Lita masih nampak kebingungan dengan apa yang dilihat barusan, jadi ibunya sudah kenal lama dengan wali kelasnya itu. Bahkan Mereka tampak begitu akrab didepan Lita.
Flashback on"Loh nak Aby," Hastina nampak terkejut saat melihat Aby bersama Lita.'Tunggu tunggu? Nak Aby? Jadi ibu kenal dengan Pak Aby', batin Lita."Loh Tante Hastina rumahnya disini," jawab Aby dengan nada yang dinaikan satu oktaf.Lita yang masih bingung pun hanya menatap ibu dan wali kelasnya itu. 'Dan tunggu, Pak Aby berbicara dengan ibu seperti itu, berati Pak Aby tahu kalau ibu punya penyakit pendengaran dan apa mereka sudah kenal lama?, terus Pak Aby memanggil ibu dengan sebutan tante, apa mereka seakrab itu?' batin Lita sambil bertanya-tanya."Ayo Lita ajak nak Aby masuk, ibu mau ke dapur dulu untuk bikin minuman," perintah Hastina pada putri semata wayangnya itu sambil berlalu menuju dapur."Iya Bu, mari Pak silakan masuk, silahkan duduk. Saya ke kamar dulu buat ganti baju ya Pak." Lita mempersilahkan Pak Aby masuk kerumahnya kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar, namun baru beberapa langkah dia berhenti karena terikan dari ibunya."Lita sayang, ajak nak Aby ngobrol dulu ya.""Tapi Bu, Lita mau ganti baju lagian kepala Lita masih pening Bu," keluh Lita pada ibunya."Sebentar saja sayang, ayo!" Hastina berjalan dari dapur membawa nampan yang berisi 3 gelas jus jeruk, kemudian mengarahkan pandangannya pada Lita agar duduk disebelahnya."Nak Aby, bagaimana kabarnya?, Sudah lama ya kita tidak bertemu sejak meninggalkannya eyang Sekar," tanya Hastina sambil meletakkan jus jeruk dimeja.'Siapa eyang Sekar' batin Lita bertanya-tanya."Baik tan, tante dan om Pram apa kabar? Dan Apakah Lita ini si Tata kecil yang dulu sering aku gendong dan ajak main di sawah itu tan?," balas Aby sembari menunjuk Lita.'Bagaimana Pak Aby tahu nama panggilanku ketika masih kecil? Dan bahkan aku lupa kalo dulu suka diajak main dengan beliau', batin Lita sambil senyam-senyum pada Pak Aby."Iya nak Aby, ini Lita alias tata. Sekarang sudah besar kan sudah kelas satu SMK," terang Hastina pada Aby."Bu, Pak Aby ini guru Lita di sekolahan, beliau juga wali kelas Lita," tutur Lita pada sang ibu."Bukannya nak Aby masih kuliah, kok sudah jadi guru saja, wah hebat nak Aby ini, calon menantu idaman.""Ibu apa-apaan sih, Lita kan masih kecil Bu.""Loh Lita sudah gede gitu kok, kalo masih kecil Lita pasti masih suka main bareng kerbau, masih suka lari-lari mengejar layangan, masih suka main lumpur di sawah sama nak Aby Lita sayang," cerocos ibu panjang lebar yang membuat Aby terkekeh."Kok Lita nggak ingat ya bu, pernah jadi teman main Pak Aby," balas Lita sambil mengingat-ingat masa kecilnya itu. Namun nyatanya semakin dia mengingat lebih dalam, semakin pening pula kepalanya. Lita memang kehilangan sebagian memori masa kecilnya karena benturan saat kecelakaan empat tahun silam."Nggak usah diingat Lita, itukan hanya kenangan masa lalu. Oh ya tan saya memang masih kuliah, tapi sambil mengajar mata pelajaran kejuruan Akutansi ditempat Lita sekolah," terang Pak Aby. Lita dan sang ibu hanya manggut-manggut saja."Sudah hampir Maghrib, saya pulang dulu tan. Soal Lita pulang terlambat, saya minta maaf tadi Lita pingsan di sekolahan dan dia sedikit demam," Pak Aby berdiri dari duduknya dan berpamitan pada Hastina."Habis ini kamu istirahat, obatnya jangan lupa diminum Lita, agar sehat lagi, karena besok hari Sabtu kamu harus mengikuti perkemahan. Saya permisi dulu Assalamualaikum...," sambung Pak Aby lagi."Wa'alaikumssalam...," jawab Lita dan ibunya serempak.Flashback