Beranda / Romansa / Chemistrick / Prelude [2]

Share

Prelude [2]

Penulis: Indah Hanaco
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-12 17:00:52

“Cynthia tadi minta Om Tommy untuk bikin acara di rumah aja. Bukan di restoran. Karena dia nggak mau ada wartawan yang motret. Sementara itu, Cynthia ogah kalau gosip tentang retaknya hubungan sama Eric jadi makin membesar. Makanya kamu diminta gantiin dia. Supaya para wartawan nggak terus-terusan nanya soal itu.”

“Oh,” balas Vivian, kehilangan kata-kata. Di kepalanya tergambar adegan romantis yang melibatkan dirinya dengan Eric, eks atlet tenis yang sudah memacari Cynthia selama hampir dua tahun terakhir. “Apa mereka memang lagi berantem atau sejenisnya? Aku kan nggak pernah disuruh ‘nge-date’ sama Eric sebelum ini,” selidiknya ingin tahu.

Sally mengeluarkan sebuah buku kecil dari tasnya dengan ekspresi puas. “Sekali-kali, Vi. Anggap aja semacam kesempatan langka. Kapan lagi bisa kencan sama cowok keren kayak Eric dengan restu pacarnya?” celoteh Sally jail. Tawa renyahnya pecah kemudian. “Mereka nggak berantem, kok. Cuma ya itu, Cynthia kudu bikin pilihan. Tadinya dia ngotot nggak mau datang ke acara keluarga. Tapi, aku nggak setuju. Kalau sampai papanya nggak cuma gertak sambal, masalah yang harus kita hadapi bakalan serius.”

Vivian manggut-manggut. Penjelasan Sally memang masuk akal. “Di sisi lain, kalau gosip soal hubungan Cynthia sama Eric dibiarin, bakalan melebar ke mana-mana nantinya,” imbuh Vivian dengan suara pelan.

“He-eh. Makanya Cynthia terpaksa milih cara kayak gini.”

“Dan aku yang beruntung. Minimal, makan enak gratis dan batal disinisin mama dan papanya Cynthia. Bosan tau Mbak, tiap datang ke acara mereka, disindir macam-macam. Aku kan cuma menjalankan kemauan bosku,” lanjut Vivian dengan nada keluh.

Sally tersenyum lebar sebagai responsnya. “Kamu harus siap-siap, Vi. Kira-kira lima belas menit lagi Eric datang.” Perempuan itu menggerak-gerakkan buku di tangan kirinya. “Aku harus ke kamar Cynthia lagi. Kalau nggak diawasi, ntar kebablasan. Belakangan ini dia makin sering aja nyentuh minuman keras. Aku takut ntar jadi kecanduan,” papar Sally. Kecemasan perempuan itu terpampang jelas pada suara dan ekspresinya.

 Vivian tersenyum maklum, tak ingin menambah beban Sally yang sudah banyak. Kadang dia ingin membantu perempuan itu, tapi Vivian tak punya petunjuk harus melakukan apa. Ditambah lagi sikap Cynthia yang susah ditebak. Bisa-bisa niat baiknya malah berakhir buruk.

“Eh, Mbak, sebentar! Eric tau kalau hari ini bakalan kencan palsu sama aku, kan?” tanya Vivian lagi. Ucapannya membuat Sally yang sudah melangkah menjauh, berhenti dan menoleh dari balik bahu kanannya. “Takutnya dia kaget dan malah nolak.”

“Tau dong. Cynthia udah bilang,” Sally menenangkan. “Santai aja, Vi.”

Setelah Sally berlalu, Vivian buru-buru menuju kamar mandi yang cuma berjarak beberapa meter dari tempatnya duduk. Dengan tergesa, gadis itu menyisir rambutnya yang sudah rapi. Vivian juga mengecek riasan wajahnya. Tidak ada yang perlu ditambahkan. Setelah cukup puas dengan apa yang dilihatnya di depan cermin, Vivian kembali ke ruang tamu.

Mendadak dia menyadari, jantungnya berdenyut begitu kencang hanya karena akan menghabiskan waktu dengan Eric. Bukan reaksi yang bijak, tentu saja. Namun, Vivian tak bisa mencegah efek semacam itu. Ini adalah cara tubuhnya merespons rencana untuk menghabiskan waktu dengan kekasih Cynthia.

