"Pagi-pagi anak itu sudah membuatku sakit kepala," sungut Aksa.Ia berjalan dengan tergesa sambil menyugar kasar rambutnya sendiri. Setelah kemaren ia nyaris mati kebosanan menunggu lama bunda Ayana berbelanja daging, pagi-pagi buta Ayana kembali berbuat ulah dengan menelponnya. Sepertinya gadis itu mabok kebanyakan makan daging sapi sampai-sampai tidak ada angin tidak ada hujan merengek minta berangkat ke kampus bareng. Sejak kapan coba mereka punya hubungan semesra itu?"Ayo, kita ke kampus bareng!"Begitu Aksa mengangkat panggilan telpon dari Ayana, suara cempreng itulah yang menerobos gendang telinga Aksa. Tidak ada ucapan salam ataupun basa basi. Bahkan sekedar say halo pun tidak diucapkan Ayana, apalagi ucapan Assalamualaikum yang jauh lebih panjang. Aksa yang masih mengantuk bahkan langsung sadar dari alam bawah sadarnya. Matany
"Kalian itu ngapain, sih?" tanya Aksa bingung melihat kelakuan Ayana dan Karin di depan pintu kelas. Karin dengan gigihnya berusaha menyeret Ayana untuk masuk kelas, begitupun dengan Ayana yang tidak kalah gigih bertahan di daun pintu. Saking gigihnya, Ayana nyaris menggigit pintu. Bosan berlagak seperti kelinci yang suka loncat ke sana ke mari, sepertinya Ayana ingin berubah menjadi tikus yang menggerogoti kayu."Kak Aksa, lihat 'nih kelakuan tunangan Kakak. Dia nggak mau menuntut ilmu dengan baik dan benar," lapor Karin dengan tangan masih menarik tali tas punggung Ayana."Kamu itu kenapa? Masa stress hanya gara-gara aku nggak mau ke kampus bareng?" tanya Aksa pada Ayana."Mas Aksa, Mas Aksa bisa merasakan atau ngelihat hantu nggak?" tanya Ayana tidak nyambung, membuat Aksa semakin yakin kalau Ayana benar-benar mabok akibat kebanyakan makan daging sapi. Sepertinya otak Ayana ketutupan lemak sampai-sampai hari ini Ayana semakin menggila dan bersikap tidak
"Canggung banget," ucap Yusa buka suara. Beberapa menit sudah berlalu, tapi baik Aksa ataupun Saga, tidak ada satupun dari kedua orang itu yang membuka mulut. Padahal kedua orang itulah yang mengajak Yusa, lebih tepatnya lagi memaksa untuk bertemu di atas atap. Bukannya berbicara, mereka bertiga malah saling melempar tatapan tidak nyaman satu sama lain. "Kalian berdua masih nggak tahu apa yang mau dibicarakan? Kalau memang nggak ada yang mau dibicarakan, kenapa mengajakku ketemu di sini? Kan, buang-buang waktu. Mana panas lagi. Mending aku menemani Ayana di ruang kesehatan," kata Yusa pelan. Ia yang sudah merasa bosan ingin secepatnya angkat kaki meninggalkan tempat itu."Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Aksa to the point, mencegah Yusa yang tidak sabar ingin menyelonong pergi."Kenapa aku ada di sini?" ulang Yusa dengan ekspresi mencemooh. "Ini kampus, Aksa. Tentu saja aku ada di sini untuk belajar. Memangnya aku mau apa lagi? Nggak mungkin mau jual
"Astaga. Aku jadi tokoh utama dalam cerita macam apa, sih?" gerutu Ayana kesal.Tak ada angin, tak ada hujan dan tanpa pemberitahuan sebelumnya, tiba-tiba saja ia diseret datang ke rumah seseorang yang kata bundanya adalah calon tunangan Ayana. Perut Ayana dalam sekejap terasa mulas. Ia mencengkram erat gaun putih yang melekat di tubuhnya hingga gaun itu kusut saking frustasinya. Selaku penulis novel roman, Ayana memang sering menulis cerita tentang pertunangan sepihak atau pernikahan tanpa cinta, tapi ia tidak pernah menyangka kalau ia akan menjadi tokoh utama dalam cerita yang ia tulis sendiri."Ternyata benar kata orang. Jangan sembarangan menulis cerita, nanti bisa kejadian." Ayana mendesis penuh penyesalan, teringat pada cerita-ceritanya yang tidak pernah happy ending dan takut itu akan terjadi di kehidupan nyatanya.Ayana merangkak di tanah dengan sepatu hak tinggi dan membiarkan gaun mahalnya menyapu tanah. Persetan dengan gaun, yang ada dalam benak Ayana
