Home / Fantasi / Cindaku Sang Penguasa / 91. Ingatan Samar

Share

91. Ingatan Samar

Author: Bill
last update Last Updated: 2022-02-14 18:48:59

Setelah selesai proses pemulihan, Dwara memerintahkan Askara dan Kai untuk kembali menguji kemampuannya di bukit pasir nagog. Tak lupa dia mengirim Sanggapati untuk menjadi pengawas jalannya ujian ulang itu.

Maka berangkatlah ketiga pemuda itu menuju jalur tenggara bukit nagog pada malam hari. Jalan terpencil yang terbilang gelap dan sangat lembap. Jalur yang mereka ambil berbeda dengan petunjuk jalur Baduga sebelumnya.

"Kenapa kita harus melalui jalur ini?" Kai terdengar protes.

Sebagai murid yang lebih dulu pernah mengarungi pasir nagog, Kai terasa asing dengan jalur yang dilaluinya kini. Dulu saat menjadi murid termuda Sepuh Dwara, peraturannya tidak terlalu runyam seperti sekarang. Bahkan untuk memulai ujian bertahan hidup di bukit pun tak perlu mencari jalan tikus seperti ini. Kai pergi dan kembali selalu melalui jalur utama.

Sanggapati sontak menyahut, "ini termasuk jalan yang paling aman, tahu

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Cindaku Sang Penguasa   92. Senjata Alternatif

    Askara dan Kai berjalan berdampingan menelusuri bukit pasir nagog untuk yang kedua kalinya. Sepanjang perjalanan, mereka diam tak berbicara satu sama lain. Hanya edaran bola mata saja, sibuk menelisik keseluruhan bukit yang dipenuhi pepohonan rindang yang tinggi menjulang.Sesekali Askara melirik Kai yang berjalan di samping kirinya. Begitu pula dengan Kai pada Askara.Seolah tak mau bertemu pandang, keduanya sengaja kompak membuang muka setelah sadar saling melirik.Sedangkan di sisi lain di atas pohon, Sanggapati membuntuti keduanya serta mengawasi dari ketinggian.Melompati dahan ke dahan lalu mengintai dari sekumpulan dedaunan. Dia berhenti kala kedua sosok yang diawasinya mengehentikan perjalan. Kadang sejenak dirinya makan pisang, sembari menunggu Askara dan Kai berjalan kembali.Tiba-tiba suara gersakan semak mengejutkan mereka. Terdengar seolah geraman harimau namun denga

    Last Updated : 2022-02-15
  • Cindaku Sang Penguasa   93. Pecut Rumput

    Ctak! Tiba-tiba cindaku muncul dari balik kumpulan rumput gajah, Kai dengan gerakan refleksnya langsung memecut wajah manusia harimau bertaring panjang itu. Cipratan darah pun seketika terbang ke segala arah. Kai pun berjumpalitan seiring cindaku meraung karena wajahnya berdarah. "Kai awas!" teriak Askara seraya mendekat. Graa ...! Cindaku putih itu mengaum, suaranya menggemakan sekitaran. Lantas si monster mengayunkan cakar guna menghempaskan Kai, tetapi pemuda itu lincah menghindar. Dia hendak memecut makhluk itu, sayang masih terpancar keraguan di wajahnya. Padahal, Kai sebelumnya berhasil memecut wajah si monster hanya menggunakan rumput gajah. Alhasil, Kai terus mengelak dari cakaran sampai pemuda itu terdesak mundur. Gra ... Gra! Kai hendak mendaratkan tinju, namun tepisan cakar cindaku malah berakhir melukainya. Dia k

    Last Updated : 2022-02-16
  • Cindaku Sang Penguasa   94. Kerja Sama

    "Aku benci mengatakan ini, tapi sepertinya kita harus bekerja sama.""Wah ... Mai, ternyata kau punya rasa takut juga yah," kata Askara menyempatkan jahil."Namaku Kai!" tegas Kai menekan perkataannya. "Ini bukan soal takut atau tidaknya, rumput ini sama sekali tidak bisa memotong leher cindaku. Karena itulah, gunakan senjatamu untuk menebasnya sebelum aku menemukan cara lain!""Tenang Mai --eh apalah namamu itu. Aku pasti membantu. Tapi kedepannya kau harus bisa melakukannya sendiri karena kita tidak akan terus menerus bersama," saran Askara."Setidaknya kita bunuh cindaku ini lebih dulu!" Kai segera membantingkan diri ke tanah, mengelak dari apungan batu yang mendadak muncul dari arah depan. Lemparan itu berasal dari genggaman tangan cindaku.Dentuman demi dentuman terdengar. Bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali batu itu melayang ke arah mereka.Kai deng