offLita yang sudah ada didalam kamar, memilih untuk menyegarkan tubuhnya baru dia beranjak untuk beristirahat karena hari sudah menjelang malam. Baru ingin memejamkan matanya, terdengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya.Tok tok tok"Sayang, ada Arka nak," Hastina memberitahu Lita bahwa sahabatnya itu datang."Iya bu, sebentar lagi Lita keluar," balas Lita dengan sedikit berteriak."Jangan lama-lama, nanti keburu ngambek si Arka.""Iya iya...ibu bawel ah!"Lita pun turun dari ranjangnya, sebelum keluar kamar dia merapikan dirinya terlebih dahulu. Tidak bisa dipungkiri, sejak awal pertemuannya dengan Arka, Lita sudah menaruh hati pada sosok pria yang berperawakan tinggi kurus berambut ikal serta memiliki wajah yang terlihat garang namun hatinya sangat lembut itu. Walaupun terkadang Lita mengagumi orang lain namun dihatinya hanya ada nama Arka seorang. Lita pun keluar dari kamar, dia langsung menuju ke ruang tamu, disana selain Arka juga terlihat sosok sang ayah yang sedang mengobrol dengan Arka."Hai Ar, sudah lama?" Sapa Lita pada sahabatnya itu sembari duduk disebelah ayahnya."Lita, Arka, ayah tinggal ke dalam dulu, kalian lanjutkan saja ngobrolnya.""Iya yah. Ar, kamu darimana barusan, kamu tidak kabur dari rumah lagi kan?" tanya Lita yang menyelidiki."Hahaha apaan sih kamu Lit, kalo aku kabur, aku tidak akan ada disini lagian kamu tahu kan tempatku bersembunyi kalo sedang kabur dari rumah," jelas Arka tanpa basa basi terlebih dahulu."Ya siapa tahu, kamu kan hobi banget buat kabur," Lita menelisik sahabatnya itu."Yah habis gimana, aku bosan di rumah. Tahu sendiri kamu di rumahku seperti neraka saja Lit," jawab Arka yang sedikit muram wajahnya. Arka memang sering merasa jenuh dan bosan dirumahnya sendiri terlebih lagi kedua orangtuanya sering terlibat cekcok karena beda pendapat, bahkan hal kecil pun sering diributkan oleh mereka. Dan yang Arka ketahui ayahnya sering jalan dengan wanita selain ibunya, Arka juga pernah memergoki ayahnya itu sedang bermesraan di dalam kafe. Itulah yang membuat sang ibu menjadi murka."Hem iya iya, udah makan belum kamu Ar?""Belum, ntar aja deh. Mau makan disini bareng sahabat ku yang paling manis ini," goda Arka pada Lita."Dasar gombal, emang gula manis?" Lita tertunduk menahan wajah yang bersemu merah, Semerah kepiting yang direbus."Hahaha... By the way gimana keadaan kamu, kenapa kamu bisa pingsan. Kata ibu kamu tadi diantar seorang guru ya," tanya Arka sedikit mengintrogasi Lita."Hem iya, tadi cuman kecapean dan sedikit pusing, pulangnya bareng Citra juga kok. Ini juga sudah mendingan tadi sudah minum obat, " balas Lita jujur."Baguslah kalau begitu, oh ya aku bawakan sesuatu buat kamu." Arka menyodorkan paper bag berwana coklat pada Lita."Apa Ar?""Cincin rumput lagi? Sudah hampir 100 cincin loh Ar," sergah Lita yang sedikit penasaran dengan isi paper bag yang diterimanya itu."Hahaha itukan sebagai tanda persahabatan Lit, jadi kamu wajib simpan, aku tidak bawain kamu cincin lagi kok.""Apa ini?""Buka saja, kamu pasti suka Lit""Wah cantik banget, kamu dapat dari mana?" Lita membuka paper bag itu dan mengeluarkan salah satu barang yang sering dikoleksinya itu."Ini khusus buat kamu, aku petik sendiri di kaki gunung Bromo saat pendakian Minggu lalu.""Edelweiss, makasih ya Ar, kamu memang sahabat terbaikku dan kamu memang...," Jawaban Lita menggantung begitu saja di udara."Memang apa Lit?" Tanya Arka penasaran."Ah tidak Ar, lupakan saja." Lita berkilah mencari jawaban."Oh ya, ayo Ar makan dulu, katanya tadi kamu belum makan," sambung Lita lagi."Aku mau balik