“Yaampun. Aku nggak ngerti kenapa temenku yang sempurna ini jadi bego.”
Fernan menggumam pelan di samping Haikal yang berdiri menghadap jendela. Pandangan Haikal terpaku pada sosok wanita yang baru berlari keluar dari ruangannya. Yang sekarang ada di depan klinik untuk menghampiri sang kekasih.
Lima menit lalu Yasmin bergegas keluar dari ruang konseling. Ia mendapat telepon dari Rezza yang berkata sekarang sedang berada di depan klinik Haikal. Sepertinya pria itu hendak mengajak kekasihnya untuk makan siang bersama. Yasmin bergegas keluar dan turun menuju Rezza yang menunggu di dalam mobil depan klinik. Tepat setelah Yasmin keluar, Fernan yang baru selesai makan siang masuk ke dalam ruang konseling Haikal. Ia melihat temannya itu yang mengamati Yasmin dari lantai dua gedung klinik berada.
“... Sampai kapan kamu mendam perasaanmu itu, Haikal? Kamu pikir Yasmin bakal tahu perasaanmu dengan cara kayak gini?” lanjut Fernan merutuk. Laki-laki berkacamata yang tingginya tidak jauh berbeda dari Haikal itu merasa prihatin melihat temannya yang mengenaskan.
Haikal menghela napas ke dalam perut. “Apa pentingnya itu? Yasmin kelihatan bahagia sama laki-laki itu,” ucapnya. Ia melihat Yasmin yang baru saja melesat pergi bersama Rezza menggunakan mobil.
“Itu yang buat kamu makin ngenes. Senang lihat orang yang kamu sayang bahagia sama orang lain? Omong kosong!” Fernan lanjut berkata. Kemudian ia menyedot ice americano yang ia beli setelah makan siang beberapa waktu lalu.
Melihat temannya yang begitu memprihatinkan, Fernan mengembuskan napas panjang. Lalu bergumam pelan, “Aduh. Haikal yang malang. Seandainya saja kamu kembali ke Indonesia lebih cepat. Yasmin pasti sudah ada di pelukanmu. Atau paling tidak kalo kamu menuntaskan pendidikan profesimu di Indonesia sama aku, Yasmin nggak bakal pacaran sama atlet renang itu.”
Benar. Semua itu tergantung pada waktu.
Andai saja Haikal menyelesaikan pendidikan profesinya di Indonesia, saat ini Yasmin akan berada di dalam pelukannya. Atau mungkin, andai saja Haikal satu tahun lebih awal tiba di Indonesia. Mungkin saat ini Yasmin tidak akan pacaran dengan seorang atlet renang bernama Rezza itu.
Tapi, apa gunanya menyesali semua itu? Pergi ke Amerika untuk menyelesaikan pendidikan adalah keputusan yang diambil Haikal dengan sadar dan pertimbangan yang matang. Pria itu ingin menyelesaikan pendidikan dokternya di Amerika sekaligus memiliki pengalaman bekerja di sana untuk menjadi dokter spesialis. Lalu kembali ke Indonesia sebagai spesialis kejiwaan dan menyadang nama yang tinggi sebagai psikiater. Ituah kenapa klinik yang dibangun Haikal sekarang telah berkembang. Dokter Haikal telah dikenal banyak orang sebagai dokter kejiwaan yang terampil dalam menangani pasien. Tidak heran jika kliniknya pun tidak pernah sepi. Orang-orang terkenal dari golongan artis, aktris, bahkan konglomerat sekalipun selalu mencari Haikal untuk berkonsultasi mengenai masalah kejiwaan.
Namun karena semua itu, sejenak Haikal melupakan tujuan awalnya. Tujuan awal Haikal pergi ke Amerika bukan semata-mata untuk ambisinya menjadi dokter spesialis kejiwaan yang sukses dan berketerampilan tinggi dalam menangani pasien. Tujuan awal Haikal pergi ke Amerika adalah untuk menjadi layak. Haikal ingin menjadi dokter yang sukses. Haikal ingin menjadi dokter yang baik agar ia layak menjadi pendamping seorang wanita yang ia sayangi. Ia ingin menjadi layak untuk wanita itu. Ia ingin menjadi pria mengagumkan untuk wanita yang ia sayangi sejak lama; Yasmin. Namun siapa sangka jika Haikal terlambat satu langkah. Begitu ia kembali ke Indonesia, wanita yang ia sayangi telah pacaran dengan seorang atlet nasional. Yang kemudian keterlambatan itu menjadi satu penyesalan yang sampai saat ini tidak dapat Haikal atasi.