"Mereka berdua harus dirukiyah sebelum kena azab. Huweeee.”Tangis Ayana seketika meledak, membuyarkan suasana romantis nan absurd yang diciptakan oleh Aksa dan Saga. Dua orang yang nyaris saling mempertemukan wajah tampan mereka itu tersentak kaget mendengar suara cempreng yang sudah merusak moment syahdu mereka. Kata orang, kalau lagi berdua-duaan akan ada setan sebagai orang ketiga dan sepertinya itu benar. Aksa tidak menyangka kalau pohon rambutan di halaman belakang rumahnya memiliki penunggu yang bisa mengganggu romansanya bersama dengan Saga.“Siapa di sana?” tanya Aksa gusar sambil menolehkan kepalanya ke arah pohon rambutan. Aksa mengernyitkan alis ketika matanya melihat ada orang tak diundang berdiri di dekat pohon rambutan persis seperti penampakan. Bukan hanya satu, tapi ada dua orang yang entah kenapa tampak begitu menyebalkan.Skala Putra Manggala, sepupu Aksa yang sedari dulu suka menggerecoki kencan Aksa dan Saga ada di sana. Ia berdiri ber
Tubuh Aksa sedikit terlonjak begitu mendengar bentakan dibarengi raungan mengerikan yang keluar dari mulut papanya. Sekarang papanya tak ubahnya seperti orang yang kemasukan siluman harimau.Pun Kala yang juga duduk dengan hati resah gundah gulana. Sang gadis yang akan menjadi tunangan Aksa benar-benar melarikan diri entah ke mana meninggalkan kedua hak sepatu yang sengaja dipatahkan sebagai tanda kalau gadis itu totalitas kabur meninggalkan tunangannya yang tidak normal.Belum lagi ditambah dengan mama Aksa yang sedari tadi menangis sembari menyeka airmatanya dengan sapu tangan. Keadaan di ruang makan tampak begitu mencekam dan seolah dipenuhi dengan gas beracun yang membuat sesak nafas.“Apa? Kamu menolak pertunangan ini, Aksa!!!” Pria berwajah garang itu kembali berteriak hingga membuat lampu di langit-langit bergetar. Ruang makan seperti terkena gempa bumi lokal di mana hanya mereka saja yang bisa merasakan getarannya.Aksa memijit pelipisnya. Kepalan
"Ehem."Kala berdehem setelah berhasil menelan potongan daging yang entah kenapa mendadak terasa alot di dalam mulutnya. Ucapkan terima kasih pada dua anak manusia di depan dan di sampingnya yang saling menatap dengan tatapan membunuh hingga membuat Kala tidak bisa menikmati steak daging sapi kesukaannya. Kalau kedua orang itu didiamkan lebih lama lagi, Kala khawatir baik Aksa maupun Ayana akan saling melemparkan garpu ke wajah mereka masing-masing."Kenapa kalian saling menatap dengan tatapan membunuh begitu?" tanya Kala was-was. Sepertinya yang menyadari tatapan sengit itu hanya dirinya saja. Para orang tua yang ada di ruang makan itu masih tampak asyik dengan obrolan tentang pertunangan anak mereka tanpa mempedulikan wajah kusut sang calon mempelai."Jadi kapan kita bisa meresmikan pertunangan Aksa dan Ayana? Mama sudah nggak sabar, lho, mau pamer ke teman-teman arisan mama," ujar mama
"Uhuk."Kala yang sedari tadi menyantap makanan dengan damai tanpa ada niatan untuk melibatkan diri dalam keriuhan para orang tua yang ngotot ingin menjodohkan putra putri mereka, nyaris menelan garpunya sendiri mendengar ocehan Ayana. Kalau dirinya tidak salah dengar, gadis itu baru saja memproklamirkan kalau Kala dan Ayana adalah sepasang kekasih. Gadis itu benar-benar membuat Kala nyaris berakhir dengan menelan garpu.Sambil menepuk dadanya, Kala yang megap-megap melirik ke arah Aksa dengan panik, berharap sepupunya itu mewakili Kala untuk mengatakan sesuatu. Kala yang masih terbatuk-batuk sama sekali tidak bisa berkata apa-apa untuk membela diri sedangkan semua mata sudah tertuju padanya menuntut penjelasan."Ngomong apa, sih, kamu ini?" sergah bunda Ayana jengkel. Sedari tadi putri bungsunya itu terus saja mengatakan sesuatu yang bisa menjatuhkan nilai dirinya sebagai menantu id
