Cahaya matahari yang terik pada musim panas membias jendela kaca ruang konseling Dokter Haikal pada pukul setengah satu siang ini. Gorden tropical green menyisih membelah dinding kaca sebelah barat ruangan menjadi dua bagian. Warna itu terkesan menyejukkan di tengah berjalannya musim panas. Dekorasi dalam ruang konseling yang berukuran cukup luas pun mengundang perasaan nyaman bagi orang yang berada di dalamnya. Haikal, yang seorang dokter spesialis kejiwaan—psikiater—sengaja mendekorasi ruang kerjanya menjadi senyaman mungkin untuk pasien yang melakukan konsultasi maupun konseling.
Di seberang meja kerja yang terbuat dari kayu berwarna coklat kilap Haikal duduk terdiam. Komputer di atas mejanya menampilkan warna hitam pada layar setelah beberapa waktu lalu ia menekan tombol shut down.
‘Klinik Psikiatri Dokter Haikal’
Tulisan berwarna biru itu menempel di saku jubah dokter berwarna putih yang membalut tubuh tegap Haikal. Haikal, yang harusnya telah melepas jubah dokter karena waktu telah memasuki jam makan siang, masih duduk di tempatnya untuk mendengar cerita dari salah seorang pasien. Padahal waktu telah memasuki istirahat siang. Haikal harus makan siang sekarang juga karena ada banyak pasien yang mengantre untuk sesi konseling begitu jam istirahat berakhir. Tetapi karena seorang pasien wanita yang keras kepala itu, sepertinya hari ini Haikal harus melupakan makan siangnya.
Seperti sebuah keajaiban karena Haikal tak merasa lapar sedikit pun. Sedangkan sejak pagi pria itu memiliki jadwal penuh mengisi konseling dan hipnoterapi pada pasiennya dan sampai kini belum beristirahat. Aneh. Perutnya terasa kenyang. Entah karena asupan nutrisi yang ia makan saat sarapan pagi tadi telah memenuhi kebutuhan tubuh. Entah karena suplemen yang ia minum sehingga tidak merasa lapar. Atau karena alasan lain, seperti alasan keberadaan seseorang yang membuat perutnya terasa kenyang. Kenyataan bahwa Haikal tak merasa lapar sedikit pun menjadi sebuah misteri untuk ia sendiri.
“Aku tidak begitu tahu pastinya. Hanya sebagian dari mimpiku semalam yang sampai saat ini masih kuingat jelas di otakku.”
Seorang pasien wanita bercerita. Wajahnya tampak berkonsentrasi. Ia mencoba mengingat dengan jelas mimpi—entah itu mimpi indah atau mimpi penuh misteri—yang semalam mendatanginya.
“Ceritakan saja apa yang sampai saat ini masih kau ingat. Seperti tempat seperti apa yang ada di mimpimu. Atau mungkin, kau bisa mendeskripsikan perasaan yang kau rasakan saat berada dalam mimpi itu,” kata Haikal. Ia memberi penjelasan singkat kepada Yasmin—pasien langganannya yang keras kepala sampai meminta waktu konseling di jam istirahat siang.
Yasmin yang duduk berseberangan meja dengan Haikal, memiringkan kepala untuk mengingat-ingat. Bola matanya berputar ke kiri atas untuk mengingat secara mendetail mengenai mimpi yang menurutnya aneh itu.
“Aku berenang di kolam renang yang sangat dalam dan luas sampai terlihat seperti lautan. Sebenarnya aku tidak yakin apa itu benar kolam renang atau sungguh laut. Yang pasti, tempat itu benar-benar luas dan membuatku seperti akan tenggelam. Beberapa orang yang kukenal juga ada di kolam renang... atau lautan... ah, aku tidak yakin.”
“Anggap saja itu kolam renang.” Haikal menyela Yasmin yang kelihatan bingung menyebutkan tempat aneh dalam mimpinya itu. “Biar kamu lebih mudah ceritanya.”
