Shilla berusaha dengan sekuat tenaga menenangkan diri. Ia menghela napas untuk beberapa kali dan menyeka air mata dengan jemari secara lembut. Ia memberanikan diri untuk menghampiri dua insan yang sedang duduk di salah satu taman kota itu. Perasaan sakit itu memang selalu ada bahkan menjadi-jadi kini.
"Randy ...." Shilla membuka suara ketika sudah di hadapan dua insan tersebut.
Wajah Randy berubah menjadi merah padam. Ia begitu terkejut melihat sang kekasih hati ada di hadapannya kini. "Kamu kenapa ada di sini?"
Shilla tidak sanggup untuk mengeluarkan satu kata pun. Perasaan sakit hati itu memang terlalu dalam. Ia hanya fokus memperhatikan seorang gadis yang berada di samping kekasihnya dan juga untuk menenangkan diri agar kemarahannya tidak meledak saat ini juga.
Gadis tersebut bangkit dari bangku yang ia duduki lalu menghampiri Shilla dengan tersenyum lebar. Sementara, Shilla hanya mengernyitkan keningnya saja.
"Hallo kak. Apa kabarnya?" tanya wanita tersebut.
Shilla yang mendapatkan perlakuan seperti itu menjadi kebingungan. "Ini wanita gak tau apa aku siapa?" batin Shilla.
"Kakak jangan salah paham ya. Aku sepupunya, Kak Randy loh," jelas wanita tersebut.
Betapa terkejutnya Shilla mendengar penjelasan wanita yang di samping Randy tadi.
"Kenalin aku Zahra, sepupunya kak Randy." Zahra mengulurkan tangannya.
Perasaan malu dan tidak enak pun menjadi satu yang dirasakan Shilla. Ia menyambut uluran tangan Zahra. "Shilla Veronica."
"Kamu kenapa nangis, Sayang?" Randy kini menghampiri Shilla, ia menghapus air mata yang mengalir di pipi kekasihnya sedari tadi.
Shilla memandangi Randy, ia bingung harus bicara apa dengannya. Haruskah dia bilang bahwa tadi dia sudah salah paham?
"Aku tadi kelilipan kok," ucap Shilla berbohong.
"Udah kamu jangan nangis lagi ya. Aku dan An ... eh Zahra gak ada apa-apa kok. Dia hanya sepupu aku aja," jelas Randy lalu memeluk Shilla.
"An ...? Kamu tadi bilang An apa?" Shilla memperhatikan raut wajah Randy yang kembali merah padam.
"Kamu salah dengar sayang. Aku gak bilang An kok dari tadi. Aku antar kamu pulang ya, Shill?"
"Tapi Zahra gimana?"
"Sudah tenang saja, aku sudah biasa kok pulang sendiri, Kak. Aku duluan aja ya," pamit Zahra tersenyum.
"Kamu tadi benaran gak bilang kata An gitu?" Sekali lagi Shilla berusaha untuk menyakinkan diri bahwa yang di dengarnya itu tidak salah.
"Masih mau bahas itu atau mau aku antar pulang?"
Shilla menghela napas, akhirnya dia pun mengalah. Ia langsung menaiki motor yang ditumpangi oleh Randy.
"Btw, kamu dari mana sampai bisa ke sini?"
Pertanyaan itu berhasil membuat Shilla mati kutu. Ia bingung harus menjawab apa, pasalnya dia keluar rumah karena memang ingin mencari tahu semua tentang Randy yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya. Mungkin dimulai dari bertamu ke rumah Randy secara tiba-tiba. Namun, sayangnya belum sampai di tujuan, ia malah melihat pemandangan yang sama sekali tidak mengenakan.
"Yeah ... ditanya malah diam saja." Randy angkat bicara ketika dia tidak mendapatkan jawaban dari Shilla.
"Hmm ... hmm ... aku tadi dari rumah Sivia," jawab Shilla dengan tegas.
***
Drt ... drt ... drt ... suara getaran smartphone milik Shilla membangunkan dari tidurnya, ia meraih benda untuk komunikasi itu yang berada di nakas dekat tempat tidur. Lalu, membuka mata secara perlahan dan membaca pesan yang di terimanya itu.
"Jangan pernah ganggu Randy. Randy itu milik aku atau kamu akan tahu akibatnya."
Shilla langsung terperanjat dari tempat tidurnya. Ia membuka matanya lebar-lebar, ia membaca dengan seksama isi pesan tersebut dan berulang-ulang. Benar yang dibacanya tidak salah, itu suatu pesan ancaman untuknya. Selama satu tahun menjalin hubungan dengan Randy, baru kali ini Shilla mendapatkan ancaman langsung seperti ini. Biasanya ia hanya sering melihat omongan-omongan orang dari komentar di akun sosmed milik Randy.
