Hari ini Lita bangun lebih awal untuk mengecek semua perlengkapan yang akan dibawa untuk perkemahan. Kemarin sore sebelum sampai di rumah, dirinya meminta pada Pak Aby untuk mampir ke supermarket untuk membeli beberapa barang yang diperlukannya untuk berkemah.
Sebelum ke sekolah dia mengirim pesan pada Arka bahwa dirinya tidak bisa menemuinya dua hari ini karena akan berkemah. Lita meminta ayahnya untuk mengantarkan ke sekolah karena dia kerepotan membawa barang-barang miliknya, sekalian menghampiri Citra untuk berangkat bersama. Sepanjang perjalanan menuju sekolah, Lita dan Citra bersendau gurau bercanda tentang hal-hal konyol yang tidak penting pun Pramono hanya menjadi pendengar setia dari anak dan sahabatnya itu. Saat sampai disekolahan sudah ada 6 bis pariwisata yang akan membawa pembina Pramuka, dewan penengak dan murid-murid kelas X ke bumi perkemahan. Kelas Lita mendapat jatah bis no 5 sementara bis terakhir diisi oleh pembina dan para penegak. Tidak butuh waktu lama sampai di bumi perkemahan, hanya butuh waktu sekitar 2 jam'an saja.Suasana di bumi perkemahan nampak hijau nan asri, banyak pohon-pohon Pinus tumbuh berjajar rapi menjulang ke langit biru. Setelah para peserta sampai di bumi perkemahan bus pariwisata meninggalkan mereka semua, di hari pertama itu perkemahan diisi dengan berbagai acara mulai dari membuat tenda, memasak bersama, out Bond, dan tentu saja malamnya diisi dengan acara api unggun lalu diakhiri dengan bernyanyi-nyanyi dan bermain game ala-ala anak Pramuka.Di hari kedua perkemahan diisi dengan acara jelajah alam, para peserta kelas X sudah diberi sebuah peta oleh para dewan penegak sementara para pembina mengawasi kegiatan itu secara berkeliling. Rute yang dilalui hanya mengelilingi sekitar area bumi perkemahan itu, namun dalam perjalanan menuju garis finis mereka semua dibuat sedikit lama dengan rute yang berkelok-kelok dan disetiap pos pemberhentian mereka diberi tugas untuk mengerjakan beberapa tanya jawab soal kepramukaan. Menjelang sore acara perkemahan pun telah selesai sementara bis-bis yang kemarin mengantar mereka semua sudah berada disana untuk menjemput mereka kembali.Lita masih mengemasi semua barang-barang miliknya yang dibantu oleh Citra, karena kejadian tadi pagi saat menjelajah alam kakinya terkilir sehingga membuat dirinya sedikit kesulitan untuk melakukan aktifitas, sementara Citra sendiri sudah berkemas sejak tadi sehingga dia bisa membantu Lita."Lit, loe yakin nggak mau bareng gue pulangnya?" tawar Citra pada Lita namun hanya dibalas gelengan oleh Lita."Enggak cit, gue minta dijemput saja nanti.""Beneran nggak mau? Ntar biar sekalian dianter sama kak Rendra Lit. Loe kan suka sama tetangga gue itu kan?" Citra membuka tawaran lagi buat Lita, karena dirinya akan pulang bersama Rendra"Ssstt, apa'an sih loe. Gue cuman kagum plus penasaran doang kok, lagian gue nggak suka apalagi cinta sama dia.""Di hati gue cuman ada Arka cit," sambung Lita lagi sembari duduk untuk meluruskan kakinya karena terasa lebih sakit saat berdiri.Hal itu tidak sengaja didengar oleh Pak Aby dari luar tenda. Niat Pak Aby ingin melihat keadaan gadis kecilnya itu, namun ia urungkan karena mendengar percakapan antara Lita dan Citra. Bukan apa-apa Pak Aby hanya merasa moodnya sedikit rusak, dirinya pun memilih kembali ke tempat berkumpulnya para pembina."Iya-iya gue tahu, loe suka banget sama Arka!" Citra sedikit menekan kata-katanya pada bagian kata Arka sembari wajahnya sedikit melengos dari hadapan Lita.Citra akui kalau dia juga menyukai Arka, bahkan sangat menyukai sahabat Lita itu. Citra sering mendekati Arka tanpa