Beranda / Romansa / Cinta CEO dalam Jebakan / Extra Chapter| 2. Menyapa Kakek Hunt

Share

Extra Chapter| 2. Menyapa Kakek Hunt

Penulis: Pixie
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-19 10:15:55

Begitu mendengar suara mobil, Jack bergegas keluar dari kandang dan menutup pintu. Seraya membersihkan kotoran yang menempel di baju, ia melangkah menuju para tamu yang sudah dinanti-nantikan.

“Selamat datang di peternakan kami, keluarga Evans!” serunya sambil merentangkan tangan dan memasang wajah ramah.gra

Selagi para laki-laki menurunkan barang dari bagasi, para wanita berjalan lebih dulu menuju si penyapa, bersama dengan anak masing-masing.

“Halo, Paman Jack. Senang dapat bertemu denganmu lagi,” ucap Mia dengan suara pelan. Bayi dalam gendongannya masih tertidur nyenyak.

“Halo, Mia. Bagaimana kabarmu? Lama tak berjumpa membuatmu gagal mengingat panggilan terhadapku, hm?”

Mendapat balasan semacam itu, sang wanita sontak terkesiap dan ikut melepas tawa walau samar. “Maaf, Jack.”

“Nah, benar begitu! Jack saja. Bukan hanya Greta yang ingin melupakan umurnya,” bisik pria berbadan subur itu sebelum terkekeh dan beralih kepada Gabriella.

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter| 3. Terlupakan

    Setelah berkedip-kedip canggung, Julian akhirnya mencoba untuk melebarkan senyuman. Dengan hati-hati, ia melangkah maju, mendekati celah pintu. “Apakah Kakek tidak mengingatku? Ini aku ... Julian, putra James, cucumu.” Alih-alih berubah ramah, wajah Tuan Hunt malah memperbanyak kerutan. Tampak jelas bahwa otaknya masih gagal mengenali sang cucu. “Apakah kalian ini penipu? Mana mungkin putraku sudah memiliki anak? Dia bahkan belum memiliki kekasih. Fokusnya saat ini hanyalah mencari uang. Dia ingin menjadi orang sukses. Karena itulah dia pergi ke negara bagian lain,” terang Tuan Hunt, menyoroti ingatan yang salah. Mendapat respon sekukuh itu, Julian sontak menghela napas. Sambil mengernyitkan dahi, ia berusaha mencari celah untuk memasukkan dirinya ke dalam pikiran sang kakek. Namun, selang beberapa saat, pria itu belum juga memecah keheningan. Mengetahui kebingungan sang suami, Mia akhirnya mendesah samar dan ikut maju satu langkah. “Halo, Tua

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-19
  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter| 4. Makan Bersama

    “Bagaimana, Cayden? Apakah kau menyukai masakanku?” tanya Greta sambil menaikkan alis. Ia merasa gembira melihat sang balita makan dengan lahap. “Ini sangat lezat, Greta. Terima kasih karena telah memasaknya untukku,” sahut Cayden dengan mulut penuh. Sembari lanjut mengunyah, ia meruncingkan telunjuk ke arah bayi yang duduk di seberang meja. “Lihatlah! Bahkan Ace sangat menyukai bubur buatanmu.” “Oh, terima kasih, Cayden. Kau sangat pandai memuji,” tutur si tuan rumah sembari menempatkan telapak tangan di atas hatinya yang berbunga-bunga. Setelah menelan, Pangeran Kecil memasang senyum lebar. “Sama-sama, Greta.” Menyaksikan keceriaan sang balita, Tuan Hunt tiba-tiba mengembuskan napas cepat. Setelah meletakkan sendoknya di atas piring, pria tua itu mengerutkan alis. “Berapa umurmu, Anak Kecil?” Mendapat pertanyaan tak terduga, Cayden tidak jadi mengangkat garpu plastik ke mulut. “Tiga,” sahutnya dengan mata bulat. “Tiga apa, Pangeran K

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-19
  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter| 5. Kandang Kuda