saja Lit, sudah hampir jam sembilan malam ini, takut kemalaman." Arka bangkit dari tempat duduknya"Bener nggak mau makan dulu?""Ya sudah hati-hati dijalan, kalo sudah sampai rumah, kabarin aku ya Ar," ucap Lita kembali tanpa menunggu jawaban dari Arka."Iya bawel, bilangin sama ayah dan ibu ya kalo aku pulang." Arka berjalan kerluar dari rumah Lita. Arka memang sudah akrab dengan kedua orangtua Lita, bahkan kedua orangtua Lita sudah menganggap Arka seperti anak kandungnya sendiri."Iya iya, sudah sana. Katanya mau pulang!" Lita sedikit mendorong tubuh Arka agar berjalan lebih cepat."Ngusir ini ceritanya," balas Arka yang kemudian berbalik ke arah arah Lita dan...Cup!Arka mencium pipi Lita begitu saja, sudah bisa dipastikan saat ini wajah Lita sudah seperti kepiting yang direbus dan hati Lita tentu saja berbunga-bunga, seperti bunga yang bermekaran di musim semi."Arka!!"...Pov Arka G*la, g*la, g*la, apa yang aku lakukan tadi pada Lita? Aku mengumpat kasar pada diriku beberapa kali, Lita pasti sekarang sedang berpikir kalau aku jahat padanya. Dia sahabatku, bagaimana bisa aku melakukan itu padanya. Aaarrrggh, aku menyugar rambutku dengan kasar. Sudahlah, mungkin aku hanya khawatir pada gadis itu karena tadi pingsan, dia sudah ku anggap seperti adikku sendiri. Sebelum memjamkan mata, ku kirim pesan singkat dulu karena sudah sampai di rumah, tak butuh waktu lama Lita langsung membalas pesanku. Aku sedikit lega karena Lita sepertinya tidak marah padaku.~~~Pov Author'Oh My God, tadi itu mimpi atau nyata sih, Arka mencium pipiku. Semoga tadi itu kenyataan dan cintaku disambut oleh Arka juga' batin Lita berseri-seri. Tiba-tiba ada notif pesan masuk di aplikasi berwarna hijau miliknya.Thing, from Arka.[Aku, udah sampai rumah Lit,, maaf ya soal kejadian tadi][It's oke Ar...]Lita mengklik tombol send, kemudian meletakkan gawai itu diatas nakas lagi.Hari s
Witing tresno jalaran Soko kulinoCinta tumbuh karena sering bersamaAku harus segera pergi ke tempat itu batin Lita. Setelah memastikan semua teman-teman sekelasnya sudah pulang, Lita langsung pergi menuju ke ruangan kebanggaan wali kelasnya itu. Tok tok tok"Permisi Pak," Lita mengetuk pintu ruangan Pak Aby lalu membukanya sedikit sebelum masuk, terlihat dengan jelas wajah laki-laki yang beberapa jam ini membuatnya semakin penasaran. "Ya masuk saja, pintunya tidak dikunci," sahut Pak Aby yang masih sibuk mengkoreksi beberapa tugas anak didiknya.10 menit berlalu Lita hanya berdiri didepan meja wali kelasnya itu.'Huufft, apa-apaan ini, nggak disuruh apa gitu katanya disuruh bantuin' batin Lita. Tidak ada ucapan yang keluar dari mulut Pak Aby. Lita hanya mendengus sebal karena dirinya cuman dianggap patung di ruangan itu."Eeheem..." Lita sedikit berdehem untuk mengalihkan pandangan Pak Aby, sementara wajahnya dibuat selucu mungkin seperti bakpao. "Ah iya maaf, kamu ambil bangku d
Hari ini Lita bangun lebih awal untuk mengecek semua perlengkapan yang akan dibawa untuk perkemahan. Kemarin sore sebelum sampai di rumah, dirinya meminta pada Pak Aby untuk mampir ke supermarket untuk membeli beberapa barang yang diperlukannya untuk berkemah. Sebelum ke sekolah dia mengirim pesan pada Arka bahwa dirinya tidak bisa menemuinya dua hari ini karena akan berkemah. Lita meminta ayahnya untuk mengantarkan ke sekolah karena dia kerepotan membawa barang-barang miliknya, sekalian menghampiri Citra untuk berangkat bersama. Sepanjang perjalanan menuju sekolah, Lita dan Citra bersendau gurau bercanda tentang hal-hal konyol yang tidak penting pun Pramono hanya menjadi pendengar setia dari anak dan sahabatnya itu. Saat sampai disekolahan sudah ada 6 bis pariwisata yang akan membawa pembina Pramuka, dewan penengak dan murid-murid kelas X ke bumi perkemahan. Kelas Lita mendapat jatah bis no 5 sementara bis terakhir diisi oleh pembina dan para penegak. Tidak butuh waktu lama sampai di