sepengetahuan Lita, bila Lita sedang sibuk dengan dunianya maka Citra akan mengantikan posisi Lita pada Arka, pun Arka menerima Citra masuk dalam kehidupannya begitu saja."Nah itu loe tau Cit," sahut Lita, dirinya merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu. Namun perasaan itu ditepis jauh-jauh.Acara berkemas pun selesai, beberapa peserta kemah sudah menaiki bis masing-masing sama seperti saat mereka berangkat. Lita masih tertatih-tatih berjalan menuju bis yang ditumpanginya, sementara Citra sudah naik duluan kedalam bis. Citra membiarkan sahabatnya itu berjalan sendirian untuk memberikan pelajaran padanya, Citra merasa cemburu terhadap Lita.Sementara Pak Aby yang melihat Lita dari kejauhan merasa iba terhadap gadis kecilnya, rasanya dirinya ingin mengendong Lita lagi sama seperti kemarin lusa namun niat itu pun diurungkan olehnya. Lagi-lagi karena moodnya yang sudah rusak dari tadi ditambah dirinya tidak ingin diberitakan yang tidak-tidak oleh teman seperjuangannya kalau dirinya mendekati muridnya sendiri.Lita sudah duduk di dalam bis, ia memilih duduk di bangku depan dekat dengan sang supir supaya bisa selonjoran karena kakinya terasa sakit saat ditekuk. Sementara Citra memilih diam membisu menikmati perjalanan pulang.Bis-bis sudah sampai disekolahan lagi, banyak mobil-mobil jemputan yang sudah meunggu di sekitar depan gerbang sekolahan, namun Lita sama sekali tidak melihat mobil milik ayahnya. Satu persatu pembina, dewan penengak dan murid-murid kelas X menghampiri mobil jemputannya untuk pulang ke rumah.Sementara Lita masih menunggu ayahnya, ia duduk di sebuah bangku yang berada di bawah pohon beringin di area depan gerbang sekolah."Mungkin ayah masih di jalan," batin Lita."Lit, ayo bareng kita aja." Citra berteriak dari dalam mobil berwarna silver milik keluarga Citra yang berhenti dihadapan Lita, di dalam mobil itu juga ada Rendra."Loe duluan aja cit, hati-hati ya di jalan," sahut Lita menolak tawaran Citra. Tetapi Citra hanya mengangguk saja, pun bersamaan dengan mobil yang melaju meninggalkan Lita sendirian.Lita menghubungi nomor milik ayahnya beberapa kali, namun tidak ada jawaban sama sekali begitu pula dengan nomor sang ibu."Oh ya telfon Arka saja," batin LitaLita pun langsung memencet nomor milik sahabatnya itu.Tut Tut TutTernyata tidak dijawab, Lita mengulangi panggilan itu beberapa kali tapi ternyata sama saja hasilnya nihil. Lita pun terlihat pasrah dengan keadaannya itu."Huufft hampir petang, mana mau hujan lagi. Lebih baik aku naik bis." Lita bermonolog sendiri.Namun hampir setengah jam menunggu bis umum, tidak ada satupun yang lewat karena suasana di area sekolahan pun sudah sepi. Lita hanya mendengus sebal, apalagi awan hitam di langit semakin berkumpul sebagai tanda hujan akan segera turun. Dan benar saja hujan itu mulai membasahi bumi, Lita menikmati setiap tetes hujan yang tak sengaja mengenai dirinya.Tin tin tin...Tin tin tin...Bunyi klakson mobil sport warna hitam berulang kali terdengar oleh Lita yang masih santai duduk. Lita hafal betul dengan mobil yang berhenti di hadapannya itu, Lita enggan diantar pulang lagi oleh wali kelasnya. Dia merasa sangat merepotkan Pak Aby beberapa hari terakhir ini."Ayo naik!" seru Pak Aby berteriak dari dalam mobil."Tidak Pak, terimakasih. Saya nunggu bis saja," sahut Lita sedikit berteriak takut kalau suaranya kalah dengan rintik hujan.Pak Aby yang tidak habis pikir dengan sikap Lita pun dirinya memilih untuk turun dari dalam mobil. Memakai sebuah payung ia menghampiri gadis kecilnya."Ayo, ini hampir malam Lit. Kamu nggak takut keluarga kamu khawatir dan saya