Chapter 5
Yasmin hanya dapat cengingisan ketika Indah memergokinya datang terlambat setelah jam makan siang selesai. Padahal bukan pertama kali gadis itu terlambat kembali ke perusahaan seselesainya jam istirahat siang. Juga bukan pertama kalinya ia dipergoki oleh Indah Mayasari yang merupakan CEO dari Quirech Design and Decoration tempat Yasmin bekerja.
“Bukahnya tadi kamu bilang mau bertemu Dokter Haikal?”
Pertanyaan Indah yang terdengar mengintimidasi itu seketika membuat Yasmin menutup mulutnya rapat. Wanita tiga puluh tujuh tahun itu memicingkan kedua matanya menatap Yasmin yang ketahuan terlambat lebih dari lima belas menit.
“Aku baru tahu kalau wajah Dokter Haikal sudah ganti jadi Rezza. Kamu habis kencan kan?!” Indah meninggikan nada bicaranya kepada Yasmin. Tetapi nada suaranya yang tinggi seperti itu sama sekali tidak terdengar seram.
“Aduh... Bu Indah. Aku kan udah selesaiin semua kerjaan aku sebelum jam makan siang tadi. Lima belas menit terlambat nggak apa-apa dong. Toh tidak ada kerjaan lain yang harus aku selesaiin cepat-cepat.” Yasmin mencoba merayu Indah sambil mencolek lengan wanita berambut sebahu yang merupakan CEO itu. Setelah tiga tahun bekerja sebagai desainer di tempat ini, Yasmin sudah terbiasa merayu bosnya yang kadang-kadang galak.
Indah menaikkan satu alis. Lalu menoleh pada Bagas yang mejanya di sebelah Yasmin. Bagas juga merupakan pegawai yang bekerja di perusahaan itu. Ia yang membantu Yasmin dalam menyelesaikan suatu desain panggung.
“Bagas, apa desain panggung untuk festival universitas sudah selesai?” tanya Indah memastikan.
Seketika itu Bagas menoleh. “Sudah selesai, Bu Indah. Kak Yasmin udah selesaiin kemarin sore,” jawab laki-laki dua puluh lima tahun itu.
“Bagaimana dengan panggung musikal Elizabet?”
“Itu juga sudah selesai. Rancangan panggungnya sudah saya kirim ke pihak penataan panggung musikal. Besok baru mereka ingin bertemu secara langsung dengan Kak Yasmin.”
Jawaban Bagas yang memuaskan didengar Yasmin itu membuat Indah mengembuskan napas. Yasmin pun tersenyum bangga sambil menaikkan kedua alisnya menatap Indah. Sedangkan Indah yang merasa tidak memiliki alasan untuk menegur Yasmin yang lagi-lagi terlambat, menurunkan alis dan menggumam-gumam.
“Seandainya saja kerjaanmu sedikit lebih buruk. Aku sudah cari desainer lain untuk kerja di perusahaanku. Tapi karena kamu selalu menyelesaikan pekerjaanmu dengan baik, aku akan menoleransi keterlambatanmu itu.” Indah berkata setengah mengomel kepada Yasmin yang tersenyum cerah. “Tapi ingat! Sekali lagi kau terlambat kembali setelah jam istirahat siang, aku akan memotong gajimu. Paham?” lanjut Indah berkata sedikit ketus.
“Siap, Bu Indah!” Yasmin menyeru antusias menanggapi CEO-nya yang lagi sensitif. Begitu melihat Indah berlalu pergi meninggalkannya, Yasmin pun menoleh pada Bagas. “Hampir saja! Kerja bagus, Bagas!” serunya kepada Bagas.
“Lain kali hati-hati, Kak. Kamu tahu kalau Bu Indah sedang sensitif karena kekasihnya ketahuan berselingkuh,” gerutu Bagas. Kebiasaan mengomel laki-laki itu kembali membuat Yasmin menghela napas ringan.
“Huhhh, oke. Aku akan hati-hati,” sahut spontan Yasmin. Gadis itu kemudian merapikan duduknya dan menyalakan komputer di atas meja sambil menggumam-gumam. “Aduh. Bu Indah yang malang. Kenapa dia mau pacaran sama laki-laki yang suka selingkuh? Ckck. Padahal ada banyak laki-laki baik di dunia ini.”