“Oke. Beberapa orang yang kukenal juga ada di kolam renang itu. Tetapi mereka meninggalkanku. Aku ingin renang sama mereka, tapi mereka ninggalin aku. Setelah itu... secara mengejutkan ada laki-laki yang datang.” Yasmin menjeda sejenak ceritanya. Ia bergeming untuk mengingat wajah dari laki-laki yang muncul dalam mimpinya. Tetapi hasilnya mengecewakan. Tidak peduli seberapa keras ia mencoba untuk mengingat, wajah laki-laki itu telah hilang dari kepala Yasmin.
Haikal mengernyitkan salah satu alis. Ia cukup terkejut mendengar Yasmin memimpikan seorang laki-laki.
“Laki-laki? Oh, maksudmu ... Rezza?” tanya Haikal memastikan.
Seketika Yasmin menggeleng. “Bukan. Dia bukan Mas Rezza. Aku yakin kok.”
Haikal pun mengangguk. “Setelah itu gimana?”
Yasmin kembali diam untuk mengingat-ingat mimpinya.
“Laki-laki itu hampirin aku. Dia ngajak aku renang. Aku naik kei punggungnya, trus kami renang sama-sama. Anehnya, aku beneran bahagia dibawa dia renang. Punggungnya yang lebar itu dingin karena air kolam. Tetapi bawa kehangatan buat aku. Dan anehnya, aku manggil laki-laki itu ... ‘Suamiku’.”
Suami? Haikal membatinkan satu kata itu selagi menatap Yasmin yang terlihat kebingungan. Samar-samar wanita itu mengingat mimpinya. Namun, mimpi tetaplah menjadi mimpi yang semu. Sulit untuk mengungkapkannya dengan kata-kata. Yasmin mengerti betul bagaimana perasaannya ketika mimpi itu berlangsung. Perasaannya benar-benar bahagia dan tenteram saat bersama laki-laki yang ia sebut suami itu.
“... Aku manggil laki-laki itu suami. Aku juga ngrasain ikatan yang sangat kuat saat mamandang laki-laki dalam mimpiku itu. Kayak... perasaan kami sama-sama terpatri.” Yasmin lanjut bercerita.
Sampai kini. Setelah mimpi itu berlalu setengah hari, Yasmin masih dapat merasakan dengan baik bagaimana perasaannya ketika mimpi itu berputar di alam bawah sadarnya. Seolah bawah sadarnya mengendalikan gadis itu hingga ia melangkah dengan sendirinya menuju klinik Haikal untuk mengetahui lebih dalam tentang mimpinya yang terasa aneh namun terikat.
Sejurus kemudian Yasmin menaikkan pandangan. Ia menatap Haikal yang duduk di seberang meja sambil memegangi pulpen. Laki-laki itu mengernyitkan satu alis ketika merasa Yasmin hendak mengatakan sesuatu.
“Mas, apa artinya mimpiku tadi? Apa itu berhubungan sama kehidupan aku?” Yasmin melontarkan pertanyaan pada Haikal. “Tapi aneh. Kenapa aku mimpi laki-laki lain padahal aku punya pacar? Aku nggak selingkuh kan? Tentu tidak, dong. Toh, laki-laki itu cuman muncul dalam mimpiku. Bagaimana mungkin aku selingkuh dalam mimpi?” Yasmin menggumam-gumam tak jelas pada dirinya sendiri.
Sedikit banyak ia merasa bersalah pada Rezza—kekasihnya—karena telah memimpikan laki-laki lain dan memanggil laki-laki lain tersebut dengan sebutan ‘suami’. Padahal, sudah berjalan tiga tahun sejak Yasmin pacaran dengan laki-laki bernama Rezza yang merupakan seorang atlet. Tetapi ia malah memimpikan laki-laki lain yang dalam mimpi itu menjadi suaminya. Mustahil! Berkali-kali Yasmin meneriakkan kata itu dalam benaknya untuk membangun benteng pertahanan.
