Hari pernikahan pun tiba. Lyra harus bangun jam empat subuh untuk mempersiapkan diri. Berulang kali menguap saat berendam di bak air hangat yang bertabur aneka kelompak bunga. Netranya bahkan terpejam, membiarkan para pelayan memijat kulit putihnya dengan lulur mandi. Ia tak menunjukkan ketertarikan di momen yang normalnya terjadi seumur hidup sekali. Baginya ini hanyalah acara formal yang mengatarkan ke gerbang impian.
Hingga selesai pun, ekspresinya masih datar. Sang model berdiri di depan cermin yang setinggi dirinya, menatap bayang rupawan bergaun putih nan panjang. Selanjutnya, tim make up profesional mulai memoles wajah putri Burhan. Bulu mata palsu turut dilekatkan, menambah kesan lentik. Sayang sekali, ia tak takjub sekalipun semua yang ada di ruangan tersebut berdecak kagum. Dirinya bangkit. Seorang ajudan memegangi tangannya kala bidadari dunia itu berusaha mengenakan heels berhiaskan permata yang disusun menyerupai bulan sabit. "Wah, cantik sekali," tutur Diana sambil berjalan mendekat, "Vindra menemukan pengantin yang sangat sempurna. Berbahagialah, Sayang. Kau akan menjadi bagian keluarga Grason sekarang." Buru-buru Lyra mengubah raut dinginnya menjadi senyum yang memancarkan kehangatan. "Bagaimana aku tidak senang, Tante? Ini adalah impian kami. Aku yang merasa beruntung karena memiliki suami seperti Al." "Kalau begitu, ayo." Mertua tiri bergaun salem itu menggandeng tangan sang mempelai. Sebuah buket bunga lili putih diberikan, tepat sebelum Lyra melangkah ke luar kamar. Dan viola! Belasan pasang netra menangkap sosok bercahayanya. Para pelayan yang tinggal yang tinggal di kediaman megah itu membungkuk, seolah tengah menyambut ratu baru yang akan berkuasa. Mantan Axe pun tak berhenti tersenyum. Ia ingin memastikan jika pekerjaan kali ini diselesaikan dengan sepenuh hati. Apalagi harga yang dibayar sangatlah tinggi, melebihi harga diri. Wanita bertubuh ramping itu ingin membuat orang-orang yang merendahkannya menagis darah. Entah mengapa, pikiran tersebut muncul. Padahal, sebelumnya Lyra hanya menginginkan kehancuran dari Axe semata. "Silakan, Lyra. Pastikan jantungmu kuat untuk melihatnya." Ibu Romi membiarkannya melanjutkan perjalanan sendirian. "Semoga tak grogi." "Terima kasih," jawabnya lalu menegapkan badan. Pintu utama pun dibuka. Sejenak ia memejamkan netra yang silau dengan cahaya surya. Di pimpin dua keponakan Vindra yang diberi tugas menjadi bridesmaid. Bocah berusia tujuh tahun itu mengenakan gaun bernuansa kuning, lengkap memegangi sekuntum mawar. "Cantik sekali," bisik para tamu undangan. Mereka hampir tak berkedip melihat sang model yang dihujani kelopak bunga. Lyra mulai tegang. Tak disangka bila pernikahan palsu ini akan membuat dadanya berdebar. Sontak ia mengeluarkan keringat dingin. Meski tak banyak, tetap saja tampak. "Kau menakjubkan." Meta yang berdiri di barisan depan juga ikut memuji. Melihat sang sahabat, semangatnya bertambah. Ia memantabkan langkah untuk mencapai ujung jalan. Tepat di depan sana, penerus keluarga Grason telah menanti dengan tuxedo berwarna serupa. Ia mengulurkan tangan, menyambut pasangannya untuk naik ke altar pernikahan. Pendeta mulai bicara. Ia dengan lantang menjelaskan jika upacara suci ini akan membuat keduanya terikat selamanya. Ia pun mempersilakan pengantin untuk saling berpegangan tangan dan berhadap-hadapan. “Lyra Danistha Wijaya, aku mengambilmu menjadi istriku, untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya. Dalam susah maupun senang, dalam kelimpahan maupun kekurangan, dalam sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita. Sesuai dengan hukum Allah Yang Kudus, inilah janji setiaku yang tulus, tak akan pernah mengkhianatimu." Alvindra berikrar di hadapan semua tamu undangan. "Alvindra Clearence Grason, aku mengambilmu sebagai suamiku, untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya. Dalam suka maupun duka, dalam kelimpahan maupun kekurangan, dalam sehat maupun sakit, untuk saling mencintai dan menghargai, sampai maut memisahkan kita. Sesuai dengan hukum Allah Yang Kudus, aku akan setia