tidak mau kamu sakit, saya..." ucapan Pak Aby sedikit menggantung pada akhir kalimatnya, tentu saja dirinya sangat khawatir melihat keadaan Lita seperti itu.Lita pun tidak punya pilihan lain, karena hari hampir malam. Dengan keadaan yang sudah hampir basah kuyup Lita berjalan menuju ke mobil Pak Aby dengan tertatih-tatih sembari dipayungi oleh Aby dari belakang. Mobil pun dilajukan dengan kecepatan yang sedang-sedang saja.Lagi-lagi Lita merasa dirinya selalu saja merepotkan wali kelasnya."Pak, em teri... terima..kasih ya. Ma..ma..maaf se...selalu me...merepotkan Pak... Pak Aby." Lita membuka obrolan saat mobil sudah mulai melaju, tapi dirinya begitu kedinginan sehingga berucap pun bibirnya nan mungil itu bergetar tak beraturan."Iya tidak apa-apa, saya senang membantu kamu.""Apa kamu sangat kedinginan," sambung Pak Aby lagi.Namun Lita hanya menggeleng saja. Tapi nyatanya Pak Aby tahu benar kalau Lita mengalami kedinginan. Laju mobil pun semakin Pak Aby percepat agar segera sampai di rumah Lita, namun ditengah perjalanan Lita mendadak bergetar hebat dirinya sudah tidak mampu lagi menahan rasa dingin yang masuk ke dalam tubuhnya."Lit, kamu kenapa? Badan kamu panas sekali." Pak Aby memegang dahi Lita dengan satu tangannya, sementara tangan yang lain fokus mengemudi.Lita yang semakin terlihat pucat pun tidak memberi jawaban sama sekali, dirinya sudah tidak tahan dengan keadaanya sendiri.Akhirnya Pak Aby memilih membelokan mobilnya ke arah rumah sakit, membawa Lita untuk diperiksa tanpa meminta persetujuan dari Lita. Jarak rumah sakit dan rumah Lita tidaklah jauh, sehingga hanya dalam hitungan menit Pak Aby sudah sampai di tempat itu. Pak Aby langsung menurunkan Lita dari mobil, berjalan sambil memapah Lita masuk ke ruang IGD."Dokter, suster! tolong periksa pasien ini!" seru Pak Aby membaringkan Lita disalah satu brankar yang ada di ruangan itu. Sementara dokter yang berjaga langsung memeriksa Lita yang dibantu oleh dua orang suster."Sebaiknya bapak tunggu di ruang tunggu ya Pak," ucap seorang suster sambil mengantar Pak Aby menuju pintu keluar IGD.Pak Aby pun menunggu Lita di depan ruang IGD, ia mencoba menghubungi kedua orang tua Lita namun tidak ada jawaban satu pun akhirnya Pak Aby mengirim pesan pada ayah Lita bahwa anaknya dirawat di rumah sakit dekat kediamannya.Setelah cukup lama, dokterpun keluar dari ruang IGD yang diikuti oleh para suster sembari mendorong ranjang tempat Lita berbaring tadi menuju ke ruang rawat inap"Gimana dok keadaannya?" tanya Pak Aby mengikuti dokter yang berjalan menuju ruang rawat Lita."Semuanya baik-baik saja Pak, untung anda segera membawa pasien kemari kalau tidak, mungkin bisa berakibat fatal pada kakinya. Kakinya sudah saya obati dan perban karena mengalami sedikit keretakan, bahkan ini seharusnya sudah ditangani dari kemarin. Dan untuk demamnya nanti akan berangsur turun, saya sudah memberi Paracetamol." Dokter menjelaskan panjang lebar saat mereka semua sudah ada didalam ruang rawat inap yang di tempati Lita."Baiklah dok, terimakasih banyak," ucap Pak Aby tak henti-hentinya memandangi wajah pucat Lita. Sementara Lita merasa tidak enak karena sudah sangat merepotkan Pak Aby."Saya permisi dulu, nanti kalo ada apa-apa segera panggil suster dan nanti juga akan ada suster yang mengontrol kondisi pasien," ujar sang dokter dan para suster berlalu meninggalkan ruang"Baik dok," balas Pak Aby, sementara Lita hanya mengangguk saja."Pak, terimakasih banyak. Ohh ya orang tua saya...", Ucapan Lita menggantung begitu saja, ia tahu bahwa orang tuanya pasti sedang sibuk dengan restoran."Saya sudah mengirimkan