Eric Adityawardhana pernah menjadi salah satu atlet tenis Indonesia yang dianggap bermasa depan cerah. Tiga tahun lalu, cowok itu pernah menduduki ranking 47 dunia versi ATP, Association of Tennis Professionals. Berusia lebih muda satu tahun dibanding Cynthia, Eric adalah sosok yang tenang dan terkesan matang. Orang-orang yang mengenal sang aktris dengan baik, berpendapat bahwa Eric sangat pas mendampingi Cynthia yang masih gampang meledak-ledak ketika jauh dari sorot kamera.

Pendapat Vivian tentang Eric? Cowok itu adalah sosok idaman para gadis normal. Fisik tanpa cela, wajah rupawan, sopan, ramah, dan segudang sifat baik lainnya. Vivian tergolong jarang bertemu Eric saat berada di rumah Cynthia. Namun penilaian itu muncul sebagai hasil interaksi singkat mereka. Meski beberapa kali sempat terdengar rumor tentang perilaku kasar Eric. Namun, siapa yang mau percaya?

“Jangan suka menelan mentah-mentah berita jelek di luar sana. Nggak semua gosip itu akan jadi fakta yang tertunda.” Sally sering mengingatkan hal itu meski dengan cara sambil lalu.

Cynthia memang pernah pulang dengan pipi lebam dan tangan terkilir usai liburan dari Thailand bersama Eric dan Sally. Entah bagaimana, ada yang memotret Cynthia di bandara yang berujung pada gosip panas bahwa gadis itu dipukuli kekasihnya. Cynthia, Eric, dan Sally membantah mentah-mentah berita itu. Yang terjadi adalah, Cynthia terjatuh di kolam renang dengan pipi menghantam tangga dari besi. Media terlalu suka melebih-lebihkan segalanya demi menarik perhatian pembaca.

Karena itu, Vivian tak merasa bersalah karena dia menyukai Eric. Itu hal yang wajar, bukan? Toh, dia tidak memiliki niat jahat sampai berencana merebut Eric dari Cynthia. Vivian tahu diri. Dia hanya menikmati peran sebagai pengagum dari jauh. Mungkin nanti, ketika Vivian sudah memiliki pujaan hati sendiri, dia tak perlu mengagumi kekasih orang lain.

Hanya saja, kadang dia iri karena sang aktris –bisa dibilang- memiliki segalanya. Kecuali keluarga yang harmonis. Cynthia memiliki orangtua yang sangat ingin ikut campur dalam banyak hal hingga terasa memuakkan. Juga sifat materialistis ibu dan adik perempuan Cynthia yang rasanya sulit untuk dimaklumi.

Tiap kali melihat Eric dalam jarak dekat, jantung Vivian bereaksi tak wajar. Berdebar kencang tanpa bisa dikendalikan. Padahal, Eric tidak melakukan apa pun. Hanya mengangguk sopan sambil menyapa dan bertanya kabar. Ya, cowok itu memang ramah dan cukup perhatian dengan lawan bicaranya. Oleh sebab itu, Vivian tak terbebas dari rasa panik saat tahu dia akan menghabiskan waktu hanya berdua dengan cowok itu. Dia cemas tak bisa mengendalikan diri dengan sempurna. Bagaimana jika dia bertingkah norak saking senangnya?

“Vi, Eric udah datang, tuh! Kok malah melamun, sih?” Sally memetik jari di udara, hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajah Vivian. Gadis itu nyaris terlonjak dari tempat duduknya.

“Oh.…” Vivian buru-buru berdiri sembari merapikan gaunnya untuk kesekian kalinya.

“Jangan bilang kalau kamu takut ketauan pacarmu karena harus jalan sama Eric,” kata Sally dengan alis bertaut. “Pacarmu tipe posesif, ya?”

Tawa Vivian pecah meski terdengar agak sumbang di telinganya. “Pacar dari Hong Kong? Aku lagi mikirin makanan enak yang bisa kupilih. Nggak sabar pengin ngerasain ditraktir Eric.”

Wajah Sally mendadak berubah, walau hanya sesaat. Senyumnya tampak kaku. Perempuan itu malah menyerahkan sebuah kartu kredit ke tangan Vivian. “Ini zaman emansipasi, Vi. Bukan saatnya lagi minta ditraktir cowok. Lagian, lebih banyak duit Cynthia ke mana-mana. Dan saat ini, kamu sedang jadi Cynthia. Nih, pakai aja. Kayaknya ntar butuh untuk bayar-bayar.”

