Chapter 2
“Kamu masih sering lembur?” sahut Haikal. Ia benar melihat area bawah mata Yasmin yang kehitaman seperti panda karena kurang tidur.
Sambil menggerutu Yasmin menjawab, “Iyalah. Kalo nggak lembur gimana? Aku butuh uang tambahan untuk biaya les adikku, Yoga.”
Tatapan Haikal menyendu dalam sekejap. Napas panjangnya berembus. Ia menatap kalut Yasmin yang bekerja begitu keras untuk keluarganya. Terutama untuk Yoga yang merupakan adik laki-laki Yasmin.
Saat melirik jam dinding, Yasmin menyadari jika waktu yang ia habiskan untuk bercerita dengan Haikal baru dua puluh menit. Jam pukkuk yang ada di dalam ruang konseling menunjukkan pukul satu kurang sepuluh menit. Ia masih memiliki waktu empat puluh menit sebelum jam istirahat klinik ini berakhir.
Sambil menenteng tas selempangnya yang cukup berat Yasmin beranjak bangkit dari duduk. Ia meninggalkan Haikal di meja kerja. Berjalan menuju sofa berwarna coklat karamel yang terlihat nyaman di sudut selatan ruang konseling.
“Aku bakal senang banget deh kalo punya ruang kerja kayak gini. Mas beruntung loh. Mas diriin klinik begitu kembali dari Amerika. Dalam waktu nggak lama klinikmu udah menjadi klinik psikiatri paling terkenal di kota ini.” Yasmin menggumam sambil berjalan melewati dinding kaca ruangan yang menampilkan pemandangan kota Jakarta. Seolah merasa puas memandangi pemandangan kota melalui dinding kaca ruang konseling, Yasmin menolehkan tubuhnya pada Haikal yang mulai beranjak dari duduk. Lalu menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa nyaman yang membuatnya mengantuk.
“Siapa yang peduli? Aku hanya jalanin tugas aku sebagai dokter jiwa.” Haikal menyahut dan ikut mendaratkan tubuhnya ke atas sofa. Ia melihat Yasmin yang tengah mengeluarkan sesuatu dari dalam tas putih yang terbuat dari kanvas.
“Maaf, Mas. Lagi-lagi aku menyita jam makan siangmu, hehe.” Yasmin berkata kepada Haikal yang duduk di atas sofa bersamanya. “Aku berencana datang nanti sore. Tapi mimpi itu terus ganggu aku, mau tidak mau aku cepat-cepat datang ke sini.”
“Nggak apa-apa,” balas Haikal dengan ringan hati. “Datanglah kapan pun kamu mau. Aku seneng tiap kali kamu datang. Klinik selalu sepi di jam makan siang. Semua pegawaiku makan siang bersama di restoran seberang sana. Sedangkan Fernan yang biasanya makan siang bersamaku sekarang selalu menghilang saat masuki jam istirahat.”
Haikal memang sering sendirian ketika jam makan siang seperti ini. Pegawai wanita yang ada di klinik berjumlah empat orang dan selalu makan siang bersama di restoran seberang. Sedangkan laki-laki bernama Fernan yang merupakan teman sekaligus rekan psikiater Haikal di klinik sering kali menghilang seperti hantu ketika memasuki jam istrahat siang. Laki-laki itu pasti lari ke gedung sebelah. Menemui kekasihnya yang bekerja sebagai pengacara di firma hukum sebelah untuk makan siang bersama. Sehingga mau tidak mau Haikal harus menghabiskan makan siangnya yang telah disiapkan oleh pegawai sendirian. Haikal merasa sangat kesepian. Dan ia merasa senang setiap kali Yasmin datang di jam makan siang seperti ini.
Sembari mengeluarkan dua bungkus sandwich dari dalam tasnya, Yasmin tersenyum miring. Ia menyeringai kepada Haikal yang baru saja selesai bicara.
“Karena itu aku bawain makan siang buat Mas. Begini-begini aku masih punya hati nurani, lho. Setidaknya aku bawain makan siang karena udah nyita waktu istirahatmu.”
Yasmin mengulurkan satu bungkus sandwich kepada Haikal yang tersenyum geli mendengarnya. Pria itu menerima sandwich pemberian Yasmin sambil menunjukkan senyumnya yang menawan.
“Makasih,” ucap Haikal sambil terkekeh.