pesan kepada mereka, karena saya telfon beberapa kali tapi tidak ada jawaban sama sekali," terang Pak Aby sembari duduk di kursi samping ranjang tempat Lita berbaring"Emhh begitu ya Pak." Lita mengalihkan pandangan kearah jendela yang masih tertutup dengan gorden. Ada rasa kecewa dalam hatinya."Kamu sebaiknya istirahat dulu, saya carikan kamu makanan dulu." Pak Aby bangkit dari kursinya kemudian berlalu begitu saja meninggalkan Lita seorang diri di dalam ruangan itu."Hidupku begini banget ya. Ohh ya ponselku kemana, ah iya masih di mobil Pak Aby," batin Lita saat Pak Aby sudah berada diambang pintu.Sementara Pak Aby keluar mencari makanan, di sepanjang lorong rumah sakit dirinya merasa lega karena Lita sudah ditangani oleh dokter dengan baik, dan keadaannya pun sudah membaik. Pun hatinya ketar-ketir, tidak seharusnya Pak Aby membawa Lita ke rumah sakit yang sama di mana seseorang yang selama ini dia jaga sedang menjalani perawatan. Pak Aby takut kalau Lita akan memiliki pandangan yang berbeda terhadap dirinya kalau sampai melihat orang tersebut.***"Terkadang, ada kejutan-kejutan yang begitu saja terjadi dalam sebuah kisah persahabatan"_Jelita_Setelah kepergian Pak Aby dari ruang rawatnya, Lita mencoba untuk merubah posisinya dari tiduran menjadi duduk diatas brankar. Lita merasakan betapa kakinya terasa ngilu sekali, padahal kemarin seperti mati rasa saja. Lita mengingat kejadian kemarin pas berkemah, seperti ada yang terasa ganjal saat dirinya terjatuh, ah bahkan sahabatnya tidak menolongnya sama sekali. Ada apa sebenarnya dengan sahabatnya itu. Tok tok tokSuara ketukan pintu membuyarkan lamunan Lita. Ia mengalihkan pandangannya ke arah pintu, ternyata Pak Aby yang masuk ke ruang rawat Lita. Lita kira kedua orang tua nya yang datang, nyatanya mereka tidak perduli dengan anak semata wayangnya."Pak Aby," sapa Lita pada wali kelasnya itu"Kamu sudah baikan Ta?" Pak Aby menanyakan keadaan Lita sembari meletakan tas milik Lita dan beberapa makanan diatas nakas"Sudah Pak, Pak Aby pulang saja saya sudah mendingan," Sanggah Lita
"Satu kebohongan tercipta, maka akan ada kebohongan-kebohongan lainnya yang akan tercipta pula"_Jelita_POV JelitaAku tidak tahu kenapa ekspresi kedua sahabatku itu terlihat tidak enak dipandang saat aku menanyakan kenapa mereka bisa berangkat bersama. Setahuku mereka berdua tidak terlalu dekat walaupun mereka sama-sama sahabatku, masa iya Citra mesti menjemput Arka terlebih dahulu baru balik arah menuju rumah sakit padahal ini sudah larut malam lagian Citra pasti capek baru pulang berkemah tadi sore, atau jangan-jangan Mereka.... Ah sudahlah, kenapa pikiranku jadi macam-macam sih."Lit, sebenarnya tadi gue ketemu Arka dijalan pas mau kesini, jadi ya gitu gue ajak Arka nemenin gue karena ini udah malam, gue takut." Citra gugup menjawab pertanyaanku pada Arka. Itulah yang aku ingat tadi, entah kenapa aku merasa jika ada sesuatu yang disembunyikan oleh Citra dan Arka. Aku merasa jika mereka berdua terlalu berlebihan dan dekat. Sedangkan selama ini aku melihat mereka seperti jarang seka
Sinar mentari mulai mengusik para penikmat diperaduannya, menerobos celah-celah jendela menyilaukan mata yang masih tertutup dengan setia. Sedangkan burung-burung yang sangat pandai bernyanyi membuat irama mendayu-dayu di telinga, memikat agar semua orang mulai bangun dari mimpinnya. Begitupun dengan Lita yang mulai membuka kembali matanya, karena mendapat perawatan yang intensif dia merasakan tubuhnya merasa jauh lebih baik dari pada kemarin. Hal pertama yang dia lihat saat membuka matanya, bukanlah kedua sahabatnya melainkan seseorang yang beberapa hari menjadi guru sekaligus wali kelasnya yang begitu menyebalkan. Siapa lagi kalau bukan Pak Aby.Lita menatap dengan seksama pada Pak Aby yang saat ini sedang meminum kopi dengan nikmatnya. Penampilannya pun jauh lebih segar dan rapi, "mungkin sudah mandi tadi pagi," batin Lita.Sesekali Lita curi-curi pandang pada Pak Aby, melihat betapa maskulin dan tampan wajah yang dimilikinya, dengan rahang yang tegas, hidung mancung, bulu mata len
