“Woah!” desah Cayden sambil menempelkan telapak tangan mungilnya pada kaca jendela di sisi kanan mobil. Matanya yang berbinar-binar sibuk menyoroti satu per satu hewan pemakan rumput di tepi jalan.
Selang beberapa saat, balita berusia tiga tahun lebih itu menoleh ke belakang. Dengan alis terangkat maksimal, ia menekan ujung telunjuknya pada kaca.
“Lihat itu, Mama! Mereka persis seperti yang ada dalam buku cerita. Kuda memang suka bermain di halaman luas. Mereka pasti sedang bergembira sebelum pulang ke kandang.”
Mendengar celotehan yang penuh semangat itu, Gabriella sontak mengembangkan senyum dan membelai rambut putranya. “Apakah kau gembira?”
“Tentu saja,” sahut Cayden sembari mengangguk tegas. “Ada banyak kuda di sini. Jumlah mereka bahkan lebih dari sepuluh.”
Merasa terkesima, pria yang duduk di jok lebih depan sontak berbalik menatap keponakannya. “Hei, Pangeran Kecil. Sejak kap
Begitu mendengar suara mobil, Jack bergegas keluar dari kandang dan menutup pintu. Seraya membersihkan kotoran yang menempel di baju, ia melangkah menuju para tamu yang sudah dinanti-nantikan. “Selamat datang di peternakan kami, keluarga Evans!” serunya sambil merentangkan tangan dan memasang wajah ramah.gra Selagi para laki-laki menurunkan barang dari bagasi, para wanita berjalan lebih dulu menuju si penyapa, bersama dengan anak masing-masing. “Halo, Paman Jack. Senang dapat bertemu denganmu lagi,” ucap Mia dengan suara pelan. Bayi dalam gendongannya masih tertidur nyenyak. “Halo, Mia. Bagaimana kabarmu? Lama tak berjumpa membuatmu gagal mengingat panggilan terhadapku, hm?” Mendapat balasan semacam itu, sang wanita sontak terkesiap dan ikut melepas tawa walau samar. “Maaf, Jack.” “Nah, benar begitu! Jack saja. Bukan hanya Greta yang ingin melupakan umurnya,” bisik pria berbadan subur itu sebelum terkekeh dan beralih kepada Gabriella.
Setelah berkedip-kedip canggung, Julian akhirnya mencoba untuk melebarkan senyuman. Dengan hati-hati, ia melangkah maju, mendekati celah pintu. “Apakah Kakek tidak mengingatku? Ini aku ... Julian, putra James, cucumu.” Alih-alih berubah ramah, wajah Tuan Hunt malah memperbanyak kerutan. Tampak jelas bahwa otaknya masih gagal mengenali sang cucu. “Apakah kalian ini penipu? Mana mungkin putraku sudah memiliki anak? Dia bahkan belum memiliki kekasih. Fokusnya saat ini hanyalah mencari uang. Dia ingin menjadi orang sukses. Karena itulah dia pergi ke negara bagian lain,” terang Tuan Hunt, menyoroti ingatan yang salah. Mendapat respon sekukuh itu, Julian sontak menghela napas. Sambil mengernyitkan dahi, ia berusaha mencari celah untuk memasukkan dirinya ke dalam pikiran sang kakek. Namun, selang beberapa saat, pria itu belum juga memecah keheningan. Mengetahui kebingungan sang suami, Mia akhirnya mendesah samar dan ikut maju satu langkah. “Halo, Tua
“Bagaimana, Cayden? Apakah kau menyukai masakanku?” tanya Greta sambil menaikkan alis. Ia merasa gembira melihat sang balita makan dengan lahap. “Ini sangat lezat, Greta. Terima kasih karena telah memasaknya untukku,” sahut Cayden dengan mulut penuh. Sembari lanjut mengunyah, ia meruncingkan telunjuk ke arah bayi yang duduk di seberang meja. “Lihatlah! Bahkan Ace sangat menyukai bubur buatanmu.” “Oh, terima kasih, Cayden. Kau sangat pandai memuji,” tutur si tuan rumah sembari menempatkan telapak tangan di atas hatinya yang berbunga-bunga. Setelah menelan, Pangeran Kecil memasang senyum lebar. “Sama-sama, Greta.” Menyaksikan keceriaan sang balita, Tuan Hunt tiba-tiba mengembuskan napas cepat. Setelah meletakkan sendoknya di atas piring, pria tua itu mengerutkan alis. “Berapa umurmu, Anak Kecil?” Mendapat pertanyaan tak terduga, Cayden tidak jadi mengangkat garpu plastik ke mulut. “Tiga,” sahutnya dengan mata bulat. “Tiga apa, Pangeran K