“Mimpi hanyah sebatas mimpi, Yasmin.” Tepat ketika Yasmin selesai menggumam Haikal menyahut. Ia menenangkan Yasmin yang sepertinya cemas karena mimpi tersebut. “Nggak usah kamu pikirin. Mungkin kondisi psikologis kamu yang kurang stabil. Apa kau stres belakangan ini? Atau merasa tertekan dan semacamnya?” lanjut Haikal bertanya.
Yasmin terdiam dan menimbang-nimbang. “Memang aku sedikit stres. Akhir-akhir ini kerjaanku banyak banget karena menghendel pekerjaan Mbak Jihan yang lagi cuti. Aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kali tidur nyenyak. Ah, mungkin semalam aku tidur nyenyak. Aku bahkan mimpi kayak itu,” ucap Yasmin yang terdengar seperti keluhan.
**
Chapter 2“Kamu masih sering lembur?” sahut Haikal. Ia benar melihat area bawah mata Yasmin yang kehitaman seperti panda karena kurang tidur.Sambil menggerutu Yasmin menjawab, “Iyalah. Kalo nggak lembur gimana? Aku butuh uang tambahan untuk biaya les adikku, Yoga.”Tatapan Haikal menyendu dalam sekejap. Napas panjangnya berembus. Ia menatap kalut Yasmin yang bekerja begitu keras untuk keluarganya. Terutama untuk Yoga yang merupakan adik laki-laki Yasmin.Saat melirik jam dinding, Yasmin menyadari jika waktu yang ia habiskan untuk bercerita dengan Haikal baru dua puluh menit. Jam pukkuk yang ada di dalam ruang konseling menunjukkan pukul satu kurang sepuluh menit. Ia masih memiliki waktu empat puluh menit sebelum jam istirahat klinik ini berakhir.Sambil menenteng tas selempangnya yang cukup berat Yasmin beranjak bangkit dari duduk. Ia meninggalkan Haikal di meja kerja. Berjalan menuju sofa berwarna
“Yaampun. Aku nggak ngerti kenapa temenku yang sempurna ini jadi bego.”Fernan menggumam pelan di samping Haikal yang berdiri menghadap jendela. Pandangan Haikal terpaku pada sosok wanita yang baru berlari keluar dari ruangannya. Yang sekarang ada di depan klinik untuk menghampiri sang kekasih.Lima menit lalu Yasmin bergegas keluar dari ruang konseling. Ia mendapat telepon dari Rezza yang berkata sekarang sedang berada di depan klinik Haikal. Sepertinya pria itu hendak mengajak kekasihnya untuk makan siang bersama. Yasmin bergegas keluar dan turun menuju Rezza yang menunggu di dalam mobil depan klinik. Tepat setelah Yasmin keluar, Fernan yang baru selesai makan siang masuk ke dalam ruang konseling Haikal. Ia melihat temannya itu yang mengamati Yasmin dari lantai dua gedung klinik berada.“... Sampai kapan kamu mendam perasaanmu itu, Haikal? Kamu pikir Yasmin bakal tahu perasaanmu dengan cara kayak gini?” lanjut Fernan merutuk. L
Chapter 4Yasmin melepas sabuk pengaman yang melintasi bahu dan pinggang. Kemudian menoleh pada Rezza yang baru saja mematikan mesin mobil. Satu pasang manusia itu baru saja menyelesaikan kegiatan makan siang mereka bersama. Dan sekarang saatnya Yasmin untuk kembali bekerja. Rezza yang dua minggu terakhir ini tidak bisa melihat Yasmin karena pergi ke Vietnam untuk kompetisi renang, sedikit merasa berat hati mengakhiri kencan singkat mereka hari ini.“Mulai minggu depan kita bakal sulit ketemu. Aku mau ke Tokyo buat olimpiade musim panas. Selanjutnya aku ada kompetisi di China.”Rezza, laki-laki dua puluh delapan tahun berwajah oval yang memiliki tatapan nakal itu menunjukkan raut wajah yang memelas di hadapan Yasmin. Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah dua minggu berpisah karena kesibukan Rezza sebagai atlet renang. Ia yang tidak yakin sebesar apa rasa rindunya kepada Yasmin setelah dua minggu berlalu tanpa bertemu,