“Aku nggak tahu gimana ceritanya atlet itu bisa pacaran sama Yasmin. Tapi Rezza cukup terkenal di kalangan anak muda. Dia peraih medai emas kan? Popularitasnya tergolong tinggi di kalangan anak muda. Melihat Yasmin yang hubungannya sama Rezza bertahan tiga tahun sampai saat ini, mereka sama-sama punya komitmen.” Fernan berucap panjang lebar sambil menatap wajah temannya yang menyendu. Ia menyayangkan Haikal yang sepertinya belum bisa melupakan perasaannya terhadap Yasmin.
Haikal tersenyum getir. Senyumnya terasa hampa dan menggambarkan kegetiran.
“Aku tahu itu. Nggak mudah mempertahankan hubungan selama tiga tahun. Tapi mau bagaimana lagi? Bukan berarti perasaanku padanya bisa hilang gitu aja. Pelan-pelan aku bakal lupain Yasmin. Itu cara terbaik untuk aku sendiri dan juga Yasmin.” Haikal berkata dengan bijak. Ia menghabiskan americano-nya. Lalu membuang gelas kosong yang ada di genggaman dan lanjut berkata, “Aku nggak bisa nyatain perasaanku karena tak ingin merusak hubungan kami selama ini. Yang bisa aku lakukin cuman lupain Yasmin pelan-pelan sampai aku nggak sadar kalo aku sudah lupa,” lanjut Haikal.
Sebetulnya Fernan merasa tak enak pada wanita yang ia panggil Sania. Karena Fernan-lah yang mengenalkan jaksa itu kepada Haikal yang hatinya masih dikuasai orang lain. Meski Sania atau yang sering orang panggil dengan Sania itu sempat pacaran dengan Haikal—seperti yang dikatakan Haikal sebelumnya; untuk formalitas. Tetap saja hubungan mereka berakhir setelah pacaran selama dua musim.
Dua musim memang bukan waktu yang sebentar. Tetapi dua musim hubungan perkencanan antara dua orang yang sama-sama sibuk terasa begitu cepat. Saat pacaran dengan wanita itu, Haikal tetap menyibukkan diri dengan pekerjaannya sebagai dokter. Sementara wanita itu juga disibukkan oleh banyak kasus yang setiap harinya masuk ke kejaksaan. Menggunakan alasan kesibukan itulah Haikal memutuskan Sania—yang ternyata setelah dua musim berlalu perasaan Haikal tidak berubah. Haikal sempat berpikir dengan pacaran dengan wanita lain ia akan dapat melupakan Yasmin. Walau kenyataannya melupakan Yasmin menggunakan wanita lain sangatlah mustahil untuk Haikal. Haikal memutuskan Sania karena tak ingin terus-terusan menjadikan wanita itu sebagai pelampiasaannya. Haikal tidak ingin berlama-lama menjadi pria jahat yang memanfaatkan perasaan wanita lain dan akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Sania.
Kini pria itu akan melupakan Yasmin dengan caranya sendiri. Dengan cara yang begitu alami dan tidak dipaksakan. Seiring berjalannya waktu, dengan mengatur perasaannya terhadap gadis itu, Haikal pasti akan bisa melupakan Yasmin yang telah menjadi milik orang lain. Benar. Haikal pasti akan melupakannya.
Suara ketukan pintu membuat Haikal mengalihkan pandangan dari dinding kaca ruang. Ia menoleh pada pegawai kliniknya yang baru masuk membawa berkas pasien. Sementara itu, Fernan telah melangkah pergi menuju ruangannya karena jam istirahat siang sudah berakhir.
“Dokter, pasien untuk sesi konseling selanjutnya sudah menunggu. Anda bisa memulai konselingnya sekarang?” tanya pegawai tersebut yang telah masuk ke ruangan Haikal. Haikal pun berjalan menuju meja kerja sambil menganggukkan kepala.
“Tentu saja. Katakan pada pasien untuk segera masuk,” kata Haikal sambil beranjak duduk di kursi kerja.
“Baik, Dok.”