"Terkadang, ada kejutan-kejutan yang begitu saja terjadi dalam sebuah kisah persahabatan"_Jelita_Setelah kepergian Pak Aby dari ruang rawatnya, Lita mencoba untuk merubah posisinya dari tiduran menjadi duduk diatas brankar. Lita merasakan betapa kakinya terasa ngilu sekali, padahal kemarin seperti mati rasa saja. Lita mengingat kejadian kemarin pas berkemah, seperti ada yang terasa ganjal saat dirinya terjatuh, ah bahkan sahabatnya tidak menolongnya sama sekali. Ada apa sebenarnya dengan sahabatnya itu. Tok tok tokSuara ketukan pintu membuyarkan lamunan Lita. Ia mengalihkan pandangannya ke arah pintu, ternyata Pak Aby yang masuk ke ruang rawat Lita. Lita kira kedua orang tua nya yang datang, nyatanya mereka tidak perduli dengan anak semata wayangnya."Pak Aby," sapa Lita pada wali kelasnya itu"Kamu sudah baikan Ta?" Pak Aby menanyakan keadaan Lita sembari meletakan tas milik Lita dan beberapa makanan diatas nakas"Sudah Pak, Pak Aby pulang saja saya sudah mendingan," Sanggah Lita
"Satu kebohongan tercipta, maka akan ada kebohongan-kebohongan lainnya yang akan tercipta pula"_Jelita_POV JelitaAku tidak tahu kenapa ekspresi kedua sahabatku itu terlihat tidak enak dipandang saat aku menanyakan kenapa mereka bisa berangkat bersama. Setahuku mereka berdua tidak terlalu dekat walaupun mereka sama-sama sahabatku, masa iya Citra mesti menjemput Arka terlebih dahulu baru balik arah menuju rumah sakit padahal ini sudah larut malam lagian Citra pasti capek baru pulang berkemah tadi sore, atau jangan-jangan Mereka.... Ah sudahlah, kenapa pikiranku jadi macam-macam sih."Lit, sebenarnya tadi gue ketemu Arka dijalan pas mau kesini, jadi ya gitu gue ajak Arka nemenin gue karena ini udah malam, gue takut." Citra gugup menjawab pertanyaanku pada Arka. Itulah yang aku ingat tadi, entah kenapa aku merasa jika ada sesuatu yang disembunyikan oleh Citra dan Arka. Aku merasa jika mereka berdua terlalu berlebihan dan dekat. Sedangkan selama ini aku melihat mereka seperti jarang seka
Sinar mentari mulai mengusik para penikmat diperaduannya, menerobos celah-celah jendela menyilaukan mata yang masih tertutup dengan setia. Sedangkan burung-burung yang sangat pandai bernyanyi membuat irama mendayu-dayu di telinga, memikat agar semua orang mulai bangun dari mimpinnya. Begitupun dengan Lita yang mulai membuka kembali matanya, karena mendapat perawatan yang intensif dia merasakan tubuhnya merasa jauh lebih baik dari pada kemarin. Hal pertama yang dia lihat saat membuka matanya, bukanlah kedua sahabatnya melainkan seseorang yang beberapa hari menjadi guru sekaligus wali kelasnya yang begitu menyebalkan. Siapa lagi kalau bukan Pak Aby.Lita menatap dengan seksama pada Pak Aby yang saat ini sedang meminum kopi dengan nikmatnya. Penampilannya pun jauh lebih segar dan rapi, "mungkin sudah mandi tadi pagi," batin Lita.Sesekali Lita curi-curi pandang pada Pak Aby, melihat betapa maskulin dan tampan wajah yang dimilikinya, dengan rahang yang tegas, hidung mancung, bulu mata len