Vivian melongo tapi tangan kanannya meraih benda itu. Dia masih terdiam saat Sally menyebutkan PIN kartu kredit keluaran bank ternama itu. “Jadi, aku yang bayar, ya? Eh … maksudku Cynthia? Bukan Eric?”

“Cynthia lebih suka dia yang bayar,” sergah Sally. “Kamu hafal PIN-nya? Coba tolong diulangi sekali lagi. Jangan sampai lupa lho, Vi!”

Entah kenapa, jawaban itu tak sepenuhnya memuaskan Vivian. Namun gadis itu tak punya kesempatan untuk bertanya lagi karena Eric sedang berjalan menghampirinya, didampingi Cynthia. Aktris itu mengenakan baju yang sama persis dengan yang dipakai Vivian.

Bab terkait

  • Chemistrick   Stuck [1]

    “Vi, ada perubahan rencana,” kata Cynthia tanpa basa-basi. “Kamu dan Eric punya waktu sekitar tiga jam. Nanti kukabari lagi kalau ada yang penting. Hape harus terus nyala, ya?”“Oke,” balas Vivian pendek. Dia sempat termangu saat Eric mengulurkan tangan kanan ke arah gadis itu. Vivian tak buru-buru menyambut tangan Eric.“Semoga aku nggak akan bikin kamu bosan selama tiga jam ke depan,” ucap cowok itu seraya menatap mata Vivian. Senyum tipis Eric terlihat lagi. Vivian menahan napas seketika. Tangan kiri Vivian akhirnya terangkat. Lalu, tatapan Eric diarahkan pada sang pacar. “Kami pergi sekarang ya, Babe,” pamitnya pada Cynthia.Vivian membiarkan tangan kirinya digenggam Eric. Dia sebenarnya merasa sangat janggal karena cowok itu melakukannya di depan Cynthia. Andai mereka sudah meninggalkan rumah itu, Vivian tidak akan terlalu keberatan. Suka, malah. Walau ini cuma kencan palsu dan gadis itu h

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-15
  • Chemistrick   Stuck [2]

    Serta merta, Vivian membuat bantahan. “Tapi, aku kan kangen sama Mama, Pa. Mama jarang di rumah, nggak kayak Papa. Trus tiap kali di rumah, Mama diam melulu. Sama aku malah sering marah-marah,” urainya polos. Vivian mungkin masih begitu belia. Namun dia sudah lancar berbicara sejak berumur dua tahun setengah. Peka dan cukup paham apa yang terjadi di sekelilingnya. Dia bahkan sudah tidak cadel sebelum genap berusia empat tahun.“Papa kan memang kerjanya di rumah, Sayang. Kecuali kalau harus ke Bali atau ke toko. Tapi, Mama beda. Mama memang kerjanya di luar. Nggak bisa kalau cuma di rumah aja.”Vivian menggeleng kuat-kuat, masih terisak kecil. Barry menghapus air mata putrinya dengan gerakan hati-hati.“Bundanya Salma juga kerja. Tapi kan nggak tiap hari, Pa. Tiap kami libur sekolah, bundanya kadang nggak ke kantor. Trus mereka biasanya jalan-jalan. Aku pernah lihat, Salma digendong dan dicium bundanya. Tapi, Mama biasanya marah kala

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-16
  • Chemistrick   Fatal Attraction? [1]

    Robin Maliq meregangkan tubuhnya sambil melirik jam dinding. Sudah lewat pukul sembilan malam. Lehernya terasa pegal dan kaku. Begitu juga dengan punggungnya. Total sudah tiga jam dia duduk sambil memelototi layar laptopnya. Pria muda itu harus mengecek sederet angka dan mencocokkan dengan setumpuk berkas yang ada.Pekerjaannya menuntut ketelitian dan fokus yang tinggi. Jika ada satu saja angka yang keliru, sudah pasti Robin harus bekerja lebih lama dibanding seharusnya. Padahal, sedapat mungkin, cowok ini sangat ingin memanfaatkan waktu seefisien mungkin.Laporan keuangan itu seharusnya bisa dikerjakan orang lain. Namun mungkin itu cara ayahnya untuk membuat Robin tetap sibuk dan fokus. Sejak dia kembali ke Jakarta, sang ayah memastikan Robin menghabiskan waktu dengan produktif. Pekerjaannya tak pernah sebanyak ini karena Robin terbiasa menuntaskan tugasnya setiap hari. Inilah risiko karena dia mengambil cuti seminggu penuh. Otomatis, pekerjaan cowok itu pun bertumpuk

