Lyra amat cepat beradaptasi. Kebiasaannya melakukan semua dengan sempurna menjadikan kontrak ini tak sekadar mainan. Ia ingin menghilangkan seluruh keraguan yang ada dalam benak anggota keluarga lain. Menjadi menantu ideal, sekaligus wanita karir yang sukses adalah sesuatu yang harus diwujudkan demi memenuhi ambisi. Vindra pun tersenyum, dipenuhi mood positif setelah mendapat ciuman selamat pagi. Ia bertaruh dalam hati bila ini akan menyenangkan. Sayangnya Diana masih berusaha mencari cela dalam hubungan sang anak tiri. Ia yakin bila pernikahan tersebut hanyalah taktik agar bisa lolos sebagai pemilik perusahaan yang lama dikembangkan oleh Malik, suaminya. Biar kata Romi adalah putra sulung, tapi kasih sayang Malik tetap dikuasi Vindra. Sebab, mendiang ibunya merupakan sosok tegar yang menemani Malik meniti karir dari nol usai mengalami kebangkrutan. Tentu saja ini tak akan bisa disaingi oleh Diana, sekalipun ia istri sah pertama. Ia teramat membenci ibu beranak itu. Kehadiran mereka
"Dasar pria brengsek!" gerutu Lyra, lirih tanpa suara. Ia terus memegangi kepala yang serasa hampir pecah, entah dari gelas siapa ia minum. Seumur hidup, wanita berparas ayu itu tak sekali pun mengkonsumsi alkohol. Namun, tadi malam adalah pengecualian. Tanpa sengaja dirinya mabuk dan berakhir di tempat yang aneh. Sebuah kamar dengan nuansa putih, bahkan seprai yang dipasang pun berwarna putih polos. Pendingin udara juga disetel agar menciptakan suhu rendah, terlalu rendah malahan. Lyra dapat merasakan dingin, mengelus setiap jengkal pori-porinya. Masih setengah sadar saat dirinya menarik selimut hingga ke leher. Ia terpejam lagi, membayangkan hal indah seperti dalam dunia dongeng. Itu jauh lebih baik jika dibanding dengan berusaha memikirkan hal rumit karena memang tak mengingat apa pun, selain pertunangan pria yang telah berjanji akan menikahinya.Axe, mantan kekasih Lyra, menunjukkan wajah bersinar saat upacara bertukar cincin. Ia menatap lekat sosok wanita asing bergaun biru. Me
Wanita yang rambutnya setengah acak-acakkan itu tersentak. Ditatapnya lagi Vindra dengan penuh seksama, tak tampak gurauan di raut garang tersebut. Namun, Lyra harus cepat bertindak. Sekarang bukan masa yang tepat untuk sekadar kebingungan. Ia pun menarik napas dalam, lalu memberi tanggapan. "Aku bersedia menikah, tapi apa profesimu? Kamu tentu harus menafkahiku nanti. Aku mana sudi menikahi gembel yang pura-pura kaya," ceteluk Lyra dengan penuh kejujuran. "Bisa saja biaya sewa hotel ini kamu limpahkan padaku dan kabur," imbuhnya. Vindra tersenyum. "Dasar perempuan matre! Bukan hanya uangku, tapi kunci brangkas pun akan kuserahkan. Kekayaanku tak akan habis, sekalipun kamu mencurinya nanti.""Sombong sekali. Kalau begitu, biar aku lihat KTP-mu." Lyra menengadahkan tangan. Tanpa pikir panjang, pria bernetra elang itu merosok saku dan memberikan dompet kulit miliknya. Mantan kekasih Axe pun langsung meneliti benda berisi segepok kartu kredit itu. Akan tetapi, ada sesuatu yang mencur
"Ayo, jangan bengong begitu." Vindra buru-buru menarik tangan Lyra. Wanita itu pun bangkit, ia berpamitan pada rekannya yang kebingungan. Namun, ia belum sempat mengakatan apa-apa. Calon suaminya sudah tak sabar lagi, mereka pun beranjak dari restoran tersebut. "Tinggalkan mobil jelekmu di sini, kau naik mobilku saja." Kalimat tersebut terdengar angkuh, membuat yang mendengar merasa tak nyaman. "Maaf, Tuan, tapi mobil jelekku itu dibeli dengan uang. Memangnya kamu akan menyumbang kendaraan baru yang lebih bagus?""Ide bagus, kita sekalian saja beli mobil. Berikan kuncinya pada supirku, biar dia yang memungut barang bekasmu."Lagi-lagi mulut Lyra menganga. Ia berhenti sejenak, berpikir mengapa bisa ada orang yang sesombong itu di dunia? Akan tetapi, fakta yang lebih membuat miris adalah orang tersebut akan menjadi suaminya dengan segera. Belum lagi mereka menginjak parkiran, seorang pria tua berseragam datang menghampiri. Ia meminta kunci mobil Lyra, tentu saja wanita itu menolak.