**
Lobby lantai satu Hessal Hotel tampak sepi di pagi hari pada akhir pekan seperti ini. Haikal yang memiliki janji bertemu di hotel bintang lima tersebut, turun dari mobil dan berjalan menghampiri seorang resepsionis.
“Di kamar sebelah mana?” Haikal bertanya pada seorang resepsionis wanita yang berdiri di balik meja lobby. Seolah sudah mengerti apa maksud pertanyaan Haikal, wanita resepsionis berpakaian seragam maroon tersebut memberikan jawaban pasti.
“Tuan sudah ditunggu di kamar Suits 1021. Ini kuncinya,” jawab wanita resepsionis sambil mengulurkan akses masuk ke kamar Suits 1021.
Haikal tersenyum lebar.
“Makasih.”
Lalu beranjak pergi meninggalkan meja resepsionis. Berjalan menuju lift sebelum akhirnya seorang wanita tinggi semampai berambut sebahu datang menghampiri Haikal. Wanita cantik elegan yang berusia sekitar tiga puluh lima namun masih terlihat sangat muda itu langsung menceletuk begitu melihat Haikal.
“Kau tiba duluan. Aku kira kamu bakal terlambat kayak minggu lalu.”
Seketika Haikal menoleh. Senyum manisnya otomatis mengembang melihat wanita cantik itu.
“Bagaimana denganmu, Kak? Kamu bilang nggak akan dateng karena pertengkaran kemaren. Tapi sekarang Kakak datang lebih awal dari biasanya.” Haikal menanggapi setengah mengejek.
Tepat setelah itu pintu lift terbuka. Haikal berjalan masuk ke dalam lift diikuti wanita bernama Laras yang berdiri di sebelahnya. Dari pakaian sampai perhiasan yang dipakainya, semua orang dapat menebak bahwa Laras adalah wanita berkelas. Tatapannya dingin dan raut wajahnya sedikit arogan. Untuk Haikal yang mengenal sangat baik Laras. Tatapan dingin dan sikap Laras yang arogan itu menjadi pesona tersendiri. Pesona yang hanya dimiliki oleh wanita sekelas Laras.
“Niatna aku nggak dateng. Tapi seseorang merengek ke aku. Aku ya nggak punya pilihan lain lah selain dateng,” jawab Laras dingin.
Haikal terkekeh-kekeh mendengar itu. Ia tidak yakin siapa yang dimaksud ‘seseorang merengek’ oleh Laras. Tapi berapa kali pun berpikir, sepertinya yang dimaksud Laras itu adalah Haikal.
Pintu lift terbuka di lantai dua belas. Laras berjalan mendahului Haikal keluar dari lift. Mereka berjalan di koridor yang sama. Lalu berhenti di depan pintu kamar Suits 1021.
“Aku berharap Kakak tidak akan marah lagi. Kakak tahu kan kalau stres bisa berefek pada kecantikan.” Haikal berucap pelan selagi menempelkan akses kamar yang seperti kartu kredit itu pada alat sensor yang terpasang di samping pintu. Begitu pintu terbuka, ia melangkah masuk ke dalam diikuti Laras di belakangnya.
“Oh, kalian udah datang?”
Seseorang menyambut kedatangan Laras dan Haikal. Memasuki kamar suits yang luasnya hampir serupa dengan satu unit apartemen luas. Haikal berjalan menuju sofa besar ruangan yang berada di sisi selatan ruang. Di atas sofa itu telah duduk satu sosok pria berusia awal empat puluhan yang sedari tadi menunggu kedatangan kedua adiknya.
Sudah seperti keharusan antara tiga saudara di keluarga Hessal Grup untuk berkumpul satu minggu sekali seperti ini. Setiap hari Sabtu pagi, Wahyu yang merupakan putra sulung dari Keluarga Hessal Grub, menunggu kedua adiknya di hotel milik keluarga untuk berkumpul bersama dan berbincang-bincang. Laras, saudara nomor dua yang merupakan satu-satunya putri di keluarga itu juga selalu datang untuk berkumpul bersama dua saudaranya. Meski pada pertemuan minggu lalu ia sempat bertengkar dengan Wahyu karena suatu hal, minggu ini ia tetap datang karena bujukan Haikal. Sementara Haikal sendiri yang merupakan putra bungsu dari keluarga pemilik Hessal Grup, juga selalu datang menghadiri pertemuan saudara ini.