"Canggung banget," ucap Yusa buka suara. Beberapa menit sudah berlalu, tapi baik Aksa ataupun Saga, tidak ada satupun dari kedua orang itu yang membuka mulut. Padahal kedua orang itulah yang mengajak Yusa, lebih tepatnya lagi memaksa untuk bertemu di atas atap. Bukannya berbicara, mereka bertiga malah saling melempar tatapan tidak nyaman satu sama lain. "Kalian berdua masih nggak tahu apa yang mau dibicarakan? Kalau memang nggak ada yang mau dibicarakan, kenapa mengajakku ketemu di sini? Kan, buang-buang waktu. Mana panas lagi. Mending aku menemani Ayana di ruang kesehatan," kata Yusa pelan. Ia yang sudah merasa bosan ingin secepatnya angkat kaki meninggalkan tempat itu."Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Aksa to the point, mencegah Yusa yang tidak sabar ingin menyelonong pergi."Kenapa aku ada di sini?" ulang Yusa dengan ekspresi mencemooh. "Ini kampus, Aksa. Tentu saja aku ada di sini untuk belajar. Memangnya aku mau apa lagi? Nggak mungkin mau jual
"Kalian itu ngapain, sih?" tanya Aksa bingung melihat kelakuan Ayana dan Karin di depan pintu kelas. Karin dengan gigihnya berusaha menyeret Ayana untuk masuk kelas, begitupun dengan Ayana yang tidak kalah gigih bertahan di daun pintu. Saking gigihnya, Ayana nyaris menggigit pintu. Bosan berlagak seperti kelinci yang suka loncat ke sana ke mari, sepertinya Ayana ingin berubah menjadi tikus yang menggerogoti kayu."Kak Aksa, lihat 'nih kelakuan tunangan Kakak. Dia nggak mau menuntut ilmu dengan baik dan benar," lapor Karin dengan tangan masih menarik tali tas punggung Ayana."Kamu itu kenapa? Masa stress hanya gara-gara aku nggak mau ke kampus bareng?" tanya Aksa pada Ayana."Mas Aksa, Mas Aksa bisa merasakan atau ngelihat hantu nggak?" tanya Ayana tidak nyambung, membuat Aksa semakin yakin kalau Ayana benar-benar mabok akibat kebanyakan makan daging sapi. Sepertinya otak Ayana ketutupan lemak sampai-sampai hari ini Ayana semakin menggila dan bersikap tidak
"Pagi-pagi anak itu sudah membuatku sakit kepala," sungut Aksa.Ia berjalan dengan tergesa sambil menyugar kasar rambutnya sendiri. Setelah kemaren ia nyaris mati kebosanan menunggu lama bunda Ayana berbelanja daging, pagi-pagi buta Ayana kembali berbuat ulah dengan menelponnya. Sepertinya gadis itu mabok kebanyakan makan daging sapi sampai-sampai tidak ada angin tidak ada hujan merengek minta berangkat ke kampus bareng. Sejak kapan coba mereka punya hubungan semesra itu?"Ayo, kita ke kampus bareng!"Begitu Aksa mengangkat panggilan telpon dari Ayana, suara cempreng itulah yang menerobos gendang telinga Aksa. Tidak ada ucapan salam ataupun basa basi. Bahkan sekedar say halo pun tidak diucapkan Ayana, apalagi ucapan Assalamualaikum yang jauh lebih panjang. Aksa yang masih mengantuk bahkan langsung sadar dari alam bawah sadarnya. Matany
"Akhirnya aku sehat dan bisa bersih-bersih rumah," ujar Ayana berbicara sendiri.Ia menyapu lantai ruang tamu dengan begitu bersemangat. Setelah mendapat pelatihan memasak dari Tante Anna yang tidak juga membuahkan hasil, Ayana berinisiatif untuk latihan beberes rumah yang baik dan benar. Meskipun kemungkinan untuknya menjadi istri Aksa sangatlah kecil, Ayana tetap bersemangat berlatih menjadi ibu rumah tangga. Karena itu dengan senang hati Ayana mengambil alih pekerjaan asisten rumah tangganya untuk bersih-bersih teras."Tapi, kenapa lantai yang kusapu nggak bersih-bersih juga, ya?" tanya Ayana bingung."Arah sapuanmu salah, Yan!" tegur seseorang.Ayana sontak menoleh ke arah suara yang menegurnya. Kakak sulungnya berdiri sambil menutup hidung dengan sapu tangan, menghindari debu yang beterbangan agar tidak masuk ke dalam hidungnya