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-17
  • Chemistrick   Fatal Attraction? [2]

    “Kalau gitu, mundur! Aku mau ngapain sama cewek ini, memang bukan urusanmu, kan? Abaikan kami, pura-pura nggak ngeliat apa pun. Nggak usah ikut campur.” Lalu tatapan Eric beralih pada pacarnya. “Cewek yang suka jual mahal cuma supaya dianggap misterius, layak untuk dikasih pelajaran. Kalau cuma memar di lengan, masih terlalu ringan.”Wow! Bukankah selama ini media menggambarkan Eric sebagai cowok gentleman yang rendah hati? Barusan Eric mengancam akan membuat lebih dari sekadar lengan yang memar? Jika kondisinya seperti ini, Robin tidak bisa diam saja. Dia paling anti pada cowok yang main tangan dengan kaum hawa, apa pun alasannya.“Kamu nggak apa-apa?” tanya Robin, ditujukan kepada gadis yang sedang berusaha melepaskan cengkeraman Eric. “Kamu lebih suka aku pergi atau gimana?” tanyanya nekat. Beberapa orang yang berlalu-lalang, memperhatikan dengan mata menyipit atau tatapan ingin tahu terang-terangan. Entah kar

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-18
  • Chemistrick   Stone Cold [1]

    Robin mulai berkenalan dengan minuman beralkohol sejak berumur sebelas tahun. Berawal dari ketidaksengajaan, sebenarnya. Dia sedang tidak bisa tidur, keluar dari kamar untuk mengambil air putih. Seseorang malah menawarinya untuk mencicipi minuman berwarna kuning yang mulanya ditolak anak itu.“Minuman ini bakalan bikin kamu tidur nyenyak, Bin. Lama-lama, kamu juga bakalan nggak ingat sama mamamu. Jadi kamu nggak akan terlalu sedih lagi.”Kalimat itu membuat Robin goyah, janji untuk membuat kesedihannya berkurang. Tanpa pikir panjang, dia akhirnya mencoba mencicipi minuman yang terasa membakar kerongkongannya. Anak itu sempat tersedak dan terbatuk-batuk hebat. Dia ketakutan minuman itu akan menghancurkan lehernya. Namun ternyata Robin keliru. Ketidaknyamanan itu akhirnya berubah menjadi rasa hangat yang menyebar di sekujur tubuhnya.Robin kecil sedang gundah karena banyak masalah yang menghantamnya bertubi-tubi. Setelah seumur hidup mengira bahwa diri

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-20
  • Chemistrick   Stone Cold [2]

    “Kalau aku bohong, silakan Papa buang aku. Jangan akui sebagai anak. Jangan terima aku di rumah ini,” kata Robin lagi. “Aku nggak mau jadi anak yang gagal dan cuma bisa bikin kecewa Mama. Aku akan berubah,” ulangnya dengan penuh tekad.Lalu, dia menangis tersedu-sedu sambil terduduk di lantai. Menangisi semua kesalahan dan kebodohannya. Ariel turun dari tepi ranjang, memeluk anaknya. Itulah kali pertama Robin merasakan dekapan hangat sang ayah.***Robin bergegas memasuki toko perhiasan berlabel Adiratna Maharani dengan langkah-langkah panjangnya. Kedua tangannya dipenuhi kantong-kantong plastik yang menggelembung. Mengenakan kemeja dan celana black jeans, penampilannya tampak santai. Satpam yang bertugas di pagi itu, Eko, buru-buru membukakan pintu.“Selamat pagi, Robin,” sapanya ramah dengan senyum lebar. “Kapan pulang?”“Kemarin sore,” balas Robin. &

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-21
  • Chemistrick   Unperfect Day [1]