Pegawai itu pergi setelah menyerahkan berkas pasien kepada Haikal. Tidak lama setelah itu, seorang pasien wanita bertubuh tinggi kurus masuk ke dalam ruang konseling. Wanita itu memakai masker hitam untuk menutupi wajah dan juga topi.
“Siang, Dokter Haikal.” Wanita itu membungkukkan tubuh kepada Haikal.
“Hera?” Haikal bertanya ragu karena tak bisa mengenali wajah dari pasiennya yang merupakan seorang public figure. Wanita yang ia panggil Hera itu merupakan member dari salah satu aktris terkenal yang saat ini sedang naik daun.
Wanita bertubuh tinggi kurus itu segera melepaskan topi dan masker hitamnya. Ia kembali membungkukkan tubuh kepada Haikal sambil berkata, “Maaf, Dok. Saya harus pakai masker agar nggak ketahuan paparazi.”
“Ah, tidak apa-apa.” Haikal segera menyahut. Ia melihat Hera yang telah duduk di seberang meja dan sedang merapikan rambut yang sedikit berantakan.
Selagi menebarkan senyum hangat Haikal membuka pembicaraan.
“Pasti berat untuk seorang aktris terkenal seperti Hera datang ke klinik dan menerima konseling. Kebanyakan dari pasien saya yang seorang aktris berhenti melakukan konseling setelah dua atau tiga pertemuan. Tetapi Hera masih bertahan sejauh ini. Itu pastinya tidak mudah.”
Senyum manis tersungging di bibir Hera. “Saya akan terus menghadiri konseling sampai agorafobia saya sembuh, Dok. Dengan begitu saya bisa tampil lebih baik saat syuting.”
“Keputusan yang bagus.” Haikal menyambung dengan seutas senyum yang ia sunggingkan. “Saya akan melakukan yang terbaik untuk menyembuhkan fobia kamu. Kamu tinggal menghadiri konseling secara rutin dan menjalani beberapa terapi,” lanjut Haikal berkata.
“Baik, Dok”
**
Chapter 4Yasmin melepas sabuk pengaman yang melintasi bahu dan pinggang. Kemudian menoleh pada Rezza yang baru saja mematikan mesin mobil. Satu pasang manusia itu baru saja menyelesaikan kegiatan makan siang mereka bersama. Dan sekarang saatnya Yasmin untuk kembali bekerja. Rezza yang dua minggu terakhir ini tidak bisa melihat Yasmin karena pergi ke Vietnam untuk kompetisi renang, sedikit merasa berat hati mengakhiri kencan singkat mereka hari ini.“Mulai minggu depan kita bakal sulit ketemu. Aku mau ke Tokyo buat olimpiade musim panas. Selanjutnya aku ada kompetisi di China.”Rezza, laki-laki dua puluh delapan tahun berwajah oval yang memiliki tatapan nakal itu menunjukkan raut wajah yang memelas di hadapan Yasmin. Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah dua minggu berpisah karena kesibukan Rezza sebagai atlet renang. Ia yang tidak yakin sebesar apa rasa rindunya kepada Yasmin setelah dua minggu berlalu tanpa bertemu,
Chapter 5Yasmin hanya dapat cengingisan ketika Indah memergokinya datang terlambat setelah jam makan siang selesai. Padahal bukan pertama kali gadis itu terlambat kembali ke perusahaan seselesainya jam istirahat siang. Juga bukan pertama kalinya ia dipergoki oleh Indah Mayasari yang merupakan CEO dari Quirech Design and Decoration tempat Yasmin bekerja.“Bukahnya tadi kamu bilang mau bertemu Dokter Haikal?”Pertanyaan Indah yang terdengar mengintimidasi itu seketika membuat Yasmin menutup mulutnya rapat. Wanita tiga puluh tujuh tahun itu memicingkan kedua matanya menatap Yasmin yang ketahuan terlambat lebih dari lima belas menit.“Aku baru tahu kalau wajah Dokter Haikal sudah ganti jadi Rezza. Kamu habis kencan kan?!” Indah meninggikan nada bicaranya kepada Yasmin. Tetapi nada suaranya yang tinggi seperti itu sama sekali tidak terdengar seram.“Aduh... Bu Indah. Aku kan udah
