Tempat baru, orang-orang baru dan negeri baru yang pertamakali Lita injak tanahnya tadi malam. Kemarin Lita benar-benar dijual kembali oleh Marco, laki-laki biadab yang hanya memikirkan tentang uang. Heiji, nama yang Lita pernah dengar saat masih berada di negara tercintanya Indonesia. Dan sekarang laki-laki berkulit putih dengan mata hazel berwarna biru terang serta pahatan wajah yang tegas itu tepat berada didepan Lita berdiri.Ken Heiji Nagawa, laki-laki berusia 28 tahun yang masih lajang itu membeli Lita dari Marco atas dasar untuk menjadikan Lita sebagai seorang pembantu di usaha gelapnya. Namun Heiji tidak menyangka akan langsung tertarik dengan Lita saat bertemu dengannya untuk pertama kali.Lita sendiri terpana dengan laki-laki asal Jepang itu, Lita tahu Heiji fasih berbahasa Indonesia. Jadi Lita tidak akan sulit untuk berkomunikasi dengan Heiji sekarang."Tuan, bisakah anda mengirim saya kembali ke Indonesia, kembali ke keluarga saya" pinta Lita pada Heiji yang ada didepanny
Kriing kriing kriing...Sudah kesekian kalinya jam weker dinakas itu tidak berhenti berbunyi, mau tidak mau Lita pun harus bangkit dari peraduannya. Hari ini, hari pertama dia mengikuti pelajaran sekolah setelah acara MOS selama empat hari kemarin telah usai. Ya dia adalah Jelita Arthamania Pramono atau yang lebih sering dipanggil dengan nama Lita, anak tunggal dari pasangan Herman Pramono dan Hastina Ayudia seorang pengusaha kuliner ternama di kota yang dijuluki sebagai kota Tembakau. Dia terpaksa harus masuk sekolah SMK disalah satu SMK Negeri di kota kelahirannya itu karena paksaan kedua orang tuanya agar bisa menjadi seorang pengusaha meskipun bukan di bidang kuliner seperti orang tuanya. Apalah daya dia tidak ingin dicap sebagai seorang anak durhaka.Dengan langkah malas dia berjalan ke kamar mandi untuk melakukan ritual setiap paginya itu, tidak butuh waktu lama dia menyelesaikan acara itu kemudian menganti handuk kimono yang membelit tubuh rampingnya dengan seragam putih abu-abu
Perjalanan menuju sekolahan sekitar 15 menit. Bus sudah sampai di halte samping sekolah."Sekolah turun sekolah turun," Ucap sang kondektur dengan satu tangan yang melambai dan yang satunya meminta bayaran pada penumpang. Lita pun ikut turun bergantian dengan beberapa siswa yang naik bus itu."Ini bang Asep uangnya," ucap Lita sambil menyodorkan uang lima ribu rupiah ke kondektur "Iya neng, makasih," sahut Asep sambil mengedipkan sebelah matanya Lita melangkahkan kakinya dengan sedikit tergesa-gesa, karena risih dengan tingkah Asep barusan. Dia sudah mengenal Asep sejak duduk dibangku menengah pertama karena sering naik bus yang di kondekturi oleh Asep tersebut. Memang Lita akui tampang Asep sedikit ganteng, tapi dia justru risih dengan Asep karena sering menggodanya bahkan penampilannya pun mirip preman-preman pasar. Bahkan beberapa cewek juga sering Lita lihat digoda oleh Asep."Iihhh dasar cowok gemblung," ucap Lita sambil memonyongkan bibirnya"Apa loe bilang? gemblung? Siapa ya