    Beberapa puluh menit sebelumnya.Vivian tidak pernah mengira “kencan” itu berjalan dan berakhir buruk. Setelah dia kembali dari toilet, gadis itu sengaja pindah tempat duduk. Dia memilih untuk menarik kursi di depan Eric. Melihat apa yang dilakukannya, cowok itu menunjukkan ketidaksenangan.“Aku lebih suka duduk berhadapan sambil ngobrol. Kalau nggak ngeliat wajah lawan bicara, rasanya kok kurang enak,” argumen Vivian tadi saat Eric bertanya alasannya pindah.Sepanjang acara makan malam itu, Vivian merasa tidak nyaman berkali-kali. Eric tampaknya memutuskan untuk bersandiwara tak tanggung-tanggung. Menunjukkan bahwa hubungannya dengan Cynthia tak terganggu dengan gosip di luar sana.Bisa menebak apa yang dilakukan cowok itu? Eric membuka sepatu dan mengelus betis Vivian dengan punggung kakinya. Ketidaknyamanan membuat Vivian mengubah posisi duduknya hingga kaki Eric tak bisa menjangkaunya.“Tolong, nggak usah menyentuh

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-22
  • Chemistrick   Unperfect Day [2]

    Vivian menahan diri agar tidak berteriak untuk meluapkan emosinya. Dia benar-benar merasa terhina karena kata-kata dan sikap Gideon barusan. Akan tetapi, dia tahu itu semua sia-sia saja. Gideon takkan berubah pikiran.Vivian masih dalam tahap mencerna semua kenyataan mengejutkan yang terbentang di depannya dengan baik. Dia benar-benar tak mengira jika Cynthia akan memecatnya begitu saja tanpa mau mendengarkan apa yang terjadi menurut versi Vivian.“Kalau memang….”“Gideon, aku mau ngomong bentar sama Vivian. Kamu nggak perlu berdiri di sini lagi,” sela Sally yang tiba-tiba muncul. Perempuan itu menarik lengan kiri Vivian dan mulai berjalan menuju teras. Vivian mengaduh pelan.“Kenapa? Apa aku megangnya terlalu kencang?” Sally menoleh dengan mimik kaget. Dia melepaskan tangannya.“Nggak,” bantah Vivian tanpa menjelaskan lebih jauh. Mereka sudah berada di teras, saling berdiri berhadapan. Vivian

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-23

Bab terbaru

  • Chemistrick   Epilog

    Tujuh bulan kemudian....Vivian membenahi letak pigura yang berada di atas lemari pajangan. Benda itu berisi salah satu fotonya saat balita. Ketika pertama kali menginjakkan kaki di rumah yang ditempati Serena sejak pindah ke Ubud ini, foto itu mengejutkan Vivian. Dia tak pernah mengira jika ibunya menyimpan beberapa hasil jepretan kamera ayahnya di masa lalu.Gadis itu menghela napas. Dokter memperkirakan ibunya hanya memiliki waktu selama tiga bulan maksimal. Namun Tuhan memberi hadiah yang luar biasa, berupa tambahan waktu selama empat bulan lagi. Total Vivian sudah tinggal di Ubud selama tujuh bulan terakhir.Jika diingat lagi, Vivian menyayangkan pilihan Serena untuk menyembunyikan penyakit fatal yang dideritanya dari semua orang. Hanya Shinta yang tahu. Jika Vivian sudah tahu sejak awal, mungkin dia akan menghabiskan lebih banyak waktu bersama Serena yang berubah menjadi ibu yang penuh cinta di saat-saat terakhirnya.Kini, penderitaan Serena sudah b

  • Chemistrick   Beautiful Goodbye [4]

    Vivian dan Serena menghabiskan waktu bersama sekita satu jam di teras. Setelah hari kian sore dan suhu lebih dingin, mereka pun masuk ke dalam rumah. Vivian menggandeng lengan kiri ibunya. Robin tidak kembali ke teras, tampaknya memberi waktu pada Vivian dan Serena. Ternyata cowok itu sedang menonton televisi di ruang keluarga.Robin tersenyum lebar begitu melihat Vivian dan ibunya. Serena bergabung dengan Robin sementara Vivian memilih untuk mandi. Sebelumnya, dia sempat mendatangi dapur untuk membantu Shinta yang tampaknya sedang menyiapkan makan malam.“Ada yang bisa saya bantu nggak, Mbak?” tanya Vivian. Dia baru tahu dari Serena bahwa Shinta berasal dari kota Demak. Tadinya, perempuan itu bekerja sebagai petugas kebersihan di resor. Saat kontraknya habis dan tak dilanjutkan, Shinta pun sempat tak memiliki pekerjaan. Di saat yang sama, Serena pindah di rumah itu. Shinta yang sering dimintai tolong oleh Serena pun diajak serta dan ditawari pekerjaan seba