Chapter 6 Sejak kecil Haikal bercita-cita menjadi dokter. Dan sekarang cita-cita itu telah terpenuhi. Haikal menjadi dokter spesialis kejiwaan dan mempunyai satu klinik psikiatri di daerah Jakarta. Yang sekarang klinik itu menjadi klinik psikiatri ternama di Jakarta. Siapa yang menyangka jika tiga orang yang memiliki minat berbeda-beda itu bersaudara? Tidak. Lebih tepatnya, siapa yang menyangka jika tiga orang yang berasal dari rahim yang sama itu memiliki garis hidup yang berbeda-beda dan tentunya tidak bersinggungan satu sama lainnya? Mulai dari bisnis hotel dan vila, galeri seni, sampai klinik psikiatri. Ketiga hal tersebut sangatlah berbeda dan sama sekali tidak bersinggungan satu sama lain. Oleh karena kedua adiknya memiliki minat yang berbeda dan telah lepas dari tanggung jawab mengelola bisnis Hessal Grup. Wahyu yang sejak satu tahun lalu memegang tanggung jawab penuh atas Hessal Grup dan keluarga, mengadakan pertemuan saudara se
Yasmin duduk melamun memakan es krim yang baru diantarkan oleh seorang pelayan di mejanya. Wanita itu tengah menunggu kedatangan Haikal yang berkata akan datang setelah pertemuannya dengan kedua kakak. Yasmin yang hari ini bersuasana hati buruk, hendak menghibur dirinya dengan memakan es krim. Ia juga memangggil Haikal yang mungkin—atau sudah pasti—bisa membuat suasana hatinya membaik.Anehnya tidak ada satu orang pun yang terbesit di benak Yasmin selain Haikal. Di saat dirinya merasa sedih atau pun bahagia, hanya nama Haikal yang terlintas di benak Yasmin. Bukan yang lain. Tetapi Haikal.Alasan kemurungan Yasmin hari ini adalah kekasihnya, Rezza. Laki-laki itu berkata ingin kencan dengan Yasmin di akhir pekan sebelum keberangkatannya ke Tokyo. Tetapi tiba-tiba saja ia membatalkan janjinya karena ada janji lain yang lebih mendesak sejak pagi. Bahkan, pada pukul sepuluh tadi Rezza telah berangkat ke Tokyo tanpa memberi kabar apa-apa pada Yasmin. Keberangkata
Chapter 8Semua itu sungguh terjadi. Hal yang sungguh tidak diharapkan Yasmin benar terjadi. Sore pada Minggu yang harusnya ia lalui dengan nyaman ini menjadi waktu yang menyesakkan untuk Yasmin.Yasmin berdiri mematung di depan televisi dalam apartemennya yang menyala. Gadis itu tengah melihat berita terkini tentang sepasang manusia yang berlibur bersama ke Tokyo. Benar. Laki-laki yang saat ini ada di layar televisi dan ketahuan pacaran dengan seorang aktris terkenal Hera itu adalah Rezza. Ya, Rezza yang sampai hari ini masih berpacaran dengan Yasmin.Satu hal kini Yasmin sadari. Alasan keberangkatan pria itu ke Tokyo yang begitu mendadak. Ternyata adalah untuk pacaran dengan Hera di Tokyo. Keduanya berangkat hari Sabtu kemarin. Dan menginap di hotel bintang lima Tokyo. Yang kemudian keesokan sorenya ketahuan oleh paparazi yang entah bagaimana caranya mengikuti Hera dari Indonesia.Laki-laki itu selingkuh!Y
Chapter 9Pukul enam pagi Yasmin mengerjapkan mata, terbangun dari tidur panjangnya karena mabuk. Seketika itu juga kepalanya dihujami rasa pening dan pengar. Tubuhnya terasa berputar-putar. Perutnya mual. Karena bir yang diminumnya semalam, Yasmin sama sekali tak ingat apa yang terjadi padanya. Bagaimana ia bisa pulang. Bagaimana ia bisa tidur di kasur yang terasa begitu empuk sampai ia mengira jika ini bukanlah kasurnya.Benar. Kasur ini begitu nyaman dan bukan kasur yang selama ini Yasmin gunakan. Di sela-sela rasa pening itu Yasmin membuka mata lebar-lebar. Ia menghadap langit-langit ruang. Lalu menyadari, ini bukan apartemennya!Kedua mata Yasmin sontak terbelalak. Ia segera bangun dari tidur. Duduk di atas kasur empuk dan mengamati sekeliling.Kamar yang luas dan berkelas. Dindingnya yang berwarna latte. Lemari pakaian besar. Sofa berwarna abu dan kursi panjang yang terlihat nyaman. Sudah dapat dipastikan, ini buka
