Share

S2| 23. Terluka

Author: Pixie
last update Last Updated: 2021-09-21 16:53:04

Mendengar laporan Julian, Greta spontan memeriksa kondisi sang gadis. “Mia, apakah kau baik-baik saja?”

Alih-alih menjawab, sang sekretaris malah beranjak duduk dan menggerak-gerakkan kepala, menyempurnakan kesadaran.

“Mia?” desah pria yang menaikkan alis, berharap sang gadis segera memberi tanggapan.

“Saya baik-baik saja, Tuan,” jawab Mia, masih dengan sudut bibir terangkat tinggi.

“Lalu, kenapa kau tiba-tiba tertawa?” selidik Julian sembari mengamati sorot mata sang sekretaris dari jarak yang lebih dekat.

Sedetik kemudian, senyum sang gadis mulai berubah kecut. “Tidak ada apa-apa, Tuan,” sahutnya seraya menggeleng.

Tanpa aba-aba, sang pria bertatapan dengan bibinya yang kemudian mengangkat bahu.

“Bagaimana kalau kau bawa dia ke rumah? Aku akan menyusul setelah selesai mengembalikan semua kuda ke kandang?” usul Greta kepada keponakannya.

“Baiklah,&rd

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Cinta CEO dalam Jebakan   S2| 24. Mia Hunt

    Selang keheningan sejenak, Mia menarik napas berat. Dengan bola mata tersudut ke atas menahan kesedihan, gadis itu kembali bicara. “Apakah Ayah tahu kalau anakmu itu sangat hebat?” tanya sang sekretaris lewat pita suara yang tertekan.“Tentu saja, tahu. Sejak dulu, James-ku memang hebat,” timpal Tuan Hunt cepat.Mendengar semangat si pria tua yang tak pernah pudar, pundak Mia terasa semakin berat. Dengan lengkung bibir getir, ia mengangguk.“James yang sekarang adalah laki-laki yang jauh lebih hebat, Yah. Dia adalah pemimpin sebuah perusahaan yang sangat besar. Dan, meskipun posisinya begitu tinggi, dia tetap rendah hati dan penyayang. Dia juga sangat gigih dan setia,” terang Mia dengan tatapan menerawang.“Apakah karena itu kau mencintainya?” selidik Tuan Hunt lewat suara tipis, seolah tak ingin terdengar oleh orang lain.Menyaksikan bagaimana pria tua itu menghargai privasinya, sudut bibir sang sekr

    Last Updated : 2021-09-22
  • Cinta CEO dalam Jebakan   S2| 25. Menaikkan Resleting

    “M-maaf .... Aku tidak tahu kau sedang berganti pakaian,” ucap Julian terbata-bata. Tangannya yang masih melekat di gagang pintu, tampak ragu hendak menarik atau mendorong. Sementara bola matanya yang bergetar, kebingungan menentukan arah.Anehnya, Mia sama sekali tidak menampakkan kemarahan. Sambil menutupi tubuh dengan gaun yang belum dikenakan dengan sempurna, gadis itu berkedip-kedip kaku. “Ya,” sahutnya pelan.“K-kalau begitu, selesaikanlah. Aku akan masuk setelah kau selesai,” tutur sang pria seraya memaksakan senyum dan melangkah mundur.Sebelum pintu tertutup rapat, sang sekretaris tiba-tiba saja memanggil. “Tuan ....”Hanya dalam sekejap, Julian menahan pergerakan. “Ya?”“Apakah Anda keberatan membantu saya menaikkan resleting?” tanya Mia, sukses mengundang keheranan di wajah sang CEO.“M-menaikkan resleting?”Dengan senyum terkulum, sang gadi

    Last Updated : 2021-09-23
  • Cinta CEO dalam Jebakan   S2| 26. Menurunkan Resleting

    Setelah mencabut sebuah cincin, Julian menyerahkan kotaknya kepada sang paman. Lalu, sembari menarik napas cepat, ia menatap gadis di hadapannya lekat-lekat.“Jari manis Anda, Mia Hunt,” ucap sang pria seraya menengadahkan sebelah tangan.Usai menyeka air mata di pipi, sang sekretaris meletakkan jemarinya di telapak Julian. Selang beberapa saat, sebuah cincin berkilauan telah mempermanis tangannya.“Ukurannya pas,” desah Jack, sukses memperlebar senyum di wajah mempelai pria.Tanpa bicara, Julian mengangkat tangan Mia dan mengecupnya hangat. “Anda sangat cantik malam ini, Nyonya Hunt.”Khawatir jika air mata melunturkan riasan, Mia segera menoleh ke arah cincin yang tersisa dalam kotak. Setelah menyerahkan buket bunga kepada Jack, ia mengambil cincin serupa yang lebih besar dan memasangkannya di jari manis Julian.Sedetik kemudian, tepuk tangan meriah datang dari kursi penonton. Greta dan sang ayah kompak

