Mungkin karena rasa sakit yang terlihat jelas di mataku, membuat Doni merasa bersalah. Dia segera berlutut di hadapanku dan menampar wajahnya sendiri beberapa kali."Amel, kamu tahu betapa aku sangat mencintaimu dan hatiku sangat sakit melihatmu seperti ini. Semua ini terjadi karena dia yang menggodaku. Dia cuma wanita yang nggak tahu malu yang memaksaku untuk bersamanya.""Tapi, hatiku cuma untukmu, bahkan dia nggak sebanding dengan sehelai rambutmu. Aku bisa langsung mengusirnya jauh-jauh agar dia nggak muncul lagi di hidup kita."Dia tampak penuh penyesalan, tetapi yang paling terluka adalah Mita. Dengan wajah yang basah oleh air mata, Mita melangkah maju."Doni, jelas-jelas kamu yang membujukku untuk memberikan malam pertama, bagaimana bisa kamu perlakukan aku seperti ini? Kamu bilang Kak Amel itu buta, kamu bahkan nggak tertarik padanya."Belum selesai dia bicara, Doni sudah menamparnya hingga terjatuh."Perempuan jalang! Kalau bukan karena Amel, kamu masih akan hidup susah di Kot
Sekelompok orang keluar.Aku langsung melihat Doni memukuli Mita dengan brutal, menendang perut Mita tanpa ampun."Berani-beraninya kamu mengancamku dengan anak itu. Kalau bukan karena kamu menggodaku, Amel nggak akan mau menikah dengan orang lain. Padahal dia dulu sangat mencintaiku."Melihatku datang, Doni menatapku dan matanya bersinar dengan kebahagiaan."Amel, dengar, aku benar-benar nggak suka sama dia. Kalau kamu bilang, aku bisa langsung menghabisinya."Aku melihat sisi Doni yang sangat marah dan tertekan, sesuatu yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Rasanya lega aku sudah pergi darinya.Mita mendadak memegang perutnya, merintih kesakitan. Wajahnya tampak pucat dan gaun putihnya sudah dipenuhi darah. Keringat mulai membasahi wajahnya. Akhirnya, dia tidak lagi seperti dulu yang hanya berpura-pura kesakitan."Doni, kamu sudah membunuh anakku, bahkan setelah mati pun aku akan mengejarmu."Dia merangkak perlahan mendekat dan berusaha menyentuh sepatuku."Kak Amel, kebutaanmu itu
Doni pada akhirnya tidak masuk penjara karena dia menderita gangguan jiwa dan ditempatkan di rumah sakit jiwa.Namun, ini juga bukan solusi yang baik karena seumur hidupnya dia akan menjalani hari-hari yang penuh kehancuran.Devan bersumpah tidak akan membiarkannya lolos begitu saja. Jadi, dia menempatkan orang di rumah sakit untuk mengawasi Doni.Bahkan jika suatu saat Doni sembuh, dia tetap harus tinggal di sana untuk menebus dosanya.Devan memperlakukanku dengan sangat baik. Dia selalu ada di sisiku setiap saat, siang dan malam. Katanya, ini untuk menggantikan waktu yang hilang selama dia koma.Tidak lama setelah itu, aku dinyatakan hamil. Dokter memberitahuku jika aku sedang mengandung bayi kembar, seorang bayi laki-laki dan perempuan.Devan merasa begitu emosional. Dia tertawa bahagia karena kami akan memiliki buah hati.Dia juga sedih memikirkan betapa beratnya perjuanganku selama hamil.Dia pun segera mulai menyiapkan pernikahan yang megah. Devan berkata, dia ingin kebahagiaan k