Chapter 10Setelah diam kurang lebih lima belas menit mengamati Yasmin, Haikal akhinya melontarkan pertanyaan. Seketika Yasmin pun mengangkat pandangan. Menatap Haikal yang memberinya tatapan aneh.“Kenapa, Mas? Kamu nggak suka makanannya?” balas Yasmin bertanya.“Aku bicara tentang kamu, Yasmin. Ada sesuatu yang terjadi kan? Nggak biasanya kamu seperti ini. Nggak peduli kalau kamu emang banyak bicara. Tapi kalo saat sedang makan kamu bakal tenang. Jadi apa yang terjadi?” lanjut Haikal bertanya lembut.Perlahan Yasmin meletakkan sumpitnya. Kemudian mengembuskan napas panjang. Ia menatap legas Haikal yang duduk di seberang meja. Senyum manisnya perlahan terbentuk di bibir.“Aku sudah mengambil keputusan, Mas,” ucap lirih Yasmin. Wajahnya tampak gembira saat mengatakan hal itu.“Apa yang kamu putuskan?” Haikal menanggapi sambil melayangkan senyum tipis di bibir.Sejenak Ya
“Mbak Jihan yang akan mengambil alih proyek penataan panggung untuk festival musik klasik. Dan Yasmin, kamu bisa mengerjakan proyek festival di Hessal Galeri. Bu Laras, CEO dari galeri itu ingin melakukan rapat denganmu besok. Jadi jangan terlambat. Jika kamu terlambat, kita semua mati. Kamu tau kan betapa berpengaruhnya Hessal Grup?”Perkataan Bu Indah terdengar seperti ancaman di telinga Yasmin. Tetapi Yasmin yang telah mengetahui karakter CEO-nya yang memang seperti itu, hanya menganggukkan kepala dan mengiyakan perintah.“Siap, Bu Indah. Saya tidak akan terlambat.”“Bagas besok bisa ikut rapat dengan Yasmin. Jangan macam-macam, cukup ikuti perintah Yasmin. Kamu mengerti?” lanjut Bu Indah yang tengah memimpin rapat sore ini.Seketika itu laki-laki dua puluh lima tahun yang duduk di sebelah Yasmin mengangguk. “Siap, Bu Indah,” jawabnya bersemangat.Pandangan Indah teralih pada wani
Setelah seharian ini bekerja di lapangan untuk penelitiannya. Haikal hendak mengistirahatkan tubuh dan otaknya. Pria itu baru selesai mandi dan sedang membaringkan tubuhnya ke atas kasur hotel yang nyaman. Tetapi dering telepon menghentikan niatan Haikal yang ingin tidur setelah mematikan lampu kamar hotel tempatnya menginap.“Yasmin? Kamu belum tidur?”Haikal kembali duduk di atas kasur. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran tempat tidur. Kaki Haikal lurus menyilang di balik selimut tebal berwarna putih sementara kedua sikunya menumpu di atas bantal tidur yang ia pangku. Di antara kegelapan ruangan yang hanya diterangi oleh lampu tidur kuning temaram, Haikal mengukir senyumnya yang menawan. Ia merasa senang mendengar suara Yasmin yang ia rindukan sejak hari pertama keberangkatannya ke Malaysia. Tidak. Haikal bahkan telah merindukan Yasmin sejak ia tiba di Bandara Kansai, Malaysia.[Mas sudah mau tidur? Kamu pasti sudah lelah seharian bekerja. Ap