Akhirnya Lita bisa kembali bersekolah lagi setelah tiga Minggu penuh dia memulihkan kondisi tubuhnya, Lita pun merasakan angin segar yang menerpa wajahnya, wajar saja dia begitu bahagia saat berjalan menuju kelasnya setelah beberapa hari lamanya dia hanya bertemu dengan bantal dan kasur ditambah mahluk paling menyebalkan baginya saat ini dan tentu saja itu Pak Aby.Sekalinya keluar rumah melakukan cek up untuk luka dikakinya, itu pun harus dengan perdebatan terlebih dahulu dengan kedua orangtuanya yang mana ayah dan ibunya ingin setiap cek up Pak Aby yang mengantar serta menemani Lita di rumah sakit. Entah bagaimana kedua orangtuanya itu sangat mempercayai Pak Aby, atau jangan-jangan mereka berdua diguna-guna oleh wali kelasnya itu, Astaga Lita ada-ada saja pikiranmu.Mimpi apa coba Lita setiap hari harus bertemu dengan wali kelasnya itu, bahkan disaat dia ingin menikmati masa-masa ijin sekolahnya karena sakit. Lita tidak menyangka akhir-akhir ini perlakuan Pak Aby padanya semakin abs
"woey, stop! Ngapain main keroyokan, sini maju loe semua berempat!" Lita berteriak menantang, ketika mendapati Arka babak belur dipukuli oleh teman-teman satu gengnya. Bukannya maju, teman-teman Arka malah memilih kabur melarikan diri, ini bagian dari rencana yang direncanakan Arka. "Dasar pengecut loe pada!" teriak Lita lagi. "Ar, kamu nggak apa-apa kan?" Lita mendekati Arka membantunya berdiri, kemudian mendudukkan Arka di kursi yang ada di ruangan itu. "Terima kasih Lit, sudah mau membantuku," ucap Arka sambil memasang wajah memelas, seperti kucing yang ingin dielus-elus oleh majikannya."Kamu kenapa bisa dikeroyok begitu Ar?" tanya Lita khawatir, menyodorkan botol air minum pada Arka dari dalam tas yang selalu dibawanya. "Mereka tidak terima, karena tawuran kemarin kalah saat melawan SMA Bina Bangsa," jawab Arka berbohong pada Lita.Arka meneguk air mineral itu sampai habis setengahnya, sementara setengahnya lagi ia guyurkan ke kepalanya. Rasa perih menjalar ke bagian wajah ya
Saat ini Lita tengah duduk dikelilingi oleh tiga orang laki-laki, ayahnya sendiri, Arka dan tentu saja gurunya yang sok kepo plus suka tebar pesona padanya siapa lagi kalau bukan Pak Aby.Mereka berempat sedang membahas acara yang akan diadakan saat weekend tiba, satu persatu memberi saran tempat wisata yang ada disekitar tempat mereka tinggal. Namun sudah hampir 2 jam tidak ada keputusan yang diambil. Lita tidak tahu kenapa ketiga orang itu dengan kompaknya ingin berlibur bersama saat weekend tiba. Tapi baguslah biar silaturahmi semakin terjaga pikir Lita. Pak Aby sesekali melirik Lita dan terseyum masam saat dengan lembutnya Lita mengelus kepala Arka yang diletakkan di bahunya. "Bisa-bisanya mereka berdua bermesraan dihadapan ku," batin Pak Aby. Herman yang dapat membaca raut wajah Pak Aby pun terkekeh mengetahui bahwa teman masa kecil Lita itu cemburu dengan Arka."Kenapa ayah cekikikan begitu yah? Kaya mbak Kunti di gang depan aja." Lita bertanya pada ayahnya karena heran dengan