Ketiga saudara itu memang sudah akrab satu sama lain sejak kecil. Berbeda dari kebanyakan saudara di keluarga konglomerat yang biasanya saling musuh-memusuhi. Wahyu , Laras dan Haikal selalu akrab sejak kecil dan memiliki mimpi yang berbeda-beda.
Wahyu merupakan putra tertua. Sehingga ia memiliki tanggung jawab besar untuk mengelola bisnis hotel keluarga dan mengurusi semua hal tentang Keluarga Hessal Grub sepeninggalan ayah mereka. Ayah mereka yang merupakan pemimpin dari Hessal Grup telah meninggal satu tahun silam. Semua tanggung jawab dan kepemimpinan beralih pada Wahyu yang merupakan putra sulung. Tidak heran, meski Wahyu sudah cukup umur untuk menikah, ia tidak memiliki waktu untuk pacaran. Semua waktunya hanya tercurahkan pada Hessal Grup dan keluarganya yang terdiri dari ibu dan dua adik. Ibu mereka masih hidup dan sekarang tinggal di Bandung bersama seorang bibi.
Untuk Laras dan Haikal. Kedua adik itu memiliki minat yang menyeleweng jauh dari bisnis keluarga. Laras yang menjunjung tinggi nilai elegansi dan keindahan, sama sekali tidak tertarik dengan bisnis keluarganya. Ia lebih menyukai seni. Ia juga memiliki beberapa galeri seni bernama ‘Hessal Galeri’ yang menyebar di beberapa titik di Indonesia. Ada sekitar dua belas Hessal Galeri yang dikelola Laras di seluruh negeri ini.
Kakak pertama, Wahyu menyukai bisnis dan meneruskan bisnis Hessal Grup. Sedangkan kakak kedua, Laras menyukai keindahan seni dan mengelola galeri seni yang dinamai Hessal Galeri. Sementara Haikal, si bungsu dari keluarga Hessal Grup juga memiliki minat yang menyeleweng dari bisnis keluarganya.
**
Chapter 6 Sejak kecil Haikal bercita-cita menjadi dokter. Dan sekarang cita-cita itu telah terpenuhi. Haikal menjadi dokter spesialis kejiwaan dan mempunyai satu klinik psikiatri di daerah Jakarta. Yang sekarang klinik itu menjadi klinik psikiatri ternama di Jakarta. Siapa yang menyangka jika tiga orang yang memiliki minat berbeda-beda itu bersaudara? Tidak. Lebih tepatnya, siapa yang menyangka jika tiga orang yang berasal dari rahim yang sama itu memiliki garis hidup yang berbeda-beda dan tentunya tidak bersinggungan satu sama lainnya? Mulai dari bisnis hotel dan vila, galeri seni, sampai klinik psikiatri. Ketiga hal tersebut sangatlah berbeda dan sama sekali tidak bersinggungan satu sama lain. Oleh karena kedua adiknya memiliki minat yang berbeda dan telah lepas dari tanggung jawab mengelola bisnis Hessal Grup. Wahyu yang sejak satu tahun lalu memegang tanggung jawab penuh atas Hessal Grup dan keluarga, mengadakan pertemuan saudara se
Yasmin duduk melamun memakan es krim yang baru diantarkan oleh seorang pelayan di mejanya. Wanita itu tengah menunggu kedatangan Haikal yang berkata akan datang setelah pertemuannya dengan kedua kakak. Yasmin yang hari ini bersuasana hati buruk, hendak menghibur dirinya dengan memakan es krim. Ia juga memangggil Haikal yang mungkin—atau sudah pasti—bisa membuat suasana hatinya membaik.Anehnya tidak ada satu orang pun yang terbesit di benak Yasmin selain Haikal. Di saat dirinya merasa sedih atau pun bahagia, hanya nama Haikal yang terlintas di benak Yasmin. Bukan yang lain. Tetapi Haikal.Alasan kemurungan Yasmin hari ini adalah kekasihnya, Rezza. Laki-laki itu berkata ingin kencan dengan Yasmin di akhir pekan sebelum keberangkatannya ke Tokyo. Tetapi tiba-tiba saja ia membatalkan janjinya karena ada janji lain yang lebih mendesak sejak pagi. Bahkan, pada pukul sepuluh tadi Rezza telah berangkat ke Tokyo tanpa memberi kabar apa-apa pada Yasmin. Keberangkata