Chapter 5Yasmin hanya dapat cengingisan ketika Indah memergokinya datang terlambat setelah jam makan siang selesai. Padahal bukan pertama kali gadis itu terlambat kembali ke perusahaan seselesainya jam istirahat siang. Juga bukan pertama kalinya ia dipergoki oleh Indah Mayasari yang merupakan CEO dari Quirech Design and Decoration tempat Yasmin bekerja.“Bukahnya tadi kamu bilang mau bertemu Dokter Haikal?”Pertanyaan Indah yang terdengar mengintimidasi itu seketika membuat Yasmin menutup mulutnya rapat. Wanita tiga puluh tujuh tahun itu memicingkan kedua matanya menatap Yasmin yang ketahuan terlambat lebih dari lima belas menit.“Aku baru tahu kalau wajah Dokter Haikal sudah ganti jadi Rezza. Kamu habis kencan kan?!” Indah meninggikan nada bicaranya kepada Yasmin. Tetapi nada suaranya yang tinggi seperti itu sama sekali tidak terdengar seram.“Aduh... Bu Indah. Aku kan udah
Chapter 6 Sejak kecil Haikal bercita-cita menjadi dokter. Dan sekarang cita-cita itu telah terpenuhi. Haikal menjadi dokter spesialis kejiwaan dan mempunyai satu klinik psikiatri di daerah Jakarta. Yang sekarang klinik itu menjadi klinik psikiatri ternama di Jakarta. Siapa yang menyangka jika tiga orang yang memiliki minat berbeda-beda itu bersaudara? Tidak. Lebih tepatnya, siapa yang menyangka jika tiga orang yang berasal dari rahim yang sama itu memiliki garis hidup yang berbeda-beda dan tentunya tidak bersinggungan satu sama lainnya? Mulai dari bisnis hotel dan vila, galeri seni, sampai klinik psikiatri. Ketiga hal tersebut sangatlah berbeda dan sama sekali tidak bersinggungan satu sama lain. Oleh karena kedua adiknya memiliki minat yang berbeda dan telah lepas dari tanggung jawab mengelola bisnis Hessal Grup. Wahyu yang sejak satu tahun lalu memegang tanggung jawab penuh atas Hessal Grup dan keluarga, mengadakan pertemuan saudara se
Yasmin duduk melamun memakan es krim yang baru diantarkan oleh seorang pelayan di mejanya. Wanita itu tengah menunggu kedatangan Haikal yang berkata akan datang setelah pertemuannya dengan kedua kakak. Yasmin yang hari ini bersuasana hati buruk, hendak menghibur dirinya dengan memakan es krim. Ia juga memangggil Haikal yang mungkin—atau sudah pasti—bisa membuat suasana hatinya membaik.Anehnya tidak ada satu orang pun yang terbesit di benak Yasmin selain Haikal. Di saat dirinya merasa sedih atau pun bahagia, hanya nama Haikal yang terlintas di benak Yasmin. Bukan yang lain. Tetapi Haikal.Alasan kemurungan Yasmin hari ini adalah kekasihnya, Rezza. Laki-laki itu berkata ingin kencan dengan Yasmin di akhir pekan sebelum keberangkatannya ke Tokyo. Tetapi tiba-tiba saja ia membatalkan janjinya karena ada janji lain yang lebih mendesak sejak pagi. Bahkan, pada pukul sepuluh tadi Rezza telah berangkat ke Tokyo tanpa memberi kabar apa-apa pada Yasmin. Keberangkata