dan memenuhi semua kewajibanku sebagai satu-satunya istrimu," balas Lyra. Ciuman pun memautkan bibir mereka dalam satu kali geliat. Semua berdiri, memberi sorakan dan tepuk tangan. Kini debaran sang model berhenti. Semua beban di punggungnya serasa lepas. Tubuhnya seringan kapas saat berbalik, melempar buket bunga yang menjadi rebutan bagi para lajang. Namun, resepsi belum berhenti. Ia masih harus mengambil foto bersama orang yang tak terkira. Tamu-tamu yang hendak memberi selamat juga telah mengantre. Belum pernah ia merasa sebahagia ini. Meta langsung berlari dan memeluk wanita bergaun putih itu. Netranya sampai berkaca-kaca, mengira jika Lyra telah sampai di pelabuhan jiwa. "Selamat, Ra, selamat! Aku tak mengira ini." Ia menyeka air di sudut netra. "Kau sangat jahat, bagaimana bisa menyembunyikan hal seperti ini dariku?" "Aku tak bermaksud begitu, Me. Kamu tahu jika semuanya sangat mendadak." Ia tersenyum lagi. "Oke, tapi kau harus selalu bahagia, ya." "Tentu saja." Putri Burhan mendekatkan bibirnya ke telinga sang sahabat. "Cepatlah menyusul, mungkin kita bisa honeymoon dan melahir anak dalam waktu yang berdekatan. Bukankah akan lucu jika buah hati kita turut berteman?" Wajah Meta langsung merona. Ia belum pernah berpacaran dan kini diminta untuk segera menyusul. Ia lantas mengalihkan topik dengan mengajak rekan kerjanya itu untuk menemaninya makan. *** Padatnya acara membuat pengantin baru itu merasa kelelahan. Saat senja datang, barulah mereka bis berhenti memasang wajah bahagia. Menantu Diana duduk, menikmati secangkir teh hangat. Ia menunggu rambutnya kering sambil membaca ulang lembaran kertas yang kemarin diberi tanda tangan. [Poin Utama:]1. Dilarang mencampuri urusan pribadi, kecuali hal yang telah disetujui. 2. Tak boleh ada pihak ketiga yang tahu mengenai kontrak ini. 3. Hidup sebagai suami istri dan terlihat harmonis di mata publik. 4. Diizinkan memiliki kekasih rahasia, tapi tak boleh ada poligami selama kontrak berlangsung. 5. Kontrak tak bisa batalkan, melanggar perjanjian berarti pidana hukum. Kini Lyra baru menyadari jika ada harta sangat penting bagi suaminya. Ya, memang seperti itu. Sulit untuk mempercayai dunia ini. Semuanya palsu juga dapat menipu. Oleh karena itu, Vindra hanya mempercayai uang yang ada di tangannya saja. Ia tak pernah berusaha memberi perlakuan khusus pada siapa pun, termasuk anggota keluarga sendiri. "Dari mana saja kamu?" tanya anak Burhan pada si bungsu. "Aku menemui rekan bisnis yang ingin berbasa-basi memberi selamat. Kenapa? Kau merindukanku?" "Jangan GR, Al. Coba jelaskan poin kelima dari kontrak ini. Hukuman pidana apa maksudnya?" Vindra mendekat, membaca ulang kertas yang di pegang istrinya. "Oh, itu denda. Jika tak kuat membayar, akan diubah menjadi kurungan penjara. Bukan apa-apa, aku hanya berjaga agar tak ada yang mengkhianatiku." "Jadi, kamu tak mempercayaiku?" "Bukan masalah percaya," tegas Vindra, "lagipula sepertinya kita akan hidup bersama selamanya, kau akan menjadi istri yang setia. Bukankah kau bilang begitu tadi, Manis?" Pria berhidung mancung itu menggapai rambut basah Lyra, lalu menciumnya dengan senyum tak terdeskripsikan.Segera Lyra memalingkan wajah. Suaminya pun kembali tersenyum melihat ekspresi tersipu itu. Meski telah melewati melam bersama, sang menantu keluarga Grason belum terbiasa dengan sentuhan yang diberikan. Ia memang tak menyukai semua itu, lebih tepatnya belum. Sontak suana menjadi teramat canggung. Beruntung gawai Vindra bergetar. Pria beralis tebal itu langsung menjauh untuk menerima panggilan. Lyra pun menghela napas, lalu lanjut membaca kontrak setebal dua belaa halaman. Tak ada hal yang merugikannya, ia terlalu ceroboh karena langsung memberi tanda tangan.[Ra, kau pasti belum membuka hadiahku, 'kan?] tanya Meta melalui pesan singkat. Penerima pesan lantas tersenyum. [Belum. Memang apa isinya?][Bukalah! Kau pasti akan mentukainya, itu adalah barang kesukaanmu.]Putri Burhan merasa penasaran. Ia menatap puluhan kado yang berjejer di sudut kamar dan tak tahu siapa pengirim dari masing-masing bingkisan. Baru kali ini ia mendapat begitu banyak hadiah. Mungkin tak akan seperti ini an