    “Cepat kemari, Ace! Lihatlah betapa banyak kuda di dalam sini,” ujar Cayden sembari melambai ke arah bayi perempuan yang digendong oleh Mia. Seolah mengerti makna dari panggilan itu, Grace sontak mengangkat tangan dan meruncingkan telunjuk ke arah kandang. Lewat satu kedipan mata, ia mengisyaratkan kepada sang ibu untuk berjalan lebih cepat. “Baiklah, Putri Kecil. Mari kita susul kakak sepupumu,” bisik Mia seraya melangkah lebih lebar. Sambil melompat-lompat, Cayden menunggu kehadiran teman bermainnya. Setelah sang bibi melewati pintu, barulah ia kembali berjalan, menyeret Gabriella yang tak pernah melepas tangannya. “Ayo, Mama! Kita sapa setiap kuda milik Kakek Hunt,” ajak Pangeran Kecil sembari bergerak menuju kandang terdekat. Dengan bibir melengkung tipis, Gabriella mengimbangi semangat putranya. Energi Cayden memang tidak pernah surut. Bahkan, ketika mengetahui jendela untuk mengintai berada jauh dari jangkauannya, balita itu tetap berusa

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-19
  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 6. Ingatan yang Usang

    “Mengunjungimu bukanlah hal yang sia-sia, Kek. Justru, waktuku terasa jauh lebih berharga ketika berada di sisimu,” ujar Julian sembari mengusap-usap pundak bungkuk Tuan Hunt. Namun, bukannya terhibur, si pria tua malah melambai-lambaikan telapak tangan. Tampak jelas bahwa ia tidak sepakat dengan pernyataan sang cucu. “Perjalanan dari rumah kalian kemari sangat memakan waktu, Julian. Kalian bisa melakukan beragam hal yang jauh lebih penting dengan menit sebanyak itu. Mengurus pekerjaan yang tertunda, berkumpul dengan teman-teman, dan bahkan berpiknik ria di taman dekat rumah. Terlalu sering kemari hanya akan menyita akhir pekan kalian,” sanggah si pria tua dengan suara serak yang menyayat. Sekali lagi, Julian mempertegas gerakan kepalanya. Ia ingin menunjukkan bahwa ucapannya bukan basa-basi belaka, melainkan tulus dari lubuk hati terdalam. “Apakah Kakek tahu? Seseorang baru-baru ini menasihatiku. Dia berkata bahwa aku sangat beruntung memiliki kakek

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-20
  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 7. Terbakar Kerinduan

    Setelah menunggu beberapa saat, Julian tidak juga mendapat jawaban. Sembari mengelus pundak sang kakek, ia kembali bertanya, “Apakah ada masalah?”Selang satu tarikan napas panjang, Tuan Hunt menyeka wajah. Ia baru sadar bahwa air mata sudah hampir menitik.“Tidak ada apa-apa, Julian,” sahutnya dengan volume suara yang sama. Sambil berusaha mengukir senyum, pria tua itu menunjuk balita yang masih bersemangat meluapkan kegembiraan. “Mari kita simak cerita dari Cayden.”Mengerti bahwa sang kakek enggan mengungkap perasaan, Julian pun mengatupkan rahang. Setelah mengangguk-angguk sejenak, ia menarik napas cepat dan mengalihkan pandangan.“Baiklah,” ujarnya pelan, seraya mengusap punggung yang terasa dingin meski suasana sedang hangat.“Ada apa, Julian?” tanya wanita yang sedang mendekatkan bibir ke telinga sang suami.Setelah mempertemukan pandangan, Julian menggeleng. &l

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-20
  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 8. Awan Hitam

    “Apalagi setelah menyimak kisah cinta kalian ..., bayangan nenekmu menjadi semakin jelas dalam ingatan. Itu membuatku bertambah rindu padanya,” ucap Tuan Hunt sebelum menelan ludah yang amat pahit.“Aku ingin sekali bertemu dengan nenekmu lagi, Julian. Mengecupnya lembut dan mendekapnya hangat,” desah sang kakek seraya mengangkat jemarinya yang keriput dan menjatuhkan pandangan di sana. Selang satu embusan napas yang merana, pria tua itu meraba udara. “Andai saja tangan ini masih bisa membelai wajahnya, kebahagiaanku pasti sempurna.”Tak tahu harus berkata apa, Julian pun berkedip menahan air mata. Dengan gerak canggung, ia memberi tepukan ringan pada punggung yang terlihat begitu kesepian.“Kau tahu? Nenekmu itu adalah orang yang sangat ceria. Jika kau berpikir bahwa Greta mewarisi sifatku, maka kau salah. Binar matanya, senyum lebarnya, nada bicaranya yang penuh semangat ... setiap hal yang memancarkan kegembiraan dari

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-20
  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 9. Hidup Tanpa Penyesalan