POV Pak AbyNamaku Abymana Prasetya, satu-satunya keturunan yang tersisa dari keluarga Prasetya. Bapak dan ibuku sudah meninggal sejak aku masih umur lima tahun, sehingga aku diasuh oleh nenekku yang seorang ibu tunggal dengan satu orang anak. Eyang Sekar Mulya Prasetya, orang yang sudah berjasa dalam kehidupanku itu sudah tenang di alam surga sana. Dulu, empat tahun yang lalu aku tidak pernah berfikir akan kehilangan Eyang Sekar dalam hidupku namun takdir berkata lain. Saat kecelakaan beruntun yang juga membuat gadis yang aku cintai menjadi hilang ingatan, membuat ku semakin runtuh diterpa badai yang tiba-tiba, saat dokter di rumah sakit yang menangani Tata mengatakan bahwa dia mengalami amnesia sebagian dan kemungkinan untuk sembuh hanya sedikit harapan. Flashback onRumah Sakit Permata saat itu tengah dibuat sibuk oleh adanya kasus kecelakaan beruntun yang menimpa beberapa mobil dijalan tol Utara ibu kota. Hiruk pikuk para dokter dan suster yang menangani pasien yang datang deng
"Semua yang ada padamu akan aku miliki secara perlahan namun Pasti" __CitraAmbisi Citra yang selalu menginginkan apa yang dimilik dan apa yang di dekat Lita membuat Citra menjadi seorang cewek yang iri hati terhadap sahabatnya itu. Kemarin Citra sudah berhasil menghancurkan Lita dengan memiliki Arka, laki-laki yang menjadi cinta pertama Lita. Benar-benar membuat Citra puas dan tersenyum lebar pagi ini.Namun ambisinya belum juga selesai sebelum Lita benar-benar hancur, seperti saat ini Citra tengah berada diruang wali kelasnya itu. Citra tahu bahwa diam-diam wali kelasnya itu selalu memperhatikan Lita, Citra pun tidak mau kalah dengan mendekati Pak Aby. "Pak, saya ingin dekat dengan bapak," ucap Citra blak-blakan pada Pak Aby. "Kenapa kamu ingin dekat dengan saya," tanya Pak Aby penasaran pada Citra, Pak Aby tahu kalau niat Citra tidaklah baik. Citra berjalan mendekati Pak Aby, berdiri di samping pria yang tengah sibuk dengan laptopnya itu. Berbisik dengan nada seksi di telinga sa
Tempat baru, orang-orang baru dan negeri baru yang pertamakali Lita injak tanahnya tadi malam. Kemarin Lita benar-benar dijual kembali oleh Marco, laki-laki biadab yang hanya memikirkan tentang uang. Heiji, nama yang Lita pernah dengar saat masih berada di negara tercintanya Indonesia. Dan sekarang laki-laki berkulit putih dengan mata hazel berwarna biru terang serta pahatan wajah yang tegas itu tepat berada didepan Lita berdiri.Ken Heiji Nagawa, laki-laki berusia 28 tahun yang masih lajang itu membeli Lita dari Marco atas dasar untuk menjadikan Lita sebagai seorang pembantu di usaha gelapnya. Namun Heiji tidak menyangka akan langsung tertarik dengan Lita saat bertemu dengannya untuk pertama kali.Lita sendiri terpana dengan laki-laki asal Jepang itu, Lita tahu Heiji fasih berbahasa Indonesia. Jadi Lita tidak akan sulit untuk berkomunikasi dengan Heiji sekarang."Tuan, bisakah anda mengirim saya kembali ke Indonesia, kembali ke keluarga saya" pinta Lita pada Heiji yang ada didepanny
Lita dengan tenang duduk di dalam mobil mewah yang membawanya menuju bandara, ya bandara seperti yang Lita dengar tadi dari Marco sebelum berangkat. Sebenarnya untuk kabur saat ini bisa saja dengan nekat melompat dari dalam mobil, karena Lita tidak satu mobil dengan Marco. Tapi Lita tidak cukup nyali untuk melompat keluar karena mobil yang melaju cukup cepat jadi bisa dipastikan kalau dirinya bisa saja terlindas mobil lain yang melaju dari arah berlawanan dengan mobil itu. Lita memilih menggunakan rencana yang disusunnya tadi saat masih berada di hunian Laknat tadi, seperti itu Lita menyebut tempat tinggal para pekerja seks. flashback onSetelah selesai membersihkan diri Lita keluar dari dalam kamar mandi. Kemudian duduk di atas ranjang sempit itu. Lita memandang para laki-laki yang bertingkah seperti wanita itu satu persatu.Lita tahu itu menyalahi kodrat sang pencipta, namun Lita yakin bahwa orang-orang yang tengah sibuk mempersiapkan make up itu pasti memiliki alasan masing-masi