Chapter 8Semua itu sungguh terjadi. Hal yang sungguh tidak diharapkan Yasmin benar terjadi. Sore pada Minggu yang harusnya ia lalui dengan nyaman ini menjadi waktu yang menyesakkan untuk Yasmin.Yasmin berdiri mematung di depan televisi dalam apartemennya yang menyala. Gadis itu tengah melihat berita terkini tentang sepasang manusia yang berlibur bersama ke Tokyo. Benar. Laki-laki yang saat ini ada di layar televisi dan ketahuan pacaran dengan seorang aktris terkenal Hera itu adalah Rezza. Ya, Rezza yang sampai hari ini masih berpacaran dengan Yasmin.Satu hal kini Yasmin sadari. Alasan keberangkatan pria itu ke Tokyo yang begitu mendadak. Ternyata adalah untuk pacaran dengan Hera di Tokyo. Keduanya berangkat hari Sabtu kemarin. Dan menginap di hotel bintang lima Tokyo. Yang kemudian keesokan sorenya ketahuan oleh paparazi yang entah bagaimana caranya mengikuti Hera dari Indonesia.Laki-laki itu selingkuh!Y
Chapter 9Pukul enam pagi Yasmin mengerjapkan mata, terbangun dari tidur panjangnya karena mabuk. Seketika itu juga kepalanya dihujami rasa pening dan pengar. Tubuhnya terasa berputar-putar. Perutnya mual. Karena bir yang diminumnya semalam, Yasmin sama sekali tak ingat apa yang terjadi padanya. Bagaimana ia bisa pulang. Bagaimana ia bisa tidur di kasur yang terasa begitu empuk sampai ia mengira jika ini bukanlah kasurnya.Benar. Kasur ini begitu nyaman dan bukan kasur yang selama ini Yasmin gunakan. Di sela-sela rasa pening itu Yasmin membuka mata lebar-lebar. Ia menghadap langit-langit ruang. Lalu menyadari, ini bukan apartemennya!Kedua mata Yasmin sontak terbelalak. Ia segera bangun dari tidur. Duduk di atas kasur empuk dan mengamati sekeliling.Kamar yang luas dan berkelas. Dindingnya yang berwarna latte. Lemari pakaian besar. Sofa berwarna abu dan kursi panjang yang terlihat nyaman. Sudah dapat dipastikan, ini buka
Setelah seharian ini bekerja di lapangan untuk penelitiannya. Haikal hendak mengistirahatkan tubuh dan otaknya. Pria itu baru selesai mandi dan sedang membaringkan tubuhnya ke atas kasur hotel yang nyaman. Tetapi dering telepon menghentikan niatan Haikal yang ingin tidur setelah mematikan lampu kamar hotel tempatnya menginap.“Yasmin? Kamu belum tidur?”Haikal kembali duduk di atas kasur. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran tempat tidur. Kaki Haikal lurus menyilang di balik selimut tebal berwarna putih sementara kedua sikunya menumpu di atas bantal tidur yang ia pangku. Di antara kegelapan ruangan yang hanya diterangi oleh lampu tidur kuning temaram, Haikal mengukir senyumnya yang menawan. Ia merasa senang mendengar suara Yasmin yang ia rindukan sejak hari pertama keberangkatannya ke Malaysia. Tidak. Haikal bahkan telah merindukan Yasmin sejak ia tiba di Bandara Kansai, Malaysia.[Mas sudah mau tidur? Kamu pasti sudah lelah seharian bekerja. Ap
“Untuk item coupe de diamant, bagaimana jika pencahayaannya berwarna biru? Saya pikir warna biru akan lebih menonjolkan kesan dari berliannya.” Yasmin menyampaikan pendapatnya mengenai tampilan cangkir berlian bernama ‘coupe de diamant’. Cangkir itu merupakan salah satu item unggulan buatan seniman terkenal Perancis yang akan dipamerkan dalam pameran seni musiman yang diselenggarakan oleh Hessal Galeri pada pertengahan musim gugur mendatang.“Ya. Aku menyukainya,” sahut Laras. Untuk pameran seninya pada pertengahan musim gugur nanti, ia bekerja sama dengan Quirech dalam dekorasi ruang dan panggung untuk pameran. “Tapi kalau menggunakan lampu biru, apa tidak terlalu mencolok? Item utama yang akan dipamerkan adalah lukisan dari Rusia. Kalau dibuat seperti itu, takutnya coupe de diamant yang akan lebih menarik pengunjung,” imbuh Laras.Yasmin yang duduk bersebera