Chapter 8Semua itu sungguh terjadi. Hal yang sungguh tidak diharapkan Yasmin benar terjadi. Sore pada Minggu yang harusnya ia lalui dengan nyaman ini menjadi waktu yang menyesakkan untuk Yasmin.Yasmin berdiri mematung di depan televisi dalam apartemennya yang menyala. Gadis itu tengah melihat berita terkini tentang sepasang manusia yang berlibur bersama ke Tokyo. Benar. Laki-laki yang saat ini ada di layar televisi dan ketahuan pacaran dengan seorang aktris terkenal Hera itu adalah Rezza. Ya, Rezza yang sampai hari ini masih berpacaran dengan Yasmin.Satu hal kini Yasmin sadari. Alasan keberangkatan pria itu ke Tokyo yang begitu mendadak. Ternyata adalah untuk pacaran dengan Hera di Tokyo. Keduanya berangkat hari Sabtu kemarin. Dan menginap di hotel bintang lima Tokyo. Yang kemudian keesokan sorenya ketahuan oleh paparazi yang entah bagaimana caranya mengikuti Hera dari Indonesia.Laki-laki itu selingkuh!Y
Chapter 9Pukul enam pagi Yasmin mengerjapkan mata, terbangun dari tidur panjangnya karena mabuk. Seketika itu juga kepalanya dihujami rasa pening dan pengar. Tubuhnya terasa berputar-putar. Perutnya mual. Karena bir yang diminumnya semalam, Yasmin sama sekali tak ingat apa yang terjadi padanya. Bagaimana ia bisa pulang. Bagaimana ia bisa tidur di kasur yang terasa begitu empuk sampai ia mengira jika ini bukanlah kasurnya.Benar. Kasur ini begitu nyaman dan bukan kasur yang selama ini Yasmin gunakan. Di sela-sela rasa pening itu Yasmin membuka mata lebar-lebar. Ia menghadap langit-langit ruang. Lalu menyadari, ini bukan apartemennya!Kedua mata Yasmin sontak terbelalak. Ia segera bangun dari tidur. Duduk di atas kasur empuk dan mengamati sekeliling.Kamar yang luas dan berkelas. Dindingnya yang berwarna latte. Lemari pakaian besar. Sofa berwarna abu dan kursi panjang yang terlihat nyaman. Sudah dapat dipastikan, ini buka
Chapter 10Setelah diam kurang lebih lima belas menit mengamati Yasmin, Haikal akhinya melontarkan pertanyaan. Seketika Yasmin pun mengangkat pandangan. Menatap Haikal yang memberinya tatapan aneh.“Kenapa, Mas? Kamu nggak suka makanannya?” balas Yasmin bertanya.“Aku bicara tentang kamu, Yasmin. Ada sesuatu yang terjadi kan? Nggak biasanya kamu seperti ini. Nggak peduli kalau kamu emang banyak bicara. Tapi kalo saat sedang makan kamu bakal tenang. Jadi apa yang terjadi?” lanjut Haikal bertanya lembut.Perlahan Yasmin meletakkan sumpitnya. Kemudian mengembuskan napas panjang. Ia menatap legas Haikal yang duduk di seberang meja. Senyum manisnya perlahan terbentuk di bibir.“Aku sudah mengambil keputusan, Mas,” ucap lirih Yasmin. Wajahnya tampak gembira saat mengatakan hal itu.“Apa yang kamu putuskan?” Haikal menanggapi sambil melayangkan senyum tipis di bibir.Sejenak Ya
“Mbak Jihan yang akan mengambil alih proyek penataan panggung untuk festival musik klasik. Dan Yasmin, kamu bisa mengerjakan proyek festival di Hessal Galeri. Bu Laras, CEO dari galeri itu ingin melakukan rapat denganmu besok. Jadi jangan terlambat. Jika kamu terlambat, kita semua mati. Kamu tau kan betapa berpengaruhnya Hessal Grup?”Perkataan Bu Indah terdengar seperti ancaman di telinga Yasmin. Tetapi Yasmin yang telah mengetahui karakter CEO-nya yang memang seperti itu, hanya menganggukkan kepala dan mengiyakan perintah.“Siap, Bu Indah. Saya tidak akan terlambat.”“Bagas besok bisa ikut rapat dengan Yasmin. Jangan macam-macam, cukup ikuti perintah Yasmin. Kamu mengerti?” lanjut Bu Indah yang tengah memimpin rapat sore ini.Seketika itu laki-laki dua puluh lima tahun yang duduk di sebelah Yasmin mengangguk. “Siap, Bu Indah,” jawabnya bersemangat.Pandangan Indah teralih pada wani