    “Kenapa kau mendadak panik? Tenang dulu, Julian. Aku belum selesai bicara,” timpal Tuan Hunt sebelum menepuk-nepuk punggung tangan sang cucu dengan jemarinya yang lain.“Lalu apa?”Sembari melukiskan senyum misterius, si pria tua memicingkan mata. “Ya, aku sering menerka-nerka kapan hidupku akan berakhir. Ya, aku terkadang berharap dapat bertemu dengan nenekmu secepatnya. Tapi ..., jika mengingat tentang anak dan cucu-cucuku, pemikiran itu buyar.”Sedetik kemudian, Tuan Hunt mencondongkan badan agar Julian dapat mendengar ucapannya dengan lebih jelas.“Percaya atau tidak, aku masih memiliki banyak impian. Salah satunya adalah melihat Grace tumbuh dewasa. Aku bahkan ingin menghadiri pernikahannya. Jika harus mencapai umur ratusan tahun, aku akan mengusahakannya. Kau tahu kalau pola hidupku sangat sehat bukan? Satu-satunya hal yang kurang dari diriku hanyalah ingatan. Entah apa yang harus kulakukan untuk membuatnya

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-20
  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 10. Selamat Pagi dari Cayden

    “Menurutmu, apakah Grace akan heran jika kita membawanya ke sana?” bisik Julian sembari memperhatikan wajah putrinya yang terlelap. “Kurasa tidak. Kita sudah pernah mengajaknya mengunjungi makam ayahmu. Kau ingat responnya?” timpal Mia sambil melirik dengan lengkung bibir kecil. Seraya memasang ekspresi yang serupa, sang pria mengangguk. “Ya. Tidak biasanya Grace ingin turun dari gendongan.” “Mungkin saja, dia bisa merasakan kasih sayang Papa kepadanya. Karena itulah, Putri Kecil merengek ingin menyentuh kakeknya,” tutur Mia seraya mengangkat bahu. Rasa kantuk telah membuat imajinasinya melampaui batas. Merasa gemas dengan pemikiran sang istri, Julian spontan mengecup kepala wanita itu lembut. “Mari kita lihat apakah besok Grace juga bisa merasakan kasih sayang dari nenek buyutnya.” “Ya,” angguk Mia sebelum tertawa kecil dan mendekap suaminya lebih erat. *** “Selamat pagi, Mia, Greta. Apakah kalian melihat ibuku?” sapa balita y

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-20

Bab terbaru

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 20. Bahagia Selama-lamanya

    “Woah!” desah Cayden saat sang ayah menempatkannya di atas punggung seekor kuda poni. Dengan mata bulat, ia mengamati ketinggiannya dari tanah. Meski tidak seberapa, balita bertopi koboi itu tetap menunjukkan senyum semringah. “Bagaimana, Evans Kecil? Apakah kau senang?” tanya wanita yang memegang tali kekang si kuda. Tak berani banyak bergerak, Cayden pun mengangguk dalam sudut terbatas. “Ya, Greta. Ini mendebarkan!” sahutnya antusias. “Mendebarkan?” gumam Gabriella seraya mengerutkan sebelah alis. Sambil terus menimang keponakannya, wanita itu mengungkapkan keheranan. “Dari mana kau mempelajari kata itu, Pangeran Kecil?” “Papa sering menyebutnya,” jawab sang balita, sukses membuat sang ayah meringis. “Papa berkata kalau malam yang dilewati bersama Mama selalu mendebarkan.” Selagi Gabriella melotot ke arah sang suami, Greta tertawa terbahak-bahak. “Astaga, Max. Kurasa, kau harus lebih berhati-hati sekarang. Putramu yang jenius ini bisa menyer

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 19. Ayo Kita Pulang

    “Kalau Kakek benar-benar menghindar, aku benar-benar akan berhenti dari perusahaan,” ujar Julian, sukses membekukan langkah Tuan Hunt. Pria tua itu kini berkedip-kedip mencerna perkataan yang ia kira salah dengar. “Posisiku sebagai CEO sedang terancam karena suatu hal. Aku berusaha merahasiakannya dari kalian semua. Bahkan Mia saja tidak kubiarkan tahu. Tapi ternyata, itu sama sekali tidak mudah. Pikiranku menjadi terombang-ambing. Dan karena beban yang terlampau berat, emosiku akhirnya meledak. Aku sangat menyesal hal itu harus terjadi di hadapanmu.” Mendengar nada yang terkesan jujur itu, Tuan Hunt perlahan memutar tumpuan. Dua detik kemudian, ia melihat butiran bening meluncur dari mata sang cucu. “Aku sudah berusaha kuat dan tegar, Kek. Kupikir, aku bisa mengatasi semua masalah. Tapi ternyata, sampai detik ini pun, aku belum menemukan solusinya. Karena itu pula, aku marah saat gagal menemukan Grace dan dirimu di pemakaman. Rasanya, aku ini laki-laki yang