Ketika suasana di luar mulai tenang.Doni berseru dari luar."Amel, aku ada urusan mendadak di kantor. Aku harus pergi sebentar."Sepupuku, Mita, juga berkata dia perlu keluar untuk membeli roti agar bisa membuatkan roti lapis untukku.Karena aku tidak menjawab, mereka sadar aku sudah tertidur.Akhirnya, mereka pun pergi dengan saling bergandengan tangan.Aku mengikuti mereka dengan hati-hati. Ternyata mereka menuju vila orang tua Doni yang terletak tak jauh dari sini.Saat pintu terbuka, terlihat adik laki-laki dan perempuan Doni berdiri di sana sambil membawa hadiah."Selamat, ya, Kak Mita, atas kehamilannya! Kakak, selamat karena akan menjadi ayah!"Aku menahan tangisku dengan menutup mulutku.Lalu, ibunya Doni keluar dari rumah dan menuntun Mita masuk dengan lembut."Syukurlah kalau kamu hamil anak Doni. Aku sampai cemas kalau cucu kami nanti mewarisi gen cacat dari si buta itu.""Akhirnya Keluarga Halim bisa punya cucu yang benar-benar sehat.""Benar! Kalau bukan karena kakakku pr
Belum lama berselang, suara Mita terdengar dari arah pintu. "Apa dia sudah tidur?"Doni diam saja, langsung menggendong orang itu.Mita tersipu dan memukul lembut bahu Doni."Kalau dia belum tidur bagaimana? Kenapa buru-buru sekali.""Nggak usah khawatir, dosis obatnya cukup kuat. Kalaupun belum tidur, dia pasti mengira sedang bermimpi."Aku semula mengira itu adalah susu yang melambangkan kebahagiaan dan perhatian, tetapi ternyata hanya penutup aib bagi pasangan jahat itu.Mita mulai mendesah."Dengar-dengar, anak sulung Keluarga Barata yang vegetatif itu mau bertunangan. Mereka mengundangku ke pesta pertunangannya. Sungguh konyol, siapa yang mau mengambil risiko menikah dan hidup menderita dengan orang seperti itu?"Doni menambah kekuatannya."Orang yang pikirannya sempit, mendapat gelar menantu Keluarga Barata saja sudah begitu berharga. Entah siapa yang beruntung bisa mendapatkan itu.""Apa kamu mau ajak aku ke acara pertunangannya?""Jangan bermimpi, orang-orang yang ada di acara
Dia memakai baju dan perhiasanku. Kalau dilihat sekilas, memang ada sedikit kemiripan denganku.Toh, ibu kami adalah saudara kandung.Dia memandangku dengan sinis, sorot matanya dipenuhi dengan kecemburuan dan keangkuhan."Kak, kamu sudah sangat baik padaku. Kasih aku uang, hadiah, bahkan rumah. Tapi, boleh nggak kasih aku satu hal lagi?"Aku menjawab dengan nada datar."Apa yang kamu inginkan?""Bagaimana kalau Kak Doni? Kamu tahu nggak? Aku hamil anaknya. Dia senang sekali. Setiap hari nggak sabar nunggu anak kami lahir. Nanti kami akan jadi keluarga kecil yang bahagia. Kamu mestinya sudah nggak cocok lagi buat dia.""Tahu nggak, selama ini dia sering diejek orang gara-gara kamu yang nggak bisa lihat.""Kalau kamu benaran sayang dia, lepaskan dia buat kami. Biar dia bisa dengan bangga bilang ke orang-orang kalau dia punya istri yang sehat, bukan yang nggak bisa diajak ke mana-mana."Aku langsung melemparkan makanan di meja ke arahnya. Dia pun naik pitam, lalu mencengkeram daguku."Me
Tampilan Devan yang penuh keangkuhan dengan mudah membuat dua orang yang memegang tanganku sontak mundur.Pesona kebangsawanan yang ada padanya pun menarik perhatian semua orang yang ada di tempat itu."Setelah bertahun-tahun dalam keadaan koma, Devan masih saja tampan seperti ini.""Seandainya aku tahu, pasti aku juga akan berusaha untuk menikahinya. Sekarang, aku jadi sangat menyesal.""Nggak ada yang pernah membayangkan, dia akan terbangun suatu hari nanti."Mita terlihat kaget. Sorot matanya dipenuhi rasa kagum dan malu saat menatap Devan.Namun, Devan yang tengah menjadi pusat perhatian tidak tampak peduli. Dia menarikku ke pelukannya, begitu dekat hingga mata kami hanya tertuju pada satu sama lain.Sebenarnya, kami sudah saling kenal sejak lama, bahkan sebelum Devan koma. Kami berada di sekolah yang sama saat SMA. Devan dikenal sebagai pria paling tampan dengan banyak penggemar. Setiap kali bertemu, aku selalu melihatnya dikelilingi oleh para gadis yang menyatakan cinta padanya.