    Last Updated : 2021-09-24
  • Cinta CEO dalam Jebakan   S2| 27. Kecupan Hangat

    Menerima kecupan hangat dari Mia, mata Julian spontan terbuka maksimal. Tubuhnya telah mematung, sementara otak dan paru-paru seakan lupa berfungsi. Begitu sang sekretaris menarik diri, barulah pria itu sadar bahwa jantungnya telah menggila dan darahnya berdesir menebar kebahagiaan. Tak ingin melewatkan kesempatan, Julian pun memegangi belakang kepala Mia dan melanjutkan kemesraan. Mendapat serangan balasan, sang gadis otomatis kembali terpejam. Mia tahu bahwa ia telah mengaktifkan sisi liar sang CEO, dan harus bertanggung jawab untuk menjinakkannya. Karena itulah, saat Julian merebahkan dirinya di atas ranjang, ia tidak melawan. Bahkan, saat sang pria mulai menjelajah, desah napasnya ikut menghangatkan suasana. “Tuan ....” Julian tidak menjawab, ia hanya mengembuskan napas yang menggebu di hadapan wajah yang mulai memerah. Sembari membelai rambut sang gadis, ia memperhatikan sorot mata yang sulit dipercaya. “Apakah kau juga menginginkanku?” bisik Jul

    Last Updated : 2021-09-25
  • Cinta CEO dalam Jebakan   S2| 28. Menurunkan Celana

    “Hei, jangan cemberut seperti itu! Percayalah kepadaku. Semua akan baik-baik saja. Kita akan mengantongi restu dari orang tuamu dan juga ayahku,” ujar Julian sembari mengacak rambut sang sekretaris. “Sekarang tersenyumlah! Di sini kita adalah Julian dan Mia Hunt, pasangan yang baru saja menikah.”Selang satu tarikan napas, Mia berusaha menuruti sugesti sang pria. Namun sayang, sudut bibirnya terlalu berat untuk bisa dinaikkan.Menyadari hal itu, Julian menarik sang gadis ke dalam dekapan. Dengan lembut, ia menepuk punggung yang menyimpan kegusaran.“Tenanglah, Mia. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan ..., asalkan kita tidak menyerah begitu saja,” bisik pria itu sembari meresapi kehangatan sang sekretaris. “Kau bersedia untuk memperjuangkan cinta kita, bukan?”Selang keheningan sejenak, Mia tiba-tiba menjauhkan pundak Julian agar mereka bisa saling menatap. “Apakah tindakan kita ini termasuk durhaka? Kit

    Last Updated : 2021-09-26
  • Cinta CEO dalam Jebakan   S2| 29. Pipi yang Bersemu Merah

    Julian tersenyum melihat sang sekretaris duduk bertopang dagu di belakang meja kerja. Dengan langkah santai, ia pun menghampiri dan mendaratkan kecupan di pipi. Hanya dalam sekejap, sang gadis tersentak dan menoleh dengan mata bulat.“Tuan?” desah Mia sebelum menoleh ke kanan dan ke kiri. “Kenapa tiba-tiba mencium saya? Bagaimana kalau ada yang melihat?” bisik gadis itu was-was.“Tenang saja, Mia. Ini sudah jam pulang. Pegawai lain pasti sedang berlomba-lomba keluar dari gedung ini. Tidak akan ada yang datang kemari,” celetuk Julian sebelum duduk di meja dan menyunggingkan senyum tipis. “Jadi, apa yang sedang kau pikirkan? Kau sampai tidak sadar bahwa aku menghampiri.”Mendapat pertanyaan semacam itu, lengkung alis yang tinggi di wajah sang sekretaris sontak berubah menjadi kerutan. Sambil mengembuskan napas pasrah, gadis itu tertunduk menatap ponsel dalam genggamannya.“Apakah kau sedang memikirkan ay

    Last Updated : 2021-09-27
  • Cinta CEO dalam Jebakan   S2| 30. Menentukan Gadis Pilihan