“Cepat kemari, Ace! Lihatlah betapa banyak kuda di dalam sini,” ujar Cayden sembari melambai ke arah bayi perempuan yang digendong oleh Mia. Seolah mengerti makna dari panggilan itu, Grace sontak mengangkat tangan dan meruncingkan telunjuk ke arah kandang. Lewat satu kedipan mata, ia mengisyaratkan kepada sang ibu untuk berjalan lebih cepat. “Baiklah, Putri Kecil. Mari kita susul kakak sepupumu,” bisik Mia seraya melangkah lebih lebar. Sambil melompat-lompat, Cayden menunggu kehadiran teman bermainnya. Setelah sang bibi melewati pintu, barulah ia kembali berjalan, menyeret Gabriella yang tak pernah melepas tangannya. “Ayo, Mama! Kita sapa setiap kuda milik Kakek Hunt,” ajak Pangeran Kecil sembari bergerak menuju kandang terdekat. Dengan bibir melengkung tipis, Gabriella mengimbangi semangat putranya. Energi Cayden memang tidak pernah surut. Bahkan, ketika mengetahui jendela untuk mengintai berada jauh dari jangkauannya, balita itu tetap berusa
“Mengunjungimu bukanlah hal yang sia-sia, Kek. Justru, waktuku terasa jauh lebih berharga ketika berada di sisimu,” ujar Julian sembari mengusap-usap pundak bungkuk Tuan Hunt. Namun, bukannya terhibur, si pria tua malah melambai-lambaikan telapak tangan. Tampak jelas bahwa ia tidak sepakat dengan pernyataan sang cucu. “Perjalanan dari rumah kalian kemari sangat memakan waktu, Julian. Kalian bisa melakukan beragam hal yang jauh lebih penting dengan menit sebanyak itu. Mengurus pekerjaan yang tertunda, berkumpul dengan teman-teman, dan bahkan berpiknik ria di taman dekat rumah. Terlalu sering kemari hanya akan menyita akhir pekan kalian,” sanggah si pria tua dengan suara serak yang menyayat. Sekali lagi, Julian mempertegas gerakan kepalanya. Ia ingin menunjukkan bahwa ucapannya bukan basa-basi belaka, melainkan tulus dari lubuk hati terdalam. “Apakah Kakek tahu? Seseorang baru-baru ini menasihatiku. Dia berkata bahwa aku sangat beruntung memiliki kakek
Setelah menunggu beberapa saat, Julian tidak juga mendapat jawaban. Sembari mengelus pundak sang kakek, ia kembali bertanya, “Apakah ada masalah?”Selang satu tarikan napas panjang, Tuan Hunt menyeka wajah. Ia baru sadar bahwa air mata sudah hampir menitik.“Tidak ada apa-apa, Julian,” sahutnya dengan volume suara yang sama. Sambil berusaha mengukir senyum, pria tua itu menunjuk balita yang masih bersemangat meluapkan kegembiraan. “Mari kita simak cerita dari Cayden.”Mengerti bahwa sang kakek enggan mengungkap perasaan, Julian pun mengatupkan rahang. Setelah mengangguk-angguk sejenak, ia menarik napas cepat dan mengalihkan pandangan.“Baiklah,” ujarnya pelan, seraya mengusap punggung yang terasa dingin meski suasana sedang hangat.“Ada apa, Julian?” tanya wanita yang sedang mendekatkan bibir ke telinga sang suami.Setelah mempertemukan pandangan, Julian menggeleng. &l
“Apalagi setelah menyimak kisah cinta kalian ..., bayangan nenekmu menjadi semakin jelas dalam ingatan. Itu membuatku bertambah rindu padanya,” ucap Tuan Hunt sebelum menelan ludah yang amat pahit.“Aku ingin sekali bertemu dengan nenekmu lagi, Julian. Mengecupnya lembut dan mendekapnya hangat,” desah sang kakek seraya mengangkat jemarinya yang keriput dan menjatuhkan pandangan di sana. Selang satu embusan napas yang merana, pria tua itu meraba udara. “Andai saja tangan ini masih bisa membelai wajahnya, kebahagiaanku pasti sempurna.”Tak tahu harus berkata apa, Julian pun berkedip menahan air mata. Dengan gerak canggung, ia memberi tepukan ringan pada punggung yang terlihat begitu kesepian.“Kau tahu? Nenekmu itu adalah orang yang sangat ceria. Jika kau berpikir bahwa Greta mewarisi sifatku, maka kau salah. Binar matanya, senyum lebarnya, nada bicaranya yang penuh semangat ... setiap hal yang memancarkan kegembiraan dari
“Kenapa kau mendadak panik? Tenang dulu, Julian. Aku belum selesai bicara,” timpal Tuan Hunt sebelum menepuk-nepuk punggung tangan sang cucu dengan jemarinya yang lain.“Lalu apa?”Sembari melukiskan senyum misterius, si pria tua memicingkan mata. “Ya, aku sering menerka-nerka kapan hidupku akan berakhir. Ya, aku terkadang berharap dapat bertemu dengan nenekmu secepatnya. Tapi ..., jika mengingat tentang anak dan cucu-cucuku, pemikiran itu buyar.”Sedetik kemudian, Tuan Hunt mencondongkan badan agar Julian dapat mendengar ucapannya dengan lebih jelas.“Percaya atau tidak, aku masih memiliki banyak impian. Salah satunya adalah melihat Grace tumbuh dewasa. Aku bahkan ingin menghadiri pernikahannya. Jika harus mencapai umur ratusan tahun, aku akan mengusahakannya. Kau tahu kalau pola hidupku sangat sehat bukan? Satu-satunya hal yang kurang dari diriku hanyalah ingatan. Entah apa yang harus kulakukan untuk membuatnya