Akhirnya Lita bisa kembali bersekolah lagi setelah tiga Minggu penuh dia memulihkan kondisi tubuhnya, Lita pun merasakan angin segar yang menerpa wajahnya, wajar saja dia begitu bahagia saat berjalan menuju kelasnya setelah beberapa hari lamanya dia hanya bertemu dengan bantal dan kasur ditambah mahluk paling menyebalkan baginya saat ini dan tentu saja itu Pak Aby.Sekalinya keluar rumah melakukan cek up untuk luka dikakinya, itu pun harus dengan perdebatan terlebih dahulu dengan kedua orangtuanya yang mana ayah dan ibunya ingin setiap cek up Pak Aby yang mengantar serta menemani Lita di rumah sakit. Entah bagaimana kedua orangtuanya itu sangat mempercayai Pak Aby, atau jangan-jangan mereka berdua diguna-guna oleh wali kelasnya itu, Astaga Lita ada-ada saja pikiranmu.Mimpi apa coba Lita setiap hari harus bertemu dengan wali kelasnya itu, bahkan disaat dia ingin menikmati masa-masa ijin sekolahnya karena sakit. Lita tidak menyangka akhir-akhir ini perlakuan Pak Aby padanya semakin abs
"woey, stop! Ngapain main keroyokan, sini maju loe semua berempat!" Lita berteriak menantang, ketika mendapati Arka babak belur dipukuli oleh teman-teman satu gengnya. Bukannya maju, teman-teman Arka malah memilih kabur melarikan diri, ini bagian dari rencana yang direncanakan Arka. "Dasar pengecut loe pada!" teriak Lita lagi. "Ar, kamu nggak apa-apa kan?" Lita mendekati Arka membantunya berdiri, kemudian mendudukkan Arka di kursi yang ada di ruangan itu. "Terima kasih Lit, sudah mau membantuku," ucap Arka sambil memasang wajah memelas, seperti kucing yang ingin dielus-elus oleh majikannya."Kamu kenapa bisa dikeroyok begitu Ar?" tanya Lita khawatir, menyodorkan botol air minum pada Arka dari dalam tas yang selalu dibawanya. "Mereka tidak terima, karena tawuran kemarin kalah saat melawan SMA Bina Bangsa," jawab Arka berbohong pada Lita.Arka meneguk air mineral itu sampai habis setengahnya, sementara setengahnya lagi ia guyurkan ke kepalanya. Rasa perih menjalar ke bagian wajah ya
Tempat baru, orang-orang baru dan negeri baru yang pertamakali Lita injak tanahnya tadi malam. Kemarin Lita benar-benar dijual kembali oleh Marco, laki-laki biadab yang hanya memikirkan tentang uang. Heiji, nama yang Lita pernah dengar saat masih berada di negara tercintanya Indonesia. Dan sekarang laki-laki berkulit putih dengan mata hazel berwarna biru terang serta pahatan wajah yang tegas itu tepat berada didepan Lita berdiri.Ken Heiji Nagawa, laki-laki berusia 28 tahun yang masih lajang itu membeli Lita dari Marco atas dasar untuk menjadikan Lita sebagai seorang pembantu di usaha gelapnya. Namun Heiji tidak menyangka akan langsung tertarik dengan Lita saat bertemu dengannya untuk pertama kali.Lita sendiri terpana dengan laki-laki asal Jepang itu, Lita tahu Heiji fasih berbahasa Indonesia. Jadi Lita tidak akan sulit untuk berkomunikasi dengan Heiji sekarang."Tuan, bisakah anda mengirim saya kembali ke Indonesia, kembali ke keluarga saya" pinta Lita pada Heiji yang ada didepanny
Lita dengan tenang duduk di dalam mobil mewah yang membawanya menuju bandara, ya bandara seperti yang Lita dengar tadi dari Marco sebelum berangkat. Sebenarnya untuk kabur saat ini bisa saja dengan nekat melompat dari dalam mobil, karena Lita tidak satu mobil dengan Marco. Tapi Lita tidak cukup nyali untuk melompat keluar karena mobil yang melaju cukup cepat jadi bisa dipastikan kalau dirinya bisa saja terlindas mobil lain yang melaju dari arah berlawanan dengan mobil itu. Lita memilih menggunakan rencana yang disusunnya tadi saat masih berada di hunian Laknat tadi, seperti itu Lita menyebut tempat tinggal para pekerja seks. flashback onSetelah selesai membersihkan diri Lita keluar dari dalam kamar mandi. Kemudian duduk di atas ranjang sempit itu. Lita memandang para laki-laki yang bertingkah seperti wanita itu satu persatu.Lita tahu itu menyalahi kodrat sang pencipta, namun Lita yakin bahwa orang-orang yang tengah sibuk mempersiapkan make up itu pasti memiliki alasan masing-masi