"Lita..," pekik Citra. Citra pun berlari menuju tempat Lita jatuh.Semua orang yang masih ada di lapangan langsung menoleh kearah tubuh ramping itu jatuh, seketika Rendra yang tidak jauh dari Lita langsung membopong tubuh itu menuju ke UKS, sementara Citra mengikuti Rendra dari belakang. Setelah sampai di dalam UKS Rendra meletakkan tubuh Lita di salah satu kasur yang ada di dalam ruangan itu."Kak Rendra, bagaimana dengan Lita?" Tanya Citra pada Rendra."Nanti biar di cek dulu sama Bu Nana ya Cit, kamu nggak usah khawatir," sahut Rendra.Kemudian petugas UKS yang diketahui Citra bernama Bu Nana itu langsung memeriksa Lita. Sementara Citra dan Rendra duduk menunggu di sofa dalam ruangan itu. Tidak ada sepatah kata pun yang mereka ucapkan, hanya hening."Kak, makasih ya udah nolongin Lita," ucap Citra memutus keheningan."Iya Cit, sama-sama. Kalo gitu aku pulang dulu ya Cit," jawab Rendra sambil berlalu meninggalkan ruang UKS."Iya kak, loh Pak Aby?" ujar Citra yang melihat Pak Aby masu
Lita masih nampak kebingungan dengan apa yang dilihat barusan, jadi ibunya sudah kenal lama dengan wali kelasnya itu. Bahkan Mereka tampak begitu akrab didepan Lita.Flashback on"Loh nak Aby," Hastina nampak terkejut saat melihat Aby bersama Lita.'Tunggu tunggu? Nak Aby? Jadi ibu kenal dengan Pak Aby', batin Lita."Loh Tante Hastina rumahnya disini," jawab Aby dengan nada yang dinaikan satu oktaf.Lita yang masih bingung pun hanya menatap ibu dan wali kelasnya itu. 'Dan tunggu, Pak Aby berbicara dengan ibu seperti itu, berati Pak Aby tahu kalau ibu punya penyakit pendengaran dan apa mereka sudah kenal lama?, terus Pak Aby memanggil ibu dengan sebutan tante, apa mereka seakrab itu?' batin Lita sambil bertanya-tanya."Ayo Lita ajak nak Aby masuk, ibu mau ke dapur dulu untuk bikin minuman," perintah Hastina pada putri semata wayangnya itu sambil berlalu menuju dapur."Iya Bu, mari Pak silakan masuk, silahkan duduk. Saya ke kamar dulu buat ganti baju ya Pak." Lita mempersilahkan Pak Aby
Pov Arka G*la, g*la, g*la, apa yang aku lakukan tadi pada Lita? Aku mengumpat kasar pada diriku beberapa kali, Lita pasti sekarang sedang berpikir kalau aku jahat padanya. Dia sahabatku, bagaimana bisa aku melakukan itu padanya. Aaarrrggh, aku menyugar rambutku dengan kasar. Sudahlah, mungkin aku hanya khawatir pada gadis itu karena tadi pingsan, dia sudah ku anggap seperti adikku sendiri. Sebelum memjamkan mata, ku kirim pesan singkat dulu karena sudah sampai di rumah, tak butuh waktu lama Lita langsung membalas pesanku. Aku sedikit lega karena Lita sepertinya tidak marah padaku.~~~Pov Author'Oh My God, tadi itu mimpi atau nyata sih, Arka mencium pipiku. Semoga tadi itu kenyataan dan cintaku disambut oleh Arka juga' batin Lita berseri-seri. Tiba-tiba ada notif pesan masuk di aplikasi berwarna hijau miliknya.Thing, from Arka.[Aku, udah sampai rumah Lit,, maaf ya soal kejadian tadi][It's oke Ar...]Lita mengklik tombol send, kemudian meletakkan gawai itu diatas nakas lagi.Hari s
Witing tresno jalaran Soko kulinoCinta tumbuh karena sering bersamaAku harus segera pergi ke tempat itu batin Lita. Setelah memastikan semua teman-teman sekelasnya sudah pulang, Lita langsung pergi menuju ke ruangan kebanggaan wali kelasnya itu. Tok tok tok"Permisi Pak," Lita mengetuk pintu ruangan Pak Aby lalu membukanya sedikit sebelum masuk, terlihat dengan jelas wajah laki-laki yang beberapa jam ini membuatnya semakin penasaran. "Ya masuk saja, pintunya tidak dikunci," sahut Pak Aby yang masih sibuk mengkoreksi beberapa tugas anak didiknya.10 menit berlalu Lita hanya berdiri didepan meja wali kelasnya itu.'Huufft, apa-apaan ini, nggak disuruh apa gitu katanya disuruh bantuin' batin Lita. Tidak ada ucapan yang keluar dari mulut Pak Aby. Lita hanya mendengus sebal karena dirinya cuman dianggap patung di ruangan itu."Eeheem..." Lita sedikit berdehem untuk mengalihkan pandangan Pak Aby, sementara wajahnya dibuat selucu mungkin seperti bakpao. "Ah iya maaf, kamu ambil bangku d