Dengan segera ia membalas pesan tersebut. "Maaf ini siapa? Memangnya kamu siapanya Randy?"
Shilla menunggu balasan lagi, tidak sampai satu menit pesannya sudah di balas. "Kamu tidak perlu tahu aku siapa. Yang pasti aku mau kamu menjauhi Randy."
Shilla berpikir dengan keras dan kembali memikirkan opini-opini dan menebak-nebak seseorang tersebut.
***
Malam telah berganti menjadi pagi, matahari sudah nampak menyinari semuanya yang ada di Palembang. Matahari seakan ingin berkata, "Mulailah aktivitasmu di pagi hari dengan rasa semangat yang begitu membara dan optimis dalam melakukan apapun hari ini."
Hiruk-pikuk jalan raya juga sudah terlihat dengan jelas, banyak berbagai jenis kendaraan yang berlalu-lalang hingga pejalan kaki yang juga meramaikannya.
Di sekolah Nusa Indah juga sudah banyak siswa-siswi yang berdatangan baru sampai ke sekolah. Salah satunya adalah Shilla, ia baru saja sampai diantar oleh Papanya. Setelah berpamitan ia langsung turun dari mobil menuju ke kelasnya. Kali ini ia sedang tidak ingin menunggu Randy seperti biasanya, ia hanya ingin langsung menuju ke kelas dan mengeluarkan isi hatinya kepada Sivia, sebelumnya mereka memang sudah berkomunikasi untuk datang lebih awal dan ternyata Sivia yang datang terlebih dahulu.
"Siv, aku galau!" Shilla membuka pembicaraan lalu meletakkan tas di atas meja.
"Galau kenapa? Anita?" Sivia melontarkan pertanyaan lalu memicingkan matanya.
"Hmm ... bukan tapi Zahra," jawab Shilla menggeleng.
"Zahra siapa? Bukannya yang kita bahas kemarin itu Anita?" kali ini, Sivia begitu bersemangat ingin mengetahui semuanya.
Shilla menghela napas. "Ya gitu deh."
Sivia melihat Shilla seperti sudah tidak bersemangat, kemudian ia merangkul Shilla tersenyum kepadanya. "Kamu cerita aja sama aku Shill."
Shilla menceritakan kejadian pertemuan antara dia, Randy dan Zahra. Dia juga menceritakan tentang Anita yang Randy tidak kenal tetapi waktu bersama Zahra ia mendengar ucapan Randy yang seperti mengucapkan kata An.
"Jadi kamu salah labrak orang gitu?" Sivia tertawa mendengar cerita sahabatnya itu.
"Namun, aku itu curiga kalau Zahra itu adalah Anita," ucap Shilla kesal.
"Wait ... jadi kamu curiga mereka orang yang sama gitu?" tanya Sivia dengan wajah datar.
"Iya."
"Gini aja, nanti aku tanya deh sama Galang nama lengkap Anita itu siapa," tawar Sivia tersenyum.
"Wah, boleh banget itu. Sekalian akun sosial medianya juga." Shilla begitu bersemangat.
"Siap Shilla Veronica," ucap Sivia seraya menunjukkan jempolnya.
"Namun, ... ada satu hal lagi." Shilla menatap Sivia dengan serius.
"Masih ada lagi?"
Shilla mengeluarkan smartphonenya lalu menunjukkan kepada Sivia isi pesan ancamannya semalam.
"Siapa yang berani-beraninya ngancam kamu seperti ini?!"
Shilla hanya mengangkat bahu saja.
Tiba-tiba mereka di kagetkan oleh kehadiran Randy.
"Kamu gak nunggu aku seperti biasa Sayang? Kamu kenapa memangnya?"
"Maaf Ran, aku lupa ngabarin kamu tadi."
"Ya, kali Shilla terus yang nunggu. Lah, kamu malah enak-enak datangnya siang terus." Sivia mengeluarkan cibirannya.
"Jemput donk Shilla di rumahnya. Jangan antar pas pulang sekolah saja," lanjut Sivia lagi.
"Kan aku sudah sering pengennya gitu tapi memang dari Shillanya yang gak mau kok," balas Randy kemudian.
"Jangan-jangan datang siang terus habis antar cewek lain ke sekolah ya?" tuduh Sivia memicingkan matanya.
"Sudah-sudah. Kok malah jadi berantem sih," lerai Shilla.
"Kamu langsung ke bangku kamu aja deh, Ran. Lagian aku juga kan udah di sini," lanjut Shilla lagi.