Sinar mentari tampak malu-malu menembus gorden berwarna coklat tua di kamar berukuran 3x3 meter itu. Namun mata gadis yang menempati kamar itu tidak kunjung bisa terlelap juga. Walaupun badannya sudah sangat terasa lelah, di situasi yang seperti dikandang harimau itu tak lantas membuat Lita bisa tenang.Dari semalam Lita mondar-mandir memikirkan bagaimana caranya agar bisa keluar dari hunian Laknat yang ditempatinya saat ini. Hingga lingkaran hitam dimatanya muncul dan mentari sudah tampak tak kunjung juga mendapatkan ide untuk kabur. "Ckckck, bagaimana aku bisa keluar dari sini. Terlalu banyak penjaganya" ucap Lita yang merasa sudah berada dititik frustasinya. Lita dari semalam melihat para penjaga yang mondar-mandir melakukan pengamanan diarea tersebut melalu kaca jendela di kamar itu. Bahkan Lita melihat wanita-wanita yang sepertinya berada dibawah tekanan bos Marco saat dibawa keluar dari hunian itu juga dilakukan penjagaan dengan ketat. Benar-benar seperti didalam kandang harim
Pak Aby hampir tengah malam sampai di rumah keluarga Lita, tapi dengan tangan kosong dirinya pulang. Herman dan Hastina yang menunggu dengan harap-harap cemas di depan rumahnya langsung berbinar saat melihat mobil Pak Aby masuk ke halaman rumah. Namun rasa senang itu seketika lepas tergantikan rasa sesak di dada saat melihat Pak Aby keluar dari dalam mobil sendirian. "Dimana Lita nak?" tanya Hastina lembut pada Pak Aby sembari celingukan kesana-kemari. "Iya dimana anakku?" Herman juga menodongkan pertanyaan yang sama pada Pak Aby. Pak Aby merasa sangat bersalah pada kedua orangtua Lita, "Maaf Tante, om." Seketika pertahanan Hastina runtuh begitu saja saat mendengar jawaban dari Pak Aby. Air matanya tidak dapat dibendung lagi. "Dimana kamu nak," lirih Hastina. "Tenanglah Bu, kita pasti akan menemukan Lita," ucap Herman menenangkan istrinya. Herman juga tidak kalah sedih dan marah. Emosinya bercampur menjadi satu. "Sialan Arka itu, berani sekali dia membohongi kita semua," ucap He
Hiruk pikuk orang-orang di pelabuhan mengangkut barang yang dinaikkan ke kapal tidak serta merta membuat Hadi takut membawa Lita menuju kapal yang sudah menunggunya sejak sore tadi. Hadi melipir menuju area terlarang di pelabuhan itu agar apa yang akan dilakukannya tidak diketahui oleh orang-orang. Setelah memberitahukan tujuanya kepada para penjaga, Hadi lolos untuk menuju kapal terlarang yang ada di pelabuhan paling ujung itu. Lita melihat bahwa bukan dirinya saja yang dibawa menuju kapal itu. Ada beberapa gadis seumurannya dan beberapa wanita berusia tiga puluhan yang ada disitu juga, tetapi mereka jauh lebih tenang, mereka juga dibawa menuju sisi dek yang berbeda dengan Lita. Gemerlap lampu-lampu suasana pelabuhan yang membius mata seakan menampakkan keindahan pinggiran pantai disisi Utara itu, namun itu tidak berlaku bagi Lita. Lita yang berjalan terseok-seok ditodong senjata oleh Hadi dari belakang membuat gadis yang akan merayakan ulang tahunnya sebentar lagi itu bergidik nge