    Last Updated : 2022-02-17
  • Cindaku Sang Penguasa   95. Terlalu Perhatian

    "Aska ..."Suara sayup itu terdengar di saat kesadaran Askara terasa samar-samar. Panggilan yang membuatnya mengurung langkah untuk tidak masuk ke dalam alam bawah sadar.Seingatnya, Askara sudah berdiri di depan gerbang itu.Namun panggilan dari arah lain, membuat Askara berhasil membuka matanya perlahan.Penglihatan pun semakin jelas dan jernih, dia melihat hamparan daun dengan dahan ranting yang menggantung di atas sana. Askara mengedarkan mata, kelabu gelap ternyata tengah menyelimuti sekelilingnya.Kepalanya tergolek sedikit, di sebelah kiri banyak sekali pepohonan yang tumbang, terutama beringin.Ah, benar juga. Askara baru saja bertarung melawan cindaku.Robohnya pohon besar itu terlalu mencolok, Askara khawatir jika mengundang cindaku yang lainnya."Merepotkan, kenapa bisa kau pingsan?" cetus seseorang.Askara yang mendengar ocehan itu sudah merasa tidak asing lagi. Dia melirik lewat ekor mata. Memastikan jika suar

    Last Updated : 2022-02-21
  • Cindaku Sang Penguasa   96. Monster Betina?

    'Cindaku ini, bukan sembarang cindaku!'Kai bergegas mengeluarkan seutas rumput gajah tadi. Terlihat sudah kusut, sepertinya dia harus segera menggantinya dengan rumput baru.Sungguh! Siapa yang menyangka jika dirinya berhasil menciptakan senjata alternatif dari rumput?Si monster dengan kulit kuning kecoklatan itu mendekati Askara, yang kala itu sedang meronta keluar dari reruntuhan batang pohon. Kai mendecih, mustahil menolongnya dalam keadaan sempit seperti itu.Yang harus dilakukannya pertama kali adalah mengalihkan perhatian si monster. Sehingga Askara bisa memulihkan diri.'Harusnya tadi aku mengajarinya penghambatan energi untuk metode pemulihan,' rutuknya membatin.'Tunggu ... Kenapa aku peduli padanya?'Kai bingung sendiri.Mengenyahkan pikiran bimbangnya itu. Kai tergesa berlari mengejar cindaku yang hendak menerkam Askara.Tepat saat cindaku itu melompat, Kai menggunakan jurus Napak hawa dan ikut melompat dan

    Last Updated : 2022-02-22
  • Cindaku Sang Penguasa   97. Makhluk Cerdas

    Beberapa saat sebelumnya.Sanggapati masih mengawasi pertarungan dari puncak dahan kiara payung. Mengamati sekaligus menganalisis kemampuan cindaku betina itu.Yah, sementara waktu mereka akan menyebutnya cindaku betina.Sebenarnya, wujud cindaku itu mirip ke singa betina yang mulus tanpa loreng, kaki jenjang, bulu tak lebat dan tak berotot. Yang menonjol dari monster itu adalah perut dan bokong yang berisi. Pantas saja mereka langsung menyebutnya sebagai betina."Instingnya sangat kuat.Dasar betina!" umpat Sanggapati.Tiba-tiba pemuda itu teringat akan sang ibu.Dulu. Di mana dia sering sembunyi-sembunyi guna mencuri pisang, ibunya itu pasti sigap mengetahui gerak-geriknya. Meskipun dan bagaimanapun cara pintar Sanggapati mencoba mencuri, selalu saja tertangkap basah oleh si ibu. Semenjak itulah, Sanggapati sering beranggapan jika insting perempuan itu

    Last Updated : 2022-02-22
  • Cindaku Sang Penguasa   98. Luka Sayat

    Di sisi lain setelah kejadian itu. Askara dan Kai tercengang mendapati cindaku itu bertengger, —lebih tepatnya menggelantung di atas dahan pohon tengkaras. Tentu saja posisinya di atas kepala mereka. Padahal dahannya kecil, namun ternyata si monster mampu menyeimbangkan diri sampai mahir bergelantungan di dahan kecil. 'Begitu ... Kuku-kukunya menancap ke dalam kulit kayu. Pantas saja dia mampu bergelantungan di dahan sekecil itu,' pikir Kai. 'E-eh ... Itu berarti, kecepatan memanjatnya cepat!' Kai sedikit gemetaran, cindaku yang dihadapi mereka adalah cindaku siluman. "Apa-apaan ... Sejak kapan monster itu ada di sana?" Askara memaksakan senyum. Antara takjub dan ketakutan, semuanya bercampur menjadi satu kesatuan. Grrr ... Mata si monster mengeluarkan kilat, biru kekuning-kuningan dengan satu garis tegak lurus membent