Sinar mentari tampak malu-malu menembus gorden berwarna coklat tua di kamar berukuran 3x3 meter itu. Namun mata gadis yang menempati kamar itu tidak kunjung bisa terlelap juga. Walaupun badannya sudah sangat terasa lelah, di situasi yang seperti dikandang harimau itu tak lantas membuat Lita bisa tenang.Dari semalam Lita mondar-mandir memikirkan bagaimana caranya agar bisa keluar dari hunian Laknat yang ditempatinya saat ini. Hingga lingkaran hitam dimatanya muncul dan mentari sudah tampak tak kunjung juga mendapatkan ide untuk kabur. "Ckckck, bagaimana aku bisa keluar dari sini. Terlalu banyak penjaganya" ucap Lita yang merasa sudah berada dititik frustasinya. Lita dari semalam melihat para penjaga yang mondar-mandir melakukan pengamanan diarea tersebut melalu kaca jendela di kamar itu. Bahkan Lita melihat wanita-wanita yang sepertinya berada dibawah tekanan bos Marco saat dibawa keluar dari hunian itu juga dilakukan penjagaan dengan ketat. Benar-benar seperti didalam kandang harim
Pak Aby hampir tengah malam sampai di rumah keluarga Lita, tapi dengan tangan kosong dirinya pulang. Herman dan Hastina yang menunggu dengan harap-harap cemas di depan rumahnya langsung berbinar saat melihat mobil Pak Aby masuk ke halaman rumah. Namun rasa senang itu seketika lepas tergantikan rasa sesak di dada saat melihat Pak Aby keluar dari dalam mobil sendirian. "Dimana Lita nak?" tanya Hastina lembut pada Pak Aby sembari celingukan kesana-kemari. "Iya dimana anakku?" Herman juga menodongkan pertanyaan yang sama pada Pak Aby. Pak Aby merasa sangat bersalah pada kedua orangtua Lita, "Maaf Tante, om." Seketika pertahanan Hastina runtuh begitu saja saat mendengar jawaban dari Pak Aby. Air matanya tidak dapat dibendung lagi. "Dimana kamu nak," lirih Hastina. "Tenanglah Bu, kita pasti akan menemukan Lita," ucap Herman menenangkan istrinya. Herman juga tidak kalah sedih dan marah. Emosinya bercampur menjadi satu. "Sialan Arka itu, berani sekali dia membohongi kita semua," ucap He
Hiruk pikuk orang-orang di pelabuhan mengangkut barang yang dinaikkan ke kapal tidak serta merta membuat Hadi takut membawa Lita menuju kapal yang sudah menunggunya sejak sore tadi. Hadi melipir menuju area terlarang di pelabuhan itu agar apa yang akan dilakukannya tidak diketahui oleh orang-orang. Setelah memberitahukan tujuanya kepada para penjaga, Hadi lolos untuk menuju kapal terlarang yang ada di pelabuhan paling ujung itu. Lita melihat bahwa bukan dirinya saja yang dibawa menuju kapal itu. Ada beberapa gadis seumurannya dan beberapa wanita berusia tiga puluhan yang ada disitu juga, tetapi mereka jauh lebih tenang, mereka juga dibawa menuju sisi dek yang berbeda dengan Lita. Gemerlap lampu-lampu suasana pelabuhan yang membius mata seakan menampakkan keindahan pinggiran pantai disisi Utara itu, namun itu tidak berlaku bagi Lita. Lita yang berjalan terseok-seok ditodong senjata oleh Hadi dari belakang membuat gadis yang akan merayakan ulang tahunnya sebentar lagi itu bergidik nge