“Tumben sekali Mas datang tanpa hubungi aku lebih dulu?” Yasmin bertanya selagi menoleh pada Haikal yang tengah mengendarai mobil.Pria itu datang secara mendadak karena ingin mengajak Yasmin pergi ke suatu tempat. Namun tanpa sengaja ia melihat Yasmin bersama Rezza sedang berbicara di samping gedung perusahaan. Haikal mengamati mereka selama beberapa waktu sebelum akhirnya Yasmin datang menghampirinya.“Ada suatu hal yang ingin kukatakan padamu.” Haikal menjawab sembari menaruh konsentrasi penuh pada jalanan dan mesin kendali mobil. “Kamu belum makan kan? Kita makan dulu. Lalu bicara nanti,” lanjut Haikal berujar. Sekilas ia menoleh pada Yasmin dan menguntai senyum.“Baiklah.”Keduanya melesat menuju sebuah restoran untuk makan malam. Yasmin menikmati makan malamnya dengan nikmat sementara Haikal terlihat aneh. Laki-laki itu seperti menyimpan kepedihan kepada Yasmin. Raut wajahnya tampak sendu. Tidak sepert
“Mbak Jihan yang akan mengambil alih proyek penataan panggung untuk festival musik klasik. Dan Yasmin, kamu bisa mengerjakan proyek festival di Hessal Galeri. Bu Laras, CEO dari galeri itu ingin melakukan rapat denganmu besok. Jadi jangan terlambat. Jika kamu terlambat, kita semua mati. Kamu tau kan betapa berpengaruhnya Hessal Grup?”Perkataan Bu Indah terdengar seperti ancaman di telinga Yasmin. Tetapi Yasmin yang telah mengetahui karakter CEO-nya yang memang seperti itu, hanya menganggukkan kepala dan mengiyakan perintah.“Siap, Bu Indah. Saya tidak akan terlambat.”“Bagas besok bisa ikut rapat dengan Yasmin. Jangan macam-macam, cukup ikuti perintah Yasmin. Kamu mengerti?” lanjut Bu Indah yang tengah memimpin rapat sore ini.Seketika itu laki-laki dua puluh lima tahun yang duduk di sebelah Yasmin mengangguk. “Siap, Bu Indah,” jawabnya bersemangat.Pandangan Indah teralih pada wani
Chapter 10Setelah diam kurang lebih lima belas menit mengamati Yasmin, Haikal akhinya melontarkan pertanyaan. Seketika Yasmin pun mengangkat pandangan. Menatap Haikal yang memberinya tatapan aneh.“Kenapa, Mas? Kamu nggak suka makanannya?” balas Yasmin bertanya.“Aku bicara tentang kamu, Yasmin. Ada sesuatu yang terjadi kan? Nggak biasanya kamu seperti ini. Nggak peduli kalau kamu emang banyak bicara. Tapi kalo saat sedang makan kamu bakal tenang. Jadi apa yang terjadi?” lanjut Haikal bertanya lembut.Perlahan Yasmin meletakkan sumpitnya. Kemudian mengembuskan napas panjang. Ia menatap legas Haikal yang duduk di seberang meja. Senyum manisnya perlahan terbentuk di bibir.“Aku sudah mengambil keputusan, Mas,” ucap lirih Yasmin. Wajahnya tampak gembira saat mengatakan hal itu.“Apa yang kamu putuskan?” Haikal menanggapi sambil melayangkan senyum tipis di bibir.Sejenak Ya
Chapter 9Pukul enam pagi Yasmin mengerjapkan mata, terbangun dari tidur panjangnya karena mabuk. Seketika itu juga kepalanya dihujami rasa pening dan pengar. Tubuhnya terasa berputar-putar. Perutnya mual. Karena bir yang diminumnya semalam, Yasmin sama sekali tak ingat apa yang terjadi padanya. Bagaimana ia bisa pulang. Bagaimana ia bisa tidur di kasur yang terasa begitu empuk sampai ia mengira jika ini bukanlah kasurnya.Benar. Kasur ini begitu nyaman dan bukan kasur yang selama ini Yasmin gunakan. Di sela-sela rasa pening itu Yasmin membuka mata lebar-lebar. Ia menghadap langit-langit ruang. Lalu menyadari, ini bukan apartemennya!Kedua mata Yasmin sontak terbelalak. Ia segera bangun dari tidur. Duduk di atas kasur empuk dan mengamati sekeliling.Kamar yang luas dan berkelas. Dindingnya yang berwarna latte. Lemari pakaian besar. Sofa berwarna abu dan kursi panjang yang terlihat nyaman. Sudah dapat dipastikan, ini buka