"Oke Sayang. Aku ke bangku aku dulu ya. Oiya, itu sahabat kamu kenapa sih? Lagi dapet?" Randy berlalu meninggalkan Shilla dan Sivia.
"Enak aja. Awas kamu ya!" teriak Sivia kesal.
***
Apakah pesan tersebut dari Anita?
Atau bahkan dari Zahra?
Atau ... yang lain lagi?
Semua siswa-siswi telah terdiam. Suasana kelas begitu sangat hening. Ibu Tina baru saja memasuki kelas. Secara tiba-tiba saja Ibu Tina melontarkan kalimat yang membuat semua isi kelas terkejut."Anak-anak, keluarkan kertas selembar. Kita ulangan hari ini," ucap Ibu Tina tersenyum."Kok gak bilang-bilang, Bu?" tanya Randy."Ibu sengaja, biar Ibu juga tahu mana yang benar-benar menyimak dan masuk ke otak siapa saja yang Ibu terangkan minggu lalu," lanjut Ibu Tina lagi.Semua siswa-siswi seisi kelas akhirnya hanya bisa pasrah saja, mereka semua mengeluarkan kertas selembar dan siap untuk mengerjakan soal ulangan. Setelahnya Ibu Tina membagikan kertas soal ulangan ke masing-masing siswa-siswinya."Semuanya harap tenang. Silakan mengerjakan soal-soalnya dengan benar dan tanpa suara sedikit pun." Ibu Tina memberikan pengarahan."Semua jawaban dari soal tersebut, terdapat di pela
Di perjalanan pulang Zahra begitu bahagia karena ia bisa pulang bersama Randy. Ia mencoba untuk melingkarkan tangannya di pinggang Randy. Beberapa kali ia ingin mencoba tapi ditariknya kembali. Setelah perasaan yakin itu memang telah dirasakan, diulanginya kembali untuk melingkarkan kedua tanganya itu, dan ... sekarang ke dua tangan milik Zahra sudah berada di pinggang Randy. Ia tersenyum dengan sendirinya.Randy merasakan ada yang berbeda berada di pinggangnya. Ia melihat ke arah pinggangnya, ia terkejut dengan apa yang Zahra lakukan. Ia menoleh ke belakang sebentar lalu melihat dari spion motornya terlihat Zahra yang begitu bahagia. Ia tersenyum lalu menarik tangan Zahra agar pelukannya semakin erat."Lebih erat ya peluknya biar gak jatuh," ucap Randy tersenyum.Zahra terdiam. Ia hampir tidak bisa berkata-kata. "Iya, Kak."Zahra mempererat pelukannya dan kepalanya di tenggelamkan di atas pundak Randy yan
Sivia sedang berada di kelasnya, ia duduk di bangkunya, tampaknya ia sedang berbicara serius dengan lawan bicara di hadapannya. Seorang lelaki yang bukan di miliki kelas ini."Jadi, ya, Kak. Sih Anita dan Zahra itu orang yang sama atau beda sih?!" Sivia memasang wajah bingung, ia melipat kedua tangannya di dada.Lelaki yang terlihat manis dan mempunyai alis tebal itu menghela napasnya. "Aku juga gak tahu. Kan aku juga belum pernah liat Zahra!""Kak Galang! Kan bisa kasih tahu aku fotonya Anita biar aku yang lihat sendiri!" Sivia makin penasaran saat ini."Kamu ini kenapa sih? Penasaran banget dengan namanya Anita! Memangnya kamu mau ngapain sama dia?" tanya Galang kemudian."Kamu tahu gak sih?! Aku itu sudah berusaha untuk melupakan Anita sebisa mungkin. Karena aku juga sudah terlanjur sakit hati oleh dia. Aku sudah gak mau sama sekali ingat tentang Anita. Tapi, malah kamu yang membuat aku
Di bangku panjang depan kelas mereka berempat duduk menunggu teman-teman yang lainnya. Randy menatap Shilla yang sibuk memerhatikan anak-anak yang sedang berolahraga. Sementara, Sivia sibuk dengan pikiran yang menggangunya sejak pagi tadi. Aditya dia sudah sibuk dengan permainan mobile legend di smartphonenya. Aditya ini adalah teman dekat dan juga teman sebangkunya Randy.Randy mendekati Shilla, menatapnya dengan lekat. "Shill, kamu kenapa sih? Aku ada yang salah?"Shilla menatapnya sekilas. "Nanti saja kita bahas!""Kapan? Sekarang saja biar semuanya selesai kan?" ujar Randy tersenyum."Nanti sepulang sekolah saja. Ada yang mau aku omongin," jawab Shilla datar."Yaudah kalau gitu mau kamu. Tenangin dulu hati kamu ya, biar nanti kita diskusikan secara kepala dingin," ucap Randy tersenyum berlalu duduk di samping Aditya kembali."Shill, orang misterius itu masih gang