Arka tersenyum penuh kemenangan saat kedua orang tua Lita mengijinkan dirinya untuk menemui Lita. Arka berjalan menuju ke kamar milik Lita, mengetuk pintu kamar yang terbuka itu dengan pelan.Tok TokTokLita yang mendengar ketukan pintu bangun dari tidurnya, mendudukkan dirinya di atas ranjang kemudian berkedip beberapa kali. Matanya membulat sempurna saat melihat sosok Arka berada diambang pintu.Dengan mata yang bengkak karena menangis terus-menerus membuat wajah Lita menjadi begitu berantakan namun tetap cantik. "Mau apa loe kesini Ar?" tanya Lita dengan nada lembut pada Arka, Lita masih berharap kalau Arka tidaklah serius dengan apa yang dikatakan padanya saat itu.Arka berjalan mendekat ke arah Lita duduk, berdiri didepannya kemudian berkata dengan nada serius, "Gue tidak pernah bercanda dengan apa yang gue katakan Ta."Lita tertawa sinis saat mendengar itu, "Jadi benar?""Buat apa loe kesini?" sambung Lita lagi bertanya pada Arka tentang tujuannya.Arka memegang tangan Lita de
"Semua yang ada padamu akan aku miliki secara perlahan namun Pasti" __CitraAmbisi Citra yang selalu menginginkan apa yang dimilik dan apa yang di dekat Lita membuat Citra menjadi seorang cewek yang iri hati terhadap sahabatnya itu. Kemarin Citra sudah berhasil menghancurkan Lita dengan memiliki Arka, laki-laki yang menjadi cinta pertama Lita. Benar-benar membuat Citra puas dan tersenyum lebar pagi ini.Namun ambisinya belum juga selesai sebelum Lita benar-benar hancur, seperti saat ini Citra tengah berada diruang wali kelasnya itu. Citra tahu bahwa diam-diam wali kelasnya itu selalu memperhatikan Lita, Citra pun tidak mau kalah dengan mendekati Pak Aby. "Pak, saya ingin dekat dengan bapak," ucap Citra blak-blakan pada Pak Aby. "Kenapa kamu ingin dekat dengan saya," tanya Pak Aby penasaran pada Citra, Pak Aby tahu kalau niat Citra tidaklah baik. Citra berjalan mendekati Pak Aby, berdiri di samping pria yang tengah sibuk dengan laptopnya itu. Berbisik dengan nada seksi di telinga sa
POV Pak AbyNamaku Abymana Prasetya, satu-satunya keturunan yang tersisa dari keluarga Prasetya. Bapak dan ibuku sudah meninggal sejak aku masih umur lima tahun, sehingga aku diasuh oleh nenekku yang seorang ibu tunggal dengan satu orang anak. Eyang Sekar Mulya Prasetya, orang yang sudah berjasa dalam kehidupanku itu sudah tenang di alam surga sana. Dulu, empat tahun yang lalu aku tidak pernah berfikir akan kehilangan Eyang Sekar dalam hidupku namun takdir berkata lain. Saat kecelakaan beruntun yang juga membuat gadis yang aku cintai menjadi hilang ingatan, membuat ku semakin runtuh diterpa badai yang tiba-tiba, saat dokter di rumah sakit yang menangani Tata mengatakan bahwa dia mengalami amnesia sebagian dan kemungkinan untuk sembuh hanya sedikit harapan. Flashback onRumah Sakit Permata saat itu tengah dibuat sibuk oleh adanya kasus kecelakaan beruntun yang menimpa beberapa mobil dijalan tol Utara ibu kota. Hiruk pikuk para dokter dan suster yang menangani pasien yang datang deng
Saat ini Lita tengah duduk dikelilingi oleh tiga orang laki-laki, ayahnya sendiri, Arka dan tentu saja gurunya yang sok kepo plus suka tebar pesona padanya siapa lagi kalau bukan Pak Aby.Mereka berempat sedang membahas acara yang akan diadakan saat weekend tiba, satu persatu memberi saran tempat wisata yang ada disekitar tempat mereka tinggal. Namun sudah hampir 2 jam tidak ada keputusan yang diambil. Lita tidak tahu kenapa ketiga orang itu dengan kompaknya ingin berlibur bersama saat weekend tiba. Tapi baguslah biar silaturahmi semakin terjaga pikir Lita. Pak Aby sesekali melirik Lita dan terseyum masam saat dengan lembutnya Lita mengelus kepala Arka yang diletakkan di bahunya. "Bisa-bisanya mereka berdua bermesraan dihadapan ku," batin Pak Aby. Herman yang dapat membaca raut wajah Pak Aby pun terkekeh mengetahui bahwa teman masa kecil Lita itu cemburu dengan Arka."Kenapa ayah cekikikan begitu yah? Kaya mbak Kunti di gang depan aja." Lita bertanya pada ayahnya karena heran dengan