    Last Updated : 2022-02-22
  • Cindaku Sang Penguasa   99. Senyum Mengerikan

    Luka Kai seketika pulih, bekas sayatan itu kembali menyatu. Bahkan tidak ada tanda-tanda jika korneanya terluka. Padahal Askara melihat jelas jika kuku cindaku menyayat bola mata lelaki itu.Kai juga terlihat mengorek telinganya sendiri. Membersihkan darah yang mengalir dari sana. Tatapannya dingin, dengan mata biru hang mengkilat-kilat, wajah memerah karena memendam murka.Krek!Kai membenarkan tulang leher yang sedikit bengkok. Kai berniat membalas perbuatan si monster dengan setimpal. Setelah makhluk itu membenturkan kepalanya ke tanah, minimal dia harus memisahkan kepala cindaku betina itu.Lantas Kai berdiri, napasnya berderu. Mengeluarkan kepulan kabut tipis dari hidungnya."Energinya berubah?" Askara terkejut, pasalnya energi yang dikeluarkan Kai berbeda dari sebelumnya.Mengeluarkan aura yang berbeda, jauh lebih kuat.Kai melesat maju, meninggalkan rumput gajah yang sebelumnya dipegang. Kini pemuda itu menerobos pertarungan ha

    Last Updated : 2022-02-26

Latest chapter

  • Cindaku Sang Penguasa   142. Salah Tingkah

    Cindala terlihat meninggalkan kamar, membiarkan Sanggapati dijaga oleh teman-temannya. Sebenarnya ada rasa tak enak karena dia tak bisa menuntaskan janjinya pada pemuda itu.Sanggapati ingin ditemani Cindala sampai pemuda itu kembali terbangun lagi.Namun apalah daya, temannya yang lain seperti Askara juga ingin ikut andil menjaga Sanggapati.Tetapi Cindala yakin, suatu saat nanti dia bisa menuntaskan janji itu.Dengan pikiran yang masih berputar-putar pada kejadian semalam, gadis itu pergi ke kebun belakang, hendak istirahat dan bergabung dengan para adiwira perempuan lainnya.Terlihat banyak temannya yang lain di sana, mereka menyapa sambil melambaikan tangan padanya."Cindala kemari!""Dari mana saja kau? Kenapa baru muncul sekarang?" seru yang lainnya.Cindala menghampiri mereka, lantas ikut duduk di salah satu batu pinggir kolam. Kebetulan kolam di kebun belakang padepokan adalah tempat para perempuan berendam.Gadis itu duduk, termenung seraya mengayunkan kaki di bibir kolam. La

  • Cindaku Sang Penguasa   141. Jangan Pergi

    Cindala dan Sanggapati terdiam membeku. Keduanya saling menumbuk netra beberapa saat.'Sangga?' Akal Cindala mendadak tak berfungsi. Kejadian ini membuatnya bingung.Begitu pula dengan Sanggapati, dia tertegun kala melihat pernik mata Cindala. Manik yang sama seperti mata ibunya.Cindala segera menjauhkan wajahnya, dia kaget karena ternyata Sanggapati sudah berhasil sadar."S-Sangga? Sejak kapan kau–" Perkataan Cindala terhenti setelah Sanggapati semakin menggenggam erat tangannya."Aku berhasil sadar berkat bantuanmu." Suara Sanggapati masih terdengar serak dan berat, dia belum sepenuhnya pulih.Cindala bingung sendiri. Apa yang menyebabkan laki-laki menyebalkan seperti Sanggapati mendadak berubah drastis menjadi seperti ini.Kepala Sanggapati tiba-tiba pening lagi, bahkan kini ia melihat Cindala pun terlihat berbayang dua."Kenapa kau ada dua?""Sangga sepertinya kau kehabisan darah, bertahanlah!" Cindala mencari cara untuk menambahkan suplai darah pada Sanggapati, untungnya dia se