    “P-perempuan yang cocok dengan Tuan?” gumam Mia, memaksa otaknya yang beku untuk bekerja lebih keras.“Ya,” angguk Herbert santai. “Aku ingin mencarikan jodoh untuk Julian. Kupikir, kau adalah orang yang tepat untuk membantuku menentukan gadis pilihan. Jadi, katakanlah, Mia. Perempuan seperti apa yang disukai oleh putraku itu?”Hanya dalam sekejap, hati Mia hancur bersamaan dengan asa. Niatnya untuk memantaskan diri di sisi sang CEO telah musnah. Ia merasa bahwa namanya memang telah masuk dalam daftar pengecualian jodoh Julian Evans.“Seperti apa, Mia? Apakah pertanyaanku sesulit itu?” tanya si pria tua sembari membungkuk, mengamati wajah yang tertekuk oleh kepedihan.Kerongkongan sang sekretaris kini segersang Sahara. Tidak ada sedikit pun kesejukan yang berembus dari paru-parunya. Sambil mencengkeram ponsel, gadis itu berusaha menyadarkan diri untuk tidak kehilangan akal sehat. Setelah mampu menahan sesak,

    Last Updated : 2021-09-28
  • Cinta CEO dalam Jebakan   S2| 31. Menahan Pedih

    “M-maaf .... Mengenai hal itu, saya kurang tahu,” ucap Mia terbata-bata. Pita suaranya terlalu sulit untuk diajak bekerja sama.Ajaibnya, meskipun sang sekretaris tidak mampu mengendalikan kegugupan, Katniss sama sekali tidak curiga. Gadis cantik itu hanya berkedip-kedip, mencerna jawaban yang mengandung teka-teki tersebut.“Benar juga. Kalian tidak menghabiskan waktu bersama selama 24 jam. Tentu saja Anda tidak mengetahuinya,” gumam sang model sembari mengangguk-angguk kecil. Usai menekan bagian dalam pipi dengan lidah selama beberapa saat, gadis itu tiba-tiba menyipitkan mata.“Tapi, jika Anda tidak pernah mengetahuinya, bukankah itu berarti ... kemungkinan besar, Julian memang belum pernah tidur dengan perempuan mana pun?” tanya Katniss dengan mata berbinar-binar. Sedetik kemudian, ia kembali menyatukan telunjuk di bawah dagu. Sambil memutar bola mata ke arah atas, gadis itu menyunggingkan senyum. “Tak kusangka masih

    Last Updated : 2021-09-29

Latest chapter

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 20. Bahagia Selama-lamanya

    “Woah!” desah Cayden saat sang ayah menempatkannya di atas punggung seekor kuda poni. Dengan mata bulat, ia mengamati ketinggiannya dari tanah. Meski tidak seberapa, balita bertopi koboi itu tetap menunjukkan senyum semringah. “Bagaimana, Evans Kecil? Apakah kau senang?” tanya wanita yang memegang tali kekang si kuda. Tak berani banyak bergerak, Cayden pun mengangguk dalam sudut terbatas. “Ya, Greta. Ini mendebarkan!” sahutnya antusias. “Mendebarkan?” gumam Gabriella seraya mengerutkan sebelah alis. Sambil terus menimang keponakannya, wanita itu mengungkapkan keheranan. “Dari mana kau mempelajari kata itu, Pangeran Kecil?” “Papa sering menyebutnya,” jawab sang balita, sukses membuat sang ayah meringis. “Papa berkata kalau malam yang dilewati bersama Mama selalu mendebarkan.” Selagi Gabriella melotot ke arah sang suami, Greta tertawa terbahak-bahak. “Astaga, Max. Kurasa, kau harus lebih berhati-hati sekarang. Putramu yang jenius ini bisa menyer

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 19. Ayo Kita Pulang

    “Kalau Kakek benar-benar menghindar, aku benar-benar akan berhenti dari perusahaan,” ujar Julian, sukses membekukan langkah Tuan Hunt. Pria tua itu kini berkedip-kedip mencerna perkataan yang ia kira salah dengar. “Posisiku sebagai CEO sedang terancam karena suatu hal. Aku berusaha merahasiakannya dari kalian semua. Bahkan Mia saja tidak kubiarkan tahu. Tapi ternyata, itu sama sekali tidak mudah. Pikiranku menjadi terombang-ambing. Dan karena beban yang terlampau berat, emosiku akhirnya meledak. Aku sangat menyesal hal itu harus terjadi di hadapanmu.” Mendengar nada yang terkesan jujur itu, Tuan Hunt perlahan memutar tumpuan. Dua detik kemudian, ia melihat butiran bening meluncur dari mata sang cucu. “Aku sudah berusaha kuat dan tegar, Kek. Kupikir, aku bisa mengatasi semua masalah. Tapi ternyata, sampai detik ini pun, aku belum menemukan solusinya. Karena itu pula, aku marah saat gagal menemukan Grace dan dirimu di pemakaman. Rasanya, aku ini laki-laki yang