Lyra amat cepat beradaptasi. Kebiasaannya melakukan semua dengan sempurna menjadikan kontrak ini tak sekadar mainan. Ia ingin menghilangkan seluruh keraguan yang ada dalam benak anggota keluarga lain. Menjadi menantu ideal, sekaligus wanita karir yang sukses adalah sesuatu yang harus diwujudkan demi memenuhi ambisi. Vindra pun tersenyum, dipenuhi mood positif setelah mendapat ciuman selamat pagi. Ia bertaruh dalam hati bila ini akan menyenangkan. Sayangnya Diana masih berusaha mencari cela dalam hubungan sang anak tiri. Ia yakin bila pernikahan tersebut hanyalah taktik agar bisa lolos sebagai pemilik perusahaan yang lama dikembangkan oleh Malik, suaminya. Biar kata Romi adalah putra sulung, tapi kasih sayang Malik tetap dikuasi Vindra. Sebab, mendiang ibunya merupakan sosok tegar yang menemani Malik meniti karir dari nol usai mengalami kebangkrutan. Tentu saja ini tak akan bisa disaingi oleh Diana, sekalipun ia istri sah pertama. Ia teramat membenci ibu beranak itu. Kehadiran mereka
"Dasar pria brengsek!" gerutu Lyra, lirih tanpa suara. Ia terus memegangi kepala yang serasa hampir pecah, entah dari gelas siapa ia minum. Seumur hidup, wanita berparas ayu itu tak sekali pun mengkonsumsi alkohol. Namun, tadi malam adalah pengecualian. Tanpa sengaja dirinya mabuk dan berakhir di tempat yang aneh. Sebuah kamar dengan nuansa putih, bahkan seprai yang dipasang pun berwarna putih polos. Pendingin udara juga disetel agar menciptakan suhu rendah, terlalu rendah malahan. Lyra dapat merasakan dingin, mengelus setiap jengkal pori-porinya. Masih setengah sadar saat dirinya menarik selimut hingga ke leher. Ia terpejam lagi, membayangkan hal indah seperti dalam dunia dongeng. Itu jauh lebih baik jika dibanding dengan berusaha memikirkan hal rumit karena memang tak mengingat apa pun, selain pertunangan pria yang telah berjanji akan menikahinya.Axe, mantan kekasih Lyra, menunjukkan wajah bersinar saat upacara bertukar cincin. Ia menatap lekat sosok wanita asing bergaun biru. Me
Wanita yang rambutnya setengah acak-acakkan itu tersentak. Ditatapnya lagi Vindra dengan penuh seksama, tak tampak gurauan di raut garang tersebut. Namun, Lyra harus cepat bertindak. Sekarang bukan masa yang tepat untuk sekadar kebingungan. Ia pun menarik napas dalam, lalu memberi tanggapan. "Aku bersedia menikah, tapi apa profesimu? Kamu tentu harus menafkahiku nanti. Aku mana sudi menikahi gembel yang pura-pura kaya," ceteluk Lyra dengan penuh kejujuran. "Bisa saja biaya sewa hotel ini kamu limpahkan padaku dan kabur," imbuhnya. Vindra tersenyum. "Dasar perempuan matre! Bukan hanya uangku, tapi kunci brangkas pun akan kuserahkan. Kekayaanku tak akan habis, sekalipun kamu mencurinya nanti.""Sombong sekali. Kalau begitu, biar aku lihat KTP-mu." Lyra menengadahkan tangan. Tanpa pikir panjang, pria bernetra elang itu merosok saku dan memberikan dompet kulit miliknya. Mantan kekasih Axe pun langsung meneliti benda berisi segepok kartu kredit itu. Akan tetapi, ada sesuatu yang mencur
"Ayo, jangan bengong begitu." Vindra buru-buru menarik tangan Lyra. Wanita itu pun bangkit, ia berpamitan pada rekannya yang kebingungan. Namun, ia belum sempat mengakatan apa-apa. Calon suaminya sudah tak sabar lagi, mereka pun beranjak dari restoran tersebut. "Tinggalkan mobil jelekmu di sini, kau naik mobilku saja." Kalimat tersebut terdengar angkuh, membuat yang mendengar merasa tak nyaman. "Maaf, Tuan, tapi mobil jelekku itu dibeli dengan uang. Memangnya kamu akan menyumbang kendaraan baru yang lebih bagus?""Ide bagus, kita sekalian saja beli mobil. Berikan kuncinya pada supirku, biar dia yang memungut barang bekasmu."Lagi-lagi mulut Lyra menganga. Ia berhenti sejenak, berpikir mengapa bisa ada orang yang sesombong itu di dunia? Akan tetapi, fakta yang lebih membuat miris adalah orang tersebut akan menjadi suaminya dengan segera. Belum lagi mereka menginjak parkiran, seorang pria tua berseragam datang menghampiri. Ia meminta kunci mobil Lyra, tentu saja wanita itu menolak.