"Apa-apaan anak ini?!" gumam Diana dalam hati. Ia mereguk pelan air putih, lalu sesekali melirik Lyra. Meski telah berusaha untuk tak acuh, pesona model tersebut memang tak tertolak. Namun, ini hanya berlaku bagi anggota lain di sana. Ibunda Romi mulai memotong chicken grill dan menguyahnya dengan rasa terpaksa. Ia tak habis pikir, bagaimana bisa Vindra membawa seorang wanita asing ke pertemuan penting ini. Dirinya lebih cemas pada sang putra yang mau menjalin hubungan serius, Romi lebih senang berganti-ganti pacar seolah mereka adalah barang yang bisa diganti kapan pun. Tentu saja ini membuat jantung wanita beranak satu itu berdebar. "Jadi, kapan kalian akan menikah?" tanya paman Vindra. Pria itu pun tersenyum. "Pertanyaan yang bagus, Paman. Aku memang telah siap untuk meminangnya di jauh hari, tapi gadisku ini terlalu khawatir. Tempatnya bekerja melarangnya terlibat dengan skandal apa pun, karena itulah baru sekarang kami terlihat bersama.""Memang apa pekerjaan Lyra?""Dia mode
Alvindra berlari bak seorang atletis. Tanpa peduli jika handuk yang membalut bagian bawah tubuhnya hampir terlepas. Rumah itu terlalu sepi, dalam benaknya bertanya, mungkinkah ada pencuri? Dua penjaga di gerbang depan memang baru saja meminta izin untuk pulang, sementara penjaga lain malah ditugaskan di gerbang belakang. Jadilah pria tersebut kalang kabut saat mendengar teriakan nyaring dari sang model. "Hentikan, tolong hentikan. Kamu menakutkan," kata Lyra dengan pelan. Vindra pun segera mendobrak pintu yang dikunci. Satu kali gagal, ia mencoba lagi dan kini ....Aaa!!! Wanita berpiyama motif daun mapple itu kembali berteriak. "A--apa-apaan kamu?!"Tuan rumah pun segera bangkit usai tersungkur, rasa sakit tak dipedulikan sama sekali. Kemudian, ia menatap wanita yang duduk di lantai. Rupanya kucing peliharaannya masuk ke kamar Lyra dan membuatnya terkejut. Setelah mendengar sang hewan berbulu mengeong, Vindra mengembuskannya napas lega. Akan tetapi, ada masalah lain yang tercipta.
Netra Lyra masih terbelalak. Ia langsung meraih lengan Vindra, lalu mendekapnya. Ia terguncang, tapi berusaha mengembalikan kontrol diri. Disekanya rambut dengan angkuh, ia tersenyum dan memilih untuk menyapa sang mantan kekasih. Biarpun hampir pingsan, model kesayangan J.D Entertainment itu ingin menunjukkan sosok kuat pada orang-orang yang telah mengkhianatinya dengan sangat buruk. "Kebetulan sekali, Axe. Sepertinya kalian akan segera menikah, selamat untuk kalian. Sepertinya aku orang bertana yang mengucapkan selamat," tuturnya dengan nada bergetar. Vindra yang biasanya tak peka pun merangkul pundak calon istrinya. Ia ingin memberi dukungan, sekaligus menunjukkan jika wanita tersebut masih bernapas, meski Axe yang tak tahu malu itu meninggalkannya. "Ayo, Sayang. Giliran kita mendaftar." Setelah memberi ajakan, ia langsung beranjak."Apa kau akan menikah, Ra?" tanya Axe."Benar, ada apa? Mau memberiku selamat juga?" Lyra berbalik. "Mustahil. Aku bahkan tak mengenal pria ini. Bag
Lyra gagal mengontrol emosinya. Ia lantas menampar wajah pria yang telah berani mengatainya sebagai wanita jalang. Mau bagaimana pun juga, sebutan itu sungguh tak bermoral. Putri Burhan merasa perlu untuk membela harga dirinya sendiri. Tak peduli jika harus melakukan hal yang kasar sekalipun. "Pergi saja, aku tak mau melihatmu wajahmu lagi!" teriaknya sambil melotot. Nanar Axe menatap lantai, ia tak percaya jika mendapat pengusiran. Ditambah, ini kali pertama Lyra memperlakukannya demikian. Ia tak membalas tamparan tersebut, tapi malah menggenggam tangan pemilik rumah dengan tatapan memelas. "Maafkan aku, Ra. Aku tak berniat untuk berkata begitu. Aku hanya ....""Pergi!" ulangnya. "Pergilah saja, Axe. Anggap kita tak pernah mengenal."Ia pun masuk, membiarkan sang tamu tak diundang berdiri di teras. Pria berjaket jins itu lantas pergi, seeprti yang diminta. Di sisi lain, Lyra kehilangan tenaga. Ia sampai terduduk di lantai sambil memegangi kenop pintu. Perasaannya campur aduk, ia m