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 18. Aku Lebih Baik Menghilang

    “Ck, kenapa Kakek kabur seperti ini? Membuatku semakin merasa bersalah saja,” gerutu Julian di sela desah napas yang terengah-engah. Sambil terus menggenggam pesan dari Tuan Hunt, ia melangkah menyusuri jalan setapak yang dipagari barisan pepohonan. “Apa yang harus kulakukan jika Kakek tidak ada di sana? Ke mana aku harus mencarinya?” pikir pria yang tak mampu menghapus kerutan dari wajahnya. Beban yang menekan jantung terlampau berat untuk diabaikan. Selang beberapa saat berkutat dengan kebisingan dalam telinga, Julian akhirnya menggeleng cepat dan mengerjap kuat. “Tidak, tidak. Kakek pasti ada di sana. Aku akan membawanya pulang dan keadaan otomatis kembali menjadi seperti semula,” angguk pria itu, memupuk harapan. Tanpa menghiraukan keresahan yang terus berputar dalam otaknya, ia melaju lebih cepat. Begitu melewati gerbang pemakaman, langkah Julian spontan tertahan. Pelupuk mata yang semula berat kini terangkat maksimal. Apa yang ia harapkan lagi-l

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 17. Kau Seharusnya Bersyukur

    “Papa,” panggil Cayden pelan. Sedetik kemudian, balita itu menyodorkan sepotong roti yang telah ia bersihkan dari selai. “Aku sudah kenyang,” lanjutnya dengan senyum penuh makna. Memahami maksud hati sang putra, Max sontak menaikkan alis. “Kau ingin Papa menghabiskan rotimu lagi?” Sembari memperlihatkan deretan gigi mungilnya, Cayden mengangguk. Selang satu embusan napas samar, sang ayah mulai menggetarkan udara dengan tawa. “Astaga, Gaby. Lihatlah kelakuan Pangeran Kecil! Aku bisa menggendut jika dia terus menyodorkan makanan kepadaku,” tutur pria itu seraya menunjukkan roti kedua yang ia terima dari sang putra. “Habiskan saja, Max. Kau membutuhkan tenaga lebih untuk membantu Pangeran Kecil merawat Hasty,” timpal wanita yang sedang membersihkan piring dengan spons. Mendengar tanggapan sang ibu, mata Cayden langsung membulat. “Apakah aku boleh ke kandang kuda sekarang? Aku sudah selesai sarapan, Mama.” “Ya, tapi kau harus mencuci wajah

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 16. Aku Akan Meminta Maaf

    Tiba-tiba, Julian menjatuhkan wajah ke tangkupan tangannya. Setelah mengembuskan napas berat, ia kembali menegakkan kepala dan menunjukkan ekspresi yang tak terdiskripsikan. “Kau tahu? Aku sama sekali tidak bermaksud menakuti ataupun menggertak. Aku hanya tidak ingin kejadian tadi terulang,” tegas pria itu dengan wajah mengernyit. “Ya, aku tahu,” timpal Mia dengan penekanan yang tak kalah dalam. “Tapi kau bisa melakukannya tanpa harus menyakiti perasaan Kakek, Julian. Masalah ini bisa dibicarakan secara baik-baik.” Sembari menggertakkan geraham, Julian menggeleng samar. Kebingungan mulai menggetarkan bola matanya. “Lalu apa yang harus kulakukan sekarang? Aku sudah telanjur membuat Kakek sedih.” “Meminta maaf?” timpal Mia seolah tak yakin dengan jawabannya. “Apakah itu saja cukup?” tanya sang pria, ragu. Ia mulai sadar bahwa kemarahannya tadi memang sudah melewati batas. Sembari menimbang-nimbang, sang wanita mengangguk-angguk. “Asalkan