“Untuk item coupe de diamant, bagaimana jika pencahayaannya berwarna biru? Saya pikir warna biru akan lebih menonjolkan kesan dari berliannya.” Yasmin menyampaikan pendapatnya mengenai tampilan cangkir berlian bernama ‘coupe de diamant’. Cangkir itu merupakan salah satu item unggulan buatan seniman terkenal Perancis yang akan dipamerkan dalam pameran seni musiman yang diselenggarakan oleh Hessal Galeri pada pertengahan musim gugur mendatang.“Ya. Aku menyukainya,” sahut Laras. Untuk pameran seninya pada pertengahan musim gugur nanti, ia bekerja sama dengan Quirech dalam dekorasi ruang dan panggung untuk pameran. “Tapi kalau menggunakan lampu biru, apa tidak terlalu mencolok? Item utama yang akan dipamerkan adalah lukisan dari Rusia. Kalau dibuat seperti itu, takutnya coupe de diamant yang akan lebih menarik pengunjung,” imbuh Laras.Yasmin yang duduk bersebera
“Tumben sekali Mas datang tanpa hubungi aku lebih dulu?” Yasmin bertanya selagi menoleh pada Haikal yang tengah mengendarai mobil.Pria itu datang secara mendadak karena ingin mengajak Yasmin pergi ke suatu tempat. Namun tanpa sengaja ia melihat Yasmin bersama Rezza sedang berbicara di samping gedung perusahaan. Haikal mengamati mereka selama beberapa waktu sebelum akhirnya Yasmin datang menghampirinya.“Ada suatu hal yang ingin kukatakan padamu.” Haikal menjawab sembari menaruh konsentrasi penuh pada jalanan dan mesin kendali mobil. “Kamu belum makan kan? Kita makan dulu. Lalu bicara nanti,” lanjut Haikal berujar. Sekilas ia menoleh pada Yasmin dan menguntai senyum.“Baiklah.”Keduanya melesat menuju sebuah restoran untuk makan malam. Yasmin menikmati makan malamnya dengan nikmat sementara Haikal terlihat aneh. Laki-laki itu seperti menyimpan kepedihan kepada Yasmin. Raut wajahnya tampak sendu. Tidak sepert
“Mbak Jihan yang akan mengambil alih proyek penataan panggung untuk festival musik klasik. Dan Yasmin, kamu bisa mengerjakan proyek festival di Hessal Galeri. Bu Laras, CEO dari galeri itu ingin melakukan rapat denganmu besok. Jadi jangan terlambat. Jika kamu terlambat, kita semua mati. Kamu tau kan betapa berpengaruhnya Hessal Grup?”Perkataan Bu Indah terdengar seperti ancaman di telinga Yasmin. Tetapi Yasmin yang telah mengetahui karakter CEO-nya yang memang seperti itu, hanya menganggukkan kepala dan mengiyakan perintah.“Siap, Bu Indah. Saya tidak akan terlambat.”“Bagas besok bisa ikut rapat dengan Yasmin. Jangan macam-macam, cukup ikuti perintah Yasmin. Kamu mengerti?” lanjut Bu Indah yang tengah memimpin rapat sore ini.Seketika itu laki-laki dua puluh lima tahun yang duduk di sebelah Yasmin mengangguk. “Siap, Bu Indah,” jawabnya bersemangat.Pandangan Indah teralih pada wani
Chapter 10Setelah diam kurang lebih lima belas menit mengamati Yasmin, Haikal akhinya melontarkan pertanyaan. Seketika Yasmin pun mengangkat pandangan. Menatap Haikal yang memberinya tatapan aneh.“Kenapa, Mas? Kamu nggak suka makanannya?” balas Yasmin bertanya.“Aku bicara tentang kamu, Yasmin. Ada sesuatu yang terjadi kan? Nggak biasanya kamu seperti ini. Nggak peduli kalau kamu emang banyak bicara. Tapi kalo saat sedang makan kamu bakal tenang. Jadi apa yang terjadi?” lanjut Haikal bertanya lembut.Perlahan Yasmin meletakkan sumpitnya. Kemudian mengembuskan napas panjang. Ia menatap legas Haikal yang duduk di seberang meja. Senyum manisnya perlahan terbentuk di bibir.“Aku sudah mengambil keputusan, Mas,” ucap lirih Yasmin. Wajahnya tampak gembira saat mengatakan hal itu.“Apa yang kamu putuskan?” Haikal menanggapi sambil melayangkan senyum tipis di bibir.Sejenak Ya
