting dirinya ke kasurnya. Ia menangis sesenggukan, "Dasar Kulkas, bodoh! Kenapa ga ada sedikit pun pengertiannya. Hiks hiks .... " Tania menangis di atas bantalnya. Ia merasakan sedikit rasa kesal dan benci juga rindu, yang menjadi satu di relung hati dan jiwanya. Ia tidak mengerti entah sejak kapan, ia menjadi sedikit cengeng. Sejak Yudi kembali di kehidupannya,
"Apa yang kau lakukan di sini, Yud?" tanya Tania heran. "Apa?! Enak saja kalau ngomong. Bukankah kamu yang merengek kepada Ayahku, untuk memasangkan pegangan pintu malam ini juga?" sanggah Yudi kesal. "Apa?!" Tania memijat keningnya, ia merasa ada kesalahan di dalam semua ini. "Ya ampun! Aku hanya membawa pegangan pintu kepada Om Rangga, hanya untuk berdiskusi mengenai pegangan pintu yang unik dan indah ini. Bukan untuk memintanya segera memasangkannya?" jelas Tania. Ia berusaha naik ke lantai atas, ke ruangannya mengambil aspirin dan menelannya sebutir. Ia benar-benar pusing akan semua kejadian semalaman ini. Kolega yang membuat pusing, Martin yang menyebalkan, semua b
Ditempat lain .... "Bagaimana kemajuan Anak-Anak Kita, Zah?" tanya Rangga. Ia menelepon Hamzah dengan berbisik-bisik, tidak lupa menghisap rokok cerutu dan berusaha mengibas-ngibaskan kertas, agar Rini sang istri tidak mengetahuinya. "Akh, keduanya sama-sama keras kepala, aku tidak yakin. Apakah keduanya akan bersatu?" jawab Hamzah. Ia menerawang mengingat Tania dan Yudi "Jangan menyerah, kita harus memberikan sedikit dorongan pada mereka, agar mereka benar-benar menyadari bahwa keduanya sedang jatuh cinta." Rangga menjawab, ia tidak mau kalah. Ia begitu yakinnya bila suatu saat nanti Tania akan menjadi menantunya,
Yudi masih sempat-sempatnya menghampiri Hamzah dan Rangga, yang masih terbengong di kursi meja makan hanya untuk permisi, membawa Tania. Tania memejamkan matanya, gulungan rambutnya sudah lepas dan dia masih saja terus memukul-mukul punggung Yudi. Rini dan Noni pun masih tidak percaya dengan apa yang dilakukan Yudi, "Ya, Allah. Ini anak kok, semakin kurang ajar. Maaf ya, Jeng. Kita harus menikahkan mereka secepatnya, apa kata orang-orang?" ucap Rini. Ia malu setengah mati melihat kelakuan putranya, "Iya, Mbak. Aku juga bingung," jawab Noni. Sementara Hamzah dan Rangga malah saling tos,
Seorang wanita tua membawa bakul di punggungnya ingin mengutip sayuran, hujan deras telah mengguyur semalaman hingga pagi inilah ia berniat akan menjual sayurannya. Namun, saat ia ingin memetik kacang tanah ia melihat tiga anak yang terbaring di sana, "Anak siapa pagi buta di sini?" batinnya. Ia langsung berlari menggapai ketiganya dan memeriksa, "Mereka demam!" batinnya, ia berusaha membangunkan ketiganya dengan memberinya air minum, "Uhuk! Uhuk!" Adrian terbangun dan melihat seorang nenek tua melihat ke arahnya ia berusaha untuk beringsut dan menjauh, "Si-siapa kau! Tolong, jangan ganggu kami! Kami tidak mau dijadikan bakso!" ujar Adrian. "Hehehe, siapa yang mau jadikan kalian bakso? Ikan dan ayam masih lebih enak dari daging kalian!" cibir si nenek dengan gulungan tembakau fi mulutnya. Adrian beringsut sedikit berusaha untuk m