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 18. Aku Lebih Baik Menghilang

    “Ck, kenapa Kakek kabur seperti ini? Membuatku semakin merasa bersalah saja,” gerutu Julian di sela desah napas yang terengah-engah. Sambil terus menggenggam pesan dari Tuan Hunt, ia melangkah menyusuri jalan setapak yang dipagari barisan pepohonan. “Apa yang harus kulakukan jika Kakek tidak ada di sana? Ke mana aku harus mencarinya?” pikir pria yang tak mampu menghapus kerutan dari wajahnya. Beban yang menekan jantung terlampau berat untuk diabaikan. Selang beberapa saat berkutat dengan kebisingan dalam telinga, Julian akhirnya menggeleng cepat dan mengerjap kuat. “Tidak, tidak. Kakek pasti ada di sana. Aku akan membawanya pulang dan keadaan otomatis kembali menjadi seperti semula,” angguk pria itu, memupuk harapan. Tanpa menghiraukan keresahan yang terus berputar dalam otaknya, ia melaju lebih cepat. Begitu melewati gerbang pemakaman, langkah Julian spontan tertahan. Pelupuk mata yang semula berat kini terangkat maksimal. Apa yang ia harapkan lagi-l

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 17. Kau Seharusnya Bersyukur

    “Papa,” panggil Cayden pelan. Sedetik kemudian, balita itu menyodorkan sepotong roti yang telah ia bersihkan dari selai. “Aku sudah kenyang,” lanjutnya dengan senyum penuh makna. Memahami maksud hati sang putra, Max sontak menaikkan alis. “Kau ingin Papa menghabiskan rotimu lagi?” Sembari memperlihatkan deretan gigi mungilnya, Cayden mengangguk. Selang satu embusan napas samar, sang ayah mulai menggetarkan udara dengan tawa. “Astaga, Gaby. Lihatlah kelakuan Pangeran Kecil! Aku bisa menggendut jika dia terus menyodorkan makanan kepadaku,” tutur pria itu seraya menunjukkan roti kedua yang ia terima dari sang putra. “Habiskan saja, Max. Kau membutuhkan tenaga lebih untuk membantu Pangeran Kecil merawat Hasty,” timpal wanita yang sedang membersihkan piring dengan spons. Mendengar tanggapan sang ibu, mata Cayden langsung membulat. “Apakah aku boleh ke kandang kuda sekarang? Aku sudah selesai sarapan, Mama.” “Ya, tapi kau harus mencuci wajah

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 16. Aku Akan Meminta Maaf

    Tiba-tiba, Julian menjatuhkan wajah ke tangkupan tangannya. Setelah mengembuskan napas berat, ia kembali menegakkan kepala dan menunjukkan ekspresi yang tak terdiskripsikan. “Kau tahu? Aku sama sekali tidak bermaksud menakuti ataupun menggertak. Aku hanya tidak ingin kejadian tadi terulang,” tegas pria itu dengan wajah mengernyit. “Ya, aku tahu,” timpal Mia dengan penekanan yang tak kalah dalam. “Tapi kau bisa melakukannya tanpa harus menyakiti perasaan Kakek, Julian. Masalah ini bisa dibicarakan secara baik-baik.” Sembari menggertakkan geraham, Julian menggeleng samar. Kebingungan mulai menggetarkan bola matanya. “Lalu apa yang harus kulakukan sekarang? Aku sudah telanjur membuat Kakek sedih.” “Meminta maaf?” timpal Mia seolah tak yakin dengan jawabannya. “Apakah itu saja cukup?” tanya sang pria, ragu. Ia mulai sadar bahwa kemarahannya tadi memang sudah melewati batas. Sembari menimbang-nimbang, sang wanita mengangguk-angguk. “Asalkan