"Apa-apaan anak ini?!" gumam Diana dalam hati. Ia mereguk pelan air putih, lalu sesekali melirik Lyra. Meski telah berusaha untuk tak acuh, pesona model tersebut memang tak tertolak. Namun, ini hanya berlaku bagi anggota lain di sana. Ibunda Romi mulai memotong chicken grill dan menguyahnya dengan rasa terpaksa. Ia tak habis pikir, bagaimana bisa Vindra membawa seorang wanita asing ke pertemuan penting ini. Dirinya lebih cemas pada sang putra yang mau menjalin hubungan serius, Romi lebih senang berganti-ganti pacar seolah mereka adalah barang yang bisa diganti kapan pun. Tentu saja ini membuat jantung wanita beranak satu itu berdebar. "Jadi, kapan kalian akan menikah?" tanya paman Vindra. Pria itu pun tersenyum. "Pertanyaan yang bagus, Paman. Aku memang telah siap untuk meminangnya di jauh hari, tapi gadisku ini terlalu khawatir. Tempatnya bekerja melarangnya terlibat dengan skandal apa pun, karena itulah baru sekarang kami terlihat bersama.""Memang apa pekerjaan Lyra?""Dia mode
Alvindra berlari bak seorang atletis. Tanpa peduli jika handuk yang membalut bagian bawah tubuhnya hampir terlepas. Rumah itu terlalu sepi, dalam benaknya bertanya, mungkinkah ada pencuri? Dua penjaga di gerbang depan memang baru saja meminta izin untuk pulang, sementara penjaga lain malah ditugaskan di gerbang belakang. Jadilah pria tersebut kalang kabut saat mendengar teriakan nyaring dari sang model. "Hentikan, tolong hentikan. Kamu menakutkan," kata Lyra dengan pelan. Vindra pun segera mendobrak pintu yang dikunci. Satu kali gagal, ia mencoba lagi dan kini ....Aaa!!! Wanita berpiyama motif daun mapple itu kembali berteriak. "A--apa-apaan kamu?!"Tuan rumah pun segera bangkit usai tersungkur, rasa sakit tak dipedulikan sama sekali. Kemudian, ia menatap wanita yang duduk di lantai. Rupanya kucing peliharaannya masuk ke kamar Lyra dan membuatnya terkejut. Setelah mendengar sang hewan berbulu mengeong, Vindra mengembuskannya napas lega. Akan tetapi, ada masalah lain yang tercipta.
Netra Lyra masih terbelalak. Ia langsung meraih lengan Vindra, lalu mendekapnya. Ia terguncang, tapi berusaha mengembalikan kontrol diri. Disekanya rambut dengan angkuh, ia tersenyum dan memilih untuk menyapa sang mantan kekasih. Biarpun hampir pingsan, model kesayangan J.D Entertainment itu ingin menunjukkan sosok kuat pada orang-orang yang telah mengkhianatinya dengan sangat buruk. "Kebetulan sekali, Axe. Sepertinya kalian akan segera menikah, selamat untuk kalian. Sepertinya aku orang bertana yang mengucapkan selamat," tuturnya dengan nada bergetar. Vindra yang biasanya tak peka pun merangkul pundak calon istrinya. Ia ingin memberi dukungan, sekaligus menunjukkan jika wanita tersebut masih bernapas, meski Axe yang tak tahu malu itu meninggalkannya. "Ayo, Sayang. Giliran kita mendaftar." Setelah memberi ajakan, ia langsung beranjak."Apa kau akan menikah, Ra?" tanya Axe."Benar, ada apa? Mau memberiku selamat juga?" Lyra berbalik. "Mustahil. Aku bahkan tak mengenal pria ini. Bag