  • Cindaku Sang Penguasa   140. Keturunan Istimewa

    Setelah perbincangan itu, mereka semua kembali ke kamar masing-masing. Askara dan Kai masih membutuhkan istirahat yang cukup. Vitaloka terlihat masuk ke ruangan Sanggapati, terlihat ada Gading yang masih tetap menjaga temannya itu."Ada apa Vitaloka?""Sangga belum sadar?" tanya gadis itu.Gading menggeleng. "Sejauh ini belum ada tanda-tanda dia siuman.""Memangnya kau ada perlu apa?""Tidak apa-apa, nanti aku kembali lagi setelah Sangga siuman." Lantas setelah itu, dia keluar meninggalkan kamar Sanggapati.Vitaloka memutuskan untuk duduk bersantai di kolam padepokan. Di setiap padepokan, pasti selalu ada kolam air baik itu kolam ikan atau kolam pemandian. Memang sangat cocok untuk mencari ketenangan."Kau di sini juga, Vitaloka?" Tiba-tiba Ajisena datang dan duduk di sampingnya.Vitaloka hanya menoleh, tidak menjawab pertanyaan Ajisena.Tak lama kemudian Yudhara juga ikut menyusul ke tempat itu. "Sena, Vitaloka. Kalian di sini ternyata.""Memangnya ada apa?" tanya Ajisena.Yudhara b

  • Cindaku Sang Penguasa   139. Menebus Dosa

    Sanggapati terbaring lemah, ditempatkan di ruangan berbeda dengan Kai dan Askara, menimang kondisinya paling parah. Beberapa tulangnya patah, dan cedera berat. Rakata sengaja menitipkannya pada Gading dan kawan-kawan. Setelah itu dia terlihat pergi meninggalkan padepokan Kalong, sebelumnya dia berpamitan pada Sesepuh Badalarang.Pria paruh baya itu berjalan ke arah selatan, menuju pemukiman bukit Pasir Nagog. Dia sengaja berangkat setelah fajar, menghindari waktu malam sekaligus serangan cindaku.Ada yang hendak ia tanyakan pada dua rekan Sepuhnya itu. Dwara dan Baduga, yang menjadi persinggahan pertama bagi Askara, Kai dan Sanggapati.Cindala dengan telaten merawat luka sayat yang menyebar di wajah Sanggapati. Meskipun laki-laki itu sangat menyebalkan baginya, bohong jika dirinya tidak khawatir saat ini.Perempuan itu berusaha menutupi luka dan membersihkan darah Sanggapati. Padahal awalnya dia sangat takut berhadap dengan pemuda itu.Namun setelah melihatnya terkapar lemah seperti

  • Cindaku Sang Penguasa   138. Tahap Pemulihan

    "Ugh ..."Askara membuka mata, dia bingung setelah melihat pemandangan kamar kecil tapi minimalis. Pintu kayu, gorden katun, teko dan cawan batok menjadi pemandangan pertamanya.Sempat bertanya-tanya akan keberadaannya kini, namun dia enyahkan pikiran itu. Ada hal lain yang lebih penting, yakni menyembuhkan rasa sakit.Askara meringis, tubuhnya kini selemah itu. Dia terus mengembuskan napas guna melakukan penghambatan energi mandiri.Sayang, dia tidak punya tenaga lagi untuk melakukan penekan beban. Dalam artian, tubuhnya tidak bisa mengeluarkan energi lagi. Badannya terlalu lemah untuk itu.Askara menelan ludah saat menahan rasa sakit itu. Dia menoleh ke sampingnya. Ternyata di ruang yang sama namun di ranjang berbeda, ada Kai yang juga terbaring lemah sama sepertinya."Eh?""Ka–awhhh ... Akh, sakitt," ringis pemuda itu.Dia merasakan tulang rahangnya yang bengkok. Entah bagaimana hal itu bisa terjadi, yang jelas wajahnya kini babak belur.Sembarang berbicara pun rasanya sakit."Kai?

  • Cindaku Sang Penguasa   137. Tanda Segel Pundak

    Askara semringah dengan mata menyala, dia tersenyum puas saat mengetahui Kai dan Sanggapati terkurai lemas dan tak berdaya.Kali ini dia memperhatikan Kai yang tengah pingsan, lalu dia berjalan menghampiri pemuda itu. Entah apa yang akan dia lakukan, yang jelas, kini tatapannya kembali kosong.Askara mengangkat menghunuskan kujang dan mengacungkannya tinggi-tinggi. Dia hendak menusuk temannya sendiri menggunakan senjata itu.Baru saja Askara hendak menggorok leher Kai, aksi itu tiba-tiba terhenti. Askara mendadak mematung, ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya.Ternyata tepat dari belakangnya, Sepuh Rakata membekukan aliran syaraf dan darahnya menggunakan ajian totok."Sadarlah, Nak ...." ujar Sepuh Rakata.Ajisena dan kawan-kawan terlihat menghampiri area perkelahian Kai, Sanggapati dan Askara. Berkat mereka yang berhasil menghancurkan raja ghaibnya, Sepuh Rakata tiba tepat waktu."Syukurlah, tadi itu hampir saja." Cindala menarik napas lega."Mereka bertiga brutal sekali. Bisa-bisany