  • Chemistrick   Beautiful Goodbye [3]

    Ketiga paman Vivian menyambut Vivian dengan pelukan hangat karena mereka memang sudah lumayan lama tak bersua. “Apa kamu bakalan lama di sini, Vi?” tanya kakak tertua ayahnya, Herman. Keluarga ayah Vivian tahu betul apa yang terjadi pada rumah tangga Barry-Serena. Namun semua orang tetap bersikap baik pada ibunda Vivian.“Sampai Mama sembuh, Om,” sahut Vivian dengan penuh keyakinan.“Om pun nggak tau kalau mamamu sakit. Tiap kali ke sini untuk ngantor atau rapat, nggak ada tanda-tanda kalau Serena lagi sakit. Cuma memang belakangan berat badannya mulai turun. Tiap kali ditanya, mamamu cuma bilang kalau dia lagi diet,” imbuh paman Vivian yang lain, Mirza.Robin juga disambut dengan sikap hangat oleh ketiga saudara ayah Vivian. Semua tertarik saat tahu bahwa Robin pernah berkuliah mendalami bidang forensik yang kemudian malah terjun menjadi seorang perancang cincin. Banyak pertanyaan yang ditujukan untuk cowok itu. Menurut Vivia

  • Chemistrick   Beautiful Goodbye [2]

    “Jangan marahin Mbak Shinta, Ma. Memang udah seharusnya aku dan Papa tau kalau kondisi Mama lagi sakit. Kenapa selama ini Mama nggak pernah ngomong apa-apa?” tanyanya dengan suara bergelombang. Serena tak segera menjawab. Perempuan itu mengelus punggung putrinya dengan lembut. Vivian juga menangkap isak halus yang meluncur dari bibir ibunya. “Karena Mama nggak mau nyusahin siapa pun, Vi. Apalagi, Mama punya banyak salah sama kamu dan Papa. Mama nggak punya nyali untuk ngomongin penyakit Mama.” Hati Vivian tercabik-cabik. Dia memang memiliki banyak sekali kebencian pada ibunya sejak bertahun silam. Namun, di detik ini, Vivian tahu bahwa semua perasaan negatifnya itu sudah mendebu. Membayangkan ibunya tak ada lagi di dunia ini sebelum hubungan mereka membaik, membuat Vivian susah untuk bernapas. “Aku akan tinggal di sini, nemenin Mama. Sampai Mama sembuh,” ungkap Vivian sembari merenggangkan dekapannya. Gadis itu mengusap air matanya dengan punggung tangan kana

  • Chemistrick   Beautiful Goodbye [1]

    Vivian benar-benar kehilangan tenaga. Dia terduduk di tepi ranjang dengan tubuh seolah baru saja berubah menjadi jeli. Dia cuma memandangi Debby dan Barry yang sibuk menyiapkan koper berikut segala keperluan gadis itu. Dia akan terbang ke Bali beberapa jam lagi untuk melihat sendiri kondisi Serena.Sekitar satu jam lalu, Barry ditelepon oleh asisten rumah tangga Serena di Bali, Shinta. Perempuan itu mengontak ayah Vivian karena kondisi Serena memburuk usai kembali dari Jakarta. Alhasil Serena terpaksa dirawat di rumah sakit. Ini sudah hari ketiga. Dan Shita memutuskan bahwa ini saatnya memberi tahu mantan suami Serena.Namun, bukan itu bagian yang paling mengejutkan Vivian. Melainkan fakta yang selama ini diam-diam disimpan ibunya. Bahwa Serena menderita kanker serviks stadium awal. Dokter bahkan meramalkan bahwa perempuan itu takkan bisa bertahan hingga tiga bulan ke depan karena penyakitnya telat ditangani. Serena bahkan menolak kemoterapi karena dinilai tak ada guna

  • Chemistrick   You are The Reason [2]