Arka tersenyum penuh kemenangan saat kedua orang tua Lita mengijinkan dirinya untuk menemui Lita. Arka berjalan menuju ke kamar milik Lita, mengetuk pintu kamar yang terbuka itu dengan pelan.Tok TokTokLita yang mendengar ketukan pintu bangun dari tidurnya, mendudukkan dirinya di atas ranjang kemudian berkedip beberapa kali. Matanya membulat sempurna saat melihat sosok Arka berada diambang pintu.Dengan mata yang bengkak karena menangis terus-menerus membuat wajah Lita menjadi begitu berantakan namun tetap cantik. "Mau apa loe kesini Ar?" tanya Lita dengan nada lembut pada Arka, Lita masih berharap kalau Arka tidaklah serius dengan apa yang dikatakan padanya saat itu.Arka berjalan mendekat ke arah Lita duduk, berdiri didepannya kemudian berkata dengan nada serius, "Gue tidak pernah bercanda dengan apa yang gue katakan Ta."Lita tertawa sinis saat mendengar itu, "Jadi benar?""Buat apa loe kesini?" sambung Lita lagi bertanya pada Arka tentang tujuannya.Arka memegang tangan Lita de
"Semua yang ada padamu akan aku miliki secara perlahan namun Pasti" __CitraAmbisi Citra yang selalu menginginkan apa yang dimilik dan apa yang di dekat Lita membuat Citra menjadi seorang cewek yang iri hati terhadap sahabatnya itu. Kemarin Citra sudah berhasil menghancurkan Lita dengan memiliki Arka, laki-laki yang menjadi cinta pertama Lita. Benar-benar membuat Citra puas dan tersenyum lebar pagi ini.Namun ambisinya belum juga selesai sebelum Lita benar-benar hancur, seperti saat ini Citra tengah berada diruang wali kelasnya itu. Citra tahu bahwa diam-diam wali kelasnya itu selalu memperhatikan Lita, Citra pun tidak mau kalah dengan mendekati Pak Aby. "Pak, saya ingin dekat dengan bapak," ucap Citra blak-blakan pada Pak Aby. "Kenapa kamu ingin dekat dengan saya," tanya Pak Aby penasaran pada Citra, Pak Aby tahu kalau niat Citra tidaklah baik. Citra berjalan mendekati Pak Aby, berdiri di samping pria yang tengah sibuk dengan laptopnya itu. Berbisik dengan nada seksi di telinga sa
POV Pak AbyNamaku Abymana Prasetya, satu-satunya keturunan yang tersisa dari keluarga Prasetya. Bapak dan ibuku sudah meninggal sejak aku masih umur lima tahun, sehingga aku diasuh oleh nenekku yang seorang ibu tunggal dengan satu orang anak. Eyang Sekar Mulya Prasetya, orang yang sudah berjasa dalam kehidupanku itu sudah tenang di alam surga sana. Dulu, empat tahun yang lalu aku tidak pernah berfikir akan kehilangan Eyang Sekar dalam hidupku namun takdir berkata lain. Saat kecelakaan beruntun yang juga membuat gadis yang aku cintai menjadi hilang ingatan, membuat ku semakin runtuh diterpa badai yang tiba-tiba, saat dokter di rumah sakit yang menangani Tata mengatakan bahwa dia mengalami amnesia sebagian dan kemungkinan untuk sembuh hanya sedikit harapan. Flashback onRumah Sakit Permata saat itu tengah dibuat sibuk oleh adanya kasus kecelakaan beruntun yang menimpa beberapa mobil dijalan tol Utara ibu kota. Hiruk pikuk para dokter dan suster yang menangani pasien yang datang deng
Saat ini Lita tengah duduk dikelilingi oleh tiga orang laki-laki, ayahnya sendiri, Arka dan tentu saja gurunya yang sok kepo plus suka tebar pesona padanya siapa lagi kalau bukan Pak Aby.Mereka berempat sedang membahas acara yang akan diadakan saat weekend tiba, satu persatu memberi saran tempat wisata yang ada disekitar tempat mereka tinggal. Namun sudah hampir 2 jam tidak ada keputusan yang diambil. Lita tidak tahu kenapa ketiga orang itu dengan kompaknya ingin berlibur bersama saat weekend tiba. Tapi baguslah biar silaturahmi semakin terjaga pikir Lita. Pak Aby sesekali melirik Lita dan terseyum masam saat dengan lembutnya Lita mengelus kepala Arka yang diletakkan di bahunya. "Bisa-bisanya mereka berdua bermesraan dihadapan ku," batin Pak Aby. Herman yang dapat membaca raut wajah Pak Aby pun terkekeh mengetahui bahwa teman masa kecil Lita itu cemburu dengan Arka."Kenapa ayah cekikikan begitu yah? Kaya mbak Kunti di gang depan aja." Lita bertanya pada ayahnya karena heran dengan