Adrian masih memeluk Salmi dengan tangan mungilnya, "Apakah kalian anak baru?" tanya seorang anak perempuan kecil yang tidak jauh dari Adrian. "Iya, kalian tahu ini di mana?" tanya Adrian penasaran menoleh ke setiap ruangan. "Aku tidak tahu! Kami dibawa kemari dengan keadaan pingsan! Apakah itu Adikmu?" tanyanya. "Iya, ini Adikku!" balas Adrian. "Namamu siapa?" tanyanya lagi. "Aku Adrian, ini Salmi!" balas Adrian. Entah mengapa ia banyak bicara, ingin rasanya dirinya mengurangi sedikit bebannya, "Oh, aku Rani," ujar Rani. "Ooo, apakah kau tahu ke mana mereka akan membawa kita?" tanya Adrian pena
Kedua sahabatnya masih menyusuri TKP bersama para polisi, mereka hanya menemukan jejak mobil dengan meninggalkan lokasi, keadaan menjadi heboh para wartawan Meliput berita dan memasukkan ke televisi dan laman media sosial lainnya. Sementara Amy menjalani operasi, Soleh menunggu di depan pintu ruang operasi. Tania dan Yudi langsung menuju ke rumah sakit begitu dengan seluruh keluarga Rangga, Hamzah, dan Basri juga Sudirman pergi ke rumah sakit. Mereka tidak menyangka dengan segala malapetaka yang sudah menimpa keluarga mereka Ibra masih menyelidiki seluruh rangkaian peristiwa ketiganya berpelukan menangis, "Bagaimana dengan Amy?" tanya Tania. "Dokter masih mengusahakan pengangkatan peluru di kepalanya, bagaimana dengan anak-anak?" tanya Soleh, ia memandang kedua sahabatnya berharap ada keajaiban untuk kedua buah hati mereka.Keduanya menggelengkan kepala, "Tapi, aku sudah mengerahkan segala yang aku bisa! Aku yakin kita pasti menemukan anak kita," kata Yudi.
"Ya, kamu benar, aku harus hati-hati! Bagaimanapun kita tidak tahu apa keinginan mereka yang sebenarnya, kamu hati-hati juga!" ucap Tania mengingatkan Amy. "Eh, besok beneran ada acara ulang ya, di rumah Dion? Sepertinya aku tidak bisa ikut ke sana, kamu mau 'kan bawa anak-anak ke sana. Besok aku ada sidang!" ucap Tania. "Iya, jangan khawatir. Aku pasti akan bawa anak-anak, lagian aku rasa besok aku libur, rasanya lelah jika terus-terusan bekerja," ujar Amy, "besok aku akan bawa anak-anak kesana! Sekalian bawa mereka berenang," lanjutnya. "Sip, aku titip anak-anak ya?" ujar Tania. "Iya, tenang saja!" balas Amy. Keduanya berpisah setelah makan siang.
Yudi di depan pintu bersalin sudah tidak sabar ingin melihat buah cintanya dengan Tania, "Selamat telah lahir bayi lelaki dengan berat 3,5 kg, panjang 50 cm. Putra pertama dari Bapak Yudi dan Ibu Tania," ujar Siska dengan menggendong seorang bayi dan memberikanya kepada Yudi, ia menerimanya dengan tetes air mata bahagia, "Selamat datang, putraku! Aku harap engkau menjadi pemenang di dalam kehidupan fana dan baka kelak," lirihnya diiringi rasa syukur seluruh keluarga. Rangga dan Hamzah saling rangkul begitu pun dengan Noni dan Rini, "Anak-anak yang hebat, cucuku pasti, luar biasa!" ujar Rangga bahagia menggendong cucunya setelah Yudi mengadzaninya. Yudi langsung menemui Tania yang masih lemah, "Terima kasih, Sayang! Aku tidak bisa mengatakan dengan apa pun rasa syukur dan cinta kasihku kepada kalian berdua," ucap Yudi, memeluk istrinya dengan penuh kasih sayang.