Hari ini Lita bangun lebih awal untuk mengecek semua perlengkapan yang akan dibawa untuk perkemahan. Kemarin sore sebelum sampai di rumah, dirinya meminta pada Pak Aby untuk mampir ke supermarket untuk membeli beberapa barang yang diperlukannya untuk berkemah. Sebelum ke sekolah dia mengirim pesan pada Arka bahwa dirinya tidak bisa menemuinya dua hari ini karena akan berkemah. Lita meminta ayahnya untuk mengantarkan ke sekolah karena dia kerepotan membawa barang-barang miliknya, sekalian menghampiri Citra untuk berangkat bersama. Sepanjang perjalanan menuju sekolah, Lita dan Citra bersendau gurau bercanda tentang hal-hal konyol yang tidak penting pun Pramono hanya menjadi pendengar setia dari anak dan sahabatnya itu. Saat sampai disekolahan sudah ada 6 bis pariwisata yang akan membawa pembina Pramuka, dewan penengak dan murid-murid kelas X ke bumi perkemahan. Kelas Lita mendapat jatah bis no 5 sementara bis terakhir diisi oleh pembina dan para penegak. Tidak butuh waktu lama sampai di
Tempat baru, orang-orang baru dan negeri baru yang pertamakali Lita injak tanahnya tadi malam. Kemarin Lita benar-benar dijual kembali oleh Marco, laki-laki biadab yang hanya memikirkan tentang uang. Heiji, nama yang Lita pernah dengar saat masih berada di negara tercintanya Indonesia. Dan sekarang laki-laki berkulit putih dengan mata hazel berwarna biru terang serta pahatan wajah yang tegas itu tepat berada didepan Lita berdiri.Ken Heiji Nagawa, laki-laki berusia 28 tahun yang masih lajang itu membeli Lita dari Marco atas dasar untuk menjadikan Lita sebagai seorang pembantu di usaha gelapnya. Namun Heiji tidak menyangka akan langsung tertarik dengan Lita saat bertemu dengannya untuk pertama kali.Lita sendiri terpana dengan laki-laki asal Jepang itu, Lita tahu Heiji fasih berbahasa Indonesia. Jadi Lita tidak akan sulit untuk berkomunikasi dengan Heiji sekarang."Tuan, bisakah anda mengirim saya kembali ke Indonesia, kembali ke keluarga saya" pinta Lita pada Heiji yang ada didepanny
Lita dengan tenang duduk di dalam mobil mewah yang membawanya menuju bandara, ya bandara seperti yang Lita dengar tadi dari Marco sebelum berangkat. Sebenarnya untuk kabur saat ini bisa saja dengan nekat melompat dari dalam mobil, karena Lita tidak satu mobil dengan Marco. Tapi Lita tidak cukup nyali untuk melompat keluar karena mobil yang melaju cukup cepat jadi bisa dipastikan kalau dirinya bisa saja terlindas mobil lain yang melaju dari arah berlawanan dengan mobil itu. Lita memilih menggunakan rencana yang disusunnya tadi saat masih berada di hunian Laknat tadi, seperti itu Lita menyebut tempat tinggal para pekerja seks. flashback onSetelah selesai membersihkan diri Lita keluar dari dalam kamar mandi. Kemudian duduk di atas ranjang sempit itu. Lita memandang para laki-laki yang bertingkah seperti wanita itu satu persatu.Lita tahu itu menyalahi kodrat sang pencipta, namun Lita yakin bahwa orang-orang yang tengah sibuk mempersiapkan make up itu pasti memiliki alasan masing-masi