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 15. Sudah Keterlaluan

    “Greta, apakah kau sudah menyiapkan roti panggang yang lezat untuk kami?” tanya Cayden saat si pemilik rumah membuka pintu lebih lebar untuk menyambutnya.Melihat sang ayah masih sanggup berjalan, wanita dengan lengkung alis tinggi itu sontak mengembuskan napas lega. Setelah menggeleng-geleng sesaat, barulah ia membalas tatapan balita yang masih menggenggam tangan Tuan Hunt dan menunggu responnya.“Tentu saja sudah. Apakah kau lapar?” tanya Greta sembari memalsukan senyuman.“Bukan aku, tapi Kakek. Aku mendengar suara napasnya sangat lelah di sepanjang jalan. Kakek harus makan roti yang banyak,” sahut Cayden dengan ekspresinya yang khas—mata bulat dan bibir mengerucut.Sambil mengelus kepala putranya, Gabriella menekuk lutut. Setelah berhasil menyejajarkan pandangan, wanita itu memiringkan kepala. “Bagaimana kalau sekarang kau mengajak Kakek makan? Kau tahu di mana Greta meletakkan piring rotinya, bukan?&rdq

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 14. Penyesalan Tuan Hunt

    “Maaf, Julian. Tadi aku mengajak Grace menemui nenekmu sebentar. Sekarang, aku bermaksud untuk membawanya pulang. Kami tidak berkeliaran,” terang Tuan Hunt dengan ekspresi yang tak terdeskripsikan. Meski begitu, suara paraunya mampu menyentuh hati orang-orang, selain sang cucu. “Tapi jalan pulang ada di sebelah sana, Kek!” sambar Julian, masih dengan alis terangkat maksimal. Ia sama sekali tidak iba melihat punggung bungkuk yang semakin terbebani oleh rasa bersalah. “Apa yang sebenarnya ada dalam pikiranmu? Apakah kau tidak sadar bahwa kenekatanmu ini bisa mendatangkan masalah? Bukankah kita sudah sepakat untuk pergi bersama? Kenapa malah diam-diam membawa Grace pergi?” lanjutnya, mempertebal kerutan di dahi sang kakek. Merasakan kemarahan sang ayah, Putri Kecil mulai mengerutkan alis. Ia belum pernah mendengar suara selantang itu. Ketika matanya tertuju pada wajah murung Tuan Hunt, bayi itu pun mencebik. Sedetik kemudian, tangisnya mulai menjadi-jadi. Sambil

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 13. Keputusasaan Seorang Ayah

    Setibanya di pemakaman, Julian spontan tercengang. Apa yang ia lihat benar-benar di luar ekspektasi. Tidak ada keberadaan pria tua ataupun bayi di antara batu-batu nisan. Sang kakek dan Grace sama sekali tidak meninggalkan jejak. “Tidak mungkin,” gumam Julian sembari mempercepat langkah. Tanpa memedulikan upaya awalnya untuk tetap tenang, pria itu melaju ke arah blok yang sempat disebutkan oleh Greta. Setelah mencari-cari beberapa saat, ia akhirnya menemukan nama sang nenek di salah satu batu. “Benar, inilah tempatnya. Mereka seharusnya di sini,” desah Julian, terdengar putus asa. Dengan kerut alis yang dalam, ia berputar-putar, berusaha menemukan jejak sang putri ataupun Kakek Hunt. Malangnya, sejauh apa pun mata memandang, dua orang itu tetap berada di luar radar. “Ck, kenapa bisa begini?” gerutunya sembari mencengkeram kepala. Mengendus kekesalan yang teramat pekat, Mia sontak meraih lengan suaminya. Ia tahu bahwa sang pria telah gagal meng

  • Cinta CEO dalam Jebakan   Extra Chapter 12. Grace dan sang Kakek

    Sembari mengambil napas, Tuan Hunt menyeka pipi cucu buyutnya. Mata merah Grace memang tidak lagi menumpahkan kesedihan. Akan tetapi, pria tua itu masih merasa bersalah karena telah membuat sang bayi menangis. “Maafkan aku, Grace. Aku seharusnya berjalan lebih tenang agar kau tidak terbangun,” bisik sang kakek di sela desah napas yang tidak beraturan. Setelah wajahnya mengering, Grace menyandarkan kepala di pundak Tuan Hunt. Sambil berkedip lambat, ia mengerucutkan bibir. Kerut alisnya menyatakan bahwa dirinya masih ingin bergulung dengan selimut di tempat tidur. Bayi itu heran mengapa ia malah bersama sang kakek buyut, duduk di sebuah bangku panjang di tepi jalan setapak. “Padahal sewaktu masih muda, aku hanya memerlukan lima belas menit untuk tiba di pemakaman nenek buyutmu. Tapi sekarang, kenapa rasanya sangat melelahkan dan lama sekali?” gerutu Tuan Hunt seraya menyeka jidat dengan sebelah tangan. Selang satu embusan napas cepat, pria tua itu kemb

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status