Doni pada akhirnya tidak masuk penjara karena dia menderita gangguan jiwa dan ditempatkan di rumah sakit jiwa.Namun, ini juga bukan solusi yang baik karena seumur hidupnya dia akan menjalani hari-hari yang penuh kehancuran.Devan bersumpah tidak akan membiarkannya lolos begitu saja. Jadi, dia menempatkan orang di rumah sakit untuk mengawasi Doni.Bahkan jika suatu saat Doni sembuh, dia tetap harus tinggal di sana untuk menebus dosanya.Devan memperlakukanku dengan sangat baik. Dia selalu ada di sisiku setiap saat, siang dan malam. Katanya, ini untuk menggantikan waktu yang hilang selama dia koma.Tidak lama setelah itu, aku dinyatakan hamil. Dokter memberitahuku jika aku sedang mengandung bayi kembar, seorang bayi laki-laki dan perempuan.Devan merasa begitu emosional. Dia tertawa bahagia karena kami akan memiliki buah hati.Dia juga sedih memikirkan betapa beratnya perjuanganku selama hamil.Dia pun segera mulai menyiapkan pernikahan yang megah. Devan berkata, dia ingin kebahagiaan k
Sekelompok orang keluar.Aku langsung melihat Doni memukuli Mita dengan brutal, menendang perut Mita tanpa ampun."Berani-beraninya kamu mengancamku dengan anak itu. Kalau bukan karena kamu menggodaku, Amel nggak akan mau menikah dengan orang lain. Padahal dia dulu sangat mencintaiku."Melihatku datang, Doni menatapku dan matanya bersinar dengan kebahagiaan."Amel, dengar, aku benar-benar nggak suka sama dia. Kalau kamu bilang, aku bisa langsung menghabisinya."Aku melihat sisi Doni yang sangat marah dan tertekan, sesuatu yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Rasanya lega aku sudah pergi darinya.Mita mendadak memegang perutnya, merintih kesakitan. Wajahnya tampak pucat dan gaun putihnya sudah dipenuhi darah. Keringat mulai membasahi wajahnya. Akhirnya, dia tidak lagi seperti dulu yang hanya berpura-pura kesakitan."Doni, kamu sudah membunuh anakku, bahkan setelah mati pun aku akan mengejarmu."Dia merangkak perlahan mendekat dan berusaha menyentuh sepatuku."Kak Amel, kebutaanmu itu
Mungkin karena rasa sakit yang terlihat jelas di mataku, membuat Doni merasa bersalah. Dia segera berlutut di hadapanku dan menampar wajahnya sendiri beberapa kali."Amel, kamu tahu betapa aku sangat mencintaimu dan hatiku sangat sakit melihatmu seperti ini. Semua ini terjadi karena dia yang menggodaku. Dia cuma wanita yang nggak tahu malu yang memaksaku untuk bersamanya.""Tapi, hatiku cuma untukmu, bahkan dia nggak sebanding dengan sehelai rambutmu. Aku bisa langsung mengusirnya jauh-jauh agar dia nggak muncul lagi di hidup kita."Dia tampak penuh penyesalan, tetapi yang paling terluka adalah Mita. Dengan wajah yang basah oleh air mata, Mita melangkah maju."Doni, jelas-jelas kamu yang membujukku untuk memberikan malam pertama, bagaimana bisa kamu perlakukan aku seperti ini? Kamu bilang Kak Amel itu buta, kamu bahkan nggak tertarik padanya."Belum selesai dia bicara, Doni sudah menamparnya hingga terjatuh."Perempuan jalang! Kalau bukan karena Amel, kamu masih akan hidup susah di Kot
Doni baru sadar dan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dia menatap tangan Devan yang ada di pinggangku dengan rasa cemburu, tetapi dia tidak berani melawan Devan. Sorot matanya penuh amarah menuju ke arahku. Saat dia hendak mengatakan sesuatu, ibuku datang mendekat.Devan merangkul pinggangku dan menghampiri ibuku dengan penuh rasa hormat."Terima kasih sudah menerimaku sebagai calon suami Amel. Aku akan menjaganya dengan baik."Ibuku terlihat meneteskan air mata."Selama ada kamu yang menyayangi Amel, aku merasa tenang karena dia dulu buta dan sempat salah memilih."Pandangan matanya melayang ke arah Doni yang sedang terdiam di dekat situ. Baru setelah itu, Doni tersadar dan langsung berlari menghampiriku. Dia mengguncang bahuku."Bukan seperti itu, Sayang. Apa kamu marah karena aku belakangan ini mengabaikanmu, jadi kamu sengaja membawa seseorang untuk membuatku kesal?""Kita sebentar lagi mau menikah. Jadi, ini cuma bercanda, ‘kan?"Tak lama setelah itu, orang tua Devan muncu
Tampilan Devan yang penuh keangkuhan dengan mudah membuat dua orang yang memegang tanganku sontak mundur.Pesona kebangsawanan yang ada padanya pun menarik perhatian semua orang yang ada di tempat itu."Setelah bertahun-tahun dalam keadaan koma, Devan masih saja tampan seperti ini.""Seandainya aku tahu, pasti aku juga akan berusaha untuk menikahinya. Sekarang, aku jadi sangat menyesal.""Nggak ada yang pernah membayangkan, dia akan terbangun suatu hari nanti."Mita terlihat kaget. Sorot matanya dipenuhi rasa kagum dan malu saat menatap Devan.Namun, Devan yang tengah menjadi pusat perhatian tidak tampak peduli. Dia menarikku ke pelukannya, begitu dekat hingga mata kami hanya tertuju pada satu sama lain.Sebenarnya, kami sudah saling kenal sejak lama, bahkan sebelum Devan koma. Kami berada di sekolah yang sama saat SMA. Devan dikenal sebagai pria paling tampan dengan banyak penggemar. Setiap kali bertemu, aku selalu melihatnya dikelilingi oleh para gadis yang menyatakan cinta padanya.