“Tumben sekali Mas datang tanpa hubungi aku lebih dulu?” Yasmin bertanya selagi menoleh pada Haikal yang tengah mengendarai mobil.Pria itu datang secara mendadak karena ingin mengajak Yasmin pergi ke suatu tempat. Namun tanpa sengaja ia melihat Yasmin bersama Rezza sedang berbicara di samping gedung perusahaan. Haikal mengamati mereka selama beberapa waktu sebelum akhirnya Yasmin datang menghampirinya.“Ada suatu hal yang ingin kukatakan padamu.” Haikal menjawab sembari menaruh konsentrasi penuh pada jalanan dan mesin kendali mobil. “Kamu belum makan kan? Kita makan dulu. Lalu bicara nanti,” lanjut Haikal berujar. Sekilas ia menoleh pada Yasmin dan menguntai senyum.“Baiklah.”Keduanya melesat menuju sebuah restoran untuk makan malam. Yasmin menikmati makan malamnya dengan nikmat sementara Haikal terlihat aneh. Laki-laki itu seperti menyimpan kepedihan kepada Yasmin. Raut wajahnya tampak sendu. Tidak sepert
“Untuk item coupe de diamant, bagaimana jika pencahayaannya berwarna biru? Saya pikir warna biru akan lebih menonjolkan kesan dari berliannya.” Yasmin menyampaikan pendapatnya mengenai tampilan cangkir berlian bernama ‘coupe de diamant’. Cangkir itu merupakan salah satu item unggulan buatan seniman terkenal Perancis yang akan dipamerkan dalam pameran seni musiman yang diselenggarakan oleh Hessal Galeri pada pertengahan musim gugur mendatang.“Ya. Aku menyukainya,” sahut Laras. Untuk pameran seninya pada pertengahan musim gugur nanti, ia bekerja sama dengan Quirech dalam dekorasi ruang dan panggung untuk pameran. “Tapi kalau menggunakan lampu biru, apa tidak terlalu mencolok? Item utama yang akan dipamerkan adalah lukisan dari Rusia. Kalau dibuat seperti itu, takutnya coupe de diamant yang akan lebih menarik pengunjung,” imbuh Laras.Yasmin yang duduk bersebera
Setelah seharian ini bekerja di lapangan untuk penelitiannya. Haikal hendak mengistirahatkan tubuh dan otaknya. Pria itu baru selesai mandi dan sedang membaringkan tubuhnya ke atas kasur hotel yang nyaman. Tetapi dering telepon menghentikan niatan Haikal yang ingin tidur setelah mematikan lampu kamar hotel tempatnya menginap.“Yasmin? Kamu belum tidur?”Haikal kembali duduk di atas kasur. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran tempat tidur. Kaki Haikal lurus menyilang di balik selimut tebal berwarna putih sementara kedua sikunya menumpu di atas bantal tidur yang ia pangku. Di antara kegelapan ruangan yang hanya diterangi oleh lampu tidur kuning temaram, Haikal mengukir senyumnya yang menawan. Ia merasa senang mendengar suara Yasmin yang ia rindukan sejak hari pertama keberangkatannya ke Malaysia. Tidak. Haikal bahkan telah merindukan Yasmin sejak ia tiba di Bandara Kansai, Malaysia.[Mas sudah mau tidur? Kamu pasti sudah lelah seharian bekerja. Ap