Sreeet.Aksa merobek bungkus obat pereda demam yang baru saja ia beli di apotek sambil menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya. Begitu bangun dari pingsannya, Ayana tiba-tiba terserang demam sehingga membuat Aksa terpaksa singgah ke apotek dalam perjalanan pulang.Apa di tubuh Yusa tertempel jin sehingga bisa membuat seseorang yang dipeluknya terserang demam tinggi? Aksa bertanya-tanya dalam hati.“Kenapa kamu malah terkena demam begini? Segitu senangnya, ya, dapat pernyataan cinta dari cowok tadi?” tanya Aksa, tentu saja dengan maksud untuk menyindir Ayana yang duduk di sampingnya. Ayana yang masih menggigil mengabaikan Aksa dan sibuk menenggak air untuk mengenyahkan rasa pahit yang tertinggal di lidahnya.Aksa ingin fokus dengan setir kemudi di depannya, tapi suara gigi Ayana yang bergemeletukan membuat Aksa terpaksa menolehkan kepalanya k
"Lebih baik kita pulang sekarang," ajak Aksa."Lho, kenapa? Mas Aksa bahkan belum berbincang-bincang dengan Saga," tanya Ayana bingung. Disuguhkan minum pun belum, tapi Aksa sudah mengajak untuk pulang. Padahal tadi butuh waktu hampir dua jam mereka berdua berdebat karena Ayana yang ngotot ingin ikut dan Aksa yang juga bersikeras menolak membawa Ayana berkunjung ke rumah Saga. Masa belum apa-apa mereka sudah mau pulang? Kepala Ayana saja masih pusing karena pingsan tadi."Nggak ada gunanya juga aku bertemu Saga kalau ada kamu dan orang menyebalkan itu di sini," ujar Aksa dongkol.Ayana menggelengkan kepalanya. "Kenapa Mas Aksa selalu menganggap semua orang menyebalkan? Nggak boleh, lho, berburuk sangka kayak gitu mulu" tukas Ayana menasehati Aksa.Aksa mendengus. Ingin balas melemparkan nasehat pada Ayana yang dinilainya selalu berpikir kelewat positif terhadap orang
"Ngik!" Ayana yang baru sadar dari pingsannya sontak menutup hidungnya sendiri, berusaha menyamarkan suara nafasnya yang tak ubahnya seperti babi yang menguik. Ia kaget sendiri mendengar suara bunyi nafasnya yang mendadak terdengar seperti orang terserang asma. Dengan gugup, Ayana melirik seseorang yang duduk di tepi tempat tidur dan langsung menghembuskan nafas lega begitu tahu kalau orang yang menunggunya adalah Aksa, bukan orang lain. Ia tidak perlu malu karena Aksalah yang mendengar bunyi nafasnya yang terdengar seperti suara babi, bukan pria tampan yang tadi tiba-tiba memeluknya. "Bodoh," ejek Aksa. "Kenapa kamu malah pingsan?" "Mas Aksa?" "Dan wajahmu itu terus-terusan memerah. Jangan bilang kalau kamu tergoda dengan tampangnya itu!" sindir Aksa dengan wajah tidak percaya. &nb
"Bersaing?" desis Saga sinis. "Sayang sekali, selera kita berdua beda. Jadi lupakan saja!""Kamu benar-benar membuatku ingin tertawa," ledek Yusa dengan senyum terkulum. "Padahal aku punya banyak cewek can..."Lagi-lagi Saga berdecak dan menganggap perkataan Yusa tak lebih dari angin lalu. Angin lalu yang lebih baik jika diabaikan. Saga meraih ponselnya yang tergeletak di meja dan berjalan ke arah pintu menuju ruang tamu."Ga!!!" Yusa berteriak. "Kamu mau pergi ke luar?""Ya. Aku ada janji dengan seseorang," jawab Saga acuh."Kamu mau meninggalkan aku? Padahal hari ini aku mau mengajakmu ke cafe favoritnya ayah dan ibu," kata Yusa dengan nada memelas."Jangan harap aku mau!" tandas Saga cuek. Lagipula ibu yang Yusa maksud adalah ibunya, bukan ibu Saga. Lalu untuk apa ia peduli? Saga mendesah pelan. Ia dan Yusa
"Shit!"Saga mengumpat pelan sembari meremas rambutnya sendiri. Sedari tadi ia terus saja merasa gelisah. Ah, lebih tepatnya semenjak kejadian ia melihat Aksa menyentuh rambut Ayana di taman ria kemaren, Saga mulai merasakan kegelisahan yang sangat mengganggu. Ia seperti sedang diusik dan sialnya Saga tidak tahu di antara dua orang itu siapa yang sudah mengusik ketenangannya. Aksa atau Ayana?Saga memejamkan matanya, berusaha mengenyahkan adegan yang menggentayangi otaknya. Adegan yang membuatnya marah, kesal dan juga gelisah."Entah kenapa rasanya aku jadi kesal," desis Saga dengan mata terpejam. Ia bersandar di sofa yang seharusnya terasa nyaman, tapi sayangnya rasa nyaman itu tidak terasa sama sekali."Kamu mencemburui seseorang?"Saga menghela nafas panjang mendengar suara bisikan yang singgah di telinganya. Itu bukan suara ibun