Randy nampak berpikir sejenak lalu menjawab dengan mantap. "Iya. Dia sepupuku."Perasaan Shilla berkali-kali merasakan sakit. Bagaimana tidak sakit, seorang yang sangat dipercaya tega membohonginya. Apakah Randy memang tidak berbohong semuanya? Hanya Randy-lah yang tahu. Tapi melihat cara Randy yang bermesraan bersama Zahra sudah dua kali itu, membuat Shilla sangat sulit untuk percaya, kalau memang hubungan mereka hanya sepupu saja."Kamu yakin?" Shilla menaikkan salah satu alisnya. Membiarkan air mata mengalir di pipinya."Yakin, Sayang!" jawab Randy tersenyum."Jangan nangis lagi, Sayang. Aku sama Zahra hanya sepupu doang kok. Gak lebih. Atau jangan-jangan karena kemarin aku pulang bersama Zahra kamu jadi seperti ini?" ucap Randy seraya menghapus air mata Shilla.Shilla sudah tidak tahan lagi. Sebelumnya pertahanannya agar air mata tidak jatuh sudah tidak berhasil. Sekarang pertahanan em
Di koridor sekolah Randy berjalan seorang diri. Ia mengepal tanggannya kuat, rahangnya mengeras dan tatapannya tajam. Ia tidak peduli dengan lingkungan sekitar, mengabaikan semua orang yang berlalu lalang. Tujuannya hanya satu ke kelasnya Galang.Sesampainya di pintu kelas Galang. Ia memperhatikan seluruh penjuru isi kelas dan seisinya. Tepat di sudut ujung kelas terdapat beberapa gerombolan anak lelaki yang sibuk bercanda ria. Orang yang di carinya sudah dapat. Langsung saja ia memasuki kelas kakak tingkatnya itu tanpa meminta izin sedikitpun. Sementara sebagian anak perempuan ada yang sibuk cari perhatian kepada Randy dan lain-lain. Di acuhkan semua halnya. Ia hanya ingin menemui Galang."Ngapain ikut campur sama hubunganku dengan Shilla?" bentak Randy tiba-tiba. Suaranya cukup melengking.Segerombolan siswa itupun langsung menoleh ke sumber suara. Tanpa mereka sadari sudah ada Randy di sana. Semua hanya diam, termasuk G
Shila masih tidak menyangka dengan hal yang sedang dihadapinya kini. Rasanya ia baru saja merasakan bahagia yang luar biasa tetapi malah permasalahan tentang cinta membuat dirinya hancur. Sebenernya tidak bisa dibilang hancur lebih ke meratapi nasib yang sedang tidak berpihak dengannya. Setahun berpacaran dengan Randy tetapi tidak tahu perihal tentang Zahra. Bahkan dengan bodohnya ia masih bisa percaya dan bilang sesantai itu kalau Zahra memanglah sepupunya Randy. Harusnya dari awal ia mengungkapkan semuanya. Lagian, ia juga tidak habis pikir Randy bisa selingkuh dengan yang lain.Kamu itu ...Orang yang paling baik sekaligus orang yang paling jahat yang pernah aku kenal ... Randy.***"Siv, hubungan kamu sama, Galang gimana?" tanya gadis yang memakai seragam putih abu-abu menatap sahabatnya itu."Baik saja sih, Shil. Namun, ada beberapa hal yang masih janggal saja sih." Sivia tersenyum. Memeluk erat
Buliran bening itu mengalir dengan sendirinya. Shilla dan Sivia hanya bisa melakukan itu tanpa diminta. Mereka berdua berusaha memejamkan mata. Menguatkan diri masing-masing dan berusaha tegar. Mereka tetap menyaksikan perkelahian antara Randy dan Galang tanpa melerai sedikit pun. Niat awal yang ingin melerai tiba-tiba tidak dijalankan. Adegan perkelahian tersebut tetap berlangsung, tidak ada yang mau mengalah. Randy dan Galang sama-sama berusaha untuk saling pukul.Tiba-tiba ada yang menyentuh pundak Shilla tetapi walaupun Shilla merasakan tetap saja ia tidak peduli. Orang tersebut tetap setia berdiri di samping Shilla. Menemani dan diam saja lebih tepatnya.Sivia sudah tidak tahan lagi. Ia ingin menjauh, mengajak Shilla untuk meninggalkan tempat ini. Percuma saja kekhawatirannya hanya dibalas dengan sakit hati. Namun, Sivia terkejut ketika ada seorang cowok berdiri di samping sahabatnya itu."Kamu ngapain?" Sivia mengern