Sinar mentari tampak malu-malu menembus gorden berwarna coklat tua di kamar berukuran 3x3 meter itu. Namun mata gadis yang menempati kamar itu tidak kunjung bisa terlelap juga. Walaupun badannya sudah sangat terasa lelah, di situasi yang seperti dikandang harimau itu tak lantas membuat Lita bisa tenang.Dari semalam Lita mondar-mandir memikirkan bagaimana caranya agar bisa keluar dari hunian Laknat yang ditempatinya saat ini. Hingga lingkaran hitam dimatanya muncul dan mentari sudah tampak tak kunjung juga mendapatkan ide untuk kabur. "Ckckck, bagaimana aku bisa keluar dari sini. Terlalu banyak penjaganya" ucap Lita yang merasa sudah berada dititik frustasinya. Lita dari semalam melihat para penjaga yang mondar-mandir melakukan pengamanan diarea tersebut melalu kaca jendela di kamar itu. Bahkan Lita melihat wanita-wanita yang sepertinya berada dibawah tekanan bos Marco saat dibawa keluar dari hunian itu juga dilakukan penjagaan dengan ketat. Benar-benar seperti didalam kandang harim
Pak Aby hampir tengah malam sampai di rumah keluarga Lita, tapi dengan tangan kosong dirinya pulang. Herman dan Hastina yang menunggu dengan harap-harap cemas di depan rumahnya langsung berbinar saat melihat mobil Pak Aby masuk ke halaman rumah. Namun rasa senang itu seketika lepas tergantikan rasa sesak di dada saat melihat Pak Aby keluar dari dalam mobil sendirian. "Dimana Lita nak?" tanya Hastina lembut pada Pak Aby sembari celingukan kesana-kemari. "Iya dimana anakku?" Herman juga menodongkan pertanyaan yang sama pada Pak Aby. Pak Aby merasa sangat bersalah pada kedua orangtua Lita, "Maaf Tante, om." Seketika pertahanan Hastina runtuh begitu saja saat mendengar jawaban dari Pak Aby. Air matanya tidak dapat dibendung lagi. "Dimana kamu nak," lirih Hastina. "Tenanglah Bu, kita pasti akan menemukan Lita," ucap Herman menenangkan istrinya. Herman juga tidak kalah sedih dan marah. Emosinya bercampur menjadi satu. "Sialan Arka itu, berani sekali dia membohongi kita semua," ucap He
Hiruk pikuk orang-orang di pelabuhan mengangkut barang yang dinaikkan ke kapal tidak serta merta membuat Hadi takut membawa Lita menuju kapal yang sudah menunggunya sejak sore tadi. Hadi melipir menuju area terlarang di pelabuhan itu agar apa yang akan dilakukannya tidak diketahui oleh orang-orang. Setelah memberitahukan tujuanya kepada para penjaga, Hadi lolos untuk menuju kapal terlarang yang ada di pelabuhan paling ujung itu. Lita melihat bahwa bukan dirinya saja yang dibawa menuju kapal itu. Ada beberapa gadis seumurannya dan beberapa wanita berusia tiga puluhan yang ada disitu juga, tetapi mereka jauh lebih tenang, mereka juga dibawa menuju sisi dek yang berbeda dengan Lita. Gemerlap lampu-lampu suasana pelabuhan yang membius mata seakan menampakkan keindahan pinggiran pantai disisi Utara itu, namun itu tidak berlaku bagi Lita. Lita yang berjalan terseok-seok ditodong senjata oleh Hadi dari belakang membuat gadis yang akan merayakan ulang tahunnya sebentar lagi itu bergidik nge
Arka tersenyum penuh kemenangan saat kedua orang tua Lita mengijinkan dirinya untuk menemui Lita. Arka berjalan menuju ke kamar milik Lita, mengetuk pintu kamar yang terbuka itu dengan pelan.Tok TokTokLita yang mendengar ketukan pintu bangun dari tidurnya, mendudukkan dirinya di atas ranjang kemudian berkedip beberapa kali. Matanya membulat sempurna saat melihat sosok Arka berada diambang pintu.Dengan mata yang bengkak karena menangis terus-menerus membuat wajah Lita menjadi begitu berantakan namun tetap cantik. "Mau apa loe kesini Ar?" tanya Lita dengan nada lembut pada Arka, Lita masih berharap kalau Arka tidaklah serius dengan apa yang dikatakan padanya saat itu.Arka berjalan mendekat ke arah Lita duduk, berdiri didepannya kemudian berkata dengan nada serius, "Gue tidak pernah bercanda dengan apa yang gue katakan Ta."Lita tertawa sinis saat mendengar itu, "Jadi benar?""Buat apa loe kesini?" sambung Lita lagi bertanya pada Arka tentang tujuannya.Arka memegang tangan Lita de