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 15. Sudah Keterlaluan

    “Greta, apakah kau sudah menyiapkan roti panggang yang lezat untuk kami?” tanya Cayden saat si pemilik rumah membuka pintu lebih lebar untuk menyambutnya.Melihat sang ayah masih sanggup berjalan, wanita dengan lengkung alis tinggi itu sontak mengembuskan napas lega. Setelah menggeleng-geleng sesaat, barulah ia membalas tatapan balita yang masih menggenggam tangan Tuan Hunt dan menunggu responnya.“Tentu saja sudah. Apakah kau lapar?” tanya Greta sembari memalsukan senyuman.“Bukan aku, tapi Kakek. Aku mendengar suara napasnya sangat lelah di sepanjang jalan. Kakek harus makan roti yang banyak,” sahut Cayden dengan ekspresinya yang khas—mata bulat dan bibir mengerucut.Sambil mengelus kepala putranya, Gabriella menekuk lutut. Setelah berhasil menyejajarkan pandangan, wanita itu memiringkan kepala. “Bagaimana kalau sekarang kau mengajak Kakek makan? Kau tahu di mana Greta meletakkan piring rotinya, bukan?&rdq

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 14. Penyesalan Tuan Hunt

    “Maaf, Julian. Tadi aku mengajak Grace menemui nenekmu sebentar. Sekarang, aku bermaksud untuk membawanya pulang. Kami tidak berkeliaran,” terang Tuan Hunt dengan ekspresi yang tak terdeskripsikan. Meski begitu, suara paraunya mampu menyentuh hati orang-orang, selain sang cucu. “Tapi jalan pulang ada di sebelah sana, Kek!” sambar Julian, masih dengan alis terangkat maksimal. Ia sama sekali tidak iba melihat punggung bungkuk yang semakin terbebani oleh rasa bersalah. “Apa yang sebenarnya ada dalam pikiranmu? Apakah kau tidak sadar bahwa kenekatanmu ini bisa mendatangkan masalah? Bukankah kita sudah sepakat untuk pergi bersama? Kenapa malah diam-diam membawa Grace pergi?” lanjutnya, mempertebal kerutan di dahi sang kakek. Merasakan kemarahan sang ayah, Putri Kecil mulai mengerutkan alis. Ia belum pernah mendengar suara selantang itu. Ketika matanya tertuju pada wajah murung Tuan Hunt, bayi itu pun mencebik. Sedetik kemudian, tangisnya mulai menjadi-jadi. Sambil

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 13. Keputusasaan Seorang Ayah

    Setibanya di pemakaman, Julian spontan tercengang. Apa yang ia lihat benar-benar di luar ekspektasi. Tidak ada keberadaan pria tua ataupun bayi di antara batu-batu nisan. Sang kakek dan Grace sama sekali tidak meninggalkan jejak. “Tidak mungkin,” gumam Julian sembari mempercepat langkah. Tanpa memedulikan upaya awalnya untuk tetap tenang, pria itu melaju ke arah blok yang sempat disebutkan oleh Greta. Setelah mencari-cari beberapa saat, ia akhirnya menemukan nama sang nenek di salah satu batu. “Benar, inilah tempatnya. Mereka seharusnya di sini,” desah Julian, terdengar putus asa. Dengan kerut alis yang dalam, ia berputar-putar, berusaha menemukan jejak sang putri ataupun Kakek Hunt. Malangnya, sejauh apa pun mata memandang, dua orang itu tetap berada di luar radar. “Ck, kenapa bisa begini?” gerutunya sembari mencengkeram kepala. Mengendus kekesalan yang teramat pekat, Mia sontak meraih lengan suaminya. Ia tahu bahwa sang pria telah gagal meng

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 12. Grace dan sang Kakek

    Sembari mengambil napas, Tuan Hunt menyeka pipi cucu buyutnya. Mata merah Grace memang tidak lagi menumpahkan kesedihan. Akan tetapi, pria tua itu masih merasa bersalah karena telah membuat sang bayi menangis. “Maafkan aku, Grace. Aku seharusnya berjalan lebih tenang agar kau tidak terbangun,” bisik sang kakek di sela desah napas yang tidak beraturan. Setelah wajahnya mengering, Grace menyandarkan kepala di pundak Tuan Hunt. Sambil berkedip lambat, ia mengerucutkan bibir. Kerut alisnya menyatakan bahwa dirinya masih ingin bergulung dengan selimut di tempat tidur. Bayi itu heran mengapa ia malah bersama sang kakek buyut, duduk di sebuah bangku panjang di tepi jalan setapak. “Padahal sewaktu masih muda, aku hanya memerlukan lima belas menit untuk tiba di pemakaman nenek buyutmu. Tapi sekarang, kenapa rasanya sangat melelahkan dan lama sekali?” gerutu Tuan Hunt seraya menyeka jidat dengan sebelah tangan. Selang satu embusan napas cepat, pria tua itu kemb

DMCA.com Protection Status