    “Hah?” Tubuh Robin mendadak tegak. “Kenapa telat?”“Karena aku udah ngomong sama Papa soal kamu.” Vivian tersenyum lebar. “Nggak ada masalah sama sekali, Bin. Jadi, kamu nggak perlu cemas lagi.”Robin memajukan tubuh dengan pupil mata melebar. “Serius, kamu udah ngomong?”“Iya, udah.” Sebagai penegasan, Vivian mengangguk. “Kaget pastinya, tapi cuma sebatas itu doang. Papa malah cemas akunya yang bakalan ribet karena inget semua yang udah kejadian. Kubilang, masa-masa itu udah lewat.” Gadis itu tertawa kecil.“Papamu nggak keberatan sama sekali?” Robin tak percaya.“Nggak, Bin. Buat Papa, yang terpenting kamu itu orang yang bertanggung jawab. Bukan playboy murahan yang bakal bikin anak kesayangannya patah hati,” respons Vivian.“Playboy murahan,” ulang Robin sambil tergelak. “Aku cowok baik-baik, Vi.

  • Chemistrick   You are The Reason [1]

    Robin duduk di depan Barry dengan bahu tegang dan keringat membasahi punggung. Padahal, suhu di dalam Super Bakery sama sekali tidak panas karena dilengkapi dengan pendingin udara yang suaranya berdengung samar. Di sebelah kirinya, Vivian berceloteh santai tentang sahabatnya yang akan pulang untuk berlibur.“Kamu kok diam aja dari tadi, sih?” Vivian menyenggol Robin dengan bahunya.“Kan aku lagi dengerin kamu ngomong,” elak Robin. Cowok itu mati-matian menekan rasa gugup yang meremas-remas sekujur tulangnya.Sebenarnya, dia ingin menolak saat Vivian menelepon dan memintanya datang ke toko roti tadi sore. Selain karena dia masih belum menyelesaikan desain cincin terbaru yang diminta ayahnya, Robin juga belum siap untuk bertemu Barry. Mendatangi Super Bakery seusai magrib, hampir pasti akan bertemu pemiliknya. Robin belum menemukan ide cemerlang untuk membuat ayah Vivian menyukainya meski tahu dirinya adalah putra bungsu Ariel.Bahka

  • Chemistrick   I Found Heaven [3]

    Serena sempat menawari putrinya untuk menginap, tapi Vivian merasa itu langkah yang terburu-buru. Karena itu dia pun menolak dengan halus. “Lain kali aja ya, Ma,” balas gadis itu tanpa merinci alasan penolakannya. “Nggak apa-apa, kan?”Serena menjawab sambil tersenyum. Matanya berkaca-kaca. “Iya, lain kali juga nggak apa-apa.” Tangan kanannya mengelus pipi putrinya dengan lembut.Saat berjalan bersisian meninggalkan lantai sembilan belas yang dihuni Serena, Vivian menggenggam tangan Robin dengan erat. Perasaannya sulit untuk digambarkan dengan detail. Tadi pun Vivian masih mengira harus melewatkan satu malam yang menyiksa bersama ibunya. Namun dia memaksakan diri karena mempertimbangkan dorongan dari Robin dan juga ayahnya. Ternyata, yang terjadi sama sekali tidak mengerikan. Malah, bisa dibilang, Vivian menikmati makan malam tadi.“Makasih ya, Bin. Karena kamu … bikin semuanya terwujud. Makasih juga karena kamu n

  • Chemistrick   I Found Heaven [2]

    Tadinya Vivian mengira bahwa hubungannya dengan Robin akan berat untuk dijalani. Namun pertemuannya dengan Ariel itu justru memberi efek yang tak terduga. Vivian akhirnya bisa percaya bahwa hidupnya baik-baik saja dan berlimpah cinta. Dari keluarga dan juga Robin. Semua masa lalu yang pahit itu justru membuatnya lebih kuat. Satu lagi, hubungannya dengan Serena ternyata tidak mustahil untuk diperbaiki. Meski mungkin saja interaksi mereka tidak akan pernah benar-benar cair.“Jujur aja, tadinya aku nggak berani ngebayangin bakalan ketemu sama papa kamu, Bin. Aku udah mikir yang jelek-jelek. Tapi kadang Tuhan memang ngasih kejutan yang sama sekali nggak disangka. Pas beneran ketemu papamu di apartemen kemarin, ternyata nggak seberat yang ada di kepalaku,” aku Vivian jujur.“Makanya, jangan suka mikir yang negatif melulu,” komentar Robin. Telunjuk kanan lelaki itu diusapkan di kening Vivian. “Seringnya, bayangan di kepala kita jauh lebih dramat

DMCA.com Protection Status