Tiga bulan kemudian Soleh dan Amy pulang dari bulan madu, Amy pun sudah hamil. Selama mereka di Papua berbulan madu, keduanya kerap berhubungan dengan Tania dan Yudi mereka saling bercerita banyak hal dan berbagi tawa dan duka mengenai pengalaman menjadi calon orang tua. Kedua pasangan tersebut mengunjungi Siska pun sudah menikah dengan Ibra sepupu Yudi seorang polisi.Mereka kerap berkumpul, cinta yang pernah ada di hati Amy kepada Yudi sudah terbang entah ke mana, begitu pun rasa cinta Siska kepada Soleh. Kini, ketiga pasangan bahagia itu sedangkan menantikan buah cinta mereka untuk pertama kalinya. Soleh dan Yudi selalu bersabar dan mengalah terhadap semua kemanjaan dan semua sensitif ibu hamil yang luar biasa.Namun, mereka begitu bahagia menjalani peran tersebut, tiada pernah mengeluh dan tak pernah sedikit pun menyakiti h
"Aku akan menjadi, ayah! Oh Tania, kita akan menjadi orang tua! Aku sangat bahagia, sekali! Terima kasih sayang," ucap Yudi dengan bahagia dan sumringah. Ia langsung memeluk Tania dengan penuh kasih sayang. Mencium seluruh wajah Tania, "Aku sangat bahagia, Yank! Tapi, tolong ... menjauhlah. Aku ingin muntah mencium, baumu!" balas Tania mengernyitkan hitungnya. Yudi tercekat, ia tidak menyangka akan mendapatkan balasan demikian dari istri tercintanya. Siska tertawa dan menepuk bahu Yudi, "Terkadang seorang istri yang sedang hamil muda mengalami sindrom demikian. Mengertilah, emosinya naik turun. Berusahalah untuk mengalah," ujar Siska. "Kayak kamu sudah pernah, saja" balas Yudi. Siska langsung berkacak pinggang, "Aku memang belum pernah, hamil! Menikah saja belum. Tapi,
Sementara Yudi dan Tania pun tidak mau kalah. Keduanya pun mengarungi lautan berlayar di tengah samudra cinta milik mereka berdua. Keduanya saling berpelukan dengan mesranya,"Semoga kita semua bahagia, ya Mas!" ujar Tania.Yudi menoleh ke arah istrinya mengecup sekilas kening Tania, "Amin. Pastilah, setiap doa dan usaha selalu diijabah Allah. Walaupun dengan berbagai liku dan rintangan tidak instan," balas Yudi dewasa."Mas, ngomong-ngomong instan. Kok aku jadi pengen mie instan, nih!" ucap Tania."Ya udah, masaklah! Apa perlu mas yang masak?" tanya Yudi."He-em!" balas Tania sedikit manja. Ia sendiri pun tidak mengetahui mengapa ia merasa sangat ingin makan mie instan
Acara pernikahan Amy dan Soleh digelar di sebuah hotel mewah milik keluarga Amy. Keluarga Soleh dari kampung pun berbondong-bondong datang. Sudirman, Aisyah, dan Santi juga Ipah menginap di rumah Soleh yang baru. Acara pernikahan begitu meriahnya. Semua teman, kolega, handai taulan semuanya berkesempatan datang dan bersilaturahmi. Tania dan Yudi sebagai WO, mengatur dan membantunya membuat acara berjalan dengan sangat baik. Tania mengerahkan semua kemampuanya untuk memperlancar semua acara pesta. Acara pernikahan keduanya begitu bahagia. Amy begitu cantik di saat ijab kabul dan Soleh begitu gagah dan tampan. Kedua keluarga Basri dan Dahlan sangat bahagia dan cepat akrab. Basri begitu senang dengan besa