  • Cindaku Sang Penguasa   136. Raja Ghaib

    "Aska?"Askara bergerak sendiri, dia berada di bawah kendali seseorang. Entah siapapun itu, yang jelas kondisinya kini sama persis dengan Kai.Pemuda itu pun jongkok, membuat tanah-tanah sekitar telapak kakinya retak dan anjlok. Penekanan tenaga dan juga pelepasan energinya sangatlah kuat.Dari napas Askara mengepul kabut tipis, dia memejamkan mata kembali.Di sisi lain Sanggapati dan Kai belum menyelesaikan perkelahian. Bukannya berakhir, pertarungannya malah semakin menggila.Kai melepaskan pedangnya, dia maju dengan tangan kosong. Sama halnya dengan Sanggapati yang seakan lupa akan senjata panahnya.Sanggapati rolling depan, lantas dia menerkam lawan menggunakan cakarnya. Kai cukup gesit, dia bergerak cepat menahan bahu Sanggapati yang hendak menerkam. Terlihat hendak memukul, Kai cepat-cepat menahan tangan itu menggunakan sikutnya.Bugh!Keduanya saling meregang di tengah pertarungan.Kai menyandung kaki Sanggapati sampai tubuh keduanya tumbang. Tak cukup puas, dia juga membanting

  • Cindaku Sang Penguasa   135. Tanda Menjalar

    Kai mengembuskan napas berat, pandangannya kosong ke depan. Rambutnya melambai-lambai diterpa angin. Kulitnya diterka sangat dingin, auranya bahkan sampai bisa Cindala rasakan.Grr ...Sanggapati kian menggeram, setelah melihat Kai berdiri di depannya dan berhasil menggagalkan rencananya.Mata pemuda itu masih merah menyala.Kai perlahan menatap Sanggapati, kala itu juga bola matanya berubah. Anehnya, perubahan mata Kai berbeda dengan Ajisena dan yang lainnya. Dua netra laki-laki itu justru berbeda warna.Di sebelah kiri, muncul mata biru level dua, sedangkan mata kanan adalah mata biru khusus yang hanya dimiliki olehnya. Dengan corak gabungan dua segitiga hingga membentuk bunga, mata kanan Kai justru bersinar dan mengkilat.Cindala tercengang. "Kenapa sebelah mata Kai berbeda?"Ekspresi Sanggapati kian jengkel saat berhadapan dengan Kai.Kai mendadak lari, dia mencoba menendang Sanggapati. Tendangan itu dengan cepat Sanggapati tangkis, hingga pada akhirnya kedua orang itu terpukul mu

  • Cindaku Sang Penguasa   134. Perkelahian Sesama Rekan

    "Gading!" Cindala berlari menghampiri pemuda berbadan besar itu. Tubuhnya terbanting di antara bebatuan. Laki-laki itu meringis kesakitan."Makan ini!" Cindala menyodorkan pil obat untuk meredakan nyeri. Dia tahu jika serangan Sanggapati tadi terlalu mendadak, menyebabkan Gading lupa akan pertahankan diri yakni menggunakan pelepasan energi.Cindala menyuapi Gading dengan pil obat itu. Dia juga meminta pemuda itu untuk menjauh dari area sana karena terluka.Sedangkan Ajisena dan Yudhara berusaha menyadarkan Sanggapati yang lagi-lagi kerasukan itu."Sangga apa yang kau lakukan?! Gading itu temanmu sendiri!" sengaja Yudhara."Sepertinya dia tidak sadarkan diri. Lihatlah, bola matanya bukan berubah menjadi biru, tetapi merah menyala seperti itu," tunjuk Ajisena.Yudhara memberanikan diri maju, dia ingin berbicara pada Sanggapati lebih dekat lagi.Grr ...Sanggapati melompat, lantas berusaha mencakar bahu Yudhara. Untungnya pemuda itu lolos dan berhasil mengelak. Dia pun hendak menjauh nam

DMCA.com Protection Status