Chapter 9Pukul enam pagi Yasmin mengerjapkan mata, terbangun dari tidur panjangnya karena mabuk. Seketika itu juga kepalanya dihujami rasa pening dan pengar. Tubuhnya terasa berputar-putar. Perutnya mual. Karena bir yang diminumnya semalam, Yasmin sama sekali tak ingat apa yang terjadi padanya. Bagaimana ia bisa pulang. Bagaimana ia bisa tidur di kasur yang terasa begitu empuk sampai ia mengira jika ini bukanlah kasurnya.Benar. Kasur ini begitu nyaman dan bukan kasur yang selama ini Yasmin gunakan. Di sela-sela rasa pening itu Yasmin membuka mata lebar-lebar. Ia menghadap langit-langit ruang. Lalu menyadari, ini bukan apartemennya!Kedua mata Yasmin sontak terbelalak. Ia segera bangun dari tidur. Duduk di atas kasur empuk dan mengamati sekeliling.Kamar yang luas dan berkelas. Dindingnya yang berwarna latte. Lemari pakaian besar. Sofa berwarna abu dan kursi panjang yang terlihat nyaman. Sudah dapat dipastikan, ini buka
Chapter 8Semua itu sungguh terjadi. Hal yang sungguh tidak diharapkan Yasmin benar terjadi. Sore pada Minggu yang harusnya ia lalui dengan nyaman ini menjadi waktu yang menyesakkan untuk Yasmin.Yasmin berdiri mematung di depan televisi dalam apartemennya yang menyala. Gadis itu tengah melihat berita terkini tentang sepasang manusia yang berlibur bersama ke Tokyo. Benar. Laki-laki yang saat ini ada di layar televisi dan ketahuan pacaran dengan seorang aktris terkenal Hera itu adalah Rezza. Ya, Rezza yang sampai hari ini masih berpacaran dengan Yasmin.Satu hal kini Yasmin sadari. Alasan keberangkatan pria itu ke Tokyo yang begitu mendadak. Ternyata adalah untuk pacaran dengan Hera di Tokyo. Keduanya berangkat hari Sabtu kemarin. Dan menginap di hotel bintang lima Tokyo. Yang kemudian keesokan sorenya ketahuan oleh paparazi yang entah bagaimana caranya mengikuti Hera dari Indonesia.Laki-laki itu selingkuh!Y
Yasmin duduk melamun memakan es krim yang baru diantarkan oleh seorang pelayan di mejanya. Wanita itu tengah menunggu kedatangan Haikal yang berkata akan datang setelah pertemuannya dengan kedua kakak. Yasmin yang hari ini bersuasana hati buruk, hendak menghibur dirinya dengan memakan es krim. Ia juga memangggil Haikal yang mungkin—atau sudah pasti—bisa membuat suasana hatinya membaik.Anehnya tidak ada satu orang pun yang terbesit di benak Yasmin selain Haikal. Di saat dirinya merasa sedih atau pun bahagia, hanya nama Haikal yang terlintas di benak Yasmin. Bukan yang lain. Tetapi Haikal.Alasan kemurungan Yasmin hari ini adalah kekasihnya, Rezza. Laki-laki itu berkata ingin kencan dengan Yasmin di akhir pekan sebelum keberangkatannya ke Tokyo. Tetapi tiba-tiba saja ia membatalkan janjinya karena ada janji lain yang lebih mendesak sejak pagi. Bahkan, pada pukul sepuluh tadi Rezza telah berangkat ke Tokyo tanpa memberi kabar apa-apa pada Yasmin. Keberangkata
Chapter 6 Sejak kecil Haikal bercita-cita menjadi dokter. Dan sekarang cita-cita itu telah terpenuhi. Haikal menjadi dokter spesialis kejiwaan dan mempunyai satu klinik psikiatri di daerah Jakarta. Yang sekarang klinik itu menjadi klinik psikiatri ternama di Jakarta. Siapa yang menyangka jika tiga orang yang memiliki minat berbeda-beda itu bersaudara? Tidak. Lebih tepatnya, siapa yang menyangka jika tiga orang yang berasal dari rahim yang sama itu memiliki garis hidup yang berbeda-beda dan tentunya tidak bersinggungan satu sama lainnya? Mulai dari bisnis hotel dan vila, galeri seni, sampai klinik psikiatri. Ketiga hal tersebut sangatlah berbeda dan sama sekali tidak bersinggungan satu sama lain. Oleh karena kedua adiknya memiliki minat yang berbeda dan telah lepas dari tanggung jawab mengelola bisnis Hessal Grup. Wahyu yang sejak satu tahun lalu memegang tanggung jawab penuh atas Hessal Grup dan keluarga, mengadakan pertemuan saudara se