“Untuk item coupe de diamant, bagaimana jika pencahayaannya berwarna biru? Saya pikir warna biru akan lebih menonjolkan kesan dari berliannya.” Yasmin menyampaikan pendapatnya mengenai tampilan cangkir berlian bernama ‘coupe de diamant’. Cangkir itu merupakan salah satu item unggulan buatan seniman terkenal Perancis yang akan dipamerkan dalam pameran seni musiman yang diselenggarakan oleh Hessal Galeri pada pertengahan musim gugur mendatang.“Ya. Aku menyukainya,” sahut Laras. Untuk pameran seninya pada pertengahan musim gugur nanti, ia bekerja sama dengan Quirech dalam dekorasi ruang dan panggung untuk pameran. “Tapi kalau menggunakan lampu biru, apa tidak terlalu mencolok? Item utama yang akan dipamerkan adalah lukisan dari Rusia. Kalau dibuat seperti itu, takutnya coupe de diamant yang akan lebih menarik pengunjung,” imbuh Laras.Yasmin yang duduk bersebera
“Tumben sekali Mas datang tanpa hubungi aku lebih dulu?” Yasmin bertanya selagi menoleh pada Haikal yang tengah mengendarai mobil.Pria itu datang secara mendadak karena ingin mengajak Yasmin pergi ke suatu tempat. Namun tanpa sengaja ia melihat Yasmin bersama Rezza sedang berbicara di samping gedung perusahaan. Haikal mengamati mereka selama beberapa waktu sebelum akhirnya Yasmin datang menghampirinya.“Ada suatu hal yang ingin kukatakan padamu.” Haikal menjawab sembari menaruh konsentrasi penuh pada jalanan dan mesin kendali mobil. “Kamu belum makan kan? Kita makan dulu. Lalu bicara nanti,” lanjut Haikal berujar. Sekilas ia menoleh pada Yasmin dan menguntai senyum.“Baiklah.”Keduanya melesat menuju sebuah restoran untuk makan malam. Yasmin menikmati makan malamnya dengan nikmat sementara Haikal terlihat aneh. Laki-laki itu seperti menyimpan kepedihan kepada Yasmin. Raut wajahnya tampak sendu. Tidak sepert
“Mbak Jihan yang akan mengambil alih proyek penataan panggung untuk festival musik klasik. Dan Yasmin, kamu bisa mengerjakan proyek festival di Hessal Galeri. Bu Laras, CEO dari galeri itu ingin melakukan rapat denganmu besok. Jadi jangan terlambat. Jika kamu terlambat, kita semua mati. Kamu tau kan betapa berpengaruhnya Hessal Grup?”Perkataan Bu Indah terdengar seperti ancaman di telinga Yasmin. Tetapi Yasmin yang telah mengetahui karakter CEO-nya yang memang seperti itu, hanya menganggukkan kepala dan mengiyakan perintah.“Siap, Bu Indah. Saya tidak akan terlambat.”“Bagas besok bisa ikut rapat dengan Yasmin. Jangan macam-macam, cukup ikuti perintah Yasmin. Kamu mengerti?” lanjut Bu Indah yang tengah memimpin rapat sore ini.Seketika itu laki-laki dua puluh lima tahun yang duduk di sebelah Yasmin mengangguk. “Siap, Bu Indah,” jawabnya bersemangat.Pandangan Indah teralih pada wani
Chapter 10Setelah diam kurang lebih lima belas menit mengamati Yasmin, Haikal akhinya melontarkan pertanyaan. Seketika Yasmin pun mengangkat pandangan. Menatap Haikal yang memberinya tatapan aneh.“Kenapa, Mas? Kamu nggak suka makanannya?” balas Yasmin bertanya.“Aku bicara tentang kamu, Yasmin. Ada sesuatu yang terjadi kan? Nggak biasanya kamu seperti ini. Nggak peduli kalau kamu emang banyak bicara. Tapi kalo saat sedang makan kamu bakal tenang. Jadi apa yang terjadi?” lanjut Haikal bertanya lembut.Perlahan Yasmin meletakkan sumpitnya. Kemudian mengembuskan napas panjang. Ia menatap legas Haikal yang duduk di seberang meja. Senyum manisnya perlahan terbentuk di bibir.“Aku sudah mengambil keputusan, Mas,” ucap lirih Yasmin. Wajahnya tampak gembira saat mengatakan hal itu.“Apa yang kamu putuskan?” Haikal menanggapi sambil melayangkan senyum tipis di bibir.Sejenak Ya