Dia memakai baju dan perhiasanku. Kalau dilihat sekilas, memang ada sedikit kemiripan denganku.Toh, ibu kami adalah saudara kandung.Dia memandangku dengan sinis, sorot matanya dipenuhi dengan kecemburuan dan keangkuhan."Kak, kamu sudah sangat baik padaku. Kasih aku uang, hadiah, bahkan rumah. Tapi, boleh nggak kasih aku satu hal lagi?"Aku menjawab dengan nada datar."Apa yang kamu inginkan?""Bagaimana kalau Kak Doni? Kamu tahu nggak? Aku hamil anaknya. Dia senang sekali. Setiap hari nggak sabar nunggu anak kami lahir. Nanti kami akan jadi keluarga kecil yang bahagia. Kamu mestinya sudah nggak cocok lagi buat dia.""Tahu nggak, selama ini dia sering diejek orang gara-gara kamu yang nggak bisa lihat.""Kalau kamu benaran sayang dia, lepaskan dia buat kami. Biar dia bisa dengan bangga bilang ke orang-orang kalau dia punya istri yang sehat, bukan yang nggak bisa diajak ke mana-mana."Aku langsung melemparkan makanan di meja ke arahnya. Dia pun naik pitam, lalu mencengkeram daguku."Me
Belum lama berselang, suara Mita terdengar dari arah pintu. "Apa dia sudah tidur?"Doni diam saja, langsung menggendong orang itu.Mita tersipu dan memukul lembut bahu Doni."Kalau dia belum tidur bagaimana? Kenapa buru-buru sekali.""Nggak usah khawatir, dosis obatnya cukup kuat. Kalaupun belum tidur, dia pasti mengira sedang bermimpi."Aku semula mengira itu adalah susu yang melambangkan kebahagiaan dan perhatian, tetapi ternyata hanya penutup aib bagi pasangan jahat itu.Mita mulai mendesah."Dengar-dengar, anak sulung Keluarga Barata yang vegetatif itu mau bertunangan. Mereka mengundangku ke pesta pertunangannya. Sungguh konyol, siapa yang mau mengambil risiko menikah dan hidup menderita dengan orang seperti itu?"Doni menambah kekuatannya."Orang yang pikirannya sempit, mendapat gelar menantu Keluarga Barata saja sudah begitu berharga. Entah siapa yang beruntung bisa mendapatkan itu.""Apa kamu mau ajak aku ke acara pertunangannya?""Jangan bermimpi, orang-orang yang ada di acara
Ketika suasana di luar mulai tenang.Doni berseru dari luar."Amel, aku ada urusan mendadak di kantor. Aku harus pergi sebentar."Sepupuku, Mita, juga berkata dia perlu keluar untuk membeli roti agar bisa membuatkan roti lapis untukku.Karena aku tidak menjawab, mereka sadar aku sudah tertidur.Akhirnya, mereka pun pergi dengan saling bergandengan tangan.Aku mengikuti mereka dengan hati-hati. Ternyata mereka menuju vila orang tua Doni yang terletak tak jauh dari sini.Saat pintu terbuka, terlihat adik laki-laki dan perempuan Doni berdiri di sana sambil membawa hadiah."Selamat, ya, Kak Mita, atas kehamilannya! Kakak, selamat karena akan menjadi ayah!"Aku menahan tangisku dengan menutup mulutku.Lalu, ibunya Doni keluar dari rumah dan menuntun Mita masuk dengan lembut."Syukurlah kalau kamu hamil anak Doni. Aku sampai cemas kalau cucu kami nanti mewarisi gen cacat dari si buta itu.""Akhirnya Keluarga Halim bisa punya cucu yang benar-benar sehat.""Benar! Kalau bukan karena kakakku pr