Chapter 8Semua itu sungguh terjadi. Hal yang sungguh tidak diharapkan Yasmin benar terjadi. Sore pada Minggu yang harusnya ia lalui dengan nyaman ini menjadi waktu yang menyesakkan untuk Yasmin.Yasmin berdiri mematung di depan televisi dalam apartemennya yang menyala. Gadis itu tengah melihat berita terkini tentang sepasang manusia yang berlibur bersama ke Tokyo. Benar. Laki-laki yang saat ini ada di layar televisi dan ketahuan pacaran dengan seorang aktris terkenal Hera itu adalah Rezza. Ya, Rezza yang sampai hari ini masih berpacaran dengan Yasmin.Satu hal kini Yasmin sadari. Alasan keberangkatan pria itu ke Tokyo yang begitu mendadak. Ternyata adalah untuk pacaran dengan Hera di Tokyo. Keduanya berangkat hari Sabtu kemarin. Dan menginap di hotel bintang lima Tokyo. Yang kemudian keesokan sorenya ketahuan oleh paparazi yang entah bagaimana caranya mengikuti Hera dari Indonesia.Laki-laki itu selingkuh!Y
Yasmin duduk melamun memakan es krim yang baru diantarkan oleh seorang pelayan di mejanya. Wanita itu tengah menunggu kedatangan Haikal yang berkata akan datang setelah pertemuannya dengan kedua kakak. Yasmin yang hari ini bersuasana hati buruk, hendak menghibur dirinya dengan memakan es krim. Ia juga memangggil Haikal yang mungkin—atau sudah pasti—bisa membuat suasana hatinya membaik.Anehnya tidak ada satu orang pun yang terbesit di benak Yasmin selain Haikal. Di saat dirinya merasa sedih atau pun bahagia, hanya nama Haikal yang terlintas di benak Yasmin. Bukan yang lain. Tetapi Haikal.Alasan kemurungan Yasmin hari ini adalah kekasihnya, Rezza. Laki-laki itu berkata ingin kencan dengan Yasmin di akhir pekan sebelum keberangkatannya ke Tokyo. Tetapi tiba-tiba saja ia membatalkan janjinya karena ada janji lain yang lebih mendesak sejak pagi. Bahkan, pada pukul sepuluh tadi Rezza telah berangkat ke Tokyo tanpa memberi kabar apa-apa pada Yasmin. Keberangkata
Chapter 6 Sejak kecil Haikal bercita-cita menjadi dokter. Dan sekarang cita-cita itu telah terpenuhi. Haikal menjadi dokter spesialis kejiwaan dan mempunyai satu klinik psikiatri di daerah Jakarta. Yang sekarang klinik itu menjadi klinik psikiatri ternama di Jakarta. Siapa yang menyangka jika tiga orang yang memiliki minat berbeda-beda itu bersaudara? Tidak. Lebih tepatnya, siapa yang menyangka jika tiga orang yang berasal dari rahim yang sama itu memiliki garis hidup yang berbeda-beda dan tentunya tidak bersinggungan satu sama lainnya? Mulai dari bisnis hotel dan vila, galeri seni, sampai klinik psikiatri. Ketiga hal tersebut sangatlah berbeda dan sama sekali tidak bersinggungan satu sama lain. Oleh karena kedua adiknya memiliki minat yang berbeda dan telah lepas dari tanggung jawab mengelola bisnis Hessal Grup. Wahyu yang sejak satu tahun lalu memegang tanggung jawab penuh atas Hessal Grup dan keluarga, mengadakan pertemuan saudara se