Chapter 9Pukul enam pagi Yasmin mengerjapkan mata, terbangun dari tidur panjangnya karena mabuk. Seketika itu juga kepalanya dihujami rasa pening dan pengar. Tubuhnya terasa berputar-putar. Perutnya mual. Karena bir yang diminumnya semalam, Yasmin sama sekali tak ingat apa yang terjadi padanya. Bagaimana ia bisa pulang. Bagaimana ia bisa tidur di kasur yang terasa begitu empuk sampai ia mengira jika ini bukanlah kasurnya.Benar. Kasur ini begitu nyaman dan bukan kasur yang selama ini Yasmin gunakan. Di sela-sela rasa pening itu Yasmin membuka mata lebar-lebar. Ia menghadap langit-langit ruang. Lalu menyadari, ini bukan apartemennya!Kedua mata Yasmin sontak terbelalak. Ia segera bangun dari tidur. Duduk di atas kasur empuk dan mengamati sekeliling.Kamar yang luas dan berkelas. Dindingnya yang berwarna latte. Lemari pakaian besar. Sofa berwarna abu dan kursi panjang yang terlihat nyaman. Sudah dapat dipastikan, ini buka
Chapter 8Semua itu sungguh terjadi. Hal yang sungguh tidak diharapkan Yasmin benar terjadi. Sore pada Minggu yang harusnya ia lalui dengan nyaman ini menjadi waktu yang menyesakkan untuk Yasmin.Yasmin berdiri mematung di depan televisi dalam apartemennya yang menyala. Gadis itu tengah melihat berita terkini tentang sepasang manusia yang berlibur bersama ke Tokyo. Benar. Laki-laki yang saat ini ada di layar televisi dan ketahuan pacaran dengan seorang aktris terkenal Hera itu adalah Rezza. Ya, Rezza yang sampai hari ini masih berpacaran dengan Yasmin.Satu hal kini Yasmin sadari. Alasan keberangkatan pria itu ke Tokyo yang begitu mendadak. Ternyata adalah untuk pacaran dengan Hera di Tokyo. Keduanya berangkat hari Sabtu kemarin. Dan menginap di hotel bintang lima Tokyo. Yang kemudian keesokan sorenya ketahuan oleh paparazi yang entah bagaimana caranya mengikuti Hera dari Indonesia.Laki-laki itu selingkuh!Y
Yasmin duduk melamun memakan es krim yang baru diantarkan oleh seorang pelayan di mejanya. Wanita itu tengah menunggu kedatangan Haikal yang berkata akan datang setelah pertemuannya dengan kedua kakak. Yasmin yang hari ini bersuasana hati buruk, hendak menghibur dirinya dengan memakan es krim. Ia juga memangggil Haikal yang mungkin—atau sudah pasti—bisa membuat suasana hatinya membaik.Anehnya tidak ada satu orang pun yang terbesit di benak Yasmin selain Haikal. Di saat dirinya merasa sedih atau pun bahagia, hanya nama Haikal yang terlintas di benak Yasmin. Bukan yang lain. Tetapi Haikal.Alasan kemurungan Yasmin hari ini adalah kekasihnya, Rezza. Laki-laki itu berkata ingin kencan dengan Yasmin di akhir pekan sebelum keberangkatannya ke Tokyo. Tetapi tiba-tiba saja ia membatalkan janjinya karena ada janji lain yang lebih mendesak sejak pagi. Bahkan, pada pukul sepuluh tadi Rezza telah berangkat ke Tokyo tanpa memberi kabar apa-apa pada Yasmin. Keberangkata
Chapter 6 Sejak kecil Haikal bercita-cita menjadi dokter. Dan sekarang cita-cita itu telah terpenuhi. Haikal menjadi dokter spesialis kejiwaan dan mempunyai satu klinik psikiatri di daerah Jakarta. Yang sekarang klinik itu menjadi klinik psikiatri ternama di Jakarta. Siapa yang menyangka jika tiga orang yang memiliki minat berbeda-beda itu bersaudara? Tidak. Lebih tepatnya, siapa yang menyangka jika tiga orang yang berasal dari rahim yang sama itu memiliki garis hidup yang berbeda-beda dan tentunya tidak bersinggungan satu sama lainnya? Mulai dari bisnis hotel dan vila, galeri seni, sampai klinik psikiatri. Ketiga hal tersebut sangatlah berbeda dan sama sekali tidak bersinggungan satu sama lain. Oleh karena kedua adiknya memiliki minat yang berbeda dan telah lepas dari tanggung jawab mengelola bisnis Hessal Grup. Wahyu yang sejak satu tahun lalu memegang tanggung jawab penuh atas Hessal Grup dan keluarga, mengadakan pertemuan saudara se