"Semua yang ada padamu akan aku miliki secara perlahan namun Pasti" __CitraAmbisi Citra yang selalu menginginkan apa yang dimilik dan apa yang di dekat Lita membuat Citra menjadi seorang cewek yang iri hati terhadap sahabatnya itu. Kemarin Citra sudah berhasil menghancurkan Lita dengan memiliki Arka, laki-laki yang menjadi cinta pertama Lita. Benar-benar membuat Citra puas dan tersenyum lebar pagi ini.Namun ambisinya belum juga selesai sebelum Lita benar-benar hancur, seperti saat ini Citra tengah berada diruang wali kelasnya itu. Citra tahu bahwa diam-diam wali kelasnya itu selalu memperhatikan Lita, Citra pun tidak mau kalah dengan mendekati Pak Aby. "Pak, saya ingin dekat dengan bapak," ucap Citra blak-blakan pada Pak Aby. "Kenapa kamu ingin dekat dengan saya," tanya Pak Aby penasaran pada Citra, Pak Aby tahu kalau niat Citra tidaklah baik. Citra berjalan mendekati Pak Aby, berdiri di samping pria yang tengah sibuk dengan laptopnya itu. Berbisik dengan nada seksi di telinga sa
POV Pak AbyNamaku Abymana Prasetya, satu-satunya keturunan yang tersisa dari keluarga Prasetya. Bapak dan ibuku sudah meninggal sejak aku masih umur lima tahun, sehingga aku diasuh oleh nenekku yang seorang ibu tunggal dengan satu orang anak. Eyang Sekar Mulya Prasetya, orang yang sudah berjasa dalam kehidupanku itu sudah tenang di alam surga sana. Dulu, empat tahun yang lalu aku tidak pernah berfikir akan kehilangan Eyang Sekar dalam hidupku namun takdir berkata lain. Saat kecelakaan beruntun yang juga membuat gadis yang aku cintai menjadi hilang ingatan, membuat ku semakin runtuh diterpa badai yang tiba-tiba, saat dokter di rumah sakit yang menangani Tata mengatakan bahwa dia mengalami amnesia sebagian dan kemungkinan untuk sembuh hanya sedikit harapan. Flashback onRumah Sakit Permata saat itu tengah dibuat sibuk oleh adanya kasus kecelakaan beruntun yang menimpa beberapa mobil dijalan tol Utara ibu kota. Hiruk pikuk para dokter dan suster yang menangani pasien yang datang deng
Saat ini Lita tengah duduk dikelilingi oleh tiga orang laki-laki, ayahnya sendiri, Arka dan tentu saja gurunya yang sok kepo plus suka tebar pesona padanya siapa lagi kalau bukan Pak Aby.Mereka berempat sedang membahas acara yang akan diadakan saat weekend tiba, satu persatu memberi saran tempat wisata yang ada disekitar tempat mereka tinggal. Namun sudah hampir 2 jam tidak ada keputusan yang diambil. Lita tidak tahu kenapa ketiga orang itu dengan kompaknya ingin berlibur bersama saat weekend tiba. Tapi baguslah biar silaturahmi semakin terjaga pikir Lita. Pak Aby sesekali melirik Lita dan terseyum masam saat dengan lembutnya Lita mengelus kepala Arka yang diletakkan di bahunya. "Bisa-bisanya mereka berdua bermesraan dihadapan ku," batin Pak Aby. Herman yang dapat membaca raut wajah Pak Aby pun terkekeh mengetahui bahwa teman masa kecil Lita itu cemburu dengan Arka."Kenapa ayah cekikikan begitu yah? Kaya mbak Kunti di gang depan aja." Lita bertanya pada ayahnya karena heran dengan