Sambil membuka bungkus sandwich itu Yasmin mencerocos sendirian. “Ah, aku rasa di dunia ini tidak ada junior sebaik aku. Bawain makan siang untuk seniorku yang jomblo. Jadi temannya agar tak kesepian di siang bolong begini. Mana ada junior sepertiku di dunia ini?” Yasmin berbicara seolah-olah senior—Haikal—yang ia bicarakan itu benar-benar memiliki nasip malang. Haikal yang mendengarnya, terkekeh-kekeh dan tak bisa menyangkal. Ucapan Yasmin itu ada benarnya!
Tujuh tahun berlalu sejak kedua junior-senior kampus itu bertemu untuk pertama kalinya di masa-masa kuliah. Saat itu Yasmin masih berumur dua puluh dan menjadi mahasiswa baru dari Fakultas Seni. Sedangkan Haikal adalah senior tingkat akhir yang berasal dari Fakultas Kedokteran.
Pada suatu sore keduanya bertemu di depan auditorium kampus. Yasmin masih terlihat polos sehingga ia begitu penurut. Demi mengikuti sebuah festival di kampus, Yasmin yang merupakan mahasiswa baru dari Fakultas Seni berdiri berjam-jam di depan stan fakultasnya untuk menyebarkan selebaran. Hari itu suasana begitu dingin setelah hujan deras. Tetapi Yasmin yang ingin menunjukkan kesungguhannya mengikuti organisasi fakultas, melawan dinginnya udara dan menyebarkan selebaran sampai sore hari. Para senior yang memiliki banyak kesibukan lain memasrahkan stan dan selebaran kepada Yasmin. Sedangkan junior lainnya sibuk menyebarkan selebaran di beberapa titik lain di kampus dan membantu para senior.
Festival kampus itu diadakan besar-besaran di setiap akhir tahun. Haikal yang merupakan mahasiswa tingkat akhir dari Fakultas Kedokteran, kembali ke stan fakultasnya begitu menyelesaikan beberapa pekerjaan sebagai panitia. Ketika kembali ke stan, untuk pertama kalinya Haikal melihat Yasmin.
Letak stan Fakultas Seni dan Fakultas Kedokteran berhadap-hadapan. Di hari yang sangat dingin ini, Haikal melihat Yasmin yang bibirnya membiru karena kedinginan. Wajah Yasmin dan tangannya yang tak terbalut sarung tangan tampak begitu pucat. Haikal yang melihat itu pun tergerak hatinya. Ia menghampiri Yasmin dan berkata, ‘Festival kampus memang penting. Tapi keselamatanmu jauh lebih penting’. Kemudian ia menyuruh Yasmin untuk beritirahat. Haikal, yang terlahir dengan hatinya yang lembut, meminjami Yasmin sarung tangan dan beberapa hotpack. Setelahnya, Haikal membantu menyebarkan beberapa selebaran yang masih tersisa kepada mahasiswa yang lalu lalang.
Begitulah keduanya saling mengenal. Yasmin bukanlah orang yang tidak tahu terima kasih setelah mendapat perlakuan seperti itu dari Haikal. Ia yang merasa berhutang budi kepada Haikal selalu berkata akan membalas kebaikan laki-laki itu. Lalu pada semester berikutnya, Yasmin dan Haikal di pertemukan di sebuah organisasi sukarelawan luar kampus. Keduanya semakin akrab dan sering menghabiskan waktu bersama. Hingga akhirnya Haikal lulus dan pergi ke Amerika untuk menempuh pendidikan profesi.
Keduanya sempat lost contact ketika empat tahun Haikal berada di Amerika. Lalu bertemu kembali ketika Haikal pulang ke Indonesia begitu ia menjadi dokter spesialis kejiwaan setelah bekerja di sebuah rumah sakit besar di Amerika selama satu tahun setengah. Dua tahun lalu Haikal kembali ke Indonesia. Lalu mendirikan klinik psikiatri di daerah Jakarta yang saat ini ia tempati.
“Seandainya saja Mas punya pacar, pasti akan sempurna. Mas itu ganteng, keren, punya pekerjaan mapan, latar belakang keluarga yang bagus. Hanya satu kekuranganmu, Mas; jomblo.” Yasmin yang telah menelan rotinya kembali berkelakar. Ia mencandai Haikal yang sekarang sedang menjomblo setelah dicampakkan kekasihnya beberapa minggu lalu.
Mendengar Yasmin yang kembali membahas kencan, Haikal menghela napas panjang.
“Hish, kamu bahas itu lagi kan. Aku masih nggak ingin pacaran dengan siapa pun,” kata Haikal.
“Kenapa, Mas?” sahut Yasmin spontan. “Mungkinkah... Mas belum move on dari cewek jaksa itu? Aku cuman heran sih. Kok bisa-bisaya cowok kayak Mas ini ditinggalin? Mas tampan, banyak uang, seorang dokter, dan putra bungsu dari keluarga Hessal Grup. Apa yang kurang darimu? Apa wanita itu tidak waras?”
Yasmin menceletuk panjang lebar tanpa menggubris Haikal yang masih mengunyah sandwich. Haikal memang baru putus dari kekasihnya dua minggu lalu. Dan sepertinya Haikal benar-benar telah melupakan mantan kekasihnya itu.
Melupakan wanita itu tidak begitu sulit untuk Haikal lakukan. Karena sejak awal Haikal tidak pernah mencintai Sania, seorang jaksa muda di Kejaksaan Pusat yang pacaran dengan Haikal selama kurang lebih dua musim. Bisa dikatakan perkencanan itu hanya untuk formalitas, bagi Haikal. Dan Haikal merasa tidak perlu melanjutkan perkencanan itu sehingga memutuskan Sania. Benar. Haikal yang memutuskan wanita itu. Hanya saja Yasmin salah paham ketika mendengar berita itu dari orang lain. Ia mengira jika Haikal yang dicampakkan.
“Sudahlah. Jangan membahas hal itu lagi. Aku hanya ingin menjalani kehidupanku yang seperti ini.” Haikal dengan tegas dan lembut menyela ucapan Yasmin. Padahal pria itu yang ‘dicampakkan’. Tetapi yang terlihat kesal dan marah adalah Yasmin.
Napas panjang berembus dari rongga hidung Yasmin.
“Baiklah. Aku bisa mengerti perasaan Mas.”
***
“Yaampun. Aku nggak ngerti kenapa temenku yang sempurna ini jadi bego.”Fernan menggumam pelan di samping Haikal yang berdiri menghadap jendela. Pandangan Haikal terpaku pada sosok wanita yang baru berlari keluar dari ruangannya. Yang sekarang ada di depan klinik untuk menghampiri sang kekasih.Lima menit lalu Yasmin bergegas keluar dari ruang konseling. Ia mendapat telepon dari Rezza yang berkata sekarang sedang berada di depan klinik Haikal. Sepertinya pria itu hendak mengajak kekasihnya untuk makan siang bersama. Yasmin bergegas keluar dan turun menuju Rezza yang menunggu di dalam mobil depan klinik. Tepat setelah Yasmin keluar, Fernan yang baru selesai makan siang masuk ke dalam ruang konseling Haikal. Ia melihat temannya itu yang mengamati Yasmin dari lantai dua gedung klinik berada.“... Sampai kapan kamu mendam perasaanmu itu, Haikal? Kamu pikir Yasmin bakal tahu perasaanmu dengan cara kayak gini?” lanjut Fernan merutuk. L
Chapter 4Yasmin melepas sabuk pengaman yang melintasi bahu dan pinggang. Kemudian menoleh pada Rezza yang baru saja mematikan mesin mobil. Satu pasang manusia itu baru saja menyelesaikan kegiatan makan siang mereka bersama. Dan sekarang saatnya Yasmin untuk kembali bekerja. Rezza yang dua minggu terakhir ini tidak bisa melihat Yasmin karena pergi ke Vietnam untuk kompetisi renang, sedikit merasa berat hati mengakhiri kencan singkat mereka hari ini.“Mulai minggu depan kita bakal sulit ketemu. Aku mau ke Tokyo buat olimpiade musim panas. Selanjutnya aku ada kompetisi di China.”Rezza, laki-laki dua puluh delapan tahun berwajah oval yang memiliki tatapan nakal itu menunjukkan raut wajah yang memelas di hadapan Yasmin. Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah dua minggu berpisah karena kesibukan Rezza sebagai atlet renang. Ia yang tidak yakin sebesar apa rasa rindunya kepada Yasmin setelah dua minggu berlalu tanpa bertemu,
Chapter 5Yasmin hanya dapat cengingisan ketika Indah memergokinya datang terlambat setelah jam makan siang selesai. Padahal bukan pertama kali gadis itu terlambat kembali ke perusahaan seselesainya jam istirahat siang. Juga bukan pertama kalinya ia dipergoki oleh Indah Mayasari yang merupakan CEO dari Quirech Design and Decoration tempat Yasmin bekerja.“Bukahnya tadi kamu bilang mau bertemu Dokter Haikal?”Pertanyaan Indah yang terdengar mengintimidasi itu seketika membuat Yasmin menutup mulutnya rapat. Wanita tiga puluh tujuh tahun itu memicingkan kedua matanya menatap Yasmin yang ketahuan terlambat lebih dari lima belas menit.“Aku baru tahu kalau wajah Dokter Haikal sudah ganti jadi Rezza. Kamu habis kencan kan?!” Indah meninggikan nada bicaranya kepada Yasmin. Tetapi nada suaranya yang tinggi seperti itu sama sekali tidak terdengar seram.“Aduh... Bu Indah. Aku kan udah
Chapter 6 Sejak kecil Haikal bercita-cita menjadi dokter. Dan sekarang cita-cita itu telah terpenuhi. Haikal menjadi dokter spesialis kejiwaan dan mempunyai satu klinik psikiatri di daerah Jakarta. Yang sekarang klinik itu menjadi klinik psikiatri ternama di Jakarta. Siapa yang menyangka jika tiga orang yang memiliki minat berbeda-beda itu bersaudara? Tidak. Lebih tepatnya, siapa yang menyangka jika tiga orang yang berasal dari rahim yang sama itu memiliki garis hidup yang berbeda-beda dan tentunya tidak bersinggungan satu sama lainnya? Mulai dari bisnis hotel dan vila, galeri seni, sampai klinik psikiatri. Ketiga hal tersebut sangatlah berbeda dan sama sekali tidak bersinggungan satu sama lain. Oleh karena kedua adiknya memiliki minat yang berbeda dan telah lepas dari tanggung jawab mengelola bisnis Hessal Grup. Wahyu yang sejak satu tahun lalu memegang tanggung jawab penuh atas Hessal Grup dan keluarga, mengadakan pertemuan saudara se
Yasmin duduk melamun memakan es krim yang baru diantarkan oleh seorang pelayan di mejanya. Wanita itu tengah menunggu kedatangan Haikal yang berkata akan datang setelah pertemuannya dengan kedua kakak. Yasmin yang hari ini bersuasana hati buruk, hendak menghibur dirinya dengan memakan es krim. Ia juga memangggil Haikal yang mungkin—atau sudah pasti—bisa membuat suasana hatinya membaik.Anehnya tidak ada satu orang pun yang terbesit di benak Yasmin selain Haikal. Di saat dirinya merasa sedih atau pun bahagia, hanya nama Haikal yang terlintas di benak Yasmin. Bukan yang lain. Tetapi Haikal.Alasan kemurungan Yasmin hari ini adalah kekasihnya, Rezza. Laki-laki itu berkata ingin kencan dengan Yasmin di akhir pekan sebelum keberangkatannya ke Tokyo. Tetapi tiba-tiba saja ia membatalkan janjinya karena ada janji lain yang lebih mendesak sejak pagi. Bahkan, pada pukul sepuluh tadi Rezza telah berangkat ke Tokyo tanpa memberi kabar apa-apa pada Yasmin. Keberangkata
Chapter 8Semua itu sungguh terjadi. Hal yang sungguh tidak diharapkan Yasmin benar terjadi. Sore pada Minggu yang harusnya ia lalui dengan nyaman ini menjadi waktu yang menyesakkan untuk Yasmin.Yasmin berdiri mematung di depan televisi dalam apartemennya yang menyala. Gadis itu tengah melihat berita terkini tentang sepasang manusia yang berlibur bersama ke Tokyo. Benar. Laki-laki yang saat ini ada di layar televisi dan ketahuan pacaran dengan seorang aktris terkenal Hera itu adalah Rezza. Ya, Rezza yang sampai hari ini masih berpacaran dengan Yasmin.Satu hal kini Yasmin sadari. Alasan keberangkatan pria itu ke Tokyo yang begitu mendadak. Ternyata adalah untuk pacaran dengan Hera di Tokyo. Keduanya berangkat hari Sabtu kemarin. Dan menginap di hotel bintang lima Tokyo. Yang kemudian keesokan sorenya ketahuan oleh paparazi yang entah bagaimana caranya mengikuti Hera dari Indonesia.Laki-laki itu selingkuh!Y
Chapter 9Pukul enam pagi Yasmin mengerjapkan mata, terbangun dari tidur panjangnya karena mabuk. Seketika itu juga kepalanya dihujami rasa pening dan pengar. Tubuhnya terasa berputar-putar. Perutnya mual. Karena bir yang diminumnya semalam, Yasmin sama sekali tak ingat apa yang terjadi padanya. Bagaimana ia bisa pulang. Bagaimana ia bisa tidur di kasur yang terasa begitu empuk sampai ia mengira jika ini bukanlah kasurnya.Benar. Kasur ini begitu nyaman dan bukan kasur yang selama ini Yasmin gunakan. Di sela-sela rasa pening itu Yasmin membuka mata lebar-lebar. Ia menghadap langit-langit ruang. Lalu menyadari, ini bukan apartemennya!Kedua mata Yasmin sontak terbelalak. Ia segera bangun dari tidur. Duduk di atas kasur empuk dan mengamati sekeliling.Kamar yang luas dan berkelas. Dindingnya yang berwarna latte. Lemari pakaian besar. Sofa berwarna abu dan kursi panjang yang terlihat nyaman. Sudah dapat dipastikan, ini buka
Chapter 10Setelah diam kurang lebih lima belas menit mengamati Yasmin, Haikal akhinya melontarkan pertanyaan. Seketika Yasmin pun mengangkat pandangan. Menatap Haikal yang memberinya tatapan aneh.“Kenapa, Mas? Kamu nggak suka makanannya?” balas Yasmin bertanya.“Aku bicara tentang kamu, Yasmin. Ada sesuatu yang terjadi kan? Nggak biasanya kamu seperti ini. Nggak peduli kalau kamu emang banyak bicara. Tapi kalo saat sedang makan kamu bakal tenang. Jadi apa yang terjadi?” lanjut Haikal bertanya lembut.Perlahan Yasmin meletakkan sumpitnya. Kemudian mengembuskan napas panjang. Ia menatap legas Haikal yang duduk di seberang meja. Senyum manisnya perlahan terbentuk di bibir.“Aku sudah mengambil keputusan, Mas,” ucap lirih Yasmin. Wajahnya tampak gembira saat mengatakan hal itu.“Apa yang kamu putuskan?” Haikal menanggapi sambil melayangkan senyum tipis di bibir.Sejenak Ya
Setelah seharian ini bekerja di lapangan untuk penelitiannya. Haikal hendak mengistirahatkan tubuh dan otaknya. Pria itu baru selesai mandi dan sedang membaringkan tubuhnya ke atas kasur hotel yang nyaman. Tetapi dering telepon menghentikan niatan Haikal yang ingin tidur setelah mematikan lampu kamar hotel tempatnya menginap.“Yasmin? Kamu belum tidur?”Haikal kembali duduk di atas kasur. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran tempat tidur. Kaki Haikal lurus menyilang di balik selimut tebal berwarna putih sementara kedua sikunya menumpu di atas bantal tidur yang ia pangku. Di antara kegelapan ruangan yang hanya diterangi oleh lampu tidur kuning temaram, Haikal mengukir senyumnya yang menawan. Ia merasa senang mendengar suara Yasmin yang ia rindukan sejak hari pertama keberangkatannya ke Malaysia. Tidak. Haikal bahkan telah merindukan Yasmin sejak ia tiba di Bandara Kansai, Malaysia.[Mas sudah mau tidur? Kamu pasti sudah lelah seharian bekerja. Ap
“Untuk item coupe de diamant, bagaimana jika pencahayaannya berwarna biru? Saya pikir warna biru akan lebih menonjolkan kesan dari berliannya.” Yasmin menyampaikan pendapatnya mengenai tampilan cangkir berlian bernama ‘coupe de diamant’. Cangkir itu merupakan salah satu item unggulan buatan seniman terkenal Perancis yang akan dipamerkan dalam pameran seni musiman yang diselenggarakan oleh Hessal Galeri pada pertengahan musim gugur mendatang.“Ya. Aku menyukainya,” sahut Laras. Untuk pameran seninya pada pertengahan musim gugur nanti, ia bekerja sama dengan Quirech dalam dekorasi ruang dan panggung untuk pameran. “Tapi kalau menggunakan lampu biru, apa tidak terlalu mencolok? Item utama yang akan dipamerkan adalah lukisan dari Rusia. Kalau dibuat seperti itu, takutnya coupe de diamant yang akan lebih menarik pengunjung,” imbuh Laras.Yasmin yang duduk bersebera
“Tumben sekali Mas datang tanpa hubungi aku lebih dulu?” Yasmin bertanya selagi menoleh pada Haikal yang tengah mengendarai mobil.Pria itu datang secara mendadak karena ingin mengajak Yasmin pergi ke suatu tempat. Namun tanpa sengaja ia melihat Yasmin bersama Rezza sedang berbicara di samping gedung perusahaan. Haikal mengamati mereka selama beberapa waktu sebelum akhirnya Yasmin datang menghampirinya.“Ada suatu hal yang ingin kukatakan padamu.” Haikal menjawab sembari menaruh konsentrasi penuh pada jalanan dan mesin kendali mobil. “Kamu belum makan kan? Kita makan dulu. Lalu bicara nanti,” lanjut Haikal berujar. Sekilas ia menoleh pada Yasmin dan menguntai senyum.“Baiklah.”Keduanya melesat menuju sebuah restoran untuk makan malam. Yasmin menikmati makan malamnya dengan nikmat sementara Haikal terlihat aneh. Laki-laki itu seperti menyimpan kepedihan kepada Yasmin. Raut wajahnya tampak sendu. Tidak sepert
“Mbak Jihan yang akan mengambil alih proyek penataan panggung untuk festival musik klasik. Dan Yasmin, kamu bisa mengerjakan proyek festival di Hessal Galeri. Bu Laras, CEO dari galeri itu ingin melakukan rapat denganmu besok. Jadi jangan terlambat. Jika kamu terlambat, kita semua mati. Kamu tau kan betapa berpengaruhnya Hessal Grup?”Perkataan Bu Indah terdengar seperti ancaman di telinga Yasmin. Tetapi Yasmin yang telah mengetahui karakter CEO-nya yang memang seperti itu, hanya menganggukkan kepala dan mengiyakan perintah.“Siap, Bu Indah. Saya tidak akan terlambat.”“Bagas besok bisa ikut rapat dengan Yasmin. Jangan macam-macam, cukup ikuti perintah Yasmin. Kamu mengerti?” lanjut Bu Indah yang tengah memimpin rapat sore ini.Seketika itu laki-laki dua puluh lima tahun yang duduk di sebelah Yasmin mengangguk. “Siap, Bu Indah,” jawabnya bersemangat.Pandangan Indah teralih pada wani
Chapter 10Setelah diam kurang lebih lima belas menit mengamati Yasmin, Haikal akhinya melontarkan pertanyaan. Seketika Yasmin pun mengangkat pandangan. Menatap Haikal yang memberinya tatapan aneh.“Kenapa, Mas? Kamu nggak suka makanannya?” balas Yasmin bertanya.“Aku bicara tentang kamu, Yasmin. Ada sesuatu yang terjadi kan? Nggak biasanya kamu seperti ini. Nggak peduli kalau kamu emang banyak bicara. Tapi kalo saat sedang makan kamu bakal tenang. Jadi apa yang terjadi?” lanjut Haikal bertanya lembut.Perlahan Yasmin meletakkan sumpitnya. Kemudian mengembuskan napas panjang. Ia menatap legas Haikal yang duduk di seberang meja. Senyum manisnya perlahan terbentuk di bibir.“Aku sudah mengambil keputusan, Mas,” ucap lirih Yasmin. Wajahnya tampak gembira saat mengatakan hal itu.“Apa yang kamu putuskan?” Haikal menanggapi sambil melayangkan senyum tipis di bibir.Sejenak Ya
Chapter 9Pukul enam pagi Yasmin mengerjapkan mata, terbangun dari tidur panjangnya karena mabuk. Seketika itu juga kepalanya dihujami rasa pening dan pengar. Tubuhnya terasa berputar-putar. Perutnya mual. Karena bir yang diminumnya semalam, Yasmin sama sekali tak ingat apa yang terjadi padanya. Bagaimana ia bisa pulang. Bagaimana ia bisa tidur di kasur yang terasa begitu empuk sampai ia mengira jika ini bukanlah kasurnya.Benar. Kasur ini begitu nyaman dan bukan kasur yang selama ini Yasmin gunakan. Di sela-sela rasa pening itu Yasmin membuka mata lebar-lebar. Ia menghadap langit-langit ruang. Lalu menyadari, ini bukan apartemennya!Kedua mata Yasmin sontak terbelalak. Ia segera bangun dari tidur. Duduk di atas kasur empuk dan mengamati sekeliling.Kamar yang luas dan berkelas. Dindingnya yang berwarna latte. Lemari pakaian besar. Sofa berwarna abu dan kursi panjang yang terlihat nyaman. Sudah dapat dipastikan, ini buka
Chapter 8Semua itu sungguh terjadi. Hal yang sungguh tidak diharapkan Yasmin benar terjadi. Sore pada Minggu yang harusnya ia lalui dengan nyaman ini menjadi waktu yang menyesakkan untuk Yasmin.Yasmin berdiri mematung di depan televisi dalam apartemennya yang menyala. Gadis itu tengah melihat berita terkini tentang sepasang manusia yang berlibur bersama ke Tokyo. Benar. Laki-laki yang saat ini ada di layar televisi dan ketahuan pacaran dengan seorang aktris terkenal Hera itu adalah Rezza. Ya, Rezza yang sampai hari ini masih berpacaran dengan Yasmin.Satu hal kini Yasmin sadari. Alasan keberangkatan pria itu ke Tokyo yang begitu mendadak. Ternyata adalah untuk pacaran dengan Hera di Tokyo. Keduanya berangkat hari Sabtu kemarin. Dan menginap di hotel bintang lima Tokyo. Yang kemudian keesokan sorenya ketahuan oleh paparazi yang entah bagaimana caranya mengikuti Hera dari Indonesia.Laki-laki itu selingkuh!Y
Yasmin duduk melamun memakan es krim yang baru diantarkan oleh seorang pelayan di mejanya. Wanita itu tengah menunggu kedatangan Haikal yang berkata akan datang setelah pertemuannya dengan kedua kakak. Yasmin yang hari ini bersuasana hati buruk, hendak menghibur dirinya dengan memakan es krim. Ia juga memangggil Haikal yang mungkin—atau sudah pasti—bisa membuat suasana hatinya membaik.Anehnya tidak ada satu orang pun yang terbesit di benak Yasmin selain Haikal. Di saat dirinya merasa sedih atau pun bahagia, hanya nama Haikal yang terlintas di benak Yasmin. Bukan yang lain. Tetapi Haikal.Alasan kemurungan Yasmin hari ini adalah kekasihnya, Rezza. Laki-laki itu berkata ingin kencan dengan Yasmin di akhir pekan sebelum keberangkatannya ke Tokyo. Tetapi tiba-tiba saja ia membatalkan janjinya karena ada janji lain yang lebih mendesak sejak pagi. Bahkan, pada pukul sepuluh tadi Rezza telah berangkat ke Tokyo tanpa memberi kabar apa-apa pada Yasmin. Keberangkata
Chapter 6 Sejak kecil Haikal bercita-cita menjadi dokter. Dan sekarang cita-cita itu telah terpenuhi. Haikal menjadi dokter spesialis kejiwaan dan mempunyai satu klinik psikiatri di daerah Jakarta. Yang sekarang klinik itu menjadi klinik psikiatri ternama di Jakarta. Siapa yang menyangka jika tiga orang yang memiliki minat berbeda-beda itu bersaudara? Tidak. Lebih tepatnya, siapa yang menyangka jika tiga orang yang berasal dari rahim yang sama itu memiliki garis hidup yang berbeda-beda dan tentunya tidak bersinggungan satu sama lainnya? Mulai dari bisnis hotel dan vila, galeri seni, sampai klinik psikiatri. Ketiga hal tersebut sangatlah berbeda dan sama sekali tidak bersinggungan satu sama lain. Oleh karena kedua adiknya memiliki minat yang berbeda dan telah lepas dari tanggung jawab mengelola bisnis Hessal Grup. Wahyu yang sejak satu tahun lalu memegang tanggung jawab penuh atas Hessal Grup dan